Anda di halaman 1dari 9

Perbedaan Politik Luar Negeri dan Kebijakan Luar Negeri

dan Bentuk Politik Luar Negeri yang diterapkan di


Indonesia

Kelompok 2 :

Niko Retnanto 1344010020

Haidir Adli Radhian 1344010029

Mayang Dea Masita 1344010033

Lala Nabila 1344010056

1.) Apa itu Politik Luar Negeri dan Kebijakan Luar Negeri dan Apa Perbedaan
diantara Keduanya

Negara adalah aktor yang rasional. Sebagai aktor yang rasional, maka sebuah
negara yang berdaulat tentu saja menginginkan adanya hubungan dengan negara yang
lain yang diharapkan memberi keuntungan kepada mereka. Sejatinya, politik luar
negeri suatu negara dijalankan ketika suatu negara ingin mencapai kepentingan
nasional atau national interest yang mengharuskan mereka untuk memanfaatkan
segala sumberdaya dalam negeri untuk mencapai tujuan nasional yang berasal dan
berada di pihak eksternal.

Dengan kata lain, negara tidak hanya berkutat dengan permasalahan politik
domestik mereka, namun mereka juga mengejar kepentingan nasional di ranah yang
lebih luas yakni skala dunia atau global. Tetapi, perlu diingat bahwa “warna” politik
domestik suatu negara juga penting dalam menentukan arah politik luar negeri
mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Fearon yang menyatakan bahwa politik
domestik merupakan bagian yang penting dari penentuan politik luar negeri. 1
Misalkan seperti Indonesia yang menyatakan bahwa haluan politik luar negeri mereka
adalah bebas aktif, hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa Indonesia adalah salah
satu negara demokratis.

Terkadang masih banyak yang menanggap bahwa politik luar negeri sama
halnya dengan politik internasional. Meskipun secara istilah terlihat mirip, namun
keduanya jelas sangat berbeda. Politik luar negeri lebih menkankan pada aksi atau
tindakan atau kebijakan suatu negara terhadap lingkungan eskternalnya dalam
rangkan memperjuangkan atau mempertahankan kepentingan nasionalnya.2
Sedangkan politik internasional bukan hanya perkara aksi, tetapi juga interaksi antar
aktor-aktor yang terlibat di dalamnya.

Secara literatur dalam bahasa Inggris, istilah foreign policy bisa menjadi
ambigu ketika orang-orang mulai mensalahpresepsikan arti sebenarnya. Selama ini
masih banyak yang mengartikan foreign policy (FP) sebagai politik luar negeri atau
kebijakan luar negeri. Dengan kata lain, banyak yang salah kaprah dengan istilah
tersebut, menganggap bahwa politik luar negeri sama dengan kebijakan luar negeri.
Inilah permasalah lungustik klasik yang seolah dibiarkan. Apalagi istilah-istilah
dalam HI bisa mempunyai makna yang berbeda dari bahasa yang telah ada. Misalkan
istilah power yang tidak semudah itu diartikan sebagai kekuatan atau kekuasaan,
melainkan power dalam HI mempunyai definsi yang jamak. Ada soft power, hard
power, tangible, dan intagible.

Jika ditelaah kembali, jelas politik luar negeri berbeda dengan kebijakan luar
negeri. Secara sederhana, politik luar negeri merupakan identitas suatu negara dalam

1
Fearon, James D. “Domestic Politics, Foreign Policy and Theoris of International Relations”, (Annual Review
of Political Science, (1), 1998) p. 290 http://www.rochelleterman.com/ir/sites/default/files/Fearon%201998.pdf
2
Jemadu, Aleksius. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008) p. 61
melakukan hubungan dengan negara lain. Sedangkan kebijakan luar negeri
merupakan implementasi dari sebuah corak politik luar negeri suatu negara tertentu.
Sebagai contoh, Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif. Jika terjadi
permasalahan mengenai HAM di lingkungan eksternal, maka kebijakan luar negeri
Indonesia yang tepat adalah melalui diplomasi, perundingan atau menjadi mediator.
Kebijakan luar negeri juga bisa dikatakan sebagai akumulasi adanya politik luar
negeri. Sehingga kebijakan luar negeri suatu negara sifatnya tidak tetap, hal ini
berbeda dengan politik luar negeri yang cenderung tetap. Kebijakan luar negeri lebih
luas cakupannya, karena tindakan suatu negara dibahas secara sistematis dan kritis
untuk mengetahui bagaimana negara tersebut mencapai kepentingan nasional di
lingkungan eksternal.3

Berdasarkan pendapat Mark R. Amstutz, politik luar negeri adalah aksi eksplisit
dan implisit yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara untuk mencapai
kepentingan nasional yang berada di lingkungan eksternal negara tersebut.
Sedangkan, kebijakan luar negeri merupakan akumulasi dari penerapan politik luar
negeri. Misalkan Amerika yang menerapkan politik luar negeri yang agresif dan
ofensif pasca kejadian 9/11, hal ini di wujudkan dengan kebijakan-kebijakan Amerika
selanjutnya yang memulai kampanye Global War on Terrorism (GWOT) dengan
menginvasi Irak pada tahun 2003 silam.

Posisi politik luar negeri dan kebijakan luar negeri dapat digambarkan sebagai
berikut:

3
Ibid, p. 62
Politik luar negeri

Kebijakan
LN

Tentu saja dalam menjalankan politik luar negerinya, suatu negara akan
mengaplikasikannya melalu kebijakan-kebijakan luar negeri. Singkatnya politik luar
negeri lebih bersifat teoretikal, sedangkan kebijakan luar negeri lebih cenderung ke
arah praktikal. James N. Rosenau menguraikan beberapa langkah politik luar negeri
hingga pengaplikasinnya melalui kebijakan luar negeri. Ia mendefinsikan politik luar
negeri sebagai seperangkat prinsip yang mendasari adanya hubungan luar negeri antar
negara satu dengan yang lain. Seperangkat prinspi ini dapat mengacu pada sebuah
rencana strategis yang akan dilakukan pemerintah dalam mencapai kepentingan
nasionalnya. Akhirnya rencana tersebut diterjemahkan menjadi langkah yang nyata
yakni berupa mobilisasi sumberdaya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu efek
dalam pencapaian tujuan.4

Terdapat dua konsep yang paling sering menjadi inti pembahasan politik luar
negeri dan kebijakan luar negeri. Yang pertama adalah kepentingan nasional.
National interest bukanlah sebuah istilah yang mudah didefinisikan. Banyak ahli
perbeda pendapat untuk menjelaskan apa itu national interest. Namun, negara
dianggap sebagai aktor yang rasional, sehingga setiap kebijakan yang dilakukan
sebuah negara mencerminkan kepentingan nasional mereka. Hal ini didukung dengan
pendapat Joseph Frankel yang mengatakan bahwa kepentingan nasional merupakan
deskripsi yang paling komprehensif dari kekompleks-an kebijakan luar negeri suatu

4
James N. Rosenau. “The Study of Foreign Policy” dlam James N. Rosenau, Kenneth Thompson and Gavin Boys
(eds.) (Wolrd Politcs: An Introduction. New York: Free Press, 1976) p. 16
negara.5 Yang kedua adalah konsep power. Power biasanya identik dengan
penggunaan pengaruh yang bersifat memamksa individu atau negara lain melakukan
sesuatu tindakan yang tidak dikehendakinya atau tidak dikehendaki oleh anggota
komunitas lain.6 Lebih lanjut lagi national power di kategorikan Joseph Nye menjadi
dua, yakni hard power dan soft power. Ia mendefinisikan hard power sebagai
kemampuan untuk mengubah apa yang pihak lain lakukan (what others do),
sedangkan soft power didefinisikan sebagai kemampuan untuk dapat mempengaruhi
dan membentuk apa yang pihak lain inginkan (what others want).7

2.) Model-Model Foreign Policy

 Rational Choice Theory

Kemunculan teori pilihan rasional (Rational Choice Theory) dikembangkan dan


berasal dari ilmu ekonomi. Berawal dari asumsi dasar dalam ilmu ekonomi, yang
mengatakan bahwa hendaknya kita mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan untung sebesar-besarnya. Dalam teori ini diyakini bahwa individu akan
memilih kepuasan dengan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang dapat
diaksesnya. Individu akan mengoptimalkan pilihan-pilihannya (termasuk tindakan)
dalam kondisi tertentu yang melingkupinya.8

Sehingga ketika diterjemahkan kedalam proses kebijakan luar negeri maka,


negara akan cenderung akan memilih tindakan yang dianggapnya menguntungkan
dalam pencapaian kepentingan nasionalnya dan menempuh jalan yang paling minim

5
Williams, Simon. “The Role of the National Interest in the National Security Debate” (British Crown, July 2012)
Available at : http://www.da.mod.uk/colleges/rcds/publications/seaford-house-papers/2012-seaford-house-
papers/SHP-2012-Williams.pdf
6
Jemadu, Op.Cit., p. 3
7
Nye, J.S. (2005), “Soft Power and Higher Education” Forum for the Future of Higher Education,
http://www.educause.edu/library/resources/soft-power-and-higher-education
8
Ryan Kosala, et.al (2011). “Petani Rasional” http://ksi.fp.uns.ac.id/box/agroteknologi/SEMESTER
%201/LAPORAN%20n%20TUGAS/SOSIOLOGI%20PERTANIAN/materi%20sosper
%20ukd/PENDAHULUAN%20sosper.doc.
resikonya. Menurut Charles W. Kegley dan Eugene R. Wittkopf penerapan rational
choice model dalam menganalisis kebijakan luar negeri dijalankan melalui empat
langkah, yaitu: identifikasi masalah dan pendifinisian, orientasi tujuan, identifikasi
jalan alternatif dan terkahir adalah menentukan kebijakan yang akan diambil.

 Bureacratic Politics

Karena dirasa model pilihan rasional tidak begitu realistis dan tidak semua
kasus bisa dikaji melalu model tersebut, maka muncul model selanjutnya yang
dikenal dengan bureacratic politics yang memperhitungkan interkasi kepentingan
aktor-aktor kelembagaan yang terlibat dalam pembuatan kebijakan luar negeri.9

3.) Contoh kasus Politik Luar Negeri Indonesia

Berdasarkan UUD 1945, telah ditetapkan bahwa politik luar negeri yang dianut
Republik Indonesia adalah politik luar negeri bebas aktif. Bebas berarti tidak terikat
oleh suatu ideologi atau politik negara asing atau blok-blok negara tertentu.
Sedangkan aktif artinya dengan sumbangan nyata giat mengembangkan kebebasan,
persahabatan, dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara-
negara lain.10

Bebarapa contoh pengaplikasian politik bebas aktif Indonesia diantaranya


adalah sebagai berikut.

1. Aktif kembali sebagai anggota PBB


Indonesia sempat keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 1 Januari 1965,
namun memutuskan untuk kembali masuk pada tanggal 28 September 1966.
2. Melakukan beberapa kerjasama regional dan internasional; Indonesia turut
bergabung dalam keanggotaan ASEAN; Indonesia berperan dalam KTT
9
Jemadu, Op.Cit., p. 102
10
Sardiman. Sejarah SMA Kelas XII Program Ilmu Alam. (Qundra, 2008) p. 15
Nonblok bahkan Indonesia dimandati sebagai ketua pada tahun 1992; aktif
dalam PBB misalnya Menteri Luar Negeri Indonesia pada ssat itu yang dijabat
oleh Adam Malik menjadi ketua Sidang Umum PBB pada tahun 1974.

Contoh lainnya berasal dari pernyataan tegas Menteri Luar Negeri Retno
Lestari Priansari Marsudi  mengenai posisi politik luar negeri Indonesia pada masa
pemerintahan Jokowi saat ini. Di kutip dari Tribunnews, menteri Retno mengatakan
bahwa ASEAN tetap menjadi prioritas politik luar negeri Indonesia. Indonesia juga
menginginkan satu tatanan dunia yang demokratis, semakin sempitnya gap
kemakmuran antar negara, pergaulan dunia yang saling menghormati dan dunia yang
aman dan stabil. Baginya keamana di kawasan merupakan hal mutlak yang harus ada.
Oleh karena itu, melalui ASEAN, Indonesia akan terus aktif mendorong
implementasi Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DoC)
secara penuh dan efektif, serta diselesaikannya Code of Conduct in The South China
Sea (CoC). Sebelumnya juga, Jokowi telah menyatakan bahwa salah satu politk luar
negeri Indonesia yang akan diperkuat adalah poros maritimnya, menurut menteri
Retno untuk mendukung realisasi poros maritim, diplomasi Indonesia akan
mendorong penguatan kerja sama maritim dalam berbagai mekanisme di ASEAN.

Sebelumnya pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Basis


politik luar negeri Indonesia pada masa SBY ini antara lain meningkatkan peran
Indonesia menjaga perdamaian dan kemanan nasional dan internasional,
menigkatkatkan kualitas diplomasi ekonomi, serta pencitraan Indonesia di dunia
internasional. Hal ini terwujud dengan keterlibatan Indonesia dalam organisasi dan
forum internasional. Seperti keaktifan Indonesia dalam ASEAN, keanggotaan dalam
G-20, melibatkan diri dalam APEC, selain itu juga keberhasilan dalam menjadi tuan
rumah berbaga Konferensi Tingkat Tinggi, seperti Konferensi Tingkat Tinggi Asia
Timur pada tahun 2011. Hal ini sejalan dengan semboyan politik luar negeri di masa
kepemimpinan SBY, yaitu thousand friends and zero enemy.
KESIMPULAN

Kesimpulannya, politik luar negeri lebih menkankan pada aksi atau tindakan
atau kebijakan suatu negara terhadap lingkungan eskternalnya dalam rangkan
memperjuangkan atau mempertahankan kepentingan nasionalnya. Sedangkan
kebijakan luar negeri merupakan implementasi dari sebuah corak politik luar negeri
suatu negara tertentu. Perbedaan keduanya jelas, politik luar negeri cenderung
teoretikal, berlawanan dengan kebijakan luar negeri yang cenderung praktikal.

Indonesia sendiri mengklaim politik luar negeri yang dianutnya adalah politik
luar negeri bebas aktif. Beberapa pencapain telah dicapai Indonesia sebagai
implementasi haluan politik luar negeri mereka seperti contoh diatas. Namun,
beberapa kegagalan juga menjadi rapor merah bangsa ini. Pada pemerintahan SBY,
ICFP menungkapkan beberap hasil buruk politik luar negeri Indonesia, yang
diantaranya adalah investasi lebih berpihak kepada korporasi ketimbang politik,
pemenuhan pangan bergantung impor, ketiadaan komitmen pemerintah dalam
mendorong dan penghormatan standar HAM dan perlindungan buruh anak pada
rantai pasokan barang dan jasa.11 Berdasarkan catatat merah ini, hendaknya hal ini
dijadikan pelajaran bagi pemerintahan pemimpin yang baru saat ini, diharapkan dapat
memaksimalkan apa yang menjadi haluan politk luar negeri Indonesia yakni bebas
aktif.

DAFTAR PUSTAKA

11
Seno Tri Sulistiyono. (2014) “10 Catatan Kegagalan Kebijakan Luar Negeri SBY Versi ICFP”
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/12/10-catatan-kegagalan-kebijakan-luar-negeri-sby-versi-icfp
Fearon, James D. 1998 “Domestic Politics, Foreign Policy and Theoris of
International Relations”, (Annual Review of Political Science, (1). Available [online]:
<http://www.rochelleterman.com/ir/sites/default/files/Fearon%201998.pdf> diakses
pada 22 Februari 2015

Jemadu, Aleksius. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008)

James N. Rosenau. 1976. “The Study of Foreign Policy” dlam James N. Rosenau,
Kenneth Thompson and Gavin Boys (eds.) (Wolrd Politcs: An Introduction. New
York: Free Press

Nye, J.S. 2005, “Soft Power and Higher Education” Forum for the Future of Higher
Education. Available [online]: <http://www.educause.edu/library/resources/soft-
power-and-higher-education> diakses pada 22 Februari 2015

Ryan Kosala, et.al . 2011. “Petani Rasional”. . Available [online]:


<http://ksi.fp.uns.ac.id/box/agroteknologi/SEMESTER%201/LAPORAN%20n
%20TUGAS/SOSIOLOGI%20PERTANIAN/materi%20sosper
%20ukd/PENDAHULUAN%20sosper.doc> diakses pada 22 Februari 2015

Sardiman. Sejarah SMA Kelas XII Program Ilmu Alam. (Qundra, 2008) p. 15

Seno Tri Sulistiyono. 2014. “10 Catatan Kegagalan Kebijakan Luar Negeri SBY
Versi ICFP”. Available [online]:
<http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/12/10-catatan-kegagalan-kebijakan-
luar-negeri-sby-versi-icfp> diakses pada 22 Februari 2015
Williams, Simon. “The Role of the National Interest in the National Security Debate”
(British Crown, July 2012). Available [online]:
<http://www.da.mod.uk/colleges/rcds/publications/seaford-house-papers/2012-
seaford-house-papers/SHP-2012-Williams.pdf> diakses pada 22 Februari 2015

Anda mungkin juga menyukai