Konsep asas dalam buku The Liang Gie (Sudikno Mertokusumo, 2010: 42) mengatakan bahwa asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu. Asas hukum bukanlah peraturan hukum konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkret tersebut (Sudikno Mertokusumo, 2010: 43). Kemudian menurut Sudikno Mertokusumo (2010:45), asas hukum umum ialah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum, seperti asas restitution in integrum, asas lex posteriori derogat legi priori, asas bahwa apa yang lahirnya tampak benar, untuk sementara harus dianggap demikian sampai diputus (lain) oleh pengadilan. B. TEORI HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL 1. Hukum Internasional Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Dalam penerapannya, hukum internasional terbagi dua, yaitu hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. Menurut Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai), “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya ”. Sedangkan menurut Akehurst, “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”. Kemudian Charles Cheny Hyde mendefinisikan hukum internasional secara lebih rinci, yaitu hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, yang mencakup: • Organisasi Internasional hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu- individu • Peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek- subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban- kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional Mochtar Kusumaatmadja mengartikan hukum internasional yang mirip dengan hyde, yaitu’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. Hal ini memperlihatkan bahwa subjek hukum internasional bukan hanya negara saja. 2. Hukum Nasional Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip- prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya. Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda. Kemudian Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. 3. Monisme Teori monisme didasarkan pada pemikiran bahwa satu kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia. Menurut teori monisme, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua aspek yang sama dari satu sistem hukum umumnya. Hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya dan memiliki hubungan hirarkis. Menurut aliran monisme primat Hukum Nasional, Hukum Internasional berasal dari Hukum Nasional. Contohnya adalah hukum yang tumbuh dari praktik Negara-negara. Sedangkan menurut monisme dengan primat hukum internasional, hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional. 4. Dualisme Teori dualism didasarkan pada pemikirian bahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasionaldan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Keberadaan hukum internasional menjadi control masyarakat hukum internasional dalam menjalangkan hukum nasional demi tercapainaya ketertiban dunia. 5. Teori Monisme dan Dualisme melihat Hubungan Internasional dan Hukum Nasional Terdapat teori mengenai keberlakuan hukum Internasional antara lain: a. Dualisme, daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasionaldan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah, dengan alasan: • Sumber Hukum, hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedangkan hukuminternasional bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional • Subjek hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang baik dalam hukum perdata atau hukum publik, sedangkan pada hukuminternasional adalah negara; • Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada realitasnya ada mahkamah dan organ eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional. • Kenyataan, pada dasarnya keabsahan dan daya laku hukum nasional tidak dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan hukum internasional.
Akibat dari pandangan dualism:
• Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. (tidak ada persoalan hierarki) • Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut. • Ketentuan hukum internasional memerlukan tarnsformasi menjadi hukum nasional. • tidak mungkin adanya pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut, yang mungkin adalah renvoi. b. Monisme 1. Paham Monoisme dengan primat hukum nasional melihat bahwa kesatuan hukum nasional dan hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum internasional bersumber dari hukum nasional. Alasan yang kemukakan adalah sebagai berikut: • tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara- negara; • dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjianinternasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara. 2. Paham Monoisme dengan primat hukum internasional, hukum nasional tunduk pada hukum internasional yang pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada pendelegasian wewenang dari hukum internasional. Indonesia sendiri menganut teori dualisme dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasionalnya. Hukum nasional mendasarkan diri pada prinsip bahwa aturan Negara (state legislation) harus dipatuhi, sedangkan hukum internasional mendasarkan pada prinsip bahwa perjanjian antarnegara harus dihormati berdasarkan prinsip pacta sunt servanda C. PENERAPAN HUKUM NASIONAL DAN INTERNASIONAL 1. Hukum Internasional dalam Hukum Positif Inggris Inggris mendasarkan aturan hukumnya pada hukum kebiasaan atau Common Law, atau disebut juga sebagai Customary Law. Sedangkan sistem hukum yang dianutnya adalah sistem Eropa Kontinental. Di Inggris berlaku doktrin atau ajaran yang dikenal sebagai "doktrin inkorporasi" yang dinyatakan sebagai berikut : "International law is the law of the land", yang diartikan bahwa hukum internasional merupakan bagian dari hukum negara Inggris. Jadi hukum internasional secara otomatis berlaku sebagai hukum negara. 2. Hukum Internasional dalam Hukum Positif Amerika Serikat Amerika menganut system hukum anglo saxon dan menganut doktrin inkorporasi, yang menganggap bahwa hukum internasional sebagai bagian dan hukum nasional adalah Amerika Serikat. Dalam praktik di Amerika Serikat mengenai hubungan antara hukum nasional dan hukum perjanjian internasional yang menentukan adalah ketentuan (tertulis) konstitusi Amerika Serikat. Menurut praktik di Amerika Serikat, apabila suatu perjanjian internasional tidak bertentangan dengan konstitusi dan termasuk golongan perjanjian yang "self executing", maka isi perjanjian demikian di anggap menjadi bagian dari hukum yang berlaku di Amerika Serikat tanpa memerlukan pengundangan melalui perundang-undangan nasional. Sebaliknya perjanjian yang tidak termasuk golongan yang berlaku dengan sendirinya (non self executing) baru di anggap mengikat pengadilan di Amerika Serikat setelah adanya perundang- undangan yang menjadikannya berlaku sebagai hukum, dan tidak memerlukan persetujuan badan legislatif. 3. Jerman ketentuan-ketentuan hukum internasional merupakan bagian dari hukum nasional Jerman. Bahkan ketentuan demikian lebih tinggi kedudukannya dari undang-undang (nasional) dan langsung mengakibatkan hak dan kewajiban bagi penduduk dan wilayah Federasi Jerman 4. Belanda Kedudukan hukum internasional dalam Konstitusi Belanda didasarkan pada Konstitusi tahun 1987, dengan ketentuan bahwa parlemen memiliki hak kontrol yang kuat terhadap hukum intemasional yang akan disahkan dan berlaku di Belanda. Sedangkan kedudukan hukum perjanjian internasional yang telah diratifikasi secara hierarkhis sangat jelas kedudukannya dalam hukum nasional. 5. Perancis Pada Konstitusi Perancis 1958 meyatakan bahwa traktat yang telah diratifikasi dan dipublikasikan dapat berlaku sebagaimana halnya hukum nasional. Tetapi terdapat pembatasan dalam Konstitusi, bahwa untuk beberapa persoalan yang menyangkut status individu, maka ratifikasi memerlukan proses legislasi parlemen, dan memerlukan penafsiraan oleh Dewan Konstitusi, sehingga dapat digunakan oleh pengadilan lokal. (Malcolm.N.Shaw, 1997, 124). 6. Indonesia Pelaksanaan di Indonesia pada prinsipnya mengakui supremasi hukum internasional. Sikap kita terhadap hukum internasional di tentukan oleh kesadaran akan kedudukan kita dalam masyarakat intemasional yang sedang berkembang. Sebagai bagian dari masyarakat intemasional maka Indonesia mengakui keberadaan Hukum Internasional, tetapi bukan berarti hukum nasional hams tunduk pada hukum internasional. Pada praktiknya Indonesia tidak menganut teori tranformasi, tetapi lebih condong pada sistem negara-negara kontinental Eropa, yakni langsung menganggap diri kita terikat dalam kewajiban melaksanakan dan menaati semua perjanjian dan konvensi yang telah di sahkan tanpa perlu mengadakan lagi perundang-undangan pelaksanaan (implementing legislation).