Ketika sebuah negara berinteraksi dengan negara lain, dalam prosesnya pasti terdapat
berbagai kebijakan luar negeri yang ditetapkan sesuai dengan kepentingan negara. Karena
bagaimanapun, meski dalam konteks luar negeri, kebijakan ini pasti berhubungan atau
setidaknya dipengaruhi oleh kondisi dan situasi politik domestik.
Dalam studi Hubungan Internasional, kebijakan luar negeri atau yang dalam bahasa
Inggris lazim disebut foreign policy memiliki beberapa pengertian. Jika mengacu pada buku
“Foreign Policy in Transformed World” karya Mark Webber dan Michael Smith, dijelaskan
bahwa foreign policy merupakan serangkaian komponen yang terdiri dari seperangkat nilai,
usaha pencapaian tujuan, serta keputusan dan tindakan negara dalam konteks hubungan antar
bangsa.
Lebih lanjut, George Modelski juga mendefinisikan foreign policy sebagai sebuah
aktivitas yang dikembangkan/dilakukan oleh suatu komunitas/negara dengan tujuan
mengubah perilaku dari negara lain serta sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
lingkungan internasional. Senada dengan Modelski, K.J. Holsti juga menjelaskan
tentang foreign policy sebagai sebuah ide atau tindakan dari para pembuat keputusan untuk
menyelesaikan masalah ataupun mempromosikan berbagai perubahan. Entah itu berupa
tindakan, perilaku, atau kebijakan dari negara atau aktor non-negara di lingkungan
internasional.
Singkatnya, kebijakan luar negeri merupakan serangkaian komponen yang nantinya
bisa menjadi panduan bagi negara untuk berinteraksi dengan negara lain atau aktor non-
negara di lingkungan internasional. Dalam prosesnya, ini harus senantiasa dimonitoring dan
dievaluasi agar bisa memaksimalkan manfaat dari kerjasama multilateral tersebut.
Dari tujuan tersebut bisa disimpulkan bahwa meskipun kebijakan tersebut dalam konteks
luar negeri, tetapi sangat dipengaruhi dan mempengaruhi kondisi domestik suatu negara.
Karena itulah, pada dasarnya kajian foreign policy bukan hanya harus diketahui oleh para
pemegang kekuasaan, tetapi juga penting bagi masyarakat secara umum utamanya generasi
muda.
Ada beberapa jenis kebijakan luar negeri, termasuk imperialisme, diplomasi,
isolasionisme/netralitas, dan keamanan kolektif. Imperialisme melibatkan perluasan
kekuasaan melalui aneksasi teritorial atau mendapatkan kontrol politik dan ekonomi.
Diplomasi adalah praktik negosiasi secara damai dengan negara lain. Isolasi/netralitas adalah
menghindari perang dan konflik dengan negara lain, sedangkan keamanan kolektif adalah
kelompok negara yang bekerja sama untuk menjaga perdamaian dan keamanan bersama.
Kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pertimbangan domestik,
perilaku negara lain, dan strategi geopolitik. Kebijakan luar negeri juga dibentuk oleh
organisasi internasional dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kebijakan luar negeri
dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap ekonomi global dan politik internasional.
Para ahli kebijakan luar negeri harus memahami perangkat yang tersedia bagi mereka,
karena banyak buku yang telah ditulis tentang kompleksitas kebijakan luar negeri. Studi
kebijakan luar negeri meneliti alasan dan metode di balik interaksi negara, dengan lembaga
think tank dan lembaga akademik yang menyediakan penelitian dan analisis untuk
menginformasikan keputusan kebijakan.
Di Indonesia, politik luar negeri memiliki prinsip, prinsip ini disebutkan dalam Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri adalah
bebas-aktif. Prinsip ini berarti bahwa Indonesia tidak mengadopsi politik netral dalam
hubungannya dengan negara-negara lain di dunia. Sebaliknya, Indonesia memiliki kebebasan
untuk menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap isu-isu internasional tanpa mengikatkan
diri pada satu kekuatan dunia tertentu.
Dengan prinsip bebas-aktif, Indonesia secara aktif terlibat dalam menyelesaikan konflik,
sengketa, dan permasalahan dunia lainnya. Tujuannya adalah untuk mencapai ketertiban
dunia yang berlandaskan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan
kata lain, Indonesia berusaha untuk berperan aktif dalam upaya menjaga perdamaian dan
mengatasi masalah-masalah global.
Landasan Operasional, Landasan operasional politik luar negeri Indonesia bersifat dinamis,
mengikuti perkembangan zaman, dan disesuaikan dengan kebijakan pemerintahan pada masa
tertentu. Meskipun landasan ideologis dan konstitusional tetap dipertahankan, cara
pelaksanaan dan fokus kebijakan dapat berubah mengikuti perubahan kondisi global dan
nasional. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman,
sambil tetap memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan prinsip UUD 1945.
Essay ini akan mencoba untuk menjelaskan perubahan kebijakan luar negeri
Indonesia terhadap Cina pada masa Soeharto, dengan menggunakan teori persepsi yang
dirumuskan oleh Ole R. Holsti. Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Cina selama masa
Soeharto telah menjadi tema yang dikaji dalam literatur, tetapi khususnya dengan fokus pada
dinamika hubungan kedua negara selama masa Orde Baru.
Peristiwa upaya kudeta pada tahun 1965 merupakan salah satu dari beberapa peristiwa
yang menjadi dasar perubahan kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Cina pada masa
Soeharto. Tentang peristiwa upaya kudeta pada tahun 1965, Soeharto mengatakan bahwa
"Pemerintah Soeharto menganggap bahwa upaya kudeta pada tahun 1965 adalah kesatuan
tertinggi antara kedua negara". Dari peristiwa upaya kudeta tersebut, Indonesia memutuskan
hubungan diplomatik dengan Cina pada Oktober 1967.
Perubahan kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Cina pada masa Soeharto juga
terpengaruh oleh peristiwa pembukaan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Cina pada
tahun 1974. Pada masa Soeharto, Indonesia mulai menghadirkan sejumlah diplomat di Cina
pada tahun 1974. Peristiwa pembukaan hubungan diplomatik ini menyebabkan perubahan
dalam hubungan politik antara Indonesia dan Cina, yang sebelumnya memiliki hubungan
diplomatik yang tidak stabil.
Penulis memilih kebijakan ini karena tertarik dengan persepsi Soeharto yang
menganggap Cina sebagai ancaman Indonesia menyusul peristiwa upaya kudeta tahun 1965.
Kebijakan Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Cina disebabkan oleh
pandangan militer dan kelompok anti komunis yang berkuasa yang melihat Cina sebagai
pihak yang dianggap turut terlibat dalam peristiwa G30S.
Peristiwa G30S atau Gerakan 30 September adalah upaya kudeta yang terjadi di
Indonesia pada 30 September 1965. Kegiatan ini dianggap sebagai ancaman bagi keamanan
dan keberlanjutan negara, yang menyebabkan peristiwa G30S menjadi pembukaan masa
kepemimpinan Soeharto. Kerangka acara peristiwa G30S disusun oleh PKI (Partai Komunis
Indonesia), yang memiliki banyak anggota dan pengikut di seluruh Indonesia. Tetapi,
kebanyakan anggota PKI tidak tahu tentang kegiatan kudeta yang akan dilakukan.
Tetapi, kebijakan pemerintah Indonesia terhadap Cina juga memiliki dampak negatif,
seperti penggunaan kebijakan pembatasan kepemilikan modal asing yang telah dilakukan
pemerintah Indonesia untuk melindungi beberapa sektor bidang jasa tertutup tertentu.
Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang
pembatasan kepemilikan modal asing, yang diambil untuk melindungi beberapa sektor
bidang jasa tertutup tertentu.
Sebagai contoh, pemerintah Indonesia mengalami hambatan kualitas SDM Indonesia
yang belum mampu bersaing dengan negara yang memiliki daya saing SDM yang baik,
sehingga minat investor yang rendah untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini mendorong
pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap jasa konstruksi
nasional agar menjadi lebih baik lagi.
Annisa Medina Sari. 2023. Politik Luar Negeri Indonesia: Pengertian, Tujuan, Prinsip, dan L
Landasannya (online), https://fahum.umsu.ac.id/politik-luar-negeri-indonesia/, diakses
23 Maret 2024
Enggartias Wahana Putera. 2018. Esensi Hubungan Internasional dan Kebijakan Politik Luar
Negeri Indonesia (online), https://setkab.go.id/esensi-hubungan-internasional-dan-
kebijakan-politik-luar-negeri-indonesia/, diakses 23 Maret 2024
Fittrya, L. (2013). Tionghoa dalam diskriminasi orde baru tahun 1967-2000. Jurnal
AVATARA, 1(2), 159-166.
https://binus.ac.id/2022/04/foreign-policy-definisi-dan-tujuan-yang-wajib-diketahui/
Munthe, A. G. (2006). Postur Rasionalis Dalam Politik Luar Negeri Indonesia Pasca
Soeharto. Jurnal Hukum Pro Justitia, 24(3).
Pradana, H. A. (2016). Persepsi Soeharto dan Perubahan Kebijakan Luar negeri Indonesia t
terhadap cina pada awal orde baru. Indonesian Perspective, 1(1), 23-42.
Setiawan, A., & Yani, Y. M. (2019). Perubahan Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap
Isu Nuklir Iran di Dewan Keamanan PBB Tahun 2007-2008. Global Political Studies
Journal, 3(2).
Wangke, H. (2021). Diplomasi digital dan kebijakan luar negeri Indonesia. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.