Anda di halaman 1dari 9

PERANAN HUKUM INTERNASIONAL

DALAM MENJAGA HUBUNGAN ANTAR BANGSA

Muhammad Jerry Marcelino


NPM 211010513
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Riau
e-mail :mjerrymarcelino@gmail.com

Abstract

Basically international law is the law of nations, international law or the law between states. The law of nations
used to show the customs and rules of law applicable in the relations between the kings of ancient times.
International law or the law of the country shows the complex between the rules and principles governing
relations between members of the community of nations or states. Cooperative relations between countries
(international) in the world is required to meet the needs of life and the existence of the existence of a state in
the governance of international relations, in addition to the creation of peace and well-being that is a dream for
every man and nation in the world. Every country of course has its advantages and disadvantages and also have
different interests. These are the things that encourage relations and international cooperation. The method of
research conducted in the writing of this journal is to use the method literature from a variety of references,
both on-line media and print media, which can support the content of the writing, and the final section, the
authors take a conclusion.

Keywords : International law, nation, cooperative relationship.

Abstrak
Pada dasarnya hukum internasional adalah hukum negara, hukum internasional atau hukum antar negara.
Hukum bangsa-bangsa yang digunakan untuk menunjukkan kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam
hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum internasional atau hukum negara menunjukkan kompleks
antara aturan dan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau
negara. Hubungan kerjasama antar negara (internasional) di dunia diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan eksistensi keberadaan negara dalam pemerintahan hubungan internasional, selain penciptaan perdamaian
dan kesejahteraan yang merupakan impian bagi setiap orang dan bangsa di dunia. Setiap negara tentu memiliki
kelebihan dan kekurangan dan juga memiliki kepentingan yang berbeda. Ini adalah hal-hal yang mendorong
hubungan dan kerjasama internasional. Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan jurnal ini adalah
dengan menggunakan metode studi pustaka dari berbagai referensi, baik media on-line maupun media cetak,
yang dapat mendukung isi tulisan, dan pada bagian akhir, penulis memberikan sebuah kesimpulan.

Kata kunci : Hukum internasional, bangsa, hubungan kerjasama.

I. PENDAHULUAN untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan


hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-
Hukum Internasional merupakan bagian raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau
hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala hukum antar negara menunjukkan pada kompleks
internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara
hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
antar negara namun dalam perkembangan pola Landasan Hukum Hubungan Internasional Bangsa
hubungan internasional yang semakin kompleks Indonesia dan Subjek Hubungan Internasional
pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum Hubungan internasional yang merupakan
internasional juga mengurusi struktur dan perilaku hubungan antar negara, pada dasarnya adalah
organisasi internasional dan, pada batas tertentu, ”hubungan hukum”. Ini berarti dalam hubungan
perusahaan multinasional dan individu. internasional telah melahirkan hak dan kewajiban
Hukum internasional merupakan hukum antar subyek hukum (dalm hal ini negara) yang
bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum saling berhubungan. Lazimnya hal demikian itu
antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan akan diawali dengan perjanjian pembukaan

1
hubungan de facto tetap (konsuler) sampai pada juga dianggap sebagai subyek hukum Internasional
akhirnya berupa de jure penuh (perwakilan bukan negara.
diplomatik) yang bersifat bilateral.
Hubungan kerjasama antar negara
(internasional) di dunia diperlukan guna memenuhi II. TINJAUAN PUSTAKA
kebutuhan hidup dan eksistensi keberadaan suatu Hukum Internasional sudah dikenal sejak
negara dalam tata pergaulan internasional, di zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno
samping demi terciptanya perdamaian dan mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius
kesejahteraan hidup yang merupakan dambaan Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum
setiap manusia dan negara di dunia. Setiap negara nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi,
sudah barang tentu memiliki kelebihan, kekurangan dimanapun mereka berada, sedangkan Ius
dan kepentingan yang berbeda. Hal inilah yang Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang
mendorong dilakukannya hubungan dan kerjasama asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
internasional. Dalam perkembangannya, Ius Gentium
Negara Republik Indonesia atau Bangsa berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih
Indonesia dalam membina hubungan internasional dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit
menerapkan prinsip-prinsip politik luar negeri yang de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal
bebas dan aktif bagi kepentingan nasional, sebagai Law of Nations (Inggris). (Kusumaatmadja,
terutama untuk kepentingan pembangunan di 1999 ; 4)
segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban Hukum Internasional modern mulai
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak
abadi, dan keadilan sosial. Prinsip bebas artinya ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648,
bangsa Indonesia bebas menentukan sikap dan yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war)
pandangannya terhadap masalah-masalah di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-
internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan- negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan
kekuatan raksasa dunia yang secara ideologis atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan
bertentangan (seperti Timur dengan komunisnya persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah
dan Barat dengan liberalnya). Adapun prinsip aktif sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya
berarti Indonesia aktif memperjuangkan kebebasan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum
dan kemerdekaan, ketertiban dunia dan aktif ikut internasional. (Phartiana, 2003 ; 41)
serta menciptakan keadilan sosial dunia. Perkembangan Hukum Internasional modern
Dalam membina hubungan internasional ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh
Indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran
persahabatan, dan kerjasama bilateral, regional, dan utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan
multilateral melalui berbagai macam forum sesuai Positivis. Menurut golongan Naturalis, prinsip-
dengan kepentingan dan kemampuan nasional. prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan
Untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi, berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari
adil, dan sejahtera, negara republic Indonesi harus prinsip-prinsip yang berlaku secara universal,
tetap melaksanakan politik luar negeri yang bebas sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal
dan aktif. sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat.
Suatu hubungan antar bangsa dan negara Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip
(internasional) akan dapat berlangsung dengan atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran
baik, manakala terdapat pedoman-pedoman yang Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah
dijadikan sebagai landasan berpijak. Pedoman- Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria,
pedoman internasional, harus dipatuhi oleh pihak- Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna,
pihak yang mengadakan hubungan baik tertulis 2003 ; 6)
maupun yang tidak tertulis. Ada beberapa asas-asas Hukum Internasional
Munculnya subyek hukum bukan negara dalam menjalin hubungan antar bangsa, yaitu :
sebagai salah satu subyek hukum Internasional A. Asas Teritorial
adalah tidak terlepas dari perkembangan hukum Menurut azas ini, negara melaksanakan
Internasional itu sendiri. Semakin berkembangnya hukum bagi semua orang dan semua barang yang
keberadaan organisasi Internasional, serta adanya ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau
organisasi-organisasi lain yang bersifat khusus orang yang berada diwilayah tersebut, berlaku
yang keberadaannya secara fungsional kemudian hukum asing (internasional) sepenuhnya.
diakui sebagai subyek hukum internasional yang B. Asas Kebangsaan
bukan negara. Diantaranya adalah Palang Merah Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara
Internasional, bahkan pada perkembangannya untuk warga negaranya, menurut asas ini setiap
tindakan individu yang mewakili negara dan negara di manapun juga dia berada tetap
bertindak dalam kapasitasnya sebagai wakil negara mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya.
Asas ini mempunyai kekuatan exteritorial, artinya Sedangkan hukum perdata internasional adalah
hukum negara tersebut tetap berlaku juga bagi keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
warga negaranya, walaupun ia berada di negara hubungan perdata yang melintasi batas negara,
asing. dengan perkataan lain, hukum yang mengatur
C. Asas Kepentingan Umum hubungan hukum perdata antara para pelaku
Asas ini didasarkan pada wewenang negara hukum yang masing-masing tunduk pada hukum
untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)
kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat Awalnya, beberapa sarjana
menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan mengemukakan pendapatnya mengenai definisi
peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan dari hukum internasional, antara lain yang
umum; jadi hukum tidak terikat pada batas batas dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure
wilayah suatu negara. Belli ac Pacis(Perihal Perang dan Damai).
Menurut J.G. Starke, Hukum Internasional Menurutnya “hukum dan hubungan internasional
adalah seperangkat hukum (badan hukum), yang didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan
sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi
aturan perilaku dan perasaan negara terikat untuk kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan
mematuhi membangun hubungan dengan satu sama diri di dalamnya ”. Sedangkan menurut Akehurst :
lain, sedangkan menurut Dr. Mochtar “hukum internasional adalah sistem hukum yang di
Kusumaatmadja, Hukum Internasional adalah bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Kesuluruhan aturan hukum internasional atau Definisi hukum internasional yang
prinsip-prinsip yang mengatur hubungan atau diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa
masalah yang melintasi batas-batas nasional. lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan
bertindak berdasarkan Pasal 13 Piagam tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk Komisi Salah satu definisi yang lebih lengkap yang
Hukum Internasional (International Law dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum
Commission) (ILC). ILC memegang peran yang internasional adalah definisi yang dibuat oleh
sangat penting dalam perkembangan dan kodifikasi Charles Cheny Hyde : “hukum internasional dapat
hukum internasional, di antaranya adalah Konvensi didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang
Wina tentang Perjanjian Internasional, 1969 sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan
(Vienna Convention on the Law of Treaties, 1969). peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-
Konvensi ini memasukkan beberapa asas hukum negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam
yang berlaku dalam praktek-praktek negara, yaitu hubungan-hubungan antara mereka satu dengan
Asas Pacta Sunt Servanda, Asas Pacta Tertiis Nec lainnya, serta yang juga mencakup :
Nocent Nec Prosunt, yang ada kaitannya dengan a. organisasi internasional, hubungan antara
kekuatan mengikatnya aturan-aturan hukum organisasi internasional satu dengan lainnya,
internasional yang tersusun dalam perjanjian hubungan peraturan-peraturan hukum yang
internasional, baik dalam bentuk traktat, konvensi, berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau
persetujuan yang dibuat oleh subyek hukum antara organisasi internasional dengan negara
internasional negara. atau negara-negara ; dan hubungan antara
organisasi internasional dengan individu atau
III. METODE PENELITIAN individu-individu ;
Adapun metode penelitian yang dilakukan b. peraturan-peraturan hukum tertentu yang
dalam penulisan jurnal ini adalah dengan berkenaan dengan individu-individu dan
menggunakan metode studi pustaka, yang subyek-subyek hukum bukan negara (non-state
diperoleh dari sejumlah literatur yang meliputi entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-
buku-buku yang dapat mendukung isi penulisan, kewajiban individu dan subyek hukum bukan
situs-situs melalui jaringan internet yang berkaitan negara tersebut bersangkut paut dengan
dengan pembahasan. masalah masyarakat internasional” (Phartiana,
2003; 4)
IV. PEMBAHASAN Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde,
A. Pengertian Hukum Internasional Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum
Dalam penerapannya, hukum internasional internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah
terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau
publik dan hukum perdata internasional. Hukum persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara
internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan negara dengan negara dan negara dengan subjek
asas hukum yang mengatur hubungan atau hukum lain bukan negara atau subyek hukum
persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja,
bersifat perdata. 1999; 2)
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna,
secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum 2003 ; 6)
tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum Sementara itu, menurut golongan
internasional, yang di dalamnya terkandung unsur Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar
subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh
antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri.
yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip- Dasar hukum internasional adalah kesepakatan
prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan bersama antara negara-negara yang diwujudkan
hukumnya. dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan
tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu- oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du
satunya subyek hukum internasional, sebagaimana Contract Social, La loi c’est l’expression de la
pernah jadi pandangan yang berlaku umum di Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan
kalangan para sarjana sebelumnya. kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut
aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van
B. Sejarah dan Perkembangan Hukum Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de
Internasional Vattel
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak Pada abad XIX, hukum internasional
lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-
Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno faktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres
mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk
Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum
nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, internasional dalam hubungannya satu sama lain,
dimanapun mereka berada, sedangkan Ius (2).Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-
Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang making treaties) di bidang perang, netralitas,
asing, yang bukan berkebangsaan Romawi. Dalam peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya
perkembangannya, Ius Gentium berubah perundingan-perundingan multilateral yang juga
menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Di abad XX, hukum internasional
Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal mengalami perkembangan yang sangat pesat,
sebagai Law of Nations (Inggris). (Kusumaatmadja, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:
1999 ; 4) (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir
Sesungguhnya, hukum internasional sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya
modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat
yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian teknologi dan ilmu pengetahuan yang
Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru
(thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai
muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian
kewilayahan atau territorial, kedaulatan, internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral,
kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam regional maupun bersifat global, (4).
kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan Bermunculannya organisasi-organisasi
tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa
kaidah-kaidah hukum internasional. (Phartiana, dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan
2003 ; 41) Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-
Perkembangan hukum internasional Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru
modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya dalam berbagai bidang. (Mauna, 2003; 7)
tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua
aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan Asas Pacta Sunt Servanda dan Asas Pacta
golongan Positivis. Menurut golongan Naturalis, Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt
prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum Seperti yang sudah dijelaskan dalam
bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal Tinjauan Pustaka, maka dalam pembahasan ini
dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, penulis ingin membhas lebih lengkap apa yang
sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal dimaksud dengan 2 (dua) asas diatas :
sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. A. Asas Pacta Sunt Servanda
Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip Asas pacta sunt servanda merupakan dalil
atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran yang absolut dalam sistem hukum internasional,
Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah dan diwujudkan di dalam semua aturan-aturan
Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, hukum internasional. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas hukum yang sudah diterima secara
universal, merupakan asas berlakunya perjanjian prinsip utama mengapa terdapat penaatan terhadap
internasional dan asas ini telah dikukuhkan dalam kewajiban-kewajiban internasional. Prinsip ini lahir
Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian dari kehendak negara-negara dan juga merupakan
Internasional Pasal 26, mengatur tentang prinsip hukum kebiasaan internasional. Prinsip
berlakunya asas hukum pacta sunt servanda bahwa pacta sunt servanda diperlukan, karena ada aturan-
“every treaty in force is binding upon the parties to aturan hukum yang signifikan dalam masyarakat
it and must be performed in good faith”, yang internasional. Kewajiban melaksanakan isi
artinya bahwa, setiap perjanjian internasional yang perjanjian internasional oleh negara-negara yang
sudah berlaku adalah mengikat bagi para telah menjadi pihak, memang merupakan tujuan
pembuatnya dan wajib dilaksanakan dengan itikad dibuatnya perjanjian internasional itu sendiri,
baik. Dalam mukadimahnya, dinyatakan bahwa sehingga bilamana dipertanyakan, mengapa
asas pacta sunt servanda telah diakui secara perjanjian internasional mempunyai kekuatan
internasional. Draf Declaration on Rights and mengikat, maka satu-satunya jawabannya adalah
Duties of States 1949 Pasal 13 juga mencantumkan bahwa hukum internasional mengatur bahwa,
asas ini bahwa “every state has the duty to carry setiap perjanjian yang dibuat menciptakan
out in good faith its obligations arising from kewajiban terhadap negara-negara pihak.
treaties and other sources of international law…” Teoretikus bernama Anzilotti, juga mendasarkan
artinya bahwa, setiap negara mempunyai kewajiban kekuatan mengikatnya perjanjian internasional
melaksanakan dengan itikad baik kewajiban- pada asas pacta sunt servanda. Sekali suatu negara
kewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian menyatakan diri terikat pada suatu perjanjian
internasional dan sumber-sumber hukum internasional, negara tersebut tidak diperbolehkan
internasional lainnya. menarik diri dari kewajiban-kewajibannya, mereka
Mahkamah Internasional dalam kasus tanpa diketahui oleh negara-negara pihak lainnya.
Gulf of Maine Case menyatakan bahwa, “the Sebagai contoh, pada tahun 1871, Britania Raya,
concepts of acquiescence … in international law Prancis, Italia, Prusia, Rusia, Austria, dan Turki
follow from the fundamental principles of good membuat Deklarasi dalam Konferensi di London,
faith and equity” , artinya bahwa Mahkamah bahwa:“that the Powers recognize it an essential
Internasional dalam pengambilan keputusan juga principle of the Law of Nations that no Power can
menerapkan prinsip dasar itikad baik dan equity. liberate itself from the engagements of a treaty nor
Martin Dixon dan Robert McCorquodale modify the stipulations thereof, unless with the
menyatakan dalam bukunya, “Cases & Materials consent of the contracting parties by means of an
on International Law”, laporan dari ILC kepada amicable understanding”.
Majelis Umum (MU) PBB mengenai prinsip pacta Dengan deklarasi tersebut, maka telah
sunt servanda, bahwa perjanjian-perjanjian diakui sebagai prinsip hukum internasional bahwa
internasional adalah mengikat negara-negara pihak setiap negara pihak tidak akan menarik diri dari
dan harus dilaksanakan dengan itikad baik, kesepakatan mereka terhadap suatu perjanjian
merupakan prinsip fundamental dari hukum ataupun mengubahnya, kecuali atas kehendak dari
perjanjian internasional. Pentingnya prinsip ini negara-negara peserta melalui kesepakatan
ditegaskan dalam kenyataan, prinsip pacta sunt bersama.
servanda diabadikan dalam Mukadimah Piagam Dalam Piagam PBB semua negara peserta harus
PBB. memenuhi semua kewajiban yang tercantum
Dalam yurisprudensi peradilan dalam Piagam dengan itikad baik. Ketentuan
internasional dalam konteks dewasa ini, prinsip tersebut tercantum pada Pasal 2 par. 2 sebagai
“itikad baik” merupakan prinsip hukum yang berikut: “All members, in order to ensure to all of
membentuk bagian yang tidak dapat dipisahkan them the rights and benefits resulting from
dengan aturan pacta sunt servanda. Untuk itu, membership, shall fulfill in good faith the
dalam kasus tentang Rights of Nationals of the obligations assumed by them in accordance with
United States of America in Morocco (Putusan 27 the present Charter”.
Agustus 1954) berdasarkan pasal 95 dan 96 dari Dari ketentuan Pasal 2 par 2 tersebut,
Act of Algeciras berbunyi: “the power of making diketahui bahwa prinsip pacta sunt servanda telah
… but it is a power which must be exercised diakui secara internasional jauh sebelum
reasonably and in good faith”. Mahkamah diadopsinya Konvensi Wina 1969 tentang
Internasional Permanen dalam menerapkan pasal- Perjanjian Internasional. PBB adalah sebuah
pasal suatu perjanjian yang melarang diskriminasi organisasi yang bertanggung jawab terhadap
terhadap minoritas, maka pasal tersebut harus penyelenggaraan perdamaian dan keamanan
diterapkan dan dijamin ditiadakannya diskriminasi internasional. Organisasi ini memiliki enam organ
dalam kenyataan dan dalam hukum, jadi asas itikad utama yaitu, Majelis Umum, Dewan Keamanan,
baik harus diwujudkan dalam putusan Mahkamah. Ecosoc, Trusteeship, Sekretaris Jenderal dan
Prinsip pacta sunt servanda dianggap sebagai Mahkamah Internasional. Dari keenam organ
tersebut, DK merupakan organ yang diberi Contoh keputusan Mahkamah
tanggung jawab utama (primary responsibility) Internasional dalam hal ini adalah keputusan dalam
untuk menyelenggarakan perdamaian dan penyelesaian sengketa antara Pemerintah Republik
keamanan internasional. Dalam menjalankan Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan
fungsinya, DK akan mengeluarkan resolusi-resolusi dan Pulau Ligitan. Pemerintah Republik Indonesia
yang mempunyai kekuatan mengikat berlakunya dan Malaysia memperebutkan dua gundukan pasir
berdasarkan ketentuan Pasal 25 Piagam PBB seluas 23 hektar. Luas Pulau Sipadan adalah 13
bahwa, “the members of the United Nations agree km2, lebih besar dari pulau Ligitan. Hingga tahun
to accept and carry out the decisions of the Security 1980-an kedua pulau tersebut tidak berpenduduk.
Council in accordance with the present Charter”, Bagi Indonesia, Sipadan-Ligitan
maka atas dasar Pasal 25 tersebut, semua resolusi merupakan simbol kedaulatan. Bagi Malaysia,
yang dikeluarkan oleh DK harus ditaati. Misalnya secara ekonomis nilainya pun tidak besar dan tidak
resolusi DK untuk pengiriman pasukan penjaga ada satu pun perjanjian internasional yang
perdamaian (peace-keeping force) oleh Negara- menyebut kedua pulau tersebut. Pada tahun 1917,
negara anggotanya, maka pemerintah Indonesia untuk pertama kali, Sipadan nyata disebut dalam
juga wajib menaatinya, yaitu dengan mengirimkan Tutle Preservation Ordinance, yang dikeluarkan
pasukan-pasukannya untuk kepentingan oleh Pemerintah Inggris untuk melindungi penyu.
perdamaian di negara-negara yang sedang Protes Hindia Belanda atas dimasukkannya
bersengketa. Sipadan sebagai salah satu jangkauan ordonansi
Organ utama lainnya dalam organisasi tersebut tidak ada tanggapan. Sengketa timbul
PBB yang memberlakukan asas pacta sunt tahun 1969 di era Pemerintahan Soeharto.
servanda adalah Mahkamah Internasional. Pentingnya kedua pulau tersebut, sehingga
Mahkamah Internasional merupakan organ utama dipersengketakan, karena dua pulau tersebut dapat
PBB yang dibentuk pada tahun 1945 dalam menjadi titik untuk menentukan lebar laut wilayah,
konferensi PBB mengenai Organisasi Internasional landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif.
di San Francisco sebagai pengganti Mahkamah Kepentingan ekonomi sangat dominan
Internasional Permanen (Permanent Court of dalam perebutan pulau tersebut, selain untuk
International Justice) yang dibentuk oleh LBB. mempertahankan keutuhan wilayah. Setelah
Ketentuan mengenai Mahkamah Internasional telah melalui negosiasi yang cukup memakan waktu,
diatur dalam Pasal 92 sampai dengan Pasal 96 akhirnya Indonesia-Malaysia menyetujui pengajuan
Piagam PBB. Namun dalam menjalankan sengketa ke Mahkamah Internasional dan
fungsinya, Mahkamah Internasional akan bekerja perjanjian ditandatangani tahun 1997. Proses
berdasarkan Statuta Mahkamah International yang beperkara berlangsung dan diputus pada era
merupakan bagian integral dari Piagam PBB (Pasal presiden ke-5 RI, pada Pemerintahan Megawati.
92 Piagam PBB). Di dalam Piagam PBB yang Pada 17 Desember 2002 di Den Haag, diputuskan
khusus mengatur tentang Mahkamah Internasional oleh Mahkamah Internasional mengenai kedaulatan
telah ditentukan bahwa setiap anggota PBB atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan, bahwa: “In
berusaha untuk mematuhi keputusan Mahkamah its Judgment, which is final, without appeal and
Internasional dalam perkara apapun di mana binding for the Parties, the Court finds, by sixteen
anggota tersebut menjadi salah satu pihak (Pasal 94 votes to one, that ’sovereignty over Pulau Ligitan
Ayat (1) Piagam PBB). Selanjutnya apabila and Pulau Sipadan belongs to Malaysia’. Ligitan
sesuatu pihak dalam suatu perkara tidak memenuhi and Sipadan are two very small islands located in
kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya the Celebes Sea, off the north-east coast of the
oleh suatu keputusan Mahkamah, pihak yang lain island of Borneo.”
dapat meminta perhatian DK, yang jika perlu, dapat Berdasarkan ketentuan dalam Piagam
memberikan rekomendasi atau menentukan PBB, dalam Pasal 59 Statuta Mahkamah
tindakan-tindakan yang akan diambil untuk Internasional dan keputusan Mahkamah
terlaksananya keputusan (Pasal 94 (2) Piagam Internasional dalam kasus Pulau Ligitan dan
PBB). Statuta Mahkamah Internasional Sipadan tertanggal 17 Desember 2002 tersebut,
menegaskan kekuatan mengikatnya keputusan maka para pihak dalam sengketa (Indonesia dan
Mahkamah dalam Pasal 59 yang menyatakan “… Malaysia) terikat untuk melaksanakannya.
the decision of the Court has no binding force Keputusan bersifat final, tanpa banding dan
except between the parties and in respect of that mengikat baik Indonesia maupun Malaysia, dan
particular case”, artinya bahwa keputusan berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional
Mahkamah hanya mempunyai kekuatan mengikat Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan menjadi milik
terhadap pihak-pihak yang bersengketa dan hanya Malaysia.
berkaitan dengan perkara khusus yang dimajukan
kepada Mahkamah.
B. Asas Pacta Tertiis Nec Nocent Nec Prosunt (international obligation) yang timbul dari
Aturan umum yang berlaku adalah bahwa ketentuan dalam suatu perjanjian internasional, di
suatu perjanjian internasional tidak menciptakan mana negara ketiga tersebut bukan pihak pada
kewajiban-kewajiban atau memberi hak-hak perjanjian, pertama: para pihak pada perjanjian
kepada Negara ketiga tanpa adanya kehendak harus mempunyai maksud bahwa ketentuan-
mereka. Berdasarkan pengertian yang tercantum ketentuan hukum dalam suatu perjanjian
pada Konvensi Wina 1969 Pasal 2 Ayat (l) huruf internasional menciptakan kewajiban-kewajiban
(h) tentang Perjanjian Internasional yang dimaksud terhadap negara ketiga; kedua: negara ketiga harus
“negara ketiga” adalah negara yang tidak menjadi secara nyata menyetujui kewajiban secara tertulis
pihak pada suatu perjanjian internasional. (Pasal 35). Hak-hak yang dimiliki oleh negara-
Sebagai contoh, Perjanjian Ekstradisi negara pihak dalam suatu perjanjian internasional
antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia, juga dapat dimiliki oleh negara ketiga, atau
tidak akan memberikan kewajiban-kewajiban dan kelompok negara, di mana negara ketiga tersebut
hak-hak kepada negara-negara lainnya, selain menjadi anggotanya, atau seluruh negara, dengan
Indonesia dan Malaysia. Dalam pengertian syarat bahwa negara-negara pihak pada perjanjian
demikianlah yang dimaksudkan dengan asas pacta memang menghendaki, dan negara ketiga
tertiis nec nocent nec prosunt. menyetujuinya (Pasal 36). Suatu hak dapat timbul
Contoh lain adalah perjanjian antara untuk negara ketiga (atau kelompok negara di mana
Republik Indonesia dan Republik Portugal tentang negara ketiga tersebut menjadi anggota), karena
Masalah Timor Timur (Agreement between the diatur dalam perjanjian, bahwa negara-negara
Republic of Indonesia and the Portugese Republic pihak menghendakinya dan negara ketiga
on the Question of East Timor) yang disepakati dan menyetujuinya.
ditandatangani di New York pada tanggal 5 Mei Contoh diberlakukannya ketentuan dalam
1999 oleh Menteri Ali Alatas, Menteri Luar Negeri Pasal 35 Konvensi Wina 1969 dapat dilihat pada
Republik Indonesia dan Jaime Gama, Menteri Luar Piagam PBB Pasal 2 paragraf 6 bahwa “the
Negeri Portugal dan disaksikan oleh Kofi A. Organization shall ensure that states which are not
Annan, Sekretaris Jenderal PBB, memuat members of the United Nations act in accordance
kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi hanya with these principles so far as may be necessary for
antara Pemerintah Indonesia dan Portugal, antara the maintenance of international peace and
lain kewajiban bagi Pemerintah Indonesia untuk security”. Dari ketentuan Pasal 2 paragraf 6 Piagam
melepaskan ikatan hukum dengan Timor Timur, PBB tersebut, jelas tidak berlakunya asas pacta
kembali pada keadaan sebelum 17 Juli 1976. tertiis nec nocent nec prosunt, karena PBB wajib
Kewajiban lain bahwa,Pemerintah Indonesia, menjamin bahwa Negara-negara bukan anggota
Portugal dan Sekretaris Jenderal PBB sepakat akan organisasi ini (negara ketiga) akan bertindak sesuai
mempersiapkan penyerahan kewenangan di Timor dengan prinsip-prinsip organisasi sejauh untuk
Timur, secara damai dan terencana, kepada PBB menyelenggarakan perdamaian dan keamanan
dan berdasarkan mandat ini, akan dilakukan internasional. Contohnya, saat Yugoslavia sudah
prosedur yang akan mengantar Timor Timur dikeluarkan dari keanggotaannya di PBB sejak
menjadi negara merdeka (Pasal 6). Timor Timur tahun 1992, dan karena itu tidak lagi menjadi
kemudian merdeka pada tahun 2005 bulan Mei, anggota PBB, tetap akan terikat secara hukum pada
artinya bahwa Perjanjian New York tanggal 5 Mei keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh DK
1999 hanya mengikat dan berlaku (pacta sunt PBB, misalnya mengenai masalah Kosovo.
servanda) antara Pemerintah Indonesia dan Diketahui bahwa Kosovo berusaha
Portugal dan dilaksanakan oleh Pemerintah memisahkan diri dari Serbia dan membentuk
Indonesia dan Portugal, dan berdasarkan asas negara sendiri setelah pecahnya negara bekas
pacta tertiis nec nocent nec prosunt, New York Yugoslavia. Hukum internasional dikatakan dapat
Agreement 1999 tersebut tidak mengikat negara- berlaku karena telah diakui sebagai hukum
negara lainnya. kebiasaan internasional. Sehubungan dengan
Berlakunya asas pacta tertiis nec nocent terikatnya negara ketiga melalui hukum kebiasaan
nec prosunt tercantum pada Pasal 34 Konvensi internasional diatur pada Pasal 38 Konvensi Wina
Wina 1961. Namun demikian, Konvensi Wina tentang Perjanjian Internasional. Jadi Negara
1969 membuka kemungkinan tidak Ketiga akan terikat pada suatu perjanjian, karena
diberlakukannya asas pacta tertiis nec nocent nec perjanjian tersebut merupakan aturan-aturan yang
prosunt secara mutlak, artinya terdapat sudah diakui sebagai hukum kebiasaan
pengecualian yang tunduk pada ketentuan Pasal 35 internasional. Di bidang Hukum Humaniter, aturan-
dan Pasal 36, 37 dan Pasal 38 Konvensi Wina aturannya merupakan aturan-aturan hukum
1969. Dua persyaratan yang harus dipenuhi internasional yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan
sebelum sesuatu negara pihak ketiga (third state) para militer, yang diterima, yang dibutuhkan,
dapat terikat terhadap kewajiban internasional dilarang atau diperbolehkan tergantung dari sifat
dari aturan-aturan itu sendiri, dan mengalami Berkenaan dengan berlakunya Konvensi
perkembangan dari abad ke abad, dari berbagai Genewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang
penjuru dunia. Hukum humaniter dinyatakan terdapat pasal yang mengekspresikan kewajiban
berlaku sebagai hukum kebiasaan internasional kepada Negara Ketiga, yaitu ketentuan dalam
(customary international law). Misalnya berlakunya Pasal 2 paragraf 3. Pasal ini mengandung
“principle of distinction”, pada saat terjadi konflik pengertian telah ditinggalkannya klausula si omnes.
bersenjata internasional maupun konflik bersenjata Pengertian klausula si omnes adalah, bahwa
noninternasional, meskipun pihak dalam sengketa ketentuan-ketentuan konvensi hanya berlaku
belum menjadi pihak, atau meskipun prinsip apabila semua pihak dalam pertikaian menjadi
tersebut belum dimasukkan dalam aturan peserta konvensi. Dengan ditinggalkannya klausula
internasional, penduduk sipil wajib tetap si omnes tersebut, maka pihak dalam sengketa yang
dilindungi. Mukadimah Konvensi Den Haag 1899 tidak menjadi negara pihak pada Konvensi Jenewa
memasukkan “Martens clause” sebagai berikut: 1949 juga berkewajiban tunduk pada ketentuan
“Until a more complete code of the laws of war is Konvensi Jenewa 1949.
issued, the High Contracting Parties think it right to Berlakunya hukum kebiasaan
declare that in cases not included in the internasional sebagai norma-norma hukum yang
Regulations adopted by them, populations and harus dihormati juga ditegaskan dalam mukadimah
belligerents remain under the protection and empire Konvensi Wina 1969, bahwa aturan hukum
of the principles of international law, as they result kebiasaan internasional akan tetap mengatur hal-hal
from the usages established between civilized yang tidak diatur dalam instrumen tersebut.
nations, from the laws of humanity and Selain itu terdapat juga perjanjian-
requirements of the public conscience.”Sesuai isi perjanjian internasional yang dibuat sengaja
ketentuan di atas, sesuatu negara tidak dapat memiliki status erga omnes (for all the world)
menyatakan tidak memberlakukan distinction artinya berlaku untuk semua. Perjanjian-perjanjian
principle (prinsip pembedaan penduduk) saat internasional tentang hak-hak asasi manusia yang
terjadi konflik bersenjata, meskipun belum ada menyangkut hal yang melekat dan fundamental
pengaturannya. Prinsip tersebut juga telah berlaku bagi umat manusia diadopsi oleh negara-negara
berdasarkan praktek yang diterapkan oleh bangsa- untuk tujuan demikian.
bangsa yang beradab, dan adanya kesadaran untuk
menjunjung tinggi harkat martabat manusia.

DAFTAR PUSTAKA
V. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa Hukum Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum
internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni,
antar bangsa atau hukum antar negara. Hukum Bandung
bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan
pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku Brownlie Ian, 1999, Principles of Public
dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. International Law, Fourth Edition,
Hukum antar bangsa atau hukum antar negara Clarendon Press, Oxford
menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang
mengatur hubungan antara anggota masyarakat Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan
bangsa-bangsa atau negara. Hubungan Internasional, Yogyakarta :
Hubungan internasional yang merupakan Penerbit Liberty.
hubungan antar negara, pada dasarnya adalah
”hubungan hukum”. Ini berarti dalam hubungan https://sujarman81.wordpress.com/2011/07/31/asas
internasional telah melahirkan hak dan kewajiban -asas-dan-peristilahan-hukum-internasiona
antar subyek hukum (negara) yang saling
berhubungan. Dan lazimnya hal demikian itu akan http://www.academia.edu
diawali dengan perjanjian pembukaan hubungan de
facto tetap (konsuler) sampai pada akhirnya berupa http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi.
de jure penuh (perwakilan diplomatik) yang
bersifat bilateral Hubungan kerjasama antar negara http://www.kompasiana.com
(internasional) di dunia diperlukan guna memenuhi
kebutuhan hidup dan eksistensi keberadaan suatu http:// rizky.red/hukum-internasional-asas-asas-
negara dalam tata pergaulan internasional, di hukum-internasional-dan-kekuatan-
samping demi terciptanya perdamaian dan mengikatnya-aturan-hukum-internasional/
kesejahteraan hidup yang merupakan dambaan
setiap manusia dan negara di dunia.
http://masniam.wordpress.com/2010/04/23/Hukum Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum
dan hubungan internasional/ Internasional, Penerbit Mandar maju,
Bandung
http://mirisa.wordpress.com/2007/10/13/khubunga
n internasional Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan
Reformulasi Sumber-Sumber Hukum
Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju,
Internasional, Cetakan ke-9, Putra Abardin Bandung

Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional;


Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global,Cetakan ke-4, PT.
Alumni, Bandung

---oOo---

Anda mungkin juga menyukai