Anda di halaman 1dari 2

Nama : Gladys Vania Gracia

NIM : 2004551168
Mata Kuliah : Hukum HAM

Perbedaan Penegakan HAM Sipil dan Politik dan Penegakan HAM Ekonomi, Sosial, dan Budaya

Pada tahun 1950, Majelis Umum PBB mengesahkan sebuah resolusi yang menyatakan bahwa
pengenyaman kebebasan sipil dan politik serta kebebasan dasar di satu pihak dan hak-hak ekonomi,
sosial, dan budaya di lain pihak bersifat saling terkait dan saling tergantung. Setelah melalui
perdebatan yang panjang, akhirnya pada tanggal 16 Desember 1966, dengan resolusi 2200A (XXI),
Majelis Umum PBB mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) beserta
Protokol Opsionalnya dan juga mengesahkan International Covenant on Economic, Social and Culture
Rights (ICESR) beserta Protokol Opsional. Pembedaan kedua tema HAM ini yang melahirkan ICCPR
merupakan hasil kompromi politik yang keras antara kekuatan negara-negara Blok Sosialis melawan
kekuatan negara-negara Blok Kapitalis yang sedang terlibat Perang Dingin. Situasi ini mempengaruhi
proses legislasi perjanjian internasional hak asasi manusia yang ketika itu sedang digarap Komisi HAM
PBB (mulai bekerja tahun 1949). Akibatnya terjadi pemisahan kategori hak-hak sipil dan politik dengan
hak-hak dalam kategori ekonomi, sosial, dan budaya ke dalam dua kovenan atau perjanjian
internasional, yang pada awalnya diusahakan dapat diintegrasikan ke dalam satu kovenan saja. Akibat
pembedaan ini telah membawa implikasi-implikasi tertentu dalam penegakan kedua kategori hak
tersebut.

Sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda antara penegakan HAM Sipil dan Politik dan Penegakan HAM
Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Pada masa lalu, ada suatu kecenderungan yang menganggap hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya seakan-akan secara fundamental berbeda dari hak-hak sipil dan politik.
Jika demikian adanya, mengapa kita seringkali menyebut “hak-hak sipil dan politik” dan “hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya” dalam kategori yang terpisah?

Pertama, pembedaan tersebut pada awalnya karena alasan historis. Sementara Deklarasi Universal
HAM tidak membedakan antara hak-hak tersebut, perbedaan muncul dalam konteks terjadinya
ketegangan akibat perang dingin antara Timur dan Barat yang semakin meruncing. Ekonomi pasar di
belahan Barat lebih menitikberatkan pada hak-hak sipil dan politik, sementara perekonomian yang
direncanakan secara terpusat di belahan Timur menekankan pada pentingnya hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya. Situasi seperti ini menyebabkan adanya negosiasi dan adopsi dari dua Kovenan yang
terpisah – yang satu tentang hak-hak sipil dan politik, dan yang kedua tentang hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya. Namun, pemisahan yang ketat seperti ini telah ditinggalkan dan kembali ke rancangan
asli dari Deklarasi Universal.

Kedua, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dilihat sebagai sesuatu yang memerlukan tingkat investasi
yang tinggi sementara hak-hak sipil dan politik hanya dianggap memerlukan Negara untuk tidak ikut
campur dengan kebebasan individu. Memang benar bahwa banyak hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya kadangkala memerlukan tingkat investasi yang tinggi – baik finansial maupun sumberdaya
manusia – untuk menjamin pemenuhan secara menyeluruh. Namun, hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya juga mensyaratkan bahwa Negara menghindar dari campur tangan dengan kebebasan
individu contohnya kebebasan serikat dagang atau hak untuk mencari pekerjaan berdasarkan
pilihannya sendiri. Begitu juga, hak-hak sipil dan politik walaupun terdiri dari kebebasan individu, juga
memerlukan investasi agar dapat terealisasi secara penuh. Contohnya, hak-hak sipil dan politik
memerlukan infrastruktur seperti sistem peradilan yang berfungsi dengan baik, LP yang menghormati
kondisi hidup minimum untuk para narapidana, bantuan hukum, pemilihan umum yang bebas dan
adil, dsb.

Anda mungkin juga menyukai