“The Changing International Context for Foreign Policy”
John M.Rothgeb dalam tulisannya membahas analisis dan praktek kebijakan luar negeri dalam konteks politik yang lebih luas. Argumen utamanya ialah struktur sistem internasional masih anarkis, namun sifat persaingan dan pola konflik dalam perilaku kebijakan luar negeri suatu negara sedang dalam proses perubahan. Konteks internasional sebagai arena suatu kebijakan terbentuk, penting untuk diperhatikan dalam memahami perilaku kebijakan luar negeri suatu negara, misalnya dengan melihat interaksi antar aktor yang mampu memengaruhi kebijakan domestic satu negera ke negara lain dan nantinya juga akan memengaruhi kebijakan luar negerinya. Rothgeb juga menjelaskan bahwa secara tradisional, sistem internasional ialah anarkis dan otoritas pembuat kebijakan terdesentralisasi, sehingga situasi tersebut menjadikan isu keamanan sebagai perhatian utama aktor-aktor internasional. Hal ini juga menyebabkan fungsi utama dalam kebijakan luar negeri tradisional ialah untuk menjaga keamanan negara dari ancaman negara lain melalui kapabilitas militer sebagai sumber daya paling vital di kebijakan luar negeri. Menurut Rothgeb, pasca 1945, tujuan dan isu-isu yang menjadi perhatian kebijakan luar negeri suatu negara juga berubah dan semakin luas serta bervariasi. Fokusnya bukan hanya untuk membangun keamanan militer dan teritorial negara saja, namun juga melibatkan isu non militer, seperti perdagangan narkoba, masalah agrikultur, iklim global, epidemic AIDs, dan yang paling menjadi perhatian dunia adalah isu-isu ekonomi apalagi akibat kehancuran pasca Perang Dunia I dan Great Depression. Kesejahteraan social dan ekonomi menjadi salah satu fungsi sentral aktivitas negara, terutama dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Negara juga memegang tanggung jawab besar dalam mendorong pertumbuhan dan pembanguan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan. Kebijakan lur negeri harus mendukung akses pasar yang lebih luas ke pasar internasional, hal ini agar kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi. Rothgeb dalam tulisannya juga menjelaskan bahwa aktivitas pasar yang semakin luas menimbulakan fenomena saling ketergantungan ekonomi antar negara. Hubungan ekonomi antar negara menjadi inti dari kebijakan luar negeri di dunia kontemporer. Konflik lebih bersifat ekonomi daripada militer. Perubahan konteks internasional dalam kebijakan luar negeri yang awalnya focus pada militer dan keamanan menjadi ekonomi tidak terjadi secara merata dan berbeda-beda tiap negaranya. Salah satu perbedaan mendasar antara dunia Barat dan non-Barat atau Rothgeb menyebutnya sebagai Parallel International Universes berpusat pada perbedaan konsepsi mereka tentang kebijakan luar negeri. Anggota dunia barat punya komitmen tinggi terhadap perdagangan internasional. Hal ini memunculkan hubungan saling ketergantungan antar negara serta antara masyarakat dengan ekonomi, sehingga pemerintah harus berkolaborasi dalam mengkoordinasikan kebijakan luar negeri untuk mengelola organisasi ekonomi dan kegiatan komersial transnasional. Konflik yang terjadi berkaitan dengan akses pasar, investasi luar negeri, serta koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter. Alat untuk melakukan kebijakan luar negeri ialah peruasi politik, negara diharapkan tidak mengancam negara lain secara berlebihan baik secara ekonomi maupun militer agar tidak mengganggu jalur perdagangan transnasional yang berdampak pada stabilitas domestic dan internasional. Sedangkan kelompok dunia non-barat yang meliputi negara termiskin, negara industri baru berpenghasilan menengah, negara yang hanya bermodal sumber daya alam natural serta negara-negara komunis atau bekas komunis masih menunjukkan penggunaan berbasis militer dan kekerasan di dalam atau luar negeri. Hubungan diplomatic, politik, dan ekonomi masih sedikit dilakukan oleh sebagian besar negara non-barat. Kelompok negara non-barat juga cenderung didominasi oleh kelompok negara barat, baik secara militer maupun ekonomi. Negara-negara ini juga tidak mendapatkan keuntungan dari efek saling ketergantungan dan stabilitas domestic seperti yang terjadi di dunia barat. Hal ini dikarenakan dunia non-barat masih mengalami banyak hambatan dan isolasi ketika mencoba untuk berorganisasi seperti yang dilakukan dunia barat. Kebijakan luar negeri oleh dunia non-barat cenderung terjadi karena pemaksaan dan efek dominasi dari dunia barat. “A Cognitive Approach to the Study of Foreign Policy” Pendekatan kognitif untuk menganalisis politik luar negeri telah ada sejak tahun 1930-an seiring dengan meningkatnya penerapan pendekatan psikologi dalam kajian hubungan internasional dan politik global. Jerel A. Rosati dalam tulisannya ini menjelaskan tentang pentingnya penggunaan pendekatan kognitif dalam analisis kebijakan luar negeri. Sebelumnya, kebijakan luar negeri sering dianalisis dengan perspektif aktor rasional dan realis. Sebaliknya, pendekatan kognitif percaya akan keterbatasan rasionalitas individu, tapi peran keyakinan, persepsi dan citra yang dimiliki aktor pengambil keputusan penting dalam memengaruhi pilihan kebijakan mereka. Individu dan karakteristik psikologis akan memengaruhi hasil kebijakan. Kajian mengenai sikap dan perubahan sikap di psikologi saat ini didasarkan pada teori cognitive consistency. Asumsi dasarnya adalah individu berusaha untuk memahami dunia dengan mengandalkan keyakinan utama mereka serta mempertahankan konsistensi keyakinan yang sudah mereka miliki. Individu juga cenderung menghindari konflik akibat perbedaan keyakinan yang ada. Pada perkembangan selanjutnya psikologi mengalami revolusi kognitif dalam kajian menegenai sikap dan bagaimana individu memproses informasi. Kajian tentang psikologi menjadi lebih rumit dari sebelumnya. Hal ini dikarenakan tiap individu menginterpretasikan informasi yang mereka terima dengan hasil yang berbeda-beda. Dengan kata lain, kajian mengenai peran keyakinan dan persepsi individu terhadap proses pembuatan kebijakan semakin sensitif dan kompleks. Dalam tulisannya ini, Rosasti juga menjelaskan mengenai studi utama dalam kebijakan luar negeri. Evolusi yang terjadi di studi psikologi tentang sikap memberikan dasar-dasar bagi perkembangan studi pendekatan kognitif terhadap kebijakan luar negeri. Yang paling populer ialah studi Holsti tentang “Images of the Enemy”. Dia percaya bahwa konsep “musuh” membantu menjelaskan dan memepertahankan konflik internasional dari waktu ke waktu. Kemudian ada studi “mirror images”. Masing-masing pihak menganggap citranya sendiri baik dan citra pihak musuh adalah negative. Studi lainnya, yaitu kode operasional yang punya 2 keyakinan dasar, pertama, keyakinan filosofis individu yang membantu mendefinisikan situasi dengan melihat sifat dasar politik, konflik politik, perkembangan sejarah, dan lainnya. Kedua, keyakinan instrumental yang mengacu pada strategi dan taktik tindakan politik, pengambilan risiko, waktu, dan sarana demi kepentingan seseorang. Kemudian studi pemetaan kognitif yang mengacu pada satu set keyakinan, keterkaitan pikiran pembuat keputusan dengan lingkungannya, berguna untuk menganalisis keputusan spesifik dan kompleksitas kognitif pembuat keputusan dalam berbagai konteks. Studi selanjutnya ialah teori atribusi tentang bagaimana individu membuat keputusan terhadap individu lain. Selain studi-studi tersebut, bermunculan berbagai studi yang lebih sugnifikan terhadap pendekatan kognitif dalam analisis kebijakan luar negeri, misalnya studi oleh Yuen Foong Khong (1992), Analogies at War: Korea, Munich, Dien Bien Phu, and the Vietnam Decisions tahun 1965 yang focus pada penggunaan analogi sejarah dalam mengambil keputusan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Rosati percaya peran keyakinan dan citra para pembuat kebijakan terhadap kebijakan luar negeri sangat besar. Padahal sebelumnya aspek psikologi belum terlalu menjadi perhatian dalam hunbungan internasional dan politik global. Keyakinan biasanya terbentuk diantara lingkungan dan perilaku. Kajian psikologi politik dan pendekatan kognitif dalam analisis kebijakan luar negeri memberikan pemahaman yang lebih baik dalam isi keyakinan, struktur keyakinan, keberlangsungan dan pergantian keyakinan, dampak keyakinan individu atau negara terhadap perilaku mereka dalam pengambilan kebijakan luar negeri negaranya. Pemahaman yang lebih baik dari aspek-aspek keyakinan tersebut akan memberikan pemahanan yang lebih baik juga terhadap analisis kebijakan luar negeri yang diambil sebuah negara. Keyakinan dari pembuat kebijakan tidak selalu sama dan berubah-ubah seiring berjalan waktu. Keyakinan yang berubah juga bisa dipengaruhi oleh perkembangan diri, latar belakang indivisu, peran yang diduduki, serta tergantung pada situasi seperti apa yang dihadapi.
Donald Winnicott di milenium baru: Strategi, prinsip, dan model operasional yang mendasari pemikiran Donald Winnicott dan teori-teori perkembangan manusia