Anda di halaman 1dari 12

Lembar Jawaban

1. Satu teori yang telah memperoleh pengakuan luas adalah bahwa hukum
internasional bukan hukum yang sebenarnya, melainkan suatu himpunan kaidah
perilaku yang hanya mempunyai kekuatan moral semata. Menurut Austin, hukum
stricio sensu dihasilkan dari keputusan-keputusan formal yang berasal dari badan
legislatif yang benar-benar berdaulat, yang secara politis berkedudukan paling
tinggi apabila tidak terdapat otoritas yang berdaulat demikian, maka kaidah
tersebut tidak dapat digolongkan dalam kaidah-kaidah hukum, melainkan hanya
kaidah-kaidah dengan validitas moral atau etika semata-mata. Penerapan teori
umum ini terhadap Hukum Internasional, karena tidak ada yang dapat dinamakan
otoritas yang memiliki kekuasaan legislatif atau otoritas yang secara tegas
berkuasa atas masyarakat negara-negara dan karena hingga saat ini kaidah-kaidah
Hukum Internasional hampir secra eksklusif bersifat kebiasaan. Maka Austin
menyimpulkan bahwa Hukum Internasional bukan hukum yang sebenarnya
melainkan hanya “moralitas internasional positif” yang dapat disamakan dengan
kaidah-kaidah mengikat suatu kelompok atau masyarakat. Digambarkan lebih
lanjut Hukum Internasional terdiri dari “opini-opini atau sentimen-sentimen yang
berlangsung di antara bangsa-bangsa pada umumnya”. Pandangan ini sesuai
klasifikasinya mengenai tiga kategori hukum, yaitu hukum tuhan, hukum positif,
dan moralitas positif.
Keraguan masyarakat awam terhadap adanya Hukum Internasional terasa sangat
wajar, apalagi banyak orang yang membandingkan Hukum Nasional negara-
negara. Jika dibandingkan tentu saja kekuatan hukum kedua sistem tersebut
sangat berbeda. Dalam sistem Hukm Internasional tidak ada kekuasaan tertinggi
yang dapat memaksakan keputusan-keputusannya kepada negara-negara, tidak
ada badan legislatif internasional yang membuat ketentuan-ketentuan hukum yang
mengikat langsung negara-negara anggota di samping tidak adanya angkatan
bersenjata untuk melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara pelanggar hukum.
Hukum Internasional memang tidak selengkap Hukum Nasional karena tidak
adanya unsur-unsur di atas. Namun demikian, negara-negara tetap percaya bahwa
Hukum Internasional itu ada dan sebagai negara berdaulat serta menjunjung tinggi
martabatnya terdapat kewajiban moral bagi suatu negara untuk menghormati
hukum internasional dan secara umum mematuhinya. Negara-negara mematuhi
Hukum Internasional karena kepatuhan diperlukan untuk mengatur hubungannya
antara satu dengan yang lain dan untuk melindungi kepentingannya sendiri.
Negara-negara tersebut patuh karena merupakan kepentingan mereka untuk
berbuat demikian.
Perkembangan Hukum Internasional yang semakin menunjukan eksistensinya
juga terlihat di ranah hukum pidana, dengan diperkenalkannya konsep
pertanggungjawaban pidana individual yang memungkinkan pelaku kejahatan-
kejahatan internasional atau pelanggaran HAM berat diadili secara individual
melalui peradilan internasional yang permanen. Hukum Internasional di bidang
lingkungan hidup juga mewarnai keeksistensian Hukum Internasional, banyak
sekali aturan Hukum Internasional seperti Deklarasi Stockholm, The UN
Conference on Environment and Development in Rio de Janeiro 1992, Water
Convention, The Basel Convention on The Control of Transboundary Movements
of Hazardous and Their Disposal dan yang baru-baru ini dibahas di Bali tentang
climate changes memaksa negara-negara untuk mematuhi, menyesuaiakan,
mengadopsi dan melaksanakan konvensi-konvensi tersebut.
Paradigma baru Hukum Internasional yang responsif dan antisipatif ditunjukkan
dengan menguatnya peran organisasi-organisasi non pemerintah di tingkat dunia.
Mereka tidak saja terlibat dalam bantuan kemanusiaan dalam kaitannya dengan
pertumbuhan bantuan ekonomi di negara-negara berkembang, melainkan juga
dalam penyelesaian pertikaian. Seperti yang dilakukan oleh Henry Dunant Center
terhadap Kasus GAM dengan Pemerintah RI baik yang terkait dengan upaya
penyelesaian sengketa melalui mediasi, maupun penandatanganan Nota
Kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) tentang penghentian
kekerasan.
Memang Hukum Internasional sebagai sebuah hkum diakui masih banyak
kelemahan dan kendala terutama dalam hal kekuatan mengikatnya, penegakkan
dan penerapan sanksi-sanksi, prinsip-prinsip kedaulatan negara serta asas local
remedies, tetapi seperti yang diungkapkan oleh Ariagno dalam tulisannya yang
berjudul “Hukum Internasional adalah Hukum Yang Hidup”, Hukum
Internasional tetap ada dan diperlukan, bahkan berkembang semakin pesat,
menyentuh hampir setiap aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Menjawab “rasa pesimis” berbagai pihak mengenai Hukum Internasional dan
organisasi internasional seperti PBB, keberadaan Hukum Internasional tetap
dibutuhkan. Hubungna antara pelaku Hukum Internasional, negara dengan negara
lainnya, dakan merupakan suatu kekacauan tanpa ada aturan yang mengaturnya.
Negara yang kuat akan menekan yang lemah, negara yang kaya akan menginjak
yang miskin. Saat ini meskipun hal seperti itu ada, tetapi ada tekanan untuk
mematuhi Hukum Internasional yang diakui oleh negara-negara. Begitu
meluasnya masalah-masalah yang bisa bersinggungan dengan Hukum
Internasional merupakan bukti perjalanan hidupnya Hukum Internasional sebagai
satu sistem hukum yang diakui dan dibutuhkan oleh negara-negara beradab.
Sumber:
Kurnia, Mahendra Putra. “Hukum Internasional (Kajian Ontologi)”. (Jurnal
Risalah Hukum. Vol. 4 No. 2 Desember 2008), hlm 77-85.
2. Hukum internasional privat dapat diartikan ke dalam dua sudut pandang definisi
yakni mengenai hukum privat dan hukum internasional. Terdapat definisi yang
berbeda di antara keduanya. Di mana hukum privat adalah hukum yang mengatur
antar sesama manusia, antara satu orang dengan orang lainnya dengan
menitikberatkan kepada kepentingan seseorang. Dalam hukum privat terdapat
aturan mengenai hubungan antar individu dalam upaya memenuhi kebutuhannya.
Hukum privat meliputi hukum perdata dan hukum dagang. Hukum perdata adalah
rangkaian peraturan atau hukum yang mengatur antara satu dengan yang lain,
sedangkan hukum dagang adalah peraturan yang terkait dengan perdagangan.
Hukum privat mengatur tentang hubungan dalam masyarakat yang menyangkut:
a. Keluarga dan kekayaan para warga/individu
b. Hubungan antarwarga/individu.
c. Hubungan antara individu dengan alat negara, sejauh alat negara tersebut
di dalam lalu lintas hukum berkedudukan sebagai individu.

Secara jelas dalam hukum privat diatur mengenai hubungan antar setiap warga
negara dalam membuat kontrak. Dalam hukum privat asas hukum pokok
merupakan asas otonomi yang menjadi hak milik pribadi. Setiap warga negara
memiliki hak untuk mempertahankan hak mereka namun tetap terikat kepada
aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Hukum internasional didefinisikan sebagai bagian dari pada hukum yang


mengatur aturan yang berkaitan dengan skala internasional, di mana awalnya
hukum ini hanya diartikan sebagai hubungan antar negara. Namun seiring dengan
perkembangan hubungan internasional semakin mengalami perkembangan
pengertian yang kompleks. Di dalamnya juga terdapat uraian mengenai perilaku
organisasi dalam batasan tertentu serta hubungan dengan perusahaan berskala
internasional. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum internasional
merupakan sebuah hukum antar bangsa, antar bangsa-bangsa, dan antar negara di
dunia. Zaman dahulu hukum bangsa-bangsa merupakan hukum yang
menunjukkan kebiasaan para raja pada zaman lampau. Sedangkan hukum
antarbangsa dan negara mengatur mengenai kompleksitas kaidah-kaidah dan asas
yang mengatur antara hubungan masyarakat dan bangsa-bangsa atau negara.

Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum privat
internasional adalah hukum yang mengatur mengenai hubungan antar sesama
manusia namun dalam lintas batas negara. Misalnya perjanjian dagang yang
dibuat antara dua orang yang berada pada negara yang berbeda maka disebtu
bahwa hal ini merupakan sebuah perjanjian hukum privat internasional. Sebab di
dalamnya melibatkan dua orang yang teriikat dalam hukum dagang namun berada
pada negara yang berbeda.

Hukum dagang sendiri merupakan ilmu yang mengatur hubungan antara suatu
pihak dengan pihak lain yang berkaitan dengan urusan-urusan dagang. Hukum
dagang didefinisikan sebagai rangkaian norma yang timbul secara khusus dalam
dunia usaha atau perusahaan. Berkaitan dengan hukum dagang maka di dalamnya
juga terdapat keterkaitan antara hak dan kewajiban dari setiap pihak-pihak yang
bersangkutan dalam urusan dagang. Subjek dalam setiap hukum dagang adalah
badan usaha atau juga yang diistilahkansebagai perusahaan baik yang dimiliki
individu ataupun kelompok.

Jika terjadi kesalahpahaman antara subjek hukum dagang hanya penyelesaiannya


akan ditempuh melalui jalur hukum perdagangan internasional. Sebab konflik atau
perselisihan yang terjadi antara dua subjek yang berada pada negara yang berbeda
sehingga dalam hal ini hukum internasional yang kemudian akan berlaku untuk
dapat menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan tadi.

Contoh lain adalah hukum waris antar keluarga yang di mana salah satu pihak
keluarga berada di negara yang berbeda. Hukum waris adalah suatu hukum yang
mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan
kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak. Hukum
waris sudah sangat familiar bagi masyarakat kita. Di Indonesia ada tiga sumber
hukum yakni: hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata.
Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur penerusan dari
abad ke abad baik harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi
pada generasi berikutnya. Hukum adat itu sendiri bentuknya tak tertulis, hanya
berupa norma dan adat-istiadat yang harus dipatuhi masyarakat tertentu dalam
suatu daerah dan hanya berlaku di daerah tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu
bagi yang melanggarnya. Selanjutnya bagi warga negara yang beragama Islam
maka hukum waris yang dianut masyarakatnya berlandaskan kepada agama Islam.
Sedangkan bagi masyarakat non muslin hukum waris yang berlaku adalah hukum
waris perdata atau yang dikenal sebagai hukum barat. Hukum waris perdata di
dalamnya menganut sistem perorangan di mana harta waris dibagi kepada setiap
ahli waris menurut bagiannya. Dalam hukum waris perdata ada dua cara untuk
mewariskan. Maka penyelesaiannya yang ditempuh adalah tergantung kepada
hukum waris yang berlaku di negara tersebut.

Sumber:

Purwanti, Puput. “Pengertian Hukum Privat Internasional”


(https://hukumnas.com/hukum-privat-internasional , diakses pada tanggal 22
Februari 2022, Pukul 09.03 WIB).
3. Equity merupakan konstruksi etikal, yang diterapkan secara kasuistis, ternyata
pada akhirnya juga memperoleh bentuk-bentuk hukumnya, yang selanjuntya
menghasilkan prinsip-prinsip (hukum) dalam equity, yang kemudian diterapkan
setiap proses peradilan, khusunya setelah beralakunya Judicature Act (imp) 1873.
Prinsip-prinsip equity ini pada mulanya terdiri dari beberapa preposisi yang
kemudian berkembang terus dari waktu ke waktu. Prinsip-prinsip equity secara
garis besar dijelaskan sebagai berikut:
a. Eqiuty will not suffer a wrong to be without remedy; Prinsip ini
merupakan dasar atau pondasi equity. Pada dasarnya setiap pihak yang
melakukan perbuatan melawan hukum atau yang bersalahan dengan
hukum (termasuk perikatan yang lahir dari perjanjian) dapat digugat
dihadapan pengadilan untuk memberikan ganti rugi atau untuk
mengembalikan kerugian pada keadaan seperti semula, maupun untuk
memenuhi kewajibannya. Dalam hal ketentuan hukum yang belaku tidak
cukup memberikan penggantian yang layak atau pelaksanaan kewajiban
yang sepadan, equity mencoba untuk menyeimbangkan kekurangan
tersebut dengan memberikan penggantian yang seimbang. Dalam konteks
trusts, equity memberikan hak kepada beneficiary untuk menuntut
pelaksanaan trusts oleh trustee suatu hak yang tidak diperoleh beneficiary
dalam common law.
b. Equity follows the law; Court of chancery tidak berhak mengeluaran
putusan yang berbeda atau mengabaikna putusan yang dikeluarkan oleh
court of common law, kecuali dalam hal ini terjadinya ketidakadilan.
Court of chancery juga tidak boleh menyimpang dari ketentuan
perundang-undanga yang berlaku. Jika suami istri membeli harta kekayaan
atas nama meeka berdua, tetapi rumah yang dibeli hanya tercatat atas
nama suami, equity memperlakukan mereka sebagai tenants ini common,
dan bukan joint tenanccy. Tenants in common adalah suatu bentuk
kepemilikan di mana setiap pemilik mempunyai kepentingan yang tidak
terbagi atas suatu benda. Sementara itu, joint tenancy merupakan salah
satu bentuk kepemilikan benda oleh dua atau lebih pihak yang masing-
masing memiliki kepentingan yang tidak terbagi secara keseluruhan dan
berlaku terhadapnya.
c. Where there is equal equity, the law shall prevall; prinsip ketiga ini
menunjukkan bahwa dalam hal terdapat dua orang secara bersama-sama
memiliki hak dalam equity menuntut kepemilikan atas suatu benda dan
salah satu dari orang tersebut memiliki titel hak dalam hukum, dalam
equity pun, orang yang memiliki titel hak dalam hukum menjadi pemilik
dari benda tersebut, meskipun hak dalam equity dari orang yang lainnya
sudah diperolehnya lebih dahulu sebelum orang yang memiliki titel hak
dalam hukum ini memperoleh haknya dalam equity.
d. Where the equities are equal, the first in time shall prevall; prinsip ini
mengemukakan bahwa jika ada dua orang yang memiliki hak dalam equity
yang sama, dan tidak ada satupun dari mereka yang memiliki titel hak
dalam hukum, maka orang yang pertama kali memperoleh hak dalam
equity merupakan pemilik benda tersebut.
e. How who seeks equity must do equity; prinsip ini melihat ke depan.
Dalam konteks ini, seseorang yang menyatakan dan menuntut haknya
dalam equity harus melaksanakan juga kewajiban-kewajiban dalam equity.
Misalnya seorang beneficiary yang menuntut agar seorang trustee
melaksanakan kewajiban sebagai trustee bagi beneficiary, harus mau
mengganti semua pengeluaran-pengeluaran yang telah dilakukan oleh
trsutee untuk memelihara dan atau menyelamatkan benda yang berada
dalam trust nya tersebut.
Selanjutnya mengenai trusts. Trusts merupakan suatu pranata yang unik yang
beada dalam sistem equity, yang melibatkan tiga pihak, yaitu: settlor, trustee,
beneficiary.
Secara teoritis, dalam suatu pernyataan trusts, settlor menyerahkan suatu benda
untuk diletakkan dalam trusts yang tercatat atas nama atau dalam kepemilikan
trustee. Pemberian oleh seorang settlor ini disertai dengan kewajiban kepada
trustee untuk menyertakan kenikmatan atau kemanfaatn benda tersebut kepada
pihak ketiga yang disebut dengan beneficiary. Ini menunjukkan bahwa settlor
sebagai pemberi suatu benda, setelah pernyataan trusts yang diucapkan olehnya
dilaksanakan tidak lagi menguasai, memiliki atau mempunyai kepentingan apapun
atas benda yang sudah diserahkan dalam trusts tersebut. Penyerahan benda
tersebut tidak disertai dengan suatu kontra pretasi langsung yang harus dilakukan
oleh trustee kepada settlor, melainkan kepada seorang pihak ketiga yang
disebutkan oleh settlor dalam pernyataan trusts nya tersebut. Dalam konteks
tersebut, antara settlor, trustee, dan beneficiary tidak ada perjanjian kontrak sama
sekali. Beneficiary tidaklah mempunyai kewenangan dalam hukum untuk
menuntit pemenuhan kewajiban trustee, demikian juga settlor (oleh karena settlor
sudah kehilangan haknya atas benda tersebut dalam hukum).
Sumber:
Syndenham, Angel. (2000). Nutshells: Equity & Trusts. London: Sweet &
Maxwell.
4. Dewan keamanan adalah salah satu organ PBB yang bertanggung jawab akan
perdamaian dunia dan keamanan internasional. Apabila suatu sengketa antar
negara itu berlangsung terus menerus maka hal ini dapat dikatakan
membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Dalam hal ini Dewan
Keamanan diberikan wewenang oleh Piagam PBB untuk memberikan
rekomendasi serta memberikan pandangan terhadap suatu penyelesaian sengketa
bila semua pihak menghendaki hal ini. Dewan Keamanan berwenang dalam hal
menyangkut sengketa antar negara yang cenderung menjurus pada friksi
internasional yang disampaikan terhadapnya oleh anggota-anggota maupun bukan
anggota PBB. Apabila sengketa tersebut mendapat perhatian maka Dewan
Keamanan dapat melakukan penyelidikan untuk menentukan apakah sengketa
tersebut sungguh dapat membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan
internasional.
Jika Dewan Keamanan berpendapat bahwa sengketa tersebut dapat
membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Dewan
Keamanan dapat menganjurkan para pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan sengketanya berdasarkan paragraf 3 pasal 33 Piagam PBB
(penyelesaian sengketa secara damai), dapat juga ditambahkan bahwa Dewan
Keamanan boleh menganjurkan prosedur atau metode yang tepat,
mempertimbangkan prosedur-prosedur yang telah disepakati oleh para pihak yang
bersengketa, dan juga mempertimbangkan apakah sengketa bersifat hukum secara
umm diserahkan pada Mahkamah Internasional. Jika yang bersengketa gagal
membuat penyelesaian dengan cara yang mereka pilih sendiri, Dewan Keamanan
dapat menganjurkna cara-cara penyelesaian yang kira-kira layak dan jika sengketa
itu sendiri bersifat lokal, maka lebih tepat diselesaikan oleh suatu badan regional,
dan Dewan Keamanan akan mendorong pihak yang bersengketa untuk mengikuti
jalan itu tanpa mengurangi haknya untuk mempertimbangkan masalah tersebut.
Apabila suatu sengketa dianggap mempunyai sifat yang serius di mana satu pihak
atau lebih terlibat mengancam menggunakan kekerasan atau secara sungguh
menggunakannya atau dianggap merupakan bahaya yang dapat melanggar
perdamaian. Dewan Keamanan dapat memutuskan adanya suatu ancaman atau
terhadap tindakan agresi dari mulai menghadapi krisis tersebut dengan cara yang
dianggap tepat baginya. Ketiga jalur ini diikuti secara berurutan atau kombinasi
yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB. Pertama, dengan ketentuan pasal 39
Piagam PBB, Dewan Keamanan dapat membuat rekomendasi kepada pihak-pihak
yang bersengketa. Biasanya hal ini diperjelas di bawah Bab VI Piagam PB dengan
tujuan pencapaian kekuatan bersenjata yang bersifat mengancam atau serangan
militer yang sesungguhnya memperburuk situasi. Dewan Keamanan dapat
menganjurkan para pihak yang bersengketa untuk menerima langkah-langkah
sementara dengan suatu pertimbangan terhadap setiap hal yang dapat
memperburuk situasi. Langkah-langkah sementara yang diambil oleh Dewan
Keamanan ini tanpa mempertimbangkan lebih dahulu hak-hak atau posisi-posisi
dari pihak yang bersengketa. Dalam hal ini jika terjadi kegagalan karena salah
satu pihak atau kedua belah pihak tidak menerima atau tidak menjalankan
langkah-langkah lebih lanjut.
Dalam situasi yang nyata apabila terjadi sengketa bersenjata maka sebagai
langkah yang pertama Dewan Keamanan dapat memerintahkan para pihak untuk
menghentikan segala pertempuran yang timbul dan menarik pasukan masing-
masing pihak (apabila pertempuran sudah melewati batas nasional). Dewan
Keamanan dapat membentuk suatu komisi penyelidik dengan kekuasaan sebagai
perantara atau jasa-jasa baik untuk datang ke tempat persengketaan dan
memberikan informasi yang berkenaan kenyataan-kenyataan dari situasi tersebut
kepada Dewan Keamanan dan berdasarkan tanggung jawabnya sendiri berusaha
mengadakan diskusi dengan tujuan mencapai kesepakatan cara-cara penghentian
pertempuran dan gencatan bersenjata. Dalam hal gencatan bersenjata Dewan
Keamanan dapat meminta para pihak yang bersengketa untuk mengusahakan
kesepakatan gencatan senjata dengan perundingan-perundingan langsung atau
melalui penengah sementara. Selanjutnya untuk membantu pelaksanaan gencatan
senjata, Dewan Keamanan dapat memutuskan mengirim para peninjau PBB
ataupun pasukan-pasukan pemelihara perdamaian untuk mengawasi gencatan
bersenjata dan melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan yang
bersengketa dan mengadakan diskusi dengan penguasa setempat untuk
menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran kecil.
Dalam penggunaan kekuasaan-kekuasaan seperti yang diatur dalam Piagam,
Dewan Keamanan dalam mengambil keputusan dengan suara mayoritas yang
memenuhi syarat. Bahwa terhadap hal-hal non prosedural harus diambil dengan
suara mayoritas tujuh suara afirmatif ditambah persetujuan anggota-anggota tetap.
Sumber:
Basuki, Ahmad. (2003). Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Penyelesaian
Sengketa Internasional. Jurnal Perspektif. Vol. 8 No. 4 Oktober.

Anda mungkin juga menyukai