NIM : 2004551168
Kelas :C
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS HUKUM
DENPASAR
2020
HUKUM INTERNASIONAL
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan
hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi
struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional
dan individu.
Prof Dr. Mochtar Kusumaatmaja mengatakan bahwa Hukum Internasional adalah keseluruhan
kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-
batas negara antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum internasional lainnya.
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata
Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang
melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku
hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.
Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan
bersifat perdata. Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan
yang diaturnya (obyeknya).
Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang
khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu
seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf
perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang
berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
Asas Teritorial, Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan
semua barang yang berada dalam wilayahnya.
Asas Kebangsaan, menurut asas ini setap warganegara dimanapun dia berada, tetap
mendapat perlakuan hukum dari nearanya. asas ini memiliki kekuatan ekstrateritorial,
artinya hukum negara tetap berlaku bagi seorang warganegara walaupun ia berada di
negara lain.
Asa Kepentingan Umum, menurut asas ini negara dapat menyesuaikan diri dengan
dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum.
Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
Subjek Hukum Internasional
Negara
Individu
Tahta Suci / vatican
Palang Merah Internasional
Organisasi Internasional
Sumber hukum materil, yaitu segala sesuatu yang membahas dasar berlakunya hukum
suatu negara.
Sumber hukum formal, yaitu sumber darimana kita mendapatkan atau menemukan
ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan
merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang
menjalin dengan erat.
2. Kedaulatan Negara : Hakekat dan Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional.
Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri
hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu
tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan
mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:
Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain
bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan
sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.
Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah
perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah
dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya
negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain
terutama sesudah Perang Dunia
Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara
negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan atas negara-
negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya
diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang
Tiga Puluh Tahun di Eropa. Zaman dahulu kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur,
hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:
Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang
mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat
kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja
dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya penulis
buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas
sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang
satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara
anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata
Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang
meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara
nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.
Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai
perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum
perang masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang
dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan
perang.
Lingkungan kebudayaan Yunani. Hidup dalam negara-negara kita. Menurut hukum negara
kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang
dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan
mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam
yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal
manusia.
Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak
mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia
merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam
lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang
terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang
mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan.
Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan
persamaan derajat. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti
seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja. Hubungan
antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga
Hukum Perdata, Hukum Romawi. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai
hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang
dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini. Tidak adanya Mahkamah
(Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan
hukum Internasional. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan
beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang
menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.
Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum
alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas
praktik negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum
alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.
Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku
Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa
negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-
bangsa ia namakan ius intergentes.
Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as
legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh
Mahkamah Internasional (MI) merupakan salah satu badan perlengkapan PBB yang
berkedudukan di Denhag (Belanda). MI memiliki 15 orang hakim yang dipilih dari 15 negara
dengan masa jabatan 9 tahun. Selain memberikan pertimbangan hukum kepada Majelis Umum
PBB dan Dewan Keamanan PBB MI pun bertugas untuk memeriksa dan menyelesaikan
perselisihan-perselisihan yang diserahkan kepadanya. dalam mengadili suatu perara MI
berpedoman pada Traktat-traktat dan kebiasaan -kebiasaan Internasional.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM oleh mahkamah internasional dapat dilakukan melalui
prosedur berikut :
Korban pelanggaran HAM dapat mengadukan kepada komisi tinggi HAM PBB atau melalui
lembaga HAM internasional lainnya.
dengan bukti-bukti hasil penyelidikan dan penyidikan proses dilanjutkan pada tahap peradilan,
dan jika terbukti maka hakim MI akan menjatuhkan sanksi.
HUKUM PERDATA
Hukum perdata yaitu ketetapan yang mengatur hak dan kewajiban antar individu dalam
masyarakat. Istilah hukum perdata di negara Indonesia mulanya dari bahasa Belanda
“Burgerlik Recht” yang sumbernya pada Burgerlik Wetboek atau dalam bahasa Indonesia nya
disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Hukum dapat dimaknai dengan seperangkat kaidah dan perdata diartikan dengan yang
mengatur hak, harta benda dan kaitannya antara orang atas dasar logika atau kebendaan.
Secara umum, pengertian hukum perdata yaitu semua peraturan yang mengatur hak dan
kewajiban perorangan dalam hubungan masyarakat. Hukum perdata disebut pula dengan
hukum private karena mengatur kepentingan perseorangan.
Ada beberapa ahli yang mendefinisikan hukum perdata, antara lain dapat kita simak uraiannya.
Prof. Subekti
Pengertian Hukum Perdata menurut Prof. Subekti adalah segala hukum private materiil yaitu
segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan.
Pengertian Hukum Perdata menurut Prof. Sudikno Mertokusumo adalah keseluruhan peraturan
yang mempelajari mengenai hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya dalam
hubungan keluargan dan dalam pergaulan masyarakat.
Hukum perdata yang ada di Indonesia, tidak terlepas dari sejarah hukum perdata Eropa,
utamanya di Eropa kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi sebagai hukum asli dari negara
di Eropa, disamping terdapat hukum tertulis dan kebiasaan setempat.
Namun, karena terdapat perbedaan peraturan pada masing-masing daerah menjadikan orang
mencari jalan yang mempunyai kepastian hukum dan kesatuan hukum. Berdasarkan prakarsa
dari Napoleon, di tahun 1804 yang terhimpun hukum perdata yang bernama Code Civil de
Francais atau disebut juga dengan Code Napoleon.
Di tahun 1809 - 1811 Perancis menjajah Belanda, lalu Raja Lodewijk Napoleon menerapkan
Wetboek Napoleon Ingeriht Voor het Koninkrijk Hollad yang berisi hampir sama dengan Code
Napoleon dan Code Civil de Francais untuk diberlakukan sebagai sumber hukum perdata di
Belanda.
Sesudah penjajahan berakhir dan Belanda disatukan dengan Perancis, Code Napoleon dan
Code Civil des Francais tetap diterapkan di Belanda.
Di tahun 1814, Belanda mulai membuat susunan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Sipil). Dengan dasar kodifikasi hukum Belanda dibuat oleh MR.J.M.KEMPER yang disebut
ONTWERP KEMPER tetapi sebelum menyelesaikan tugasnya, di tahun 1824 Kemper
meninggal dunia dan kemudian diteruskan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belanda.
Di 6 Juli 1830, kodifikasi sudah selesai dibuat dengan dibuatnya BW (Burgerlijik Wetboek)
atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda dan WvK (Wetboek van Koophandle)
atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Dari dasar asas konkordansi, di tahun 1948 kedua Undang-Undang tersebut berlaku di
Indonesia dan hingga saat ini dikenal dengan KUHPerdata untuk BW dan KUH Dagang untuk
WvK.
Asas ini mengandung arti bahwa masing-masing orang dapat mengadakan perjanjian baik yang
sudah diatur dalam undang-undang ataupun yang belum diatur dalam undang-undang.
Asas ini ada dalam 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang untuk yang membuatnya”
2. Asas Konsesualisme
Asas ini berkaitan dengan pada saat terjadi perjanjian. Di pasa 1320 ayat 1 KUHPerdata, syarat
wajib perjanjian itu karena terdapat kata sepakat antara kedua belah pihak.
3. Asas Kepercayaan
Asas ini mempunyai arti bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi
masing-masing prestasi yang diantara kedua pihak.
Asas ini menyatakan bahwa pernjanjian hanya mengikat pihak yang mengikatkan diri atau
yang ikut serta dalam perjanjian tersebut.
Asas ini mempunyai maksud bahwa subjek hukum membuat yang membuat perjanjian
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.
6. Asas Keseimbangan
Asas ini menginginkan kedua belah pihak memenuhi dan menjalankan perjanjian yang telah
dijanjikan. Asas Kepastian Hukum (Asas pacta sunt servada) Asas ini ada karena suatu
perjanjian dan diatur dalam pasal 1338 ayat 1 dan 2 KUHPerdata.
7. Asas Moral
Asas moral merupakan asas yang terikat dalam perikatan wajar, ini artinya perilaku
seseorang yang sukarela tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari
pihak debitur.
8. Asas Perlindungan
Asas ini memberikan perlindungan hukum kepada debitur dan kreditur. Tetapi yang
membutuhkan perlindungan adalah debitur karena berada di posisi yang lemah.
9. Asas Kepatutan
Asas ini berhubungan dengan ketentuan isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan.
Asas ini mewajibkan seseorang dalam pengadaan perjanjian untuk kepentingan dirinya sendiri.
11. Asas I’tikad Baik
Sesuai dengan pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, asas ini berhubungan dengan pelaksanaan
perjanjian, asas ini menyatakan bahwa apa yang hendak dilakukan dengan pemenuhan
tuntutan keadilan dan tidak melanggar kepatutan.
Volmare menyatakan, terdapat dua sumber hukum perdata yakni sumber hukum perdata
tertulis dan sumber hukum perdata tidak tertulis, yakni kebiasaan.
Dibawah ini adalah sebagian sumber hukum perdata tertulis, antara lain yakni:
Hukum perorangan merupakan hukum yang mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum
dan kecakapannya untuk mempunyai hak dan juga bertindak sendiri dalam melaksanakan
haknya tersebut.
Hukum Keluarga
Hukum keluarga merupakan hukum yang berkaitan dengan kekuasaan orang tua, perwalian,
pengampunan dan perkawinan. Hukum keluarga ini terjadi karena terdapat perkawinan antara
laki-laki dan perempuan yang selanjutnya melahirkan anak.
Hukum harta kekayaan merupakan hukum yang mengatur tentang benda dan hak yang ada
pada benda tersebut. Benda yang dimaksud adalah segala benda dan hak yang menjadi miliki
orang tua atau sebagai objek hak milik.
Hukum harta kekayaan ini mencakup dua hal yakni hukum benda yang sifatnya mutlak atau
hak terhadap benda yang diakui dan dihormati oleh setiap orang dan hukum perikatn yang
sifatnya kehartaan antar dua orang atau lebih.
Hukum Waris
Hukum waris merupakan hukum yang mengatur mengenai pembagian harta peninggalan
seseorang, ahli waris, urutan penerimaan ahli waris, hibah, dan juga wasiat.
Buku I mengenai orang, ini mengatur hukum tentang diri seseorang dan hukum
kekeluargaan.
Buku II mengenai hal benda, ini mengatur hukum kebendaan dan hukum waris
Buku III mengenai hal perikatan, ini mengatur hak dan kewajiban timbal balik antara
orang atau pihak tertentu.
Buku IV mengenai pembuktian dan daluarsa, ini mengatur mengenai alat pembuktian
dan akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa tersebut.
HUKUM ADAT
Hukum dianggap sebagai suatu rangkaian norma yang mengatur tingkah laku dan
perbuatan dalam hidup bermasyarakat. Hukum tidak menguasai hubungan yang tidak
merekatkan hak dan kewajiban. Hubungan yang Tidak merekatkan hak dan kewajiban disebut
hubungan guyub, yaitu hubungan dimana orang dalam menghadapi orang lain sebagai tujuan.
Hukum dan hukum adat mempunyai arti yang sama. Perkembangan makna hukum adat
telah bergeser dari makna semula pada saat keberadaan hukum adat diakui oleh Pemerintah
Kolonial Belanda.
Pergeseran makna hukum adat itu nampak pada pemakain istilah dan unsur-unsur serta
pengertian hukum adat yang diberikan oleh para sarjana.
Apabila di lihat dari makna hokum adat menurut Van Vollenhoven dapat ditari
kesimpulan , maka unsur-unsur yang terkandung dalam istilan adatrecht itu, meliputi unsur-
unsur:
1. Tidak tertulis.
4. Renapan kesusilaan.
Menurut teori Beslissingenleer ter Haar, kebiasaan dulu baru kemudian menjadi
hukum, maka menurut teri Logemann adalah keputusan hakim dulu baru baru kebiasaan.
Proses adat istiadat menjadi hukum adat menurut Logemann adalah Adat Istiadat – Putusan
hakim – Kebiasaan hakim – Hukum adat.
Ada 2 tentang pengertian tentang sumber hukum itu, yaitu Welborn dan Kenborn.
Welborn adalah sumber hukum adat dalam arti dari mana hukum adat itu timbul, yang
merupakan sumber hukum(adat) yang sebenarnya. Welborn adalah konsep tentang keadilan
sesuatu masyarakat.
Kenborn adalah sumber hukum (adat) dalam arti dimana hukum (adat) dapat diketahui
atau ditemukan. Kenborn merupakan penjabaran dari Welborn.
Para sarjana berpendapat bahwa sumber pengenalan hukum dalam arti Kenborn itu
adalah:
1. Adat kebiasaan.
2. Yurispudensi.
3. Norma-norma hukum islam yang telah meresap dalam adat istiadat masyarakat
Indonesia asli.
1) Tidak tertulis dan kalaupun ada yang tertulis tidak dibuat oleh badan pembentuk
undang-undang (Legislatif)
2) Isinya bersifat:
a) Religiomagis.
Menunjukkan bahwa pada hukum adat terdapat unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib dan
tidak berdasarkan logika dan kenyataan semata.
b) Komunal.
Menunjukkan bahwa hukum adat pada dasarnya mengatur kepentingan bersama dan kaidah-
kaidahnya kebanyakan berlaku umum, tidak mengatur secara rinci individual seperti dalam
Hukum Barat.
c) Kontan.
Menunjukkan bahwa transaksi dalam hukum adat dikehendaki terjadi secara kontan, sehingga
prestasi dan kontra prestasi terlaksana secara serentak.
d) Konkret.
Menunjukkan bahwa sahnya suatu hubungan hukum menurut hukum adat, apabila perbuatan
hukum itu terjadi secara nyata.
Sistem hukum adat merupakan system hukum khas, yang bersifat Religiomagis,
Komunan, Kontan dan Konkret. Berdasarkan struktur alam pikiran tersebut, maka sistm hukum
adat tidak memerlukan kodifikasi, mengatur secara garis besar saja, tidak dibuat aturan terlebih
dahulu, karena yang diatur hal-hal yang umum untuk kepentingan bersama.
Dasar hukum berlakunya hukum adat pada masa kolonial, pertama-tama adalah pasal
131 IS, yang menyatakan sebelum hukum orang Indonesia itu ditulis dalam undang-undang.
Dasar hukum berlakunya hukum adat pada masa Indonesia Merdeka, pertama-tama
pasal 11 Aturan peralihan UUD 1945 No.2 tahun 1945. Selanjutnya dibidang hukum atas
bumu, air dan angkasa, dinyatakan berlakunya hukum adat menurut pasal 5 Undang-Undang
Pokok Agraria ( UU No.5 Tahun 1960)
Dasar berlakunya hukum secara umum diatas kembali diatur dalam pasal 23(1) dan
27(1) UU No.14 tahun 1970.
Berlakunya hukum atas dasar berlaku filosofis, berarti berlakunya hukum itu karena
tuntutan dan paksaan dari pandangan hidup orang yang bersangkutan.
Pada masyarakat terstruktur secara Matrilineal orang menarik garis hukum dalam
menghubungkan diri dengan orang lain melalui melalui garis perempuan.Akibatnya anak yang
terlahir dalam masyarakat ini mengikuti clan (suku) orang tua perempuan.
Endogamie berarti bahwa menurut hukam adat, perkawinan yang ideal dalam system
kawin semendo adalah apabila jodoh diambil dari kalangan sukunya sendiri.
Matrilokal, mengandung arti bahwa menurut hukum adat Semendo tempat tinggal
bersama dalam perkawinan adalah tempat tinggal istri.Contohnya masyarakat Minangkabau.
Masyarakat terstruktur secara Patrilineal memilih cara Perkawinan yang disebut kawin
Jujur. Ciri-ciri kawin jujur yaitu exogamie dan patrilokal.
Exogamie,Perkawinan yang ideal adalah Apabila jodoh diambil dari luar marganya
sendiri Patrilokal berarti menurut hukum adat Perkawinan Jujur Tempat tinggal bersama dalam
perkawinan adalah tempat tingal suami. Contohnya Masyarakat Gayo, Alas, Batak, dan Bali.
Masyarakat yang terstruktur secara Bilateral, orang menarik garis hukum dalam
menghubungkan diri dengan orang lain, baik melalui laki-laki maupun perempuan. Hak dan
Kewajiban antar seorang dengan yang lainnya dalam bidang hukum kekerabatan dan warisan
terjalin baik melalui garis laki-laki maupun perempuan.
1. Persekutuan Hukum
Didalam persekutuan masyarakat tersebut ada yang merupakan persekutuan hukum dan
ada pula yang bukan. Persekutuan itu persekutuan hukum bilamana memenuhi syarat untuk itu.
Syaratnya, yaitu:
d. Persekutuan tersebut bertindak sebagai kesatuan lahir dan batin, kedalam dan keluar
sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Menurut hukum adat penggantian kepala persekutuan diangkat,diakui atau dipilih atas
dasar pewarisan dengan pemilihan dalam permusyawaratan dirapat-rapat desa. Dalam arti
bahwa ahli waris pertama dari kepala persekutuan lama memdapat hak urut pertama untuk
menduduki jabatan pengganti.Akan tetapi apabila ahli warius pertama itu dengan satu alasan
dianggap tidak layak atau tidak patut seperti cacat rohani dan jasmani, maka ia dapat dilalui
atau diganti denagn ahli waris selanjutnya yang dianggap cakap memimpin persekutuan.
Ada dua factor yang mendorong terbentuknya persekutuan hukum, yaitu factor
keturunan (genealogis) dan factor daerah (territorial). Kedua factor tersebut kemudian
membentuk tiga jenis persekutuan hukum, yaitu:
a. Persekutuan Hukum Genealogis, yaitu persekutuan hukum yang marganya terkait satu
sama lain dalam persekutuan karena persamaan keturunan sesungguhnya.
b. Persekutuan Hukum Teritorial, yaitu persekutuan hukum yang marganya terkait satu
sama lain dalam satu persekutuan hukum itu karena mereka menetap bersama dalam satu
daerah.
c. Persekutuan Hukum Genealogis-Teritorial, yaitu Persekutuan yang warganya terikat
satu sama lain dalam persekutuan hukum itu oleh ikatan suatu keturunan dan ikatan daerah
tempat tinggal mereka.
Djojodigeono membedakan individu dengan masyarakat kepada dua jenis, yaitu Paguyuban
dan Patembayan. Jenis masyarak yang diatur dalam hukum adat adalah Paguyuban dan yang
diatur oleh hukum barat adalah Patembayan. Jenis masyarakat Paguyuban adalah masyarakat
yang bersifat komunal (kebersamaan). Jenis masyarakat Patembayan adalah masyarakat yang
bersifat individual.
Hukum adat sebagai hukum yang mengatur masyarakat berciri komunal yang pokok diberi
perlindungan oleh hukum adalah masyarakat.sedangkan kepentingan perorangan (individu)
tidak mendapat tekanan. Individu dalam pandangan hukum adat tidak terlepas dari masyarakat.
Karena itu kepentingan individu selalu diimbangi oleh kepentingan umum. Menurut hukum
adat, masyarakatlah yang kuat kuasa menentukan segala sesuatu dan menentukan arah kepada
semua tindak tanduk individu. Namun demikian individu sebagai masyarakat juga diberikan
hak. Hak-hak yang diberikan oleh hukum itu adalah hak-hak yang bersifat kemasyarakatan
dalam arti pemberian hak individu tidak akan meniadakan kepentingan umum dari hak tersebut.