Anda di halaman 1dari 13

JELASKAN LANDAASAN IDEAL DAN KONSTITUONAL POLITIK

LUAR NEGERI INDONESIA BEBAS AKTIF

PENGERTIAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

Politik luar negeri Indonesia adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah
Republik Indonesia dalam melaksanakan hubungan dengan negara lain,
organisasi internasional, dan subjek hukum internasional lainnya guna mencapai tujuan
nasional. Indonesia menganut prinsip bebas aktif, yang mengandung arti kebijakan luar
negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, berpegang teguh
pada prinsip dan pendirian, serta rasional dan fleksibel dalam pendekatan. Politik luar negeri
Indonesia adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia dalam
melaksanakan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum
internasional lainnya guna mencapai tujuan nasional. Indonesia menganut prinsip bebas aktif,
yang mengandung arti kebijakan luar negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif,
aktif, dan antisipatif, berpegang teguh pada prinsip dan pendirian, serta rasional dan fleksibel
dalam pendekatan.

TUJUAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

1. Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara.

2. Memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar negeri untuk meningkatkan


kesejahteraan rakyat.

3. Meningkatkan perdamaian internasional dan mencapai syarat-syarat yang diperlukan untuk


meningkatkan kesejahteraan rakyat.

4. Meningkatkan persaudaraan antar bangsa sebagai pelaksanaan cita-cita Pancasila.


PRINSIP POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

Prinsip politik luar negeri Indonesia yang disebutkan dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri adalah bebas-aktif. Prinsip
ini berarti bahwa Indonesia tidak mengadopsi politik netral dalam hubungannya dengan
negara-negara lain di dunia. Sebaliknya, Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan
sikap dan kebijaksanaan terhadap isu-isu internasional tanpa mengikatkan diri pada satu
kekuatan dunia tertentu.

Dengan prinsip bebas-aktif, Indonesia secara aktif terlibat dalam menyelesaikan


konflik, sengketa, dan permasalahan dunia lainnya. Tujuannya adalah untuk mencapai
ketertiban dunia yang berlandaskan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Dengan kata lain, Indonesia berusaha untuk berperan aktif dalam upaya menjaga
perdamaian dan mengatasi masalah-masalah global.

DASAR PEMIKIRAN LAHIRNYA KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI BEBAS


AKTIF INDONESIA

Kebijakan Politik Luar Negeri Bebas Aktif – Sejarahnya, pada 2 september 1948
awalnya dicetuskan oleh Moh. Hatta dalam menerapkan Politik luar negeri bebas aktif di
depan kelompok Kerja KNIP. Melalui pidatonya, agar Indonesia tidak memilih salah satu
dari Amerika atau Soviet. Dasar pemikiran politik luar negeri saat itu adalah agar Indonesia
tidak menjadi objek dalam perjuangan politik internasional.

Maka jelaslah, bahwa dasar pemikiran politik luar negeri bebas aktif agar Indonesia
bisa mempunyai hak menentukan pilihannya sesuai dengan situasi dan kenyataan yang ada.

Yang dimaksud dengan arti politik luar negeri bebas aktif ini sebagaimana pendapat
para ahli dari Mochtar Kusumaatmadja bahwa kata “Bebas” dalam konsep politik bebas aktif
adalah tidak memihak yang tidak sesuai pada cerminan Pancasila.

Sedangkan arti dari kata Aktif adalah tetap ikut serta dalam kebijaksanaan luar negeri.
Melalui dasar pemikiran inilah, maka jelaslah mengapa Indonesia bisa menjadi subjek dan
tidak dikendalikan oleh haluan politik internasional yang bisa mempengaruhi kepentingan
nasional.
Selain itu, juga dijelaskan oleh Adam Malik tentang konsep kebijakan bebas aktif Indonesia
yang bisa juga digunakan sebagai dasar pemikiran. Menurutnya, bebas adalah punya jalan sendiri
dalam menghadapi persoalan internasional. Sedangkan aktif adalah indonesia memelihara
perdamaian dan meredakan pertentangan dunia dari negara lain.

Melihat sejarah kebijakan politik luar negeri dari berbagai periode seperti saat tahun
1945-1949 pada saat revolusi, fungsi kebijakan politik luar negeri bebas aktif dipakai untuk
mendapatkan kedaulatan dan pengakuan dari pihak belanda melalui usaha perjanjian
linggarjati, Renville, dan Konferensi Meja Bundar.

Selanjutnya pada era demokrasi Parlementer tahun 1950-1958, partai politik menjadi
aktor utama dalam realisasi dari politik luar negeri Indonesia yang saat itu kabinet dipimpin
oleh Moh Hatta dan mencetuskan kebijakan politik luar negeri bebas aktif yang dasar
pemikirannya saat itu adalah menjalin persahabatan dengan Blok Barat dan Blok Timur demi
kepentingan nasional.

Apalagi saat kabinet Ali Sastroamidjodjo yang kebijakan politik luar negeri bebas
aktif Indonesia sangat anti kolonialis dan imperialis, yang merupakan dasar pemikiran
Soekarno. Sehingga saat itu, politik luar negeri menjadi nasionalistik. Namun itu berubah saat
PKI tumbuh kuat, membuat Indonesia berhaluan ke arah kiri pada tahun 1957.

Apalagi saat demokrasi terpimpin, kebijakan politik luar negeri bebas aktif Indonesia
lebih militan. Bahkan secara tidak resmi bersekutu dengan negara komunis dan sosialis sebab
adanya konfrontasi Asing dalam hal ini Amerika Serikat saat malaysia dan Papua membuat
Indonesia keluar dari PBB pada tahun 1965 dan berorientasi ke Blok Timur.

Melihat dari kebijakna politik luar negeri Indonesia bebas aktif pada 2 periode
tersebut semakin berubah lantaran adanya keberpihakan. Namun hal itu tidak berlangsung
dalam saat memasuki era Orde Baru, terlebih lagi saat 5 Juli 1966 yang MPR secara resmi
mengumumkan tujuan kebijaksanaan politik luar negeri yang didasarkan pada Pancasila dan
UUD 1945.Dasar Pemikiran Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia Adalah Dimana ciri-
ciri atau karakteristiknya adalah Bebas dan aktif, menentang imperialisme dan kolonialisme
dalam segala bentuk manifestasinya, dan ikut melaksanakan peranan dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Melalui hal ini, maka lahirlah secara sah dasar pemikiran politik luar negeri
bebas aktif Indonesia yang berlaku hingga saat ini yang terdiri atas 3 landasan dasar
pemikiran yaitu Landasan Ideal, Landasan Struktural dan Landasan Operasional.

1. Landasan Ideal dan Landasan Struktural Adalah? Berdasarkan dari hal itu, maka
adapun dasar pemikiran kebijakan politik luar negeri bebas aktif Indonesia yang berlaku
hingga saat ini dimana untuk Landasan ideal politik luar negeri adalah Pancasila
sedangkan landasan strutural sebagai dasar pemikiran kebijakan politik luar negeri bebas
aktif adalah UUD 1945 khususnya aliena pertama dan keempat. Adapun maksud dari alinea
Pertama dan Keempat sebagai dasar pemikiran kebijakan politik luar negeri adalah:

1. Alinea Pertama Adalah Indonesia Wajib membantu bangsa-bangsa lain yang masih
dijajah oleh bangsa Asing
2. Alinea Keempat adalah Indonesia perlu aktif dalam perjuangan bangsa-bangsa di
dunia untuk penyusunan suatu tertip di dunia baru yang lebih adil.

2. Landasan Operasional Adalah? Sedangkan untuk Landasan operasional politik luar


negeri Indonesia sebagai dasar pemikirannya mengacu dalam GBHN (Garis Besar Haluan
Negara), Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 yang menyebutkan:

1. Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif diabdikan kepada kepentingan
nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang.
2. Meneruskan usaha-usaha pemantapan stabilitas dan kerjasama di wilayah Asia
Tenggara dan Pasifik Barat Daya, khususnya dalam lingkungan ASEAN, dalam
rangka mempertinggi tingkat ketahanan nasional untuk mencapai ketahanan regional.
3. Meningkatkan peran Indonesia di dunia internasional dalam rangka membina dan
meningkatkan persahabatan dan kerjasama yang saling bermanfaat antara bangsa-
bangsa.
4. Memperkokoh kesetiakawanan, persatuan, dan kerjasama ekonomi di antara negara-
negara yang sedang membangun lainnya untuk mempercepat terwujudnya tata
ekonomi dunia baru.
5. Meningkatkan kerjasama antar negara untuk menggalang perdamaian dan ketertiban
dunia demi kesejahteraan umat manusia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan
sosial.
LANDASAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

a.Landasan Idiil

Pancasila adalah ideologi dasar negara Indonesia yang menjadi panduan dalam segala aspek
kehidupan, termasuk politik luar negeri. Dalam konteks politik luar negeri, Pancasila
mengajarkan untuk mengedepankan beberapa nilai penting, seperti kemerdekaan,
perdamaian, keadilan sosial, dan persaudaraan internasional. Kebijakan luar negeri Indonesia
dijiwai oleh prinsip-prinsip ini, dan negara berusaha untuk berkontribusi aktif dalam
mencapai perdamaian dunia dan memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya.

b.Landasan Konstitusional

Undang – Undang Dasar 1945 menjadi landasan konstitusional bagi pelaksanaan


politik luar negeri Indonesia. Alinea 4 Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu
tujuan utama kemerdekaan Indonesia adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.” Dengan demikian,politik luar negeri bertujuan untuk mewujudkan
perdamaian yang abadi dan berkeadilan, sejalan dengan cita-cita kemerdekaan negara.

c.Landasan Operasional

Landasan operasional politik luar negeri Indonesia bersifat dinamis, mengikuti


perkembangan zaman, dan disesuaikan dengan kebijakan pemerintahan pada masa tertentu.
Meskipun landasan ideologis dan konstitusional tetap dipertahankan, cara pelaksanaan dan
fokus kebijakan dapat berubah mengikuti perubahan kondisi global dan nasional. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman, sambil tetap
memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan prinsip UUD 1945.

Politik Luar Negeri Indonesia adalah serangkaian kebijakan dan langkah yang
dilakukan untuk mengelola hubungan dengan negara lain. Dengan prinsip bebas-aktif,
Indonesia berperan aktif dalam mencapai perdamaian dunia dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Landasan ideologisnya berakar pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945,
sementara landasan operasionalnya dapat berubah mengikuti perkembangan zaman dan
kebijakan pemerintahan.
LANDASAN IDEAL POLITIK LUAR NEGERI INDONESI BEBAS AKTIF

Landasan ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila yang
merupakan dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan
sebagai pedoman, pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia. Mohammad
Hatta menyebutnya sebagai salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia.
Kelima sila yang termuat dalam Pancasila, berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hatta
lebih lanjut mengatakan, bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang
berpengaruh atas politik luar negeri Indonesia. Hal ini karena Pancasila sebagai falsafah
negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun
yang berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang
dari Pancasila.

LANDASAN KONSTITUSIONAL POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA BEBAS


AKTIF

Sedangkan landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia


adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan
di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.” dan alinea keempat “… dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ….”.

LANDASAN OPERASINAL POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA BEBAS AKTIF


1.Landasan Operasional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif pada Masa Orde
Lama
Sejak awal kemerdekaan hingga masa Orde Lama, landasan operasional dari politik
luar negeri Indonesia yang bebas aktif sebagian besar dinyatakan melalui maklumat dan
pidato-pidato Presiden Soekarno. Beberapa saat setelah kemerdekaan, dikeluarkanlah
Maklumat Politik Pemerintah tanggal 1 November 1945 yang isinya adalah; politik damai
dan hidup berdampingan secara damai; tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri
negara lain; politik bertetangga baik dan kerja sama dengan semua negara di bidang ekonomi,
politik dan lain-lain; serta selalu mengacu pada piagam PBB dalam melakukan hubungan
dengan negara lain.

2.Landasan Operasional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif pada Masa
Demokrasi Terpimpin
Selanjutnya pada masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965 landasan operasional politik
luar negeri Indonesia adalah berdasarkan UUD 1945 yang terdapat dalam pembukaan UUD
1945 alinea pertama, pasal 11 dan pasal 13 ayat 1 dan 2 UUD 1945, Amanat Presiden yang
berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada 17 Agustus 1959 atau dikenal sebagai
“Manifesto Politik Republik Indonesia”.

Amanat Presiden itu sendiri kemudian dijadikan sebagai Garis Besar Haluan Negara.
Berkaitan dengan kebijakan politik luar negeri, Manifesto tersebut memuat tujuan jangka
panjang dan tujuan jangka pendek, yaitu: Tujuan jangka pendek yaitu melanjutkan
perjuangan anti imperialisme ditambah dengan mempertahankan kepribadian Indonesia di
tengah-tengah tarikan-tarikan ke kanan dan ke kiri yang sekarang sedang berlaku kepada
negara kita dalam pergolakan dunia menuju kepada suatu imbangan baru. Sementara dalam
jangka panjang di bidang luar negeri, Revolusi Indonesia bertujuan melenyapkan
imperialisme di mana-mana, dan mencapai dasar-dasar bagi perdamaian dunia yang kekal
dan abadi. Menurut Manipol, diplomasi yang sesuai dengan fungsinya sebagai ajang
berhubungan dengan cara melaksanakannya harus tidak mengenal kompromi, harus radikal,
dan revolusioner.

Tujuan jangka pendek dan jangka panjang tidak terlepas dari sejarah Indonesia, sebagai
bangsa yang pernah mengalami penjajahan. Walaupun Indonesia sudah merdeka, perjuangan
untuk melenyapkan imperialisme belum berakhir, sebab negara-negara yang dianggap
imperialis dan kolonialis (Barat), masih ada dan berusaha menanamkan pengaruhnya.
Indonesia berusaha pula menghindari dari keberpihakan pada dua blok yang bersengketa dan
masuk menjadi anggota Non Blok.

Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik (Manipol) Indonesia berdasarkan pada amanat


Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang terkenal dengan nama “Djalanja Revolusi Kita”,
yang menetapkan penegasan mengenai cara-cara pelaksanaan Manipol di bidang politik luar
negeri. Politik luar negeri Indonesia tidak netral, tidak menjadi penonton dan tidak tanpa
prinsip. Politik bebas tidak sekedar cuci tangan, tidak sekedar defensif, tapi aktif dan
berprinsip serta berpendirian. Manipol, Djarek (Djalanja Revolusi Kita), merupakan embrio
kelahiran serta doktrin baru, yaitu dunia tidak terbagi dalam Blok Barat, Blok Timur, dan
Blok Asia Afrika (Blok Ketiga). Akan tetapi dunia terbagi menjadi dua Blok yang saling
bertentangan yaitu New Emerging Forces /Nefos dan Old Established Forces/Oldefos.

Nefos merupakan kekuatan-kekuatan baru yang sedang bangkit. Sementara Oldefos


merupakan kekuatan-kekuatan lama yang sudah mapan. Doktrin Nefos dan Oldefos menjadi
dasar politik luar negeri anti imperialis dan kolonialis yang lebih militan. Soekarno
mewujudkan gagasan Nefos dan Oldefos itu dengan suatu strategi diplomasi yang agresif dan
konfrontatif dengan negara-negara barat.

3.Landasan Operasional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif pada Masa Orde
Baru
Pada masa Orde Baru, landasan operasional politik luar negeri Indonesia kemudian
semakin dipertegas dengan beberapa peraturan formal, di antaranya adalah Ketetapan MPRS
Nomor XII/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang penegasan kembali landasan
kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia. TAP MPRS ini menyatakan bahwa sifat politik
luar negeri Indonesia adalah:

a. Bebas aktif, anti-imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk


manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
b. Mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat.
Selanjutnya landasan operasional kebijakan politik luar negeri RI dipertegas lagi dalam
Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, yang berisi:

a. Terus melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya
kepada kepentingan nasional, khususnya pembangunan ekonomi;
b. Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara
dan Pasifik Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini
mampu mengurus masa depannya sendiri melalui pembangunan ketahanan
nasional masing-masing, serta memperkuat wadah dan kerja sama antara negara
anggota perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara;
c. Mengembangkan kerja sama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara
dan badan-badan internasional dan lebih meningkatkan peranannya dalam
membantu bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa
mengorbankan kepentingan dan kedaulatan nasional.
Ketetapan-ketetapan MPR era Orde Baru dijabarkan dalam pola umum pembangunan
jangka panjang dan pola umum pelita dua hingga enam, pada intinya menyebutkan bahwa
dalam bidang politik luar negeri yang bebas dan aktif diusahakan agar Indonesia dapat terus
meningkatkan peranannya dalam memberikan sumbangannya untuk turut serta menciptakan
perdamaian dunia yang abadi, adil dan sejahtera. Namun demikian, menarik untuk dicatat
bahwa TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1973 berbeda dengan TAP MPRS tahun 1966.
Perbedaan ini seiring dengan pergantian pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, sehingga
konsep perjuangan Indonesia yang selalu didengung-dengungkan oleh Soekarno sebagai anti-
kolonialisme dan anti-imperialisme tidak lagi memunculkan dalam TAP MPR tahun 1973 di
atas. selain itu, sosok politik luar negeri Indonesia juga lebih difokuskan pada upaya
pembangunan bidang ekonomi dan peningkatan kerja sama dengan dunia internasional.

Selanjutnya TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1978, pelaksanaan politik luar negeri


Indonesia juga telah diperluas, yaitu ditujukan untuk kepentingan pembangunan di segala
bidang. Realitas ini berbeda dengan TAP-TAP MPR sebelumnya, yang pada umumnya hanya
mencakup satu aspek pembangunan saja, yaitu bidang ekonomi. Pada TAP MPR RI Nomor
II/MPR/1983, sasaran politik luar negeri Indonesia dijelaskan secara lebih spesifik dan rinci.
Perubahan ini menandakan bahwa Indonesia sudah mulai mengikuti dinamika politik
internasional yang berkembang saat itu.

4.Landasan Operasional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif pada Masa
Reformasi
Pasca-Orde Baru atau dikenal dengan periode Reformasi yang dimulai dari masa
pemerintahan B.J. Habibie sampai pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono secara
substantif landasan operasional politik luar negeri Indonesia dapat dilihat melalui: ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang garis-garis besar haluan negara
dalam rangka mewujudkan tujuan nasional periode 1999-2004. GBHN ini menekankan pada
faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya krisis ekonomi dan krisis nasional pada 1997,
yang kemudian dapat mengancam integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di antaranya adanya ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi
yang demokratis dan berkeadilan. Oleh karena itu, GBHN juga menekankan perlunya upaya
reformasi di berbagai bidang, khususnya memberantas segala bentuk penyelewengan seperti
korupsi, kolusi, dan nepotisme serta kejahatan ekonomi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Selanjutnya ketetapan ini juga menetapkan sasaran-sasaran yang harus dicapai dalam
pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri, yaitu:

a. Menegaskan kembali pelaksanaan politik bebas dan aktif menuju pencapaian tujuan
nasional;
b. Ikut serta di dalam perjanjian internasional dan peningkatan kerja sama untuk
kepentingan rakyat Indonesia;
c. Memperbaiki performa, penampilan diplomat Indonesia dalam rangka suksesnya
pelaksanaan diplomasi pro-aktif di semua bidang;
d. Meningkatkan kualitas diplomasi dalam rangka mencapai pemulihan ekonomi yang
cepat melalui intensifikasi kerja sama regional dan internasional;
e. Mengintensifkan kesiapan Indonesia memasuki era perdagangan bebas;
f. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga;
g. Mengintensifkan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam kerangka
ASEAN dengan tujuan memelihara stabilitas dan kemakmuran di wilayah Asia
Tenggara.
Ketetapan MPR di atas, secara jelas menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang
bebas dan aktif, berorientasi untuk kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas
antarnegara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa, menolak segala
bentuk penjajahan serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerja sama internasional bagi
kesejahteraan rakyat.
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai