Anda di halaman 1dari 8

INDONESIA DALAM

PANNGUNG DUNIA
MUHAMMAD RIFKY
XII IPS 1
SEJARAH INDONESIA
LANDASAN IDEAL DAN KONSTITUSIONAL POLITIK
LUAR NEGERI INDONESIA BEBAS AKTIF

• Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan sebagai suatu negara yang
berdaulat. Setiap entitas negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya dengan
dunia internasional, baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya
• Landasan ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar
negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan sebagai pedoman dan pijakan
dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia. Mohammad Hatta menyebutnya sebagai salah satu
faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia. Kelima sila yang termuat dalam Pancasila, berisi
pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh
sendi kehidupan manusia. Hatta lebih lanjut mengatakan, bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor
objektif yang berpengaruh atas politik luar negeri Indonesia. Hal ini karena Pancasila sebagai falsafah
negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang berkuasa
di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila
Sedangkan landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea keempat”…. dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
Tujuan jangka pendek dan jangka panjang tidak terlepas dari sejarah Indonesia, sebagai
sosial….”
bangsa yang pernah mengalami penjajahan. Walaupun Indonesia sudah merdeka,
perjuangan untuk melenyapkan imperialisme belum berakhir, sebab negara-negara yang
dianggap imperialis dan kolonialis (Barat), masih ada dan berusaha menanamkan
pengaruhnya. Indonesia berusaha pula menghindari dari keberpihakan pada dua blok yang
bersengketa dan masuk menjadi anggota Non Blok. Pedoman Pelaksanaan Manifesto
Politik/Manipol Indonesia berdasarkan pada amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960
yang terkenal dengan nama “Djalanja Revolusi Kita”, yang menetapkan penegasan
mengenai cara-cara pelaksanaan Manipol di bidang politik luar negeri. Politik luar negeri
Indonesia tidak netral, tidak menjadi penonton dan tidak tanpa prinsip. Politik bebas tidak
sekedar “cuci tangan”, tidak sekedar defensif, tapi aktif dan berprinsip serta berpendirian.
Manipol, Djarek (Djalanja Revolusi Kita), merupakan embrio kelahiran serta doktrin baru,
yaitu dunia tidak terbagi dalam Blok Barat, Blok Timur dan Blok Asia Afrika/Blok ketiga.
Akan tetapi dunia terbagi menjadi dua Blok
yang saling bertentangan yaitu New Emerging Forces/Nefos
dan Old Established Forces/Oldefos. Nefos merupakan
kekuatan-kekuatan baru yang sedang bangkit. Sementara
Oldefos merupakan kekuatan-kekuatan lama yang sudah mapan.
Doktrin Nefos dan Oldefos menjadi dasar politik luar negeri
anti imperialis dan kolonialis yang lebih militan. Soekarno
mewujudkan gagasan Nefos dan Oldefos itu dengan suatu
strategi diplomasi yang agresif dan konfrontatif dengan negara-
negara Barat.
B. Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan
Pelaksanaannya
• 1. Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal
17 Agustus 1945, Indonesia belum memiliki rumusan yang jelas mengenai bentuk politik
luar negerinya. Akan tetapi pada masa tersebut politik luar negeri Indonesia sudah
memiliki landasan operasional yang jelas, yaitu hanya mengonsentrasikan diri pada tiga
sasaran utama yaitu; 1). Memperoleh pengakuan internasional terhadap kemerdekaan RI,
2). Mempertahankan kemerdekaan RI dari segala usaha Belanda untuk kembali bercokol di
Indonesia, 3). Mengusahakan serangkaian diplomasi untuk penyelesaian sengketa
Indonesia-Belanda melalui negosiasi dan akomodasi kepentingan, dengan menggunakan
bantuan negara ketiga dalam bentuk good offices ataupun mediasi dan juga menggunakan
jalur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
2. Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Parlermenter 1950-
1959 Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pasca
kemerdekaan hingga tahun 1950an lebih ditujukan untuk menentang
segala macam bentuk penjajahan di atas dunia, termasuk juga untuk
memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonisasi yang
belum selesai di Indonesia, dan menciptakan perdamaian dan ketertiban
dunia melalui politik bebas aktifnya. Usaha dekolonisasi yang dilakukan
oleh pihak Belanda dan Sekutu membuat Indonesia memberikan
perhatian ekstra pada bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang
telah digapai dan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Indonesia
dituntut untuk cerdas dalam menentukan strategi agar kemerdekaan
yang telah diraih tidak sia-sia.
3. Politik Luar Negeri Indonesia Masa (Demokrasi Terpimpin) Pada masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high
profile, yang diwarnai sikap anti-imperialisme dan kolonialisme yang tegas dan
cenderung bersifat konfrontatif. Pada era itu kepentingan nasional Indonesia adalah
pengakuan kedaulatan politik dan pembentukan identitas bangsa (national character
building). Kepentingan nasional itu diterjemahkan dalam suatu kebijakan luar
negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan international terhadap eksistensi
Indonesia sebagai bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat, sekaligus
menunjukan karakter atau identitas bangsa Indonesia pada bangsa-bangsa lain di
dunia internasional.
4. Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Orde Baru Pada masa awal Orde Baru
terjadi perubahan pada pola hubungan luar negeri Indonesia dalam segala bidang.
Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia lebih memfokuskan pada
pembangunan sektor ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan
secara baik, tanpa adanya stabilitas politik keamanan dalam negeri maupun di
tingkat regional. Pemikiran inilah yang mendasari Presiden Soeharto mengambil
beberapa langkah kebijakan politik luar negeri (polugri), yaitu membangun
hubungan yang baik dengan pihakpihak Barat dan “good neighbourhood policy”
melalui Association South East Asian Nation (ASEAN). Titik berat pembangunan
jangka panjang Indonesia saat itu adalah pembangunan ekonomi, untuk mencapai
struktur ekonomi yang seimbang dan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, pada
dasawarsa abad yang akan datang. Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada
awal penerapan New Order (tatanan baru) adalah untuk memobilisasi sumber dana
internasional demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan, serta
untuk menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan Indonesia
untuk berkonsentrasi pada agenda domestiknya.

Anda mungkin juga menyukai