Anda di halaman 1dari 41

Indonesia Dalam

Panggung Dunia

Oleh :
1. Adi Ismail
2. Aditya Aulia A. A.
3. Arifudin Rizky M.
4. Fajrin Hikmah I.
5. Ika Fitriana
6. Shinta Kartika D.
Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

• Pancasila merupakan Landasan Ideal dalam pelaksanaan


politik luar negeri Indonesia yang juga merupakan dasar
negara Indonesia
• Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila inilah yang
dijadikan sebagai pedoman, pijakan dalam melaksanakan
politik luar negeri Indonesia.
• Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar
negeri Indonesia terdapat dalam kalimat Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea Pertama dan keempat,
dan Tujuan politik luar negeri bebas aktif bangsa Indonesia
tercantum dalam kalimat Pembukaan UUD 1945 alinea
keempat.
Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

• Landasan operasional politik luar negeri Indonesia


bebas aktif pada masa orde lama dinyatakan melalui
Maklumat Politik Pemerintah tanggal 1 November
1945 yang isinya adalah :
a. Politik damai dan hidup berdampingan secara damai
b. Tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri
negara lain
c. Politik bertetangga baik dan kerjasama dengan
semua negara di bidang ekonomi, politik dan lain-lain;
serta selalu mengacu pada piagam PBB dalam
melakukan hubungan dengan negara lain.
Landasan Ideal dan Konstitusional Politik
Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif
• Pada masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965 landasan operasional
politik luar negeri Indonesia berdasarkan UUD 1945 yang terdapat
dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama, pasal 11 dan pasal 13
ayat 1 dan 2 UUD 1945, Amanat Presiden yang berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita” pada 17 Agustus 1959 atau dikenal sebagai
“Manifesto Politik Republik Indonesia”
• Pada masa Orde Baru, keluar landasan operasional politik
luar negeri indonesia yaitu :
a. Ketetapan MPRS no. XII/ MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966
b. Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973
• Pasca-Orde Baru atau dikenal dengan periode Reformasi yang
dimulai dari masa pemerintahan B.J. Habibie secara substansif
landasan operasional politik luar negeri Indonesia dapat dilihat
melalui Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999
tentang garis-garis besar haluan negara dalam rangka mewujudkan
tujuan nasional periode 1999-2004
Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar
Negeri Indonesia Bebas Aktif
• Ketetapan ini juga menetapkan sasaran-sasaran yang harus dicapai
dalam pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri, yaitu:
1. Menegaskan kembali pelaksanaan politik bebas dan aktif menuju
pencapaian tujuan nasional;
2. Ikut serta di dalam perjanjian internasional dan peningkatan kerja sama
untuk kepentingan rakyat Indonesia;
3. Memperbaiki performa, penampilan diplomat Indonesia dalam rangka
suksesnya pelaksanaan diplomasi pro-aktif di semua bidang;
4. Meningkatkan kualitas diplomasi dalam rangka mencapai pemulihan
ekonomi yang cepat melalui intensifikasi kerja sama regional dan
internasional
5. Mengintensifkan kesiapan Indonesia memasuki era perdagangan bebas;
6. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga;
7. Mengintensifkan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam
kerangka ASEAN dengan tujuan memelihara stabilitas dan kemakmuran
di wilayah Asia Tenggara.
Politik Luar Negeri Bebas
Aktif dan Pelaksanaannya
Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif
• Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia belum memiliki rumusan yang jelas mengenai bentuk
politik luar negerinya.
• Dalam perang dingin yang sedang berkecamuk , Indonesia memilih
sikap tidak memihak kepada salah satu blok yang ada.
• Secara resmi politik luar negeri Indonesia baru mendapatkan
bentuknya pada saat Wakil Presiden Mohammad Hatta memberikan
keterangannya kepada BP KNIP, bahwa Indonesia berkeinginan
untuk tidak memihak salah satu blok yang ada pada saat itu. Bahkan
bercita-cita untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi atau
minimal meredakan perang dingin yang ada dengan cara bersahabat
dengan semua negara
• Sikap inilah yang kemudian menjadi dasar politik luar negeri
Indonesia yang disebut Bebas Aktif, “aktif“ dalam usaha memelihara
perdamaian dan meredakan pertentangan yang ada di antara dua
blok tersebut dengan cara “bebas“ mengadakan persahabatan dengan
semua negara atas dasar saling menghargai.
Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi
Parlementer 1950-1959
• Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia
pasca kemerdekaan hingga tahun 1950an lebih ditujukan
untuk menentang segala macam bentuk penjajahan di atas
dunia, termasuk juga untuk memperoleh pengakuan
internasional atas proses dekolonisasi yang belum selesai
di Indonesia, dan menciptakan perdamaian dan ketertiban
dunia melalui politik bebas aktifnya.
• Sejak pertengahan tahun 1950 an, Indonesia telah
memprakarsai dan mengambil sejumlah kebijakan luar negeri
yang sangat penting dan monumental, seperti, Konferensi
Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Sedangkan
implementasinya politik BebasAktif adalah keikutsertaan
Indonesia dalam Gerakan Non-Blok (GNB) atau (Non-
Aligned Movement/ NAM).
Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno
(Demokrasi Terpimpin)
• Politik luar negeri Indonesia pada masa ini bersifat
revolusioner. Presiden Soekarno untuk
mempromosikan Indonesia ke dunia internasional
melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom
(nasionalis, agama dan komunis) diharapkan dapat
beraliansi untuk mengalahkan Nekolim (Neo
Kolonialisme dan Imperialisme). Terlihat adanya
pergeseran arah politik luar negeri Indonesia yakni
condong ke Blok komunis.
• Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik
baru berkaitan dengan sikap konfrontasi penuhnya
terhadap imperialisme dan kolonialisme. Yaitu “Oldefos”
(Old Established Forces) dan “Nefos” (New Emerging
Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno
(Demokrasi Terpimpin)
Forces).
• Politik Mercusuar, bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang
mampu menerangi jalan bagi Nefos di seluruh dunia, terlihat dari
pembentukan poros Jakarta – Peking yang membuat Indonesia semakin
dekat dengan negara sosialis dan komunis.
• Faktor dibentuknya poros ini antara lain, pertama, karena konfrontasi
dengan Malaysia menyebabkan Indonesia membutuhkan bantuan
militer dan logistik karena Malaysia mendapat dukungan penuh dari
Inggris.
• Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin juga ditandai dengan
usaha keras Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di
dunia internasional melalui beragam konferensi internasional yang
diikuti Indonesia. Soekarno dengan gencar melancarkan politik luar
negeri aktif namun tidak diimbangi dengan kondisi perekonomian dalam
negeri yang pada kenyatannya morat- marit akibat inflasi yang terjadi.
• Hal inilah yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab krisis
politik dan ekonomi Indonesia pada masa akhir pemerintahan
Demokrasi Terpimpin.
Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde
Baru
• Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan
luar negeri Indonesia. dalam segala bidang. Pada masa pemerintahan
Soeharto, Indonesia lebih memfokuskan pada pembangunan sektor
ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan secara
baik, tanpa adanya stabilitas politik keamanan dalam negeri maupun
di tingkat regional. Pemikiran inilah yang mendasari Presiden
Soeharto mengambil beberapa langkah kebijakan politik luar negeri
(polugri), yaitu membangun hubungan yang baik dengan pihakpihak
Barat dan “good neighbourhood policy” melalui Association South
East Asian nation (ASEAN). Tujuan utama politik luar negeri
Soeharto pada awal penerapan New Order (tatanan baru) adalah
untuk memobilisasi sumber dana internasional demi membantu
rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan, serta untuk
menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan
Indonesia untuk berkonsentrasi pada agenda domestiknya.
Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde
Baru
• Beberapa sikap Indonesia dalam melaksanakan politik luar negerinya
antara lain;
1. Menghentikan konfrontasi dengan Malaysia. Upaya mengakhiri
konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan agar Indonesia mendapatkan
kembali kepercayaan dari Barat dan membangun kembali ekonomi
Indonesia melalui investasi dan bantuan dari pihak asing.
2. Indonesia terlibat aktif membentuk organisasi ASEAN bersama dengan
Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. ASEAN dijadikan barometer
utama pelaksanaan kerangka politik luar negeri Indonesia.
3. Presiden Soeharto memakai Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC)
untuk memproyeksikan posisi kepemimpinan Indonesia.
4. Indonesia masuk sebagai anggota negara-negara produsen atau
penghasil minyak dalam OPEC. OPEC menjadi barometer pelaksanaan
kebijakan luar negeri Indonesia dalam hal stabilitas perekonomian dunia.
Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Reformasi
• Orientasi politik luar negeri Indonesia di awal reformasi masih sangat
dipengaruhi oleh kondisi domestik akibat krisis multidimensi akibat transisi
pemerintahan. Perhatian utama politik luar negeri Indonesia diarahkan pada
upaya pemulihan kembali kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia
serta memulihkan perekonomian nasional. Politik luar negeri Indonesia saat itu
lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan politik domestik daripada politik
internasional.
• Pada masa awal reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden.
B.J.Habibie, beliau berhasil menarik simpati dari Dana Moneter
Internasional/International Monetary Funds (IMF) dan Bank Dunia untuk
mencairkan program bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi. Pada masa
pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, hubungan RI dengan negara-
negara Barat mengalami sedikit masalah setelah lepasnya TimorTimur dari
NKRI. Diplomasi yang dilakukan pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid
berkonteks kepentingan nasional. Selanjutnya, pada awal pemerintahan
Megawati, suasana politik dan keamanan menjadi sejuk dan kondusif. Presiden
Megawati juga lebih memprioritaskan diri untuk mengunjungi wilayah-wilayah
konflik di Tanah Air seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya, Kalimantan Selatan atau
Timor Barat.
Peran Indonesia Dalam
Upaya Menciptakan
Perdamaian Dunia
Pelaksanaan Konferensi Asia dan Afrika (KAA) 1955

• Latar Belakang
- Perbedaan ideologi blok barat (USA) dan
blok timur (Uni Soviet).
- Pergolakan karena masih adanya penjajahan
di Asia – Afrika.
- Kurang berhasilnya PBB menangani
masalah kedamaian Dunia.
• Awal mula diadakannya KAA

Pada tahun 1954 perdana menteri Sri Lanka (Sir Jhon


Kotelawa) mengundang perdana menteri Birma (U Nu),
India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali
Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) untuk
mengadakan pertemuan informal untuk membahas
kepentingan bersama, yang akhirnya dikenal dengan
istilah Konferensi Kolombo. Ada suatu hal menarik yang
menjadi motivasi diadakannya KAA yaitu pernyataan
yang diajukan oleh Perdana Menteri Indonesia yang
isinya mengajak kelima negara tersebut untuk
mengadakan pertemuan yang lebih luas yang diikuti
oleh negara-negara Asia dan Afrika.
• Pra Pelaksanaan KAA

Setelah usulan Ali Sastroamidjojo diterima peserta


konferensi Kolombo, pada pertemuan selanjutnya Menteri Luar
Negeri Indonesia Mr. Sunario membawa bahan hasil
perumusan yang diajukan Pemerintah Indonesia. Bahan tersebut
didapatkan dari hasil rapat seluruh delegasi Indonesia di negara
Asia dan Afrika yang dilaksanakan di Bogor. Kemudian usulan ini
diterima dan pada tanggal 28 – 29 Desember 1954 kelima negara
tersebut mengadakan pertemuan yang membahas persiapan KAA.
Pertemuan yang juga diadakan di Bogor ini dikenal dengan istilah
Konferensi PancaNegara. Selanjutnya kelima negara tersebut
menjadi penyelenggara sekaligus sponsor untuk mengundang 25
yang akan mengikuti KAA, ke-25 negara tersebut adalah
Afganistan, Kamboja, Federasi Afrika Tengah, RRT, Mesir,
Ethiopia, Pantai Emas, Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Libabon,
Liberia, Libya, Nepal, Filipina, Saudi Arabia, Sudan, Syiria,
Thailand, Turki, Vietnam Utara dan Selatan serta Yaman.
• Pelaksaan KAA 1955

Surat undangan mengikuti KAA dikirimkan kepada 25


negara Asia dan Afrika pada tanggal 15 Januari 1955.
Namun ada satu negara yang menolak mengikuti KAA
yaitu Konfederasi Afrika Tengah yang saat itu masih
dikuasai orang bekas jajahannya. Walaupun masih ada
perasaan ragu ke-24 negara lainnya tiba di Bandung
pada 16 April 1955 melalui Jakarta. Sehingga pada
tanggal 18 April 1955 KAA resmi dibuka oleh Presiaden
Indonesia Ir. Soekarno pukul 09.00 WIB. Kemudian
rapat selanjutnya dipimpin oleh Ketua Konferensi yaitu
PM Indonesia Ali Sastroamidjojo.
• Hasil Konferensi Asia – Afrika

Dari sidang yang dipimpin oleh Perdana Menteri Indonesia KAA yang dilaksanakan
di Bandung menghasilkan suatu kesepakatan yang dikenal dengan istilah Dasasila
Bandung yang isinya:
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan, serta asas-asas
kemanusiaan yang termuat dalam piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas territorial semua bangsa.
3. Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa
besar maupun kecil.
4. Tidak campur tangan dalam soal-soal dalam negara lain.
5. Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara
sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
6. Tidak melakukan tekanan terhadap negara-negar lain.
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi terhadap integritas
territorial dan kemerdekaan negara lain.
8. Menyelesaiakan segala perselisihan Internasional dengan jalan damai seperti
perundingan, persetujuan dan lain-lain yang sesuai dengan piagam PBB.
9. Memajukan kerjasama untuk kepentingan bersama.
10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban Internasional.
• Pasca Dilaksanakannya KAA

Setelah diadakanya KAA di Bandung pada 1955 kelima


negara serta atas pertimbangan negara peserta
menganjurkan untuk melaksanakan pertemuan
berikutnya. Tetapi usaha untuk mewujudkannya
mengalami berbagai hambatan, seperti pada tahun 1964
yang rencana diadakan KAA di Aljazair terpaksa dibatalkan
karena terjadi pergantian pemerintahan. Namun
setidaknya KAA di Bandung telah berhasil menggalan
persatuan dan kerjasama di negara-negara Asia-Afrika baik
mengatasi masalah regional maupun Internasional.
Bahkan banyak negara-negara yang merdeka di kawasan
Asia – Afrika.
Jiwa Bandung dengan Dasasilanya telah melahirkan faham
dunia ketiga atau “non Aligned” terhadap Dunia
pertamanya Wangsington dan Dunia keduanya Moscow.
Gerakan Non-Blok (GNB)/Non Align
Movement (NAM)
Pertarungan Blok
Barat dan Blok Lahirlah Gerakan
Timur untuk Non Blok (GNB)
memperluas wilayah yang dipelopori oleh
serta pengaruhnya 5 pemimpin negara Penyelenggaraa
n KAA tanggal
18 April 1955 di
Bandung
menjadi awal
pendeklarasian
GNB.
Para pemimpin dunia ketiga khawatir
di Asia, seperti Perang Korea dan Perang Vietnam dan sadar untuk tidak terseret dalam persaingan
kedua blok
Gerakan Non-Blok (GNB)/Non Align
Movement (NAM)
Tujuan GNB:
Prinsip-prinsip GNB:
• Tujuan ke dalam :
mengusahakan kemajuan
1. Saling menghormati
dan pengembangan
integritas teritorial dan
ekonomi, sosial, dan
kedulatan
politik yang jauh
2. Perjanjian non agresi
tertinggal dari negara
3. Tidak mengintervensi
maju
urusan dalam negeri • Tujuan ke luar : berusaha
negara lain
meredakan ketegangan
4. Kesetaraan dan
antara Blok Barat dan
keuntungan bersama
Blok Timur menuju
5. Menjaga perdamaian
perdamaian dan
keamanan dunia.
Misi Pemeliharaan Perdamaian
Garuda

Tujuan pengiriman •KONGA VIII


Kontingen Garuda
•KONGA IX
(KONGA)
•KONGA X
•KONGA XXI
•KONGA XI
•KONGA XXII
•KONGA XII
•KONGA XXIII
•KONGA XIII •KONGA XXIV
•KONGA I •KONGA XIV
•KONGA XXV
•KONGA II •KONGA XV
•KONGA XXVI
•KONGA III •KONGA XVI
•KONGA XXVII
•KONGA IV •KONGA XVII
•KONGA V •KONGA XVIII
•KONGA VI •KONGA XIX
•KONGA VII •KONGA XX
KONGA I (MESIR) KONGA III
•8 Januari 1957 – 29 KONGA II (KONGO)
(KONGO)
September 1957 •1960 - 1961
•1962 – 1963
•Mengamankan dan •Sebagai pasukan
•Sebagai pemelihara
mengawasi genjatan pemelihara
perdamaian PBB di
senjata di Mesir perdamaian PBB di
bawah misi UNOC
bawah misi UNOC

KONGA IV, KONGA V, KONGA VII (VIETNAM)


1973 – 1974
Meredakan perang saudara dan mengawasi gencatan senjata di Vietnam.
KONGA VI dan KONGA VIII (TIMUR TENGAH)
1973 – 1979
Misi perdamaian PBB di Timur Tengah pasca Perang Yom Kippur antara Mesir dan Israe

KONGA IX (IRAK – IRAN)


1988 – 1990
Meredakan konflik Irak – Iran dan Sebagai Pasukan pemelihara perdamaian PBB di baw
KONGA XI (IRAK –
KUWAIT) KONGA XII
KONGA X •1992 – 1995 (KAMBOJA)
(NAMIBIA) •Meredakan •1992 – 1993
•1989 pertikaian antara •Meredakan
•Sebagai Pasukan Irak dan Kuwait dan pertikaian antara
pemelihara sebagai pasukan golongan Khmer
perdamaian PBB di pemelihara Merah dan Norodom
bawah misi UNTAG perdamaian PBB di Sihanouk di bawah
bawah misi misi UNTAC
UNIKOM

KONGA XIII (SOMALIA)


1992
Meredakan konflik internal di Somalia di bawah misi UNOSOM
KONGA XIV (BOSNIA)
1993 – 1994
Meredakan konflik antara Bosnia dan Serbia di Semenanjung Balkan, petugas kesehata

KONGA XV (GEORGIA)
1994 – 2009
Sebagai Military Observer di bawah UNOMIG untuk mengawasi perjanjian damai antar
KONGA XVII
(FILIPINA)
•17 Juni1994 - 28
KONGA XVI
Desember 1994
(MOZAMBIK)
•sebagai pengawas KONGA XVIII
•1994
gencatan senjata (TAJIKISTAN)
•Misi perdamaian
setelah adanya • 1997
di bawah komisi
perundingan antara
PBB UNOMOZ
MNLF pimpinan Nur
Misuari dengan
pemerintah Filipina.

KONGA XIX (SIERRA LEONE)


1999 – 2002
Sierra Leonne untuk meredakan pertikaian antara pemerintah Sierre Leonne dengan pi
KONGA XX (KONGO)
2003 – 2005
Menjaga perdamaian di Kongo dan untuk melakukan misi pengamat militer (Military O

KONGA XXI (LIBERIA)


2003 – 2008
Menyelesaikan perang sipil dan memulihkan keamanan
KONGA XXII KONGA XXIII KONGA XXIV
(SUDAN) (LEBANON) (NEPAL)
•2008 – 2009 •2007 – 2011 •2007 – 2011
•Mewujudkan •Memelihara •Memelihara
perdamaian di perdamaian dan perdamaian dan
Sudan di bawah misi sebagai pengamat sebagai pengamat
UNMIS militer di bawah misi militer di bawah misi
UNIFIL UNMIN
KONGA XXV (LEBANON)
2008 – 2011
Misi perdamaian dunia Satgas POM TNI di bawah Force Commander of UNIFIL (FC asse

KONGA XXVI (LEBANON)


2008 – 2011
KONGA XXVII (DARFUR)
2008 – 2012
Sebagai misi pengamat militer (Military Observer) dan Satgas Military Staff
Pembentukan ASEAN
• Pada tanggal 5 Agustus 1967, lima negara dari
negara-negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia,
Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand
mengadakan pertemuan (Konferensi) di Bangkok
untuk mempromosikan kerjasama politik dan
ekonomi dan stabilitas regional. Konferensi tersebut
menghasilkan suatu persetujuan yang disebut
dengan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus
1967 yang melahirkan ASEAN.
• ASEAN adalah organisasi antar negara yang berada
di kawasan Asia Tenggara.
Pembentukan ASEAN
• Brunei bergabung pada tahun 1984, tak lama
setelah kemerdekaannya dari Inggris, dan
Vietnam bergabung dengan ASEAN sebagai
anggota ketujuh pada tahun 1995. Laos dan
Myanmar kemudian mengakui
keanggotaannya pada bulan Juli 1997. Disusul
Kamboja yang menjadi anggota kesepuluh
ASEAN pada tahun 1999.
Tujuan ASEAN Menurut Deklarasi Bangkok
1. Mempercepat petumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan
perkembangan kebudayaan dikawasan Asia Tenggara.
2. Memelihara perdamaian dan stabilitas dengan menjunjung tinggi
hukum dan hubungan antara negara-negara di Asia Tenggara.
3. Meningkatkan kerjasama dengan saling membantu untuk
kepentingan bersama di bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu
pengetahuan, dan Administrasi.
4. Memelihara kerjasama yang erat ditengah-tengah organisasi
regional dan internasional yang ada.
5. Meningkatkan kerjasama untuk memajukan pendidikan, latihan,
dan penelitian dikawasana Asia Tenggara.
6. Meningkatkan studi tentang masalah-masalah di Asia Tenggara.
7. Memelihara kerjasama yang erat dan bermanfaat dengan berbagai
organisasi internasional dan regional lain yang mempunyai tujuan
sama serta mencari kesempatan untuk menggerakan kerjasama
dengan mereka.
Tantangan ASEAN
• Masalah antara Malaysia dan Filipina menyangkut
Sabah, sebuah wilayah di Borneo/Kalimantan Utara.
• Persoalan hukuman mati dua orang anggota marinir Indonesia
di Singapura
• Kerusuhan rasialis di Malaysia
• Singapura sempat menampakan sikap kurang antusias
terhadap ASEAN
• Filipina dan Thailand sempat meragukan efektivitas
ASEAN dalam melakukan kerjasama kawasan.
• RRC menuduh bahwa ASEAN merupakan suatu proyek
“pemerintah fasis Indonesia” yang berupaya menggalang
suatu kelompok kekuatan di kawasan Asia Tenggara yang
menentang Cina dan komunisme.
• Jepang meramalkan ASEAN akan bubar dalam waktu
yang singkat.
Peran Indonesia dalam Perkembangan
ASEAN
• ASEAN semakin menunjukkan perkembangan yang
positif setelah dalam KTT pertama di Bali pada 1976
dibentuk Sekretariat Tetap ASEAN yang
berkedudukan di Jakarta.
• KTT ASEAN di Bali tahun 1977 telah berhasil
menetapkan prinsip-prinsip program kerja dalam usaha
bersama untuk menciptakan stabilitas politik,
memperat kerjasama ekonomi, sosial dan budaya.
• Dalam bidang perdagangan telah disepakati untuk
mengambil langkah-langkah bersama guna
mengadakan dialog dengan negara-negara Australia,
Kanada, Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Timur
Tengah, Eropa Timur, Masyarakat Ekonomi Eropa dan
berbagai kelompok negara lainnya.
• Indonesia berinisiatif menyelenggarakan konferensi
untuk menyelesaikan masalah Kamboja dalam rangka
mencegah semakin luasnya perang Vietnam.
• Melalui momentum terpilihnya Indonesia sebagai Ketua
ASEAN pada tahun 2011. Indonesia mulai mengarahkan
ASEAN untuk mencapai suatu komunitas ekonomi yang
kokoh di tahun 2015. Sebagai ketua ASEAN tahun 2011,
Indonesia menunjukan kepemimpinan dalam mendorong
tercapainya tiga prioritas. Pertama adalah kemajuan yang
signifikan dalam pencapaian komunitas ASEAN 2015. Kedua
adalah dipeliharanya kondisi kawasan Asia-Pasifik yang
aman dan stabil. Serta yang ketiga adalah menggulirkan visi
ASEAN untuk sepuluh tahun mendatang sesuai tema
“ASEAN Community in a Global Community of Nations”.
Perluasan Keanggotaan ASEAN
• Mengingat kepentingan geografis, ekonomis dan
politik yang strategis, sejak beberapa tahun belakangan
ini, ASEAN telah mencoba menjajaki perluasan
anggota kepada negara-negara tetangga di sekitar
ASEAN.
• Berikut ini adalah daftar negara-negara
perluasan keanggotaan ASEAN:
1. Bangladesh
2. Palau
3. Papua Nugini
4. Taiwan
5. Timor Leste

Anda mungkin juga menyukai