Anda di halaman 1dari 27

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 1

A Summary: History of
International Law

Sebelum masuk ke pembahasan lebih lanjut mengenai sejarah dari


perkembangan hukum internasional, saya akan memberikan pendahuluan
sekaligus mengetahui alasan kenapa sejatinya di dunia ini membutuhkan
hukum internasional. Negara-negara menyadari bahwa mustahil jika ada
negara yang mengisolasikan dirinya untuk memnuhi berbagai kebutuhan
dan kepentingan nasionalnya tanpa berhubungan dengan negara lain.
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesat dewasa
ini membawa akibat-akibat yang nyata bagi negara-negara yang ada, di
mana negara-negara berdaulat tersebut memperluas bidang hubungan
internasional, menjalin hubungan satu dengan lainnya dan begitupun
sebaliknya dengan suatu aturan permainan yang telah disepakati bersama
serta demi kepentingan bersama pula maka di dalam pelaksanaannya ada
ketentuan/policies yang mengaturnya yaitu hukum internasional. Adanya
ketentuan-ketentuan tersebut akan menjamin unsur kepastian jalannya
urusan pengaturan hubungan-hubungan itu. Kenyataan ini membuat
Hukum Internasional (HI) mempunyai peranan dan mempunyai arti yang
penting di dalam menegakkan dan memelihara tata tertib dunia ini serta
bagi perhubungan yang teratur dan rapi antara negara- negara, antara
satu bangsa dengan bangsa lainnya. (Akehurst, 1986 : 2-5).
Hubungan antar masyarakat sebenarnya sudah jauh ada sebelum
adanya state/negara di muka bumi ini. Dari hari-kehari masyarakat
tumbuh dan berkembang sehingga kaidah-kaidah itu mengalami
perubahan pula sesuai dengan dinamika perkembangan zaman hingga
menciptakan hukum internasional yang bersifat modern. bersifat modern

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 2


ini dipengaruhi oleh adanya ciri-ciri pokok dari negara modern yang
diperlukan untuk memahami sifat hukum internasional. Adapun ciri-ciri
dari negara modern adalah adanya pemusatan kekuasaan/pemerintahan
yang berdaulat disamping ciri-ciri yang lain seperti adanya rakyat atau
penduduk yang relatif tetap, wilayah tertentu serta kemampuan untuk
berhubungan dengan negara lain sehingga diakui kedaulatan dan
kemerdekaannya oleh negara lain. (Konvensi Montevideo, 1933).
Untuk mencapai suatu tujuan tertentu, suatu negara sering
mengadakan kerjasama atau hubungan dengan negara lain. Dalam
kerjasama ini setiap negara pasti mempunyai maksud dan tujuan sesuai
dengan kepentingan nasionalnya, sehingga masing-masing negara
tentunya mempunyai kepentingan-kepentingan sendiri, dan kepentingan-
kepentingan itu pun dapat juga saling bertentangan, sehingga seringkali
tidak dapat dihindari terjadinya pertentangan-pertentangan kepentingan
yang timbul dalam pergaulan hidup manusia.
Berlakunya suatu ketentuan Hukum Internasional apabila
ketentuan tersebut dianggap baik dan bermanfaat serta tidak
bertentangan dengan kepentingan nasionalnya. Jadi suatu negara
mempunyai hak untuk menolak atau menerima berlakunya suatu
ketentuan Hukum Internasional di negaranya. Makin jelaslah faktor
terpenting bagi berlakunya Hukum Internasional adalah persetujuan
(consent) dari subjek utamanya yaitu negara. Akibatnya dalam hubungan
antar negara sering terjadi benturan-benturan Kepentingan yang kadang-
kadang dapat menimbulkan persengketaan dan permusuhan, Bisa saja
persengketaan antar negara itu diselesaikan secara damai melalui
perundingan tanpa menggunakan kekerasan, akan tetapi tidak jarang pula
sampai terjadì permusuhan yang dapat mengakibatkan suatu peperangan.
Contohnya adalah pertentangan yang saat ini sedang hangat
diperbincangkan sekaligus menjadi hotline news dunia beberapa hari lalu

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 3


menyangkut operasi militer yang dilakukan Russia ke Ukraina karena
adanya perselisihan berkaitan dengan kepentingan kedua negara.
Akibatnya invasi Rusia dalam bentuk operasi militer ini dinilai telah
mencederai UN Charter sekaligus melanggar hukum internasional karena
telah melalaikan integritas nasiosnal dan kedaulatan Ukraina.
Dalam hal ini Hukum Internasional tidak tinggal diam dalam arti
bahwa untuk mencegah timbulnya pertentangan-pertentangan tersebut,
maka harus ada rules/ketentuan yang mengaturnya dengan berbagai
upaya yang tiada henti-hentinya dilakukan untuk membina ketertiban
hubungan internasional tersebut. Dalam usaha tersebut hukum akan
mempertimbangkan berbagai macam kepentingan "negara yang saling
bertentangan secara cermat dan teliti, kemudian berusaha menciptakan
suatu keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan tersebut seadil-
adilnya. Dengan cara ini hukum akan dapat mencapai tujuannya sehingga
dapat dimengerti apa arti kedudukan Hukum Internasional di dunia ini.
Hukum Internasional pada dasarnya mengenai hak-hak, kewajiban-
kewajiban dan kepentingan-kepentingan negara-negara. ketentuan-
ketentuan di dalam hukum internasional adalah aturan-aturan yang harus
diraih oleh bangsa-bangsa, sera perjanjian-perjanjian yang hanya
meletakkan kewajiban-kewajiban mengikat bagi negara-negara yang
menandatanganinya. Namun demikian bukan berarti bahwa kesatuan-
kesatuan lainnya atau manusia bukan subjek Hukum Internasional.
Untuk menentukan subyek dari hukum internasional, maka yang
harus kita ilhami terlebih dahulu adalah adanya rekognisi dari suatu
masyarakat internasional yang diatur oleh tertib hukum internasional
tersebut. Masyarakat internasional ini berlainan dengan suatu negara
dunia. Masyarakat internasional adalah gabungan dari kompleksitas
kehidupan individu secara bersama yang terdiri dari aneka ragam
masyarakat yang saling menjalin hubungan antara satu sama lainnya.

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 4


Subjek Hukum Internasional yang utama adalah negara, walaupun begitu
organisasi internasional dan individu-individu juga dapat menjadi subjek
Hukum Internasional. Selain itu, perkembangan selanjutnya telah
menimbulkan pendapat-pendapat untuk memperbolehkan individu-
individu diadili secara langsung oleh Mahkamah Internasional
(International Court of Justice-ICJ) atau Mahkamah-Mahkamah
internasional lainnya maupun dapat dihadapkan di depan Mahkama
sebagai saksi. Beberapa preseden dalam hal ini telah menunjukkan,
bahwa dengan diadilinya penjahat-penjahat Perang Dunia II Jepang dan
Jerman oleh Mahkamah Perang Internasional (IVT International War
Tribunal) yang berkedudukan di Tokyo dan di Nuremberg menjadi lebih
jelas lagi akan timbulnya pandangan modern terhadap Hukum
Internasional yang menganggap bahwa individu-individu pun sebagai
subjek Hukum Internasional, (Hakim, 1973 : 9).
Setelah kita berefleksi dan melihat status quo yang saat ini terjadi
di dunia modern dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata untuk
menciptakan kehidupan yang damai tanpa adanya perpecahan dan
persengketaan antar negara diperlukanlah hukum internasional sebagai
instrumen dalam memelihara perdamaian tersebut yang sifatnya lebih
kepada koordinasi antar negara-negara yang ada di dunia ini. Posisi
hukum internasional yang kita ketahui saat ini tentunya telah mengalami
banayk perubahan dan evolusi drai zaman ke zaman. Untuk itu di dalam
pembahasan ini saya akan mengajak pembaca melihat lebih jauh ke
belakang bagaimana hukum internasional itu terbentuk sehingga dikenal
dengan hukum internasional yang saat ini kita ketahui secara universal.

A. Sejarah Perkembangan Hukum Internasional


Mochtar Kusumaatmaja mengungkapkan bahwa terdapat relevansi
yang sangat kuat antara masyarakat internasional dan hukum

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 5


internasional. Lebih lanjut untuk memahami lebih detail mengenai hukum
internasional maka diperlukanlah landasan sosiologis. Dengan adanya
landasan ini kita dituntut untuk meyakini bahwa hukum internasional itu
berkembang karena adanya kehadiran suatu masyarakat internasional di
dalam hubungan-hubungannya. Ia juga mengatakan bahwa hukum
internasional dalam arti yang luas itu termasuk kedalam hukum bangsa-
bangsa sehingga sudah sewajarnya kita mempelajari sejarah
perkembangan hukum internasional itu melalui lintas zaman karena
hukum internasional itu sudah hadir dari zaman belum dikenalnya
peristilahan state/negara yang kita kenali saat ini. Namun jika berbicara
mengenai hukum internasional secara lebih sempit yang dalam artianyya
hukum internasional hanya mengatur mengenai hubungan antara negara
saja, maka ruang lingkunpnya hanya akan mengkaji hukum internasional
dalam usia perjalanannya selama ratusan tahun. Untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih komprehensif dan bisa compliment satu dengan
yang lainnya, maka dalam summary ini saya akan menjabarkan
perkembangan hukum internasioal dalam arti yang luas sehingga kita bisa
melihat bagaimana sebenarnya hukum internasional itu lahir hingga
tumbuh dan berkembang seperti hukum internasional yang kita tahu saat
ini.
Adapun untuk mempermudah pengklasifikasian dari sejarah
perkembangan hukum internasional, maka saya akan membagi kedalam
beberapa zaman yaitu dimulai dari zaman perkembangan hukum
internasional klasik; hukum internasional pada abad pertengahan 15-16
Masehi; kemudian perkembangaan hukum internasional modern abad ke
17-20; hingga terakhir adalah hukum internasional di dewasa ini.

B. Hukum Internasional Klasik

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 6


Ternyata kemunculan atau cikal bakal dari hukum internasional itu
sudah ada sejak zaman belum dikenalnya istilah states atau
bangsa/bangsa seperti yang telah kita ketahui dewasa ini. Hal tersebut
bisa kita kaji dengan aktivitas yang dilakukan oleh beberapa kerajaan-
kerajaan di zaman peradaban manusia sebelum masehi. Beberapa
peradaban manusia yang terkenal di zaman sebelum masehi telah
mempraktikan adanya hubungan antara kerajaan satu dengan kerajaan
lainnya yang dalam keterkaitannya untuk memenuhi kebutuhan kerajaan
mereka. Ibaratnya manusia sebagai zoon politicoon yang tidak bisa hidup
sendiri tanpa adanya bantuan/pertolongan dari manusia lainnya,
begitupula dengan kerajaan pada zaman peradaban ini, mereka
membutuhkan adanya bantuan dari kerajaan lain untuk menjalankan
segala kebutuhan baik itu operasional maupun sebagai upaya untuk
menyejahterahkan masyarakatnya secara internal kerajaaannya.
Meskipun masih belum bersifat kompleks seperti apa yang negara-
negara lakukan di dewasa ini, hubungan-hubungan tersebut telah
menunjukkan bahwa telah timbul suatu keterikatan menganai hubungan-
hubungan antara kerajaan yang nantinya akan menjadi cikal-bakal
dibentuknya suatu hal yang mengatur tentang hubungan tersebut
sehingga at the end of the day bisa dikatakan praktik yang dilakukan oleh
kerajaan-kerajaan tersebut menjadi frame sederhana dari pembentukan
kerangka hukum internasional yang tidak hanya mengatur tentang
internal kerajaannya saja tetapi juga meliputi urusan lintas kerajaan. Lebih
lanjut Peradaban-peradaban yang akan saya kaji dalam bagian ini terdiri
dari zaman peradaban Mesopotamia, peradaban India Kuno, peradaban
Cina Kuno, peradaban Yunani Kuno, dan juga peradaban Romawi Kuno.

1. Zaman Peradaban Mesopotamia dan Timur-Tengah

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 7


Sistem hukum internasional modern dapat ditelusuri kembali
jauh sebelum abad masehi yang lalu, yang berarti beberapa
konsep dasar hukum internasional dapat dilihat dalam hubungan
politik ribuan tahun yang lalu. Berkisar tahun 2100 SM sebuah
perjanjian resmi telah ditandatangani antara para penguasa
Lagash dan Umma, negara-kota yang terletak di daerah yang
dikenal sejarawan sebagai Mesopotamia. Perjanijian tersebut
tertulis di balok batu dan menyangkut penetapan batas yang
ditentukan untuk dihormati oleh kedua belah pihak di bawah rasa
sakit karena mengasingkan sejumlah dewa Sumeria. Contoh besar
berikutnya yang diketahui dari perjanjian internasional yang
penting dan mengikat adalah yang menyimpulkan lebih dari 1.000
tahun kemudian antara Ramses II dari Mesir dan raja Het untuk
pembentukan perdamaian abadi dan persaudaraan. Hal-hal lain
yang tercakup dalam perjanjian yang ditandatangani di Kadesh,
utara Damaskus, termasuk saling menghormati wilayah teritorial
masing-masing. integritas, penghentian keadaan agresi dan
pembentukan bentuk aliansi defensif.
Sejak tanggal itu banyak kesepakatan antara kekuatan
Timur Tengah yang bersaing dibuat, biasanya ditujukan untuk
mewujudkan dalam bentuk ritual keadaan tunduk di antara para
pihak atau mencoba untuk menciptakan aliansi politik untuk
menahan pengaruh kerajaan yang terlalu kuat.

2. Zaman Peradaban India Kuno


Peradaban India kuno adalah salah satu peradaban yang
terkenal di dunia karena peradaban ini telah mengeluarakan
banyak pengarugnya dalam hal penyebaran agama Hindu-Buddha
terutama di kawasan Asia bahkan secara internasional. dalam

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 8


kebudayaan mereka terdapat suatu kaidah yang dipercaya sebagai
lembaga hukum berfungsi sebagai pengatur hubungan antara
kasta, suku bangsa, dan raja. Lebih lanjut kaidah yang mengatur
mengenai kebiasaan tersebut dikenal sebagai Desa Dharma. Dalam
praktiknya, memang Gautama Sutera dan Undang-Undang Manu
memuat tentang hukum kerajaan namun hukum tersebut belum
bisa dikatakan sebagai hukum yang bersifat interansional karena
belum terdapatnya sekat-sekat pemisah antara tupoksi agama,
badan yang mengurus kemsayarakatan, dan negara. Meskipun
demikian, tulisan-tulisan yang ditemukan pada zaman tersebut
telah menunjukkan indikasi bahwa sudah ada ketentuan-ketentuan
yang mengatur hubungan antara raja dengan kerajaan seperti
ketentuan yang mengutus utusan raja untuk melakukan perjanjian
dengan kerajaan lain serta ketentuan bagaimana suatu kerajaan
bisa memulai dan melaksanakan perang sesuai dengan norma-
norma mereka (Kusumaatmaja, dan Agoes; op.cit: 26). Dengan
adanya sifat pendelegasian dan juga aturan untuk melakukan
perang dan hubungan dengan kerajaan lain, maka dapat
disimpulkan bahwa sudah ada kemunculan dari sebuah hukum
internasional dalam bentuk perikatan dalam tata kerajaan-kerajaan
di zaman peradaban India Kuno meskipun masih bersifat
sederhana.

3. Zaman Peradaban Cina Kuno


Tidak banyak referensi yang saya dapatkan untuk melihat
perkembangan hukum internasional pada masa peradaban Cina
kuno. Temuan yang saya dapatkan adalah bahwa pada peradaban
Cina masyarakatnya telah memperkenalkan nilai-nilai etika dalam
proses pembelajaran untuk komunitas-komunitas yang berkuasa.

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 9


Pembentukan sistem kekuasaan negara pada masa ini juga bersifat
tribunary state yang menjadi cikal bakal pembentukan perserikatan
negara-negara Cina yang dipelopori oleh Khong Hu Chu.

4. Zaman Peradaban Yunani Kuno


Peradaban Yunani Kuno merupakan salah satu peradaban
yang progresif dalam segi pemikiran pada masa itu. Vinoggradoff
menyataan bahwa pada zaman Yunani Kuno sudah dikenal hukum
intermunicipal yang berarti sudah diatur kaidah-kaidah kebiasaan
yang berlaku dalam hubungan untuk mengatur interaksi antara
negara-negara seperti kebijakan mengenai delegasi, perbudakan,
tawanan perang, dan sikap menyatakan perang terhadap kerajaan
lain. Kaidah-kaidah ini tidak hanya diterapkan hanya pada satu
negara saja tetapi juga bagi negara-negara kota tetangga. Lebih
lanjut kaidah intemunicipal ini sangat bergantung oleh implikasi
religius/agama sehingga pada masa ini kelemahan dari adanya
eksistensi kaidah ini adalah disebabkan oleh tidak adanya
pemisahan yang tegas antara moral, religi, dan keadilan (Starke;
op.cit; 9).
Dalam perkembangan peradaban Yunani Kuno dikenal
diferensiasi antara golongan Yunan yang terdiri dari golongan
Yunani asli (native) dan orang bukan Yunani yang dikenal dengan
golongan Barbar. Pada masa ini juga dikenal ketentuan
perwasitdan dan wakil-wakil dagang (konsul). Lebih lanjut
pemikiran orang Yunani yang mampu meningkatkan progresivitas
dari hukum internasional adalah adnya kelahiran konsep natural
law (hukum alam) yang pada masa berikutnya akan dikembangkan
oleh orang-orang dari peradaban Romawi.

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 10


5. Zaman Peradaban Romawi Kuno
Perkembangan hukum internasional pada zaman Romawi
kuno sbeenarnya banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran
dari orang-orang Yunani. Dalam hal mengatur hubungan untuk
mengatur kerajaan sebenarnya pada masa Romawi kuno itu tidak
mendapatkan pengaruh perkembangan yang besar karena
masyarakat bangsa-bangsa adalah satu kesatuan imperium yang
disebut dengan Imperium Romawi. Adapun dalam segi hukum
sendiri, peradaban Romawi menyumbang beberapa pemikirannya
yang nantinya akan menjadi sebuah petunjuk bagaimana
mengatur hubungan antar manusia. Meskipun demikian hanya
sedikit pengaruhnya untuk perkembangan hukum internasional.
Pada masa Romawi dikenal perbedaan antara Ius Gentium
dan Ius Naturale. Ius Gentitum (hukum masyarakat, menunjukkan
bahwa hukum merupakan sub dari hukum alam (Ius naturale).
Definisi ius gentium ini hanya dapat dikaitkan dengan dunia
manusia sedangkan ius naturale lebih mengarah kepada seluruh
fenomena alamiah yang terjadi didalamnya.
Sumbangan bangsa Romawi terhadap hukum pada
umumnya yaitu dengan adanya Corpus Juris Civilis, pada masa
kaisar Justinianus. Konsep-konsep dan asas hukum perdata yang
kemudian diterima dalam hukum internasional diantaranya adalah
servitut, occupation, pacta sunt servanda, bona fides dan asa-asa
lainnya yang kita ketahui dewasa ini. Meskipun demikian ternyata
hukum internasional tidak menunjukan perubahan yang signifikan
pada masa peradaban Romawi kuno karena Imperium Romawi
Suci (the Holy Roman Emipre) yang tidak memungkinkan untuk
adanya kelahiran suatu bangsa yang merdeka sendiri dan adanya
struktur masyarakat eropa barat yang berideologi feodal (melekat

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 11


pada hierarki otoritas yang menghambat munculnya bangsa-
bangsa merdeka). Oleh karena adanya hal tersebut maka hukum
internasional tidak terlalu berlaku secara jelas dan nyata disini
karena minimnya hukum yang mengatur hubungan antar bangsa-
bangsa (Starke, 1998: 27).

C. Hukum Internasional Pada Abad Pertengahan


Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi pada abad ke-5 M, Eropa
sering dilanda perang selama hampir 500 tahun. Akhirnya, sekelompok
negara-bangsa muncul, dan sejumlah aturan supranasional dikembangkan
untuk mengatur hubungan antarnegara, termasuk hukum kanonik, hukum
pedagang (yang mengatur perdagangan), dan berbagai kode hukum
maritim seperti contohnya the 12th Century of Rolls of Oléron untuk
sebuah pulau di lepas pantai barat Prancis, dan Hukum Wisby (Visby),
kursi Liga Hanseatic hingga 1361. Lebih lanjut pada abad pertengahan
yaitu abad ke-15 kedatangan para pemikir Yunani di Eropa dari Kekaisaran
Bizantium yang runtuh dan pengenalan mesin cetak memacu
perkembangan pemikiran ilmiah, humanistik, dan individualis, sementara
perluasan navigasi laut oleh penjelajah Eropa menyebarkan norma-norma
Eropa ke seluruh dunia dan memperluas cakrawala intelektual dan
geografis Eropa Barat. Konsolidasi berikutnya negara-negara Eropa
dengan peningkatan kekayaan dan ambisi, ditambah dengan
pertumbuhan perdagangan, mengharuskan pembentukan seperangkat
aturan untuk mengatur hubungan mereka. Pada abad ke-16, konsep
kedaulatan memberikan dasar untuk penguatan kekuasaan dalam pribadi
raja dan kemudian diubah menjadi prinsip kedaulatan kolektif karena hak
ilahi raja secara konstitusional digantikan oleh bentuk pemerintahan
parlementer atau perwakilan. Kedaulatan juga memperoleh makna

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 12


eksternal, mengacu pada kemerdekaan dalam sistem negara-bangsa yang
bersaing.

1. Hukum Internasional Pada Masa Kegelapan


Jika kita telusuri dari segi historis perkembangannya,
kemunculan hukum internasional pada abad pertengahan dimulai
dari dark age (masa kegelapan). Pada masa kegelapan peran
badan keagaamaan (gereja) sangat mendominasi sektor-sektor
sekuler. Sistem kemasyarakatan yang ada di tengah masyarakat
Eropa pada waktu itu terdiri dari beberapa negara yang berdaulat
yang bersifat feodal. Pada zaman kegelapan ini lahir konsep
perang adil yang bertujuan untuk mengecam tindakan yang tidak
bertentangan dengan ajaran gereja. Selain itu, beberapa hasil
karya ahli hukum memuat mengenai persoalan peperangan,
seperti Bartolo yang menulis tentang tindakan balas dendam yang
seimbang (reprisal), Honore de Bonet menghasilkan karya The Tree
of Battles tahun 1380. Meskipun pada abad pertengahan tidak ada
perkembangan yang progresif mengenai hukum internasional
karena kuatnya pengaruh gereja pada negara tertentu, ada
beberapa negara yang diluar jangakaun kekuasaan gereja mutlak
seperti Perancis, Inggris, Swedia, Portugal yang menyokong
pertumbuhan hukum internasional. Buktinya adalah dikeluarkannya
traktat-traktat yang dibuat oleh negara tersebut untuk mengatur
peperangan, perdamaian, persekutuan, dan gencatan senjata.

2. Zaman Kemunculan Cendekiawan/Pemikir (Scholars)


Masa Pencerahan
Zaman pencerahan didminasi dengan lahirnya pemikir-
pemikir yang kritis dalam membangun cikal bakal dari hukum

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 13


internasional. Penulis awal yang menangani masalah pemerintahan
dan hubungan antar negara adalah pemikir dari Italia, Bartolo da
Sassoferrato (1313/14–1357), Ia dianggap sebagai pendiri pusat
studi modern hukum internasional swasta, dan Baldo degli Ubaldi
(1327–1400), seorang guru terkenal, penasihat kepausan, dan
otoritas hukum Romawi dan feodal. Namun, esensi dari pendekatan
baru ini dapat ditelusuri lebih langsung ke para filsuf Zaman
Pencerahan Spanyol pada abad ke-16 dan ke-17. Francisco de
Vitoria (1486–1546), yang secara khusus memperhatikan
perlakuan terhadap penduduk asli Amerika Selatan yang ditakllukan
oleh Bangsa Spanyol, dan Francisco Suárez (1548–1617) yang
menekankan bahwa hukum internasional didasarkan pada hukum
alam. Pada tahun 1598 ahli hukum Italia Alberico Gentili (1552–
1608), yang dianggap sebagai pencetus aliran pemikiran sekuler
dalam hukum internasional menerbitkan De jure belli libri tres
(1598; Three Books on the Law of War), yang berisi diskusi
komprehensif tentang hukum perang dan perjanjian. Karya Gentili
memprakarsai transformasi hukum alam dari konsep teologis ke
konsep filsafat sekuler yang didasarkan pada akal.
Kemudian Ahli hukum Belanda Hugo Grotius (1583-1645)
telah mempengaruhi perkembangan bidang ini sampai tingkat yang
tidak dapat disamai oleh ahli teori lain sebelumnya, meskipun
reputasinya sebagai bapak hukum internasional mungkin telah
dilebih-lebihkan, Grotius mengeluarkan teologi dari hukum
internasional dan mengaturnya ke dalam sistem yang
komprehensif, terutama dalam De Jure Belli ac Pacis (1625;
Tentang Hukum Perang dan Damai). Grotius menekankan
kebebasan laut lepas, sebuah gagasan yang dengan cepat diterima
di antara kekuatan Eropa utara yang memulai misi eksplorasi dan

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 14


kolonisasi ekstensif di seluruh dunia.Para sarjana yang mengikuti
aliran Grotius dapat dikelompokkan menjadi dua aliran yaitu
naturalis dan positivis.
Sebaliknya, para penulis positivis, seperti Richard Zouche
(1590-1661) dari Inggris dan Cornelis van Bynkershoek (1673-
1743) dari Belanda, menekankan praktik aktual negara-negara
kontemporer daripada konsep-konsep yang berasal dari sumber-
sumber alkitab, pemikiran Yunani, atau hukum Romawi. Tulisan-
tulisan baru ini juga memusatkan perhatian yang lebih besar pada
hukum perdamaian dan perilaku hubungan antar negara daripada
pada hukum perang karena fokus hukum internasional bergeser
dari kondisi yang diperlukan untuk membenarkan penggunaan
kekuatan untuk menghadapi masalah yang semakin kompleks.

3. Perjanjian Westphalia Sebagai Awal Kemunculan dari


Hukum Internasional
Perjanjian Westphalia 1648 adalah perjanjian untuk
menandai berakhirnya perang tiga puluh tahun atar bangsa-
bangsa di Eropa. Perjanjian ini memiliki makna yang sangat krusial
karena dari perjanjian ini kerajaan-kerajaan menjadi lebih mandiri,
independen, tidak didominasi oleh kepentingan agama (gereja)
dan lebih kepada menjunjung tinggi nasionalisme yang
direpresentasikan oleh kecintaan terhadap kerajaannya.
Adapun sebab-sebab kenapa perjanjian Westphalia ini
menjadi suatu peristiwa penting dalam perkembangan hukum
internasional adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian Westphalia ternyata telah mengubah peta bumi
politik yang terjadi akibat perang tiga puluh tahun di Eropa.

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 15


b. Perjanjian ini ditujukan untuk mengakhiri usaha Kaisar
Romawi yang suci dan sekuler.
c. Adanya kemerdekaan negara- negara seperti (Netherlands,
Swiss, dan negara-negara kecil di Jerman) yang diakui
dalam perjanjian ini.
d. Hubungan dalam bentuk keagamaan (gereja) yang ada
antar negara-negara Eropa dilepaskan sehingga hubungan
keagamaan tersebut telah berkembang dan berevolusi
berdasarkan kepentingan nasional negara masing-masing.
Oleh karena itu, Perjanjian Westphalia telah mengubah
tatanan baru dari masyarakat internasional yang dimana telah
muncul bentuk negara-negara yang didasarkan atas prinsip negara
nasional (nation state) serta tidak lagi didasarkan atas kerajaan;
menegaskan prinsip model negara dan pemerintahan dengan
menggunakan prinsip kekuasaan negara dan pemerintah dari
pengaruh gereja (sekularisme). Hal-hal tersebut kemudian akan
menjadi subjek dari hukum internasional di masa modern.

D. Hukum Internasional Pada Masa Modern


Titik permulaan perkembangan Hukum internasional ditandai
dengan adanya perkembangan negara-pegara berdaulat secara modern
di Eropa dengan pemusatan kekuasaan politik serta monopoli dari
penggunaan tindakan-tindakan kekerasan negara di dalam wilayahnya.
Pergantian kedudukan kerajaan Roma (Holy Roman Empire), satuan-
satuan politik lainnya, pengakuan adanya kehidupan berdampingan, dan
kesederajatan dari negara-negara merdeka telah menimbulkan teori-teori
politik baru. Kemudian adanya teori kedaulatan (souvereignty) oleh Jean
Bodin dalam bukunya De Republica 1516, menyatakan: bahwa di dalam
setiap negara pada hakekatnya terdapak unsur kekuasaan yang disebut

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 16


sovereignty (kedaulatan). Kedaulatan ini merupakan sumber tunggal dari
hukum-hukum meskipun tidak dapat diikat oleh hukum itu sendiri.
Meskipun demikian kedaulatan negara ini bebas dari kekuasaan
hukum nasional, ia akan tetap terikat oleh Hukum Ketuhanan (Devine
Law) dan Hukum Alam (The Law of Nature), Dalam teorimya sistem-
sistem hukum tersebut merupakan alat-alat pengawas bagi perhubungan
antara negara-negara berdaulat. (Mochtar, 1973 : 24,25,26;
Schwarzenberger, 1976 : 9,10). Berangkat dari adanya pengakuan
terhadap negara berdaulat maka hukum internasional semakin
berkembang.

1. Hukum Internasional Pada Masa Perang Dunia I dan II


Setelah beberapa kali saya quoted pada pembahasan
sebelumnya, eksistensi dari hukum internasional yang paling
signifikan itu terjadi selama abad ke-19 dengan munculnya negara-
negara super power di kawasan Eropa pada masanya. Adanya
kemajuan teknologi yang lebih pesat dan pengembangan metode
peperangan menjadi beberapa indikasi dari perkembangan hukum
internasional karena adanya keingin untuk mengatur perilaku
negara-negara ini dengan bantuan kerangka hukum. salah satu
bentuk konkretnya adalah dengan lahirnya Komite Internasional
Palang Merah yang didirikan pada tahun 1863 untuk membantu
mempromosikan serangkaian Konvensi Jenewa yang dimulai pada
tahun 1864. Lebih lanjut Konvensi ini menangani konflik
humaniter.
Kemudian konferensi Den Haag tahun 1899 dan 1907 juga
turut membantu pembentukan Pengadilan Arbitrase Permanen
yang menangani perlakuan terhadap tahanan dan pengendalian
peperangan. Banyak konferensi, konvensi, dan kongres lainnya

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 17


menekankan perluasan aturan hukum internasional dan jaringan
hubungan internasional yang erat. Akibat dari tindakan-tindakan di
atas, perkembangan hukum perang dan badan-badan internasional
yang mengadili sengketa internasional pun kian berkembang.
Pengadilan Permanen Keadilan Internasional didirikan pada
tahun 1921 setelah terjadinya Perang Dunia I dan digantikan pada
tahun 1946 oleh Mahkamah Internasional. Perserikatan Bangsa-
Bangsa mendirikan Mahkamah Internasional yang kini telah
memperluas ruang lingkup Hukum Internasional untuk
memasukkan aspek-aspek yang berbeda dari isu-isu yang
mempengaruhi wilayah yang luas dan kompleks dari aturan
internasional seperti Kejahatan Internasional, hukum Lingkungan,
hukum Nuklir dan lain-lain.

2. Periode Perang Dingin


Perkembangan hukum internasional baik aturan-aturannya
maupun institusi-institusinya mau tidak mau dibentuk oleh
peristiwa-peristiwa politik internasional. Dari akhir Perang Dunia II
hingga 1990-an, sebagian besar peristiwa yang mengancam
perdamaian dan keamanan internasional terkait dengan Perang
Dingin antara Uni Soviet dan sekutunya dan aliansi Barat yang
dipimpin oleh Amerika Serikat. Dewan Keamanan PBB tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, karena resolusi yang diajukan
oleh satu pihak kemungkinan besar akan diveto oleh pihak lain.
Sistem aliansi bipolar mendorong pengembangan organisasi
regional misalnya, Pakta Warsawa yang diorganisir oleh Uni Soviet
dan North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang didirikan oleh
Amerika Serikat dan sekutu sebagai upaya dalam mendorong
proliferasi konflik di pinggiran kedua blok termasuk di Korea,

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 18


Vietnam, dan Berlin. Selanjutnya, perkembangan norma-norma
perlindungan hak asasi manusia berjalan tidak merata serta
diperlambat oleh perpecahan ideologis yang tajam.
Lebih lanjut Perang Dingin juga memunculkan
penggabungan sekelompok negara non-blok dan yang baru saja
didekolonisasi dan dalam perkembangannya disebut sebagai “
Negara-negara Dunia Ketiga” dimana dukungannya sangat dicari
oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kepentingan negara
berkembang yang meningkat memusatkan perhatian pada
kepentingan negara-negara tersebut, terutama yang terkait
dengan dekolonisasi, diskriminasi rasial, dan bantuan ekonomi. Ini
juga memupuk universalisme yang lebih besar dalam politik
internasional dan hukum internasional. Statuta ICJ misalnya, yang
menyatakan bahwa organisasi pengadilan harus mencerminkan
bentuk utama peradaban dan sistem hukum utama dunia.
Demikian pula kesepakatan informal di antara anggota PBB
mengharuskan kursi tidak tetap di Dewan Keamanan dibagikan
untuk memastikan perwakilan regional yang adil; 5 dari 10 kursi
secara teratur berasal dari Afrika atau Asia, Latin Amerika, dan
sisanya ke Eropa atau negara lain.

3. Hukum Internasional di Masa Modern


Runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin pada
awal 1990-an meningkatkan kerja sama politik antara Amerika
Serikat dan Rusia beserta sekutu mereka di belahan bumi utara,
tetapi ketegangan juga meningkat antara negara bagian utara dan
selatan, terutama pada isu-isu seperti perdagangan, hak asasi
manusia, dan hukum laut. Teknologi dan globalisasi—pertumbuhan
yang meningkat pesat dalam pergerakan barang internasional,

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 19


jasa, mata uang, informasi, dan orang—juga menjadi kekuatan
yang signifikan, memacu kerja sama internasional dan agak
mengurangi hambatan ideologis yang memisahkan dunia,
meskipun globalisasi juga menyebabkan peningkatan perdagangan
ketegangan antara sekutu seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa
(European Union (EU)).
Sejak tahun 1980-an, globalisasi telah meningkatkan jumlah
dan lingkup pengaruh organisasi internasional dan regional dan
membutuhkan perluasan hukum internasional untuk mencakup hak
dan kewajiban para aktor ini. Karena kompleksitasnya dan
banyaknya aktor yang dipengaruhinya, hukum internasional baru
sekarang sering dibuat melalui proses yang membutuhkan
konsensus yang hampir universal. Di bidang lingkungan, misalnya,
negosiasi bilateral telah dilengkapi dan dalam beberapa kasus
digantikan dengan negosiasi multilateral, yang mengubah proses
persetujuan individu negara menjadi penerimaan masyarakat.
Berbagai kesepakatan lingkungan dan perjanjian Hukum Laut
(1982) telah dinegosiasikan melalui proses pembangunan
konsensus ini. Hukum internasional sebagai suatu sistem adalah
kompleks. Meskipun pada prinsipnya “horizontal”, dalam artian
didasarkan pada konsep persamaan negara—salah satu prinsip
dasar hukum internasional—pada kenyataannya beberapa negara
terus menjadi lebih penting daripada negara lain dalam
menciptakan dan memelihara hukum internasional.

E. Hukum Internasional Pada Dewasa ini


Setelah kita mengtahui beberapa fakta bahwa hukum internasional
dahulu didasarkan atas kebiasaan yang perkembangannya cenderung
lambat. Meskipun demikian pada masa sekarang terdapat suatu metode

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 20


pembentukan hukum yang lebih cepat yaitu dengan perjanjian-perjanjian
internasional baik melalui bilateral, trilateral, regional, multilateral,
dan/atau universal. Dalam perkembangannya kekuataan berlakunya
hukum internasional itu menurun bahkan hukum internasional sering
dianggap sebagai bukan hukum atau hukum internasional karena adanya
beberapa alasan seperti: adanya anggapan bagawa hukum internasional
hanya dimaksudkan untuk mempertahankan perdamaian saja; dan
adanya alasan yang menyatakan bahwa hukum internasional tidak
memperhatikan peraturan-peraturan yang banyak jumlahnya yaitu
peraturan-peraturan yang bukan mengenai perdamaian atau perang.
Jadi sebenarnya dalam kacamata modern, hukum internasioal tidak
melulu berkaitan dengan permasalahan damai atau perang. Sekalipun
peperangan itu terjadi, hukum internasional tidak akan mengalami
kehancuran mutlak karena banyak peraturan-peraturan mengenai
hubungan pihak-pihak yang berperang atau hubungannya dengan negara
netral sagat penting dan hampir selalu ditaati. Suatu hal yang penting pula
bahwa negara-negara agresor senantiasa berusaha membenarkan
pelangaran yang mereka lakukan terhadap perdamaian dengan dalih
menggunakan hukum internasional. begitu pula yang ada di dalam hukum
nasional jika terjai pelanggaran, yang menunjukkan tiada seorang yang
menyangkal hukum nasional itu ada. Demikian pula dengan hukum
internasional meskipun perang-perang terjadi dan stabilitas nasional dari
negara daulat terancam oleh negara lain bukan berarti bahwa hukum
internasional itu tidak ada untuk membantu menyelesaikan
dispute/persengketaan yang ada.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa hukum internasional adalah suatu
sistem atau kerangka fundamental dalam hubungan-hubungan
internasional yang terjadi, serta demi keperluan praktisnya maka hukum
internasional harus dijalankan sebagai suatu sistem hukum sekalipun

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 21


tanpa dan adanya peperangan untuk mencapai kesetaraan dan juga
menghormati subjek-subjek hukum yang termasuk kedalam scope dari
hukum internasional itu sendiri.

F. Kebenaran Hukum Internasional


Setelah kita mengetahui perkembangan dari hukum internasional ini
saya akan mengajak pembaca untuk melihat sebenarnya apakah hukum
internasional itu benar-benar teimplementasi secara internasional dan
dipatuhi oleh subjek-subjeknya?. Ada banyak kontroversi mengenai
pertanyaan ini. Beberapa menjawab pertanyaan dengan negatif
sementara yang lain dengan setuju. Beberapa orang merasa bahwa
Hukum Internasional tidak memiliki unsur kepastian, stabilitas dan
prediktabilitas. Berikut saya masukan beberapa pendapat para sarjana
mengenai kebenaran dari hukum internasional.

1. Hukum Internasional Bukan Sebagai Sumber Hukum Asli


John Austin, seorang penulis Yurisprudensi terkemuka
Inggris mendukung pandangan bahwa Hukum Internasional
bukanlah hukum. Menurutnya, Hukum Internasional adalah kode
kekuatan moral dan aturan perilaku saja artinya hukum
internasional hanya mengikat secara moral (morally binding) dan
tidak begitu mengikat secara hukum (legally binding). Menurutnya,
Hukum Internasional tidak memiliki sanksi di belakangnya dan tidak
berasal dari otoritas pemberi hukum. Ia menggambarkan bahwa
Hukum Internasional sebagai hukum yang terdiri dari moralitas
Internasional yang positif dan pendapat atau sentimen yang dianut
oleh bangsa-bangsa sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Selaras dengan Austin, Hobbes dan Pufendorff juga berpandangan
bahwa Hukum Internasional bukanlah hukum yang benar karena

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 22


hukum tidak benar-benar ditanamkan dengan kekuatan hukum
yang benar dan tidak didukung oleh perintah atasan.
Meskipun demikian ada beberapa kelemahan dari pendapat
yang disampaikan oleh Austin diantaranya: Austin menghilangkan
fungsi pengadilan sebagai salah satu badan pembentuk hukum.
walaupun Hukum internasional tidak punya badan legislatif, tetapi
dalam Hukum Internasional ini memiliki badan pengadilan untuk
mengeluarkan hasil/resolusi kasus yang ada dalam hal
penyelesaian konflik yang berujung pada pembentukan hukum
baru. Kelemahan kedua yaitu Austin mengabaikan adanya hukum
yang hidup dalam masyarakat. Sebagai contoh hukum
humaniter/Humanitarian Law; Pengibaran bendera kebangsaan
yang telah menjadi kebiasaan yang diadopsi oleh setiap negara
meskipun tidak tertulis karena berawal dari etika masyarakat
internasional.
Selanjutnya Holland juga berpandangan bahwa Hukum
Internasional sangat berbeda dengan hukum biasa karena tidak
didukung oleh otoritas Negara. Ia menggambarkan bahwa Hukum
Internasional sebagai titik lenyapnya yurisprudensi karena ia
berpandangan bahwa Hukum Internasional tidak memiliki sanksi
(yang merupakan elemen terpenting dari Hukum) oleh karena itu,
hukum internasional tidak dapat disimpan dalam kategori hukum
yang asli.

2. Hukum Internasional sebagai sumber hukum asli


Hall dan Lawrence menganggap Hukum Internasional
sebagai hukum yang benar. Menurut mereka, Hukum Internasional
berasal dari kebiasaan dan preseden yang merupakan sumber
hukum dan biasa diperlakukan seperti jenis hukum positif tertentu.

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 23


Sir Frederick Pollock juga mengamati bahwa agar Hukum
Internasional mengikat para anggota, satu-satunya syarat esensial
adalah keberadaan komunitas politik dan pengakuan oleh para
anggotanya atas aturan-aturan tetap yang mengikat mereka dalam
kapasitas itu oleh karena itu Hukum Internasional sepenuhnya
memenuhi kondisi ini.
Banyak bukti yang dapat kita jadikan alasan kenapa hukum
internasional itu bisa dijadikan sebagai sumber yang benar-benar
hukum, diantaranya adalah: Hukum Internasional banyak diadopsi
oleh pejabat-pejabat luar negeri, tenaga kerja/pegawai asing,
pengadilan nasional bahkan Organisasi Internasional; Negara-
negara yang disinyalir melanggar Hukum Internasional dalam
praktiknya tidak mengatakan bahwa mereka melanggar hukum
karena Hukum Internasional tidak mengikat mereka; Mayoritas
negara yang ada di dunia ini mematuhi Hukum Internasional;
Adanya lembaga-lembaga penyelelsaian hukum yang senantiasa
menggunakan argumentasi-argumentasi hukum dalam
penyelesaian sengketa yang ditanganinya; dan yang terakhir dalam
praktiknya, Hukum Internasional dapat diterima dan diratifikasi ke
dalam hukum nasional negara-negara.

G. Kesimpulan
Berdasarkan summary yang telah saya tuliskan diatas, dapat ditarik
beberapa kesimpulan mengenai sejarah perkembangan hukum
internasional dari masa-masa sebagai berikut:
1. Hukum internasional secara luas dapat kita ketahui keberadaan
dan historisnya mulai dari hadirnya peradaban-peradaban manusia
pada periode waktu sebelum masehi. Namun jika kita berbicara

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 24


mengenai hukum internasional secara sempit maka
perkembangannya akan dimulai dari beberapa ratus tahun lalu
dihitung dari abad pertengahan.
2. Hukum internasional itu berkembang mengikuti dinamika
perkembangan zaman. Pada zaman klasik (Peradaban
mesopotamia, Timur Tengah, Cina, India, Yunan, dan Romawi)
hukm internasional berisi tentang kaidah-kaidah kebiasaan dan
aturan yang dibuat oleh suatu entitas bernama (kerajaan) dengan
tujuan untuk mengatur hubungan mereka dengan kerajaan lain
bersifat sederhana dan terbatas.
3. Pada abad pertengahan hukum internasional kian menunjukan
progresivitas dari perkembangannya. Telah tumbuh teori-teori,
azaz, lembaga dalam hukum internasional akibat lahirnya pemikir-
pemikir ulung pada abad pencerahan. Demikian pula halnya dari
substansi dan sifat dari hukum internasional yang telah memiliki
perkembangan yang cukup bai meskipun belum kompleks.
4. Hukum internasional di masa modern dipengaruhi oleh bebrapa hal
diantaranya adalah adanya perubahan peta politik dunia pasca
perang dunia I dan II, dimana pada perang dunia I (pemetaan
berdasarkan aliansi pertahanan) dan pasca perang dunia II (lebih
kepada pemetaan berdasarkan maju atau tidaknya
negara/developing and well developed countries), kemudian
adanya pengaruh perkembangan teknologi yang menyebabkan
perkembangan pada hukum internasional, dan terakhir adanya
perubahan struktur dalam organisasi/komunitas masyarakat
internasional yang memengaruhi lahirnya organisasi yang bersifat
internasional serta dikenalnya individu sebagai subjek hukum
internasional sehingga Hukum Internasional bisa digunakan

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 25


sebagai alternatif untuk mengatur hubungan-hubungan antar
subjek yang terdapat dalam hukum internasional.
5. Banyak yang memperdebatkan apakah hukum internasional itu
adalah benar-benar sumber hukum yang bisa diterima oleh subjek-
subjeknya. Pada dasarnya hukum internasional adalah suatu
sistem atau kerangka fundamental dalam hubungan-hubungan
internasional yang terjadi, serta demi keperluan praktisnya maka
hukum internasional harus dijalankan sebagai suatu sistem hukum
sekalipun tanpa dan adanya peperangan untuk mencapai tujuan
yaitu kesetaraan dan juga menghormati subjek-subjek hukum
yang termasuk kedalam ruang lingkup dari hukum internasional itu
sendiri.

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 26


DAFTAR PUSTAKA

Akherust, Michael. 1986. A Modern Introduction to International Law 4th Edition.


London: George Allen and Unwin.
Bederman, D.J., 2001. International Law in Antiquity. London: Cambridge
University Press.
Boer Mauna. 2001. Hukum Internasional: Peranan, Fungsi Dalam Era Dinamika
Global. Bandung: Alumni.
Istanto, F., Sugeng. 1998. Hukum Internasional. Yogyakarta: Penerbit Univ.
Atmajaya.
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional
Kontemporer. Bandung: Refika Aditama.
Kusumaatmaja, Mochtar, dan Etty R. Agoes. 2003. Pengantar Hukum
Internasional. Bandung: Alumni.
S.A. Hakim. 1973. Hukum Internasional: Eleman-Elstar. Bandung: Offset.
Shaw, Malcom. 2008. International Law. 6th Sixth Edition. London: Cambridge
University Press.
Starke, JG. 2001. Hukum Internasional 1. Jakarta: Sumber Grafika.
Yudha Bhakti Ardhiwisastra. 2003. Hukum Internasional Bunga Rampai.
Bandung: Alumni.

Tri Wibowo | Universitas Diponegoro 27

Anda mungkin juga menyukai