Anda di halaman 1dari 42

Indonesia Dalam

Panggung Dunia
Present by kelompok 8
Anggota kelompok

01 Alice ceu
02 Fadly
M.Ramdani

03 I putu
Chandra 04 M. Muffti
Topik pembahasan
● Landasan Idiil dan Konstitusional Politik Luar Negeri
Indonesia Bebas Aktif

● Pelaksanaan Politik Luar Negeri Bebas Aktif

● Peran Indonesia dalam Menjaga Perdamaian Dunia


Landasan Idiil dan Konstitusional
Politik Luar Negeri Indonesia
Bebas Aktif
0
1
Landasan Idiil dan
Konstitusional Politik Luar
Negeri Indonesia Bebas Aktif
● Landasan idiil adalah ideologi dasar suatu negara yang memiliki kekuatan
hukum yang bersifat mengikat bagi lembaga pemerintahan maupun
masyarakat di negara tersebut. Landasan idiil selalu identik dengan ideologi
sebuah bangsa. Landasan Idiil dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
adalah Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Kelima sila
yang termuat dalam pancasila berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi
kehidupan manusia. Oleh karena itu, pancasila dijadikan sebagai pedoman dan
pijakan dalam melaksanaan politik luar negri Indonesia. Sedangkan landasan
konstitusional adalah sebuah landasan negara yang berkaitan erat
dengan semua aturan dan ketentuan ketatanegaraan suatu bangsa. Lnadasan
Konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

● Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada tujuan
nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia
ke-4 yang menyatakan: "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial
● Sejak awal kemerdekaan hingga orde lama, landasan operasional dari politik luar
negri Indonesia yang bebas aktif sebagian besar dinyatakan melalui maklumat dan
pidato- pidato Presiden Soekamo. Beberapa saat setelah kemerdekaan,
dikeluarkanlah Maklumat Politik Pemerintah tanggal 1 November 1945 yang
berisi: politik damai dan hidup berdampingan secara damai; tidak campur tangan
dalam urusan dalam negri negara lain; politik bertetangga baik dan kerja sama
dengan semua negara di bidang ekonomi, politik, dan lain-lain; serta selalu
mengacu pada piagam PBB dalam melakukan hubungan dengan negara lain.

● Selanjutnya pada masa Demokrasi Terpimpin 1959- 1965 landasan operasional


politik luar negeri Indonesia adalah berdasarkan UUD 1945 yang terdapat dalam
pembukaan UUD 1945 alenia pertama, pasal 11 dan pasal 13 ayat 1 dan 2 UUD
1945, amanat presiden yang berjudul "penemuan kembali Revolusi kita" pada 17
Agustus 1959 atau dikenal sebagai "Manifesto Politik Republik Indonesia".

● Pada masa Orde Baru, landasan operasional politik luar negeri Indonesia
kemudian semakin dipertegas dengan beberapa peraturan formal, diantaranya
adalah ketetapan MPRS No. XII/ MPRS/ 1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang
penegasan kembali landasan kebijaksanaan politik luar negri Indonesia.
TAP MPRS ini menyatakan bahwa sifat politik luar negeri Indonesia adalah:

1. Bebas Aktif, anti- imperialism dan kolonialisme dalam segala bentuk manifestasinya dan
ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan social.
● ●Selanjutnaya
2. Mengabdi kepada
landasan kepentingan
operasional nasional
kebijakan dan amanat
politik penderitaan
luar negri rakyat
RI dipertegas lagi dalam
ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tanggal 22 Maret
1973, yang berisi:

● 1. Terus melaksanakan politik luar negri yang bebas aktif dengan mengabdikannya
kepada kepentingan nasional, khususnya pembangunan ekonomi  

● 2. Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara


dan Pasifik Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini
mampu mengurus masa deapnnya sendiri melalui pembangunan ketahanan nasional masing-
masing, serta memperkuat wadah kerja sama antara negara anggota perhimpunan bangsa-
bangsa Asia Tenggara

● 3. Mengembangkan kerja sama untuk maksud maksud damai dengan semua negara
dan badan-badan internasional dan lebih meningkatkan perananya dalam membantu
bangsa bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaanya tanpa mengorbankan
kepentingan dan kedaulatan nasional
● Selanjutnya ketetapan ini juga menetapkan sasaran- sasaran yang harus dicapai
dalam pelaksanaan politik dan hubungan luar negri, yaitu:

● 1. Menegaskan kembali pelaksanaan politik bebas aktif menuju pencapaian tujuan nasional  

● 2. Ikut serta dalam perjanjian internasional dan peningkatan kerja sama untuk
kepentingan rakyat Indonesia  
● 3. Memperbaiki performa, penampilan diplomat Indonesia dalam rangka
menyukseskan pelaksanaan diplomasi pro-aktif di semua bidang

● 4. Meningkatkan kualitas diplomasi dalam rangka mencapai pemulihan ekonomi yang


cepat melalui intensifikasi kerja sama regional dan internasional

● 5. Mengintensifkan kesiapan Indonesia memasuki era perdangangan bebas

● 6. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga

● 7. Mengintensifkan kerja sama dengan negara- negara tetangga dalam kerangka


ASEAN dengan tujuan memelihara stabilitas dan kemakmuran di wilayah Asia Tenggara
02.Pelaksanaan Politik Luar
Negeri Bebas Aktif
Politik Indonesia bebas aktif  

Politik Bebas Aktif merupakan gagasan yang dicetuskan oleh


Mohammad Hatta dalam pidatonya yang bertajuk
"Mendayung di antara Dua Karang" pada 2 September
1948. Maksud dari politik luar negeri Indonesia yang bebas
aktif adalah Indonesia bebas menentukan sikap dan
kebijaksanaannya sendiri dalam menghadapi
permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri pada
kekuatan mana pun. Konsep politik luar negeri indonesia
yang bebas aktif merupakan gambaran dan usaha indonesia
untuk membantu terwujudnya perdamaian dunia.
Lahirnya politik luar negeri Indonesia bebas aktif bermula
dari akhir Perang Dunia II. Pasca perang, terbentuk dua
kubu besar yang saling bersaing dalam Perang Dingin,
yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat dipimpin
oleh Amerika Serikat dan beraliran liberal kapitalis,
sementara Blok Timur dipimpin oleh Uni Soviet yang
menganut paham komunis dan sosialis. Kedua blok ini
saling berseteru dengan menyebarkan ideologi masing-
masing yang dianut guna memengaruhi negara lain
selama Perang Dingin berlangsung. Melihat kondisi
politik internasional pada saat itu, Indonesia berusaha
supaya tidak terseret, kemudian Wakil Presiden
Mohammad Hatta dalam pidatonya yang bertanjuk
"Mendayung di antara Dua Karang" menawarkan
konsep politik luar negeri bebas aktif di Indonesia.
Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Parlementer  

Pada masa Demokrasi Parlementer (1950-1959), pemerintah Indonesia ingin


memperkuat eksistensi NKRI di kancah internasional melalui kebijakan-kebijakan
politik luar negeri. Kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi
Parlementer memiliki empat tujuan utama yaitu :

· Berusaha menghapuskan penjajahan di atas dunia sesuai dengan pembukaan


UUD 1945 alinea pertama
· Mendapatkan pengakuan kedaulatan dari dunia internasional
· Meruntuhkan sistem kolonial secara menyeluruh
· Menciptakan perdamaian dunia
Berikut beberapa kebijakan politik luar negeri Indonesia
pada masa Demokrasi Parlementer :
1. Konferensi Asia Afrika (KAA)
Untuk mengantisipasi potensi bahaya Perang Dingin, pada bulan April 1955 Indonesia mengambil
langkah politik luar negeri dengan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika yang dihadiri
oleh 29 negara Asia dan Afrika untuk menciptakan perdamaian dunia. Konferensi Asia Afrika
merupakan keberhasilan besar politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer
dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemimpin dunia karena mampu menyatukan
negara-negara berkembang untuk bersikap netral terhadap peristiwa Perang Dingin yang
sedang berlangsung pada masa itu.
2.Deklarasi Djuanda

Adalah kebijakan politik luar negeri di sektor maritim yang bertujuan untuk mempertahankan
negara Indonesia sebagai negara kesatuan dan juga untuk merubah batas laut teritorial
Indonesia. Deklarasi Djuanda dicetuskan pada masa pemerintahan kabinet Djuanda tahun
1957. Deklarasi Djuanda menyebutkan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di
antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi
Djuanda selalu disampaikan dalam forum internasional seperti UNCLOS (United Nations
Conference on The Law of The Sea) untuk mendapat pengakuan internasional. Deklarasi
Djuanda memberikan dampak luar biasa bagi perluasan wilayah perairan laut Indonesia.
Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin di Indonesia berlangsung dari tahun 1959-1965. Pelaksanaan politik


luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin didominasi oleh hasrat dan cita-
cita besar Soekarno,walaupun dalam pelaksanaannya dijalankan bersama
dengan pemimpin-pemimpin angkatan bersenjata. Soekarno tidak menyukai stabilitas,
ketertiban, dan hal-hal prediktif yang merupakan tujuan dari penguasa pra-kolonial.
Soekarno menginginkan sebuah revolusi yang berkesinambungan dan mobilisasi
massa. Politik luar negeri Indonesia yang diterapkan pada masa Demokrasi Terpimpin
adalah politik bebas–aktif.
Kebijakan politik luar negeri Indonesia didasarkan pada Manipol USDEK yang merupakan
akronim dari Manifesto Politik UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Penerapan politik bebas aktif pada masa
Demokrasi Terpimpin bersifat revolusioner dan radikal.Karakteristik dari politik luar
negeri Indonesia adalah kekuatan dan ketegasan. Diplomasi yang diajukan oleh Indonesia
harus direalisasikan dan bersifat tuntutan yang berfokus pada ketercapaian kepentingan
nasional. Sifat politik luar negeri bebas aktif Indonesia yang revolusioner dan ofensif dapat
dilihat melalui kebijakan pemerintah Indonesia dalam konflik internasional, sebagai
berikut:
•Pengembalian Irian Barat

Pada awalnya, Indonesia mengupayakan jalan diplomasi melalui tuntutan


terhadap Belanda untuk mengembalikan kawasan Irian Barat ke
Indonesia. Upaya diplomasi tersebut mengalami kegagalan, sehingga
Soekarno memutuskan untuk melakukan perang terbuka dengan
Belanda. Kebijakan Soekarno dalam penyelesaian masalah Irian
Barat menunjukkan ketegasan politik luar negeri Indonesia untuk
memperjuangkan kedaulatan NKRI secara utuh.
•Politik New Emerging Forces (NEFOS)
Gagasan politik NEFOS disampaikan oleh Soekarno pada KTT Non-Blok tahun 1961.
Penyampaian gagasan NEFOS merupakan realisasi dari pidato Soekarno ‘’Membangun Dunia
Kembali’’ yang bertujuan untuk melakukan konfrontasi penuh melawan kolonialisme dan
imperialisme. Dalam pidatonya, Soekarno menyatakan bahwa permasalahan internasional
merupakan dampak dari pertentangan antara kekuatan lama (OLDEFOS) dan kekuatan baru
yang berisi negara progresif (NEFOS). Soekarno mengajak negara-negara yang tergabung
dalam Gerakan Non-Blok untuk bersama-sama melawan dominasi OLDEFOS di dunia
Internasional. Ajakan tersebut mendapatkan penolakan dengan alasan menyalahi prinsip
dasar yang telah disepakati dalam pembuatan GNB.

· Konfrontasi Indonesia dan Malaysia


Indonesia menerapkan politik luar negeri yang konfrontatif terkait konflik dengan
Malaysia. Soekarno menganggap bahwa pendirian federasi Malaysia oleh Inggris
merupakan bentuk imperialisme baru (neo-imperialism) di kawasan Asia Tenggara
serta mengganggu ketertiban wilayah Indonesia. Untuk melawan neo-imperialism,
Soekarno memutuskan untuk keluar dari PBB dan melakukan operasi dwikora
terhadap Malaysia
Politik Luar Negeri Indonesia Masa Orde Baru

Pemerintah Orde Baru secara resmi masih menggunakan politik bebas aktif
sebagai dasar untuk menjalankan politik luar negeri Indonesia. Penerapan politik
luar negeri bebas aktif pada masa Soeharto sangat bertolak belakang dengan
politik bebas-aktif masa Soekarno yang bersifat revolusioner dan konfrontatif.
Pemerintah Orde Baru menerapkan politik luar negeri yang low profile yang mana
berorientasi pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat melalui kerja sama
dengan negara lain. Kerja sama yang dilakukan ditujukan untuk mendapatkan
pinjaman modal dan penangguhan hutang luar negeri demi membantu pemulihan
krisis ekonomi Indonesia. Adam Malik sebagai menteri luar negeri Orde Baru
tahun 1966-1978 mengungkapkan bahwa, Indonesia akan membuka
hubungan seluas mungkin dengan dunia Internasional
Indonesia mulai memperbaiki citra dan hubungannya dengan cara kembali
bergabung dalam organisasi PBB serta mencetuskan konsep good
neighbourhood policy. Realisasi konsep politik good neighbourhood
policy dilakukan dengan cara membentuk ASEAN pada tahun 1967
bersama Thailand, Malaysia, Singapura dan Filiphina. Indonesia juga
berusaha untuk memperbaiki citra di kalangan bangsa Barat malalui
program pelunasan hutang, politik pintu terbuka dan program kerja
sama ekonomi pada tahun 1966-1967. Kebijakan tersebut bertujuan
untuk mendapat kepercayaan dari negara-negara atau lembaga
keuangan internasional saat pemerintah Orde Baru mengajukan
peminjaman baru sebagai modal untuk mengatasi permasalahan
ekonomi dalam negeri. Agenda politik luar negeri Orde Baru pada
tahun 1980-an didominasi dengan upaya menunjukan eksistensi
Indonesia pada tingkat Internasional.
Politik Luar Negeri Indonesia Masa
Reformasi
Politik luar negeri Indonesia pada masa reformasi bertujuan untuk mengatasi krisis di
segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Semangat demokrasi dan liberalisasi
sangat terlihat dalam pembuatan kebijakan politik luar negeri Indonesia pasca
reformasi. Berikut kondisi politik luar negeri yang dilakukan oleh Indonesia masa
reformasi:
•Masa BJ Habibie
Pada awal reformasi, BJ Habibie menerapkan kebebasan pers dan liberalisasi partai
politik demi memulihkan kepercayaan dunia internasional terhadap pemerintah
Indonesia. Selain itu, Habibie juga bekerja sama dengan organisasi Multilateral
seperti CGI, IMF, World Bank, ADB dan ILO untuk realisasi reformasi
pembangunan ekonomi Indonesia. Habibie memberikan pilihan terhadap rakya
Timor Timur untuk merdeka agar tidak menjadi persoalan berat Indonesia pada
masa mendatang.
•Masa Abdurrahman Wahid
Pada masa pemerintahan Abdurahman Wahid (Gus Dur), politik luar negeri yang diterapkan Indonesia
adalah diplomasi persatuan. Kebijakan tersebut berupa kunjungan perjalanan internasional Gus Dur
menuju lebih dari 80 negara untuk memperoleh dukungan internasional terhadap wilayah kedaulatan
Indonesia yang sedang menghadapi masalah disintegrasi bangsa. Melalui diplomasi persatuan, Gus Dur
mampu mendapat dukungan dan pengakuan atas integrasi nasional Indonesia dari pemimpin negara
ASEAN, Jepang, RRC dan negara Timur Tengah.
•Masa Megawati
Diplomasi ke negara-negara lain juga diterapkan pada masa pemerintahan Megawati tahun 2001-2004.
Megawati tercatat melakukan 6 kali pergi ke luar negeri untuk mengunjungi 27 negara. Kunjungan
tersebut bertujuan untuk mendapatkan kepercayaan internasional dalam masalah disintegrasi
bangsa dan kasus pelanggaran HAM terkait gerakan separatisme daerah.
•Masa Susilo Bambang Yudhoyono

Dalam jurnal Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Politik Luar Negeri Indonesia
(2016) karya R.S Inayati, Presiden SBY berusaha menggunakan kharisma pribadinya dalam
melaksanakan politik luar negeri Indonesia. Indonesia sukses menyelesaikan beberapa masalah
internasional seperti kasus Ilegal logging, kekerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia dan
masalah perbatasan di kepulauan Ambalat. Selain itu, politik luar negeri Indonesia masa SBY
juga berusaha untuk meningkatkan aktivitas perdagangan dan investasi tingkat internasional.
03.Peran Indonesia dalam Menjaga
Perdamaian Dunia
Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI)
ikut berperan dalam menciptakan
perdamaian dunia. Peran Serta Indonesia
dalam perdamaian dunia adalah amanat
pembukaan undang-undang dasar negara
RI tahun 1945 alinea ke-4 yaitu dalam
rangka mewujudkan perdamaian dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Berikut beberapa
upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam
menjaga dan menciptakan perdamaian
dunia
Konfrensi Asia-Afrika
pada 28 April - 2 Mei 1954 diadakan Konferensi Kolombo yang diselenggarakan di
Srilanka. Adapun perwakilan negara peserta Konferensi Kolombo: Sir John
Kotelawala-Sri Lanka, Ali Sastroamidjojo- Indonesia, U
Nu-burma/myanmar, Jawaharlal Nehru-India, M. Ali Bogra-Pakistan. Pada
konferensi ini perwakilan dari Indonesia mengusulkan agar diadakan
konferensi yang lebih besar dengan peserta mencakup negara-negara di Asia
dan Afrika. Menanggapi usulan tersebut, pada 28-29 Desember 1954 diadakan
konferensi lanjutan (konferensi Panca Negara) di Bogor, Jawa Barat. Hasil dari
konferensi ini adalah ditunjuknya Indonesia sebagai tuan rumah
dari Konferensi Asia Afrika (KAA) yang nantinya akan diselenggarakan pada 18
– 24 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat.
KAA merupakan sebuah konferensi yang diikuti negara Asia dan Afrika dan
dilaksanakan sebagai upaya konkrit untuk menyadarkan bangsa bangsa Asia
Afrika agar tidak terpengaruh oleh perang dingin. Konferensi Asia Afrika juga
mengajak semua peserta yang hadir untuk selalu mengedepankan cara cara
damai untuk menyelesaikan suatu persoalan
Latar Belakang KAA
1. Adanya perang dingin yg membuat konflik di beberapa daerah
Setelah PD II, antara blok barat (liberalisme-kapitalisme) yg dipimpin oleh Amerika Serikat dan blok
timur (sosialisme-komunisme) yang dipimpin oleh Uni Soviet. perang dingin yg menyebabkan
berbagai konflik dibeberapa wilayah seperti di Semenanjung Korea, dan Indo-China sehingga
keamanan dunia diragukan.

2. Banyak negara-negara Asia dan Afrika belum merdeka


namun ternyata tidak berhasil membuat kondisi dunia lebih damai. Alasannya adalah membuat
perjanjian perdamaian antara pihak-pihak yang bersitegang sangat sulit untuk dilakukan karena
adanya pembagian dunia ke dalam blok -blok yang bermusuhan. Hal ini membuat PBB tidak
bisa merealisasikan misi mereka untuk perdamaian dunia pada saat itu.
namun ternyata tidak berhasil membuat kondisi dunia lebih damai. Alasannya adalah membuat
perjanjian perdamaian antara pihak-pihak yang bersitegang sangat sulit untuk dilakukan karena
adanya pembagian dunia ke dalam blok -blok yang bermusuhan. Hal ini membuat PBB tidak
bisa merealisasikan misi mereka untuk perdamaian dunia pada saat itu.

Dari latar belakang ini, muncul kesadaran dari negara-negara yang sudah merdeka maupun yang
masih berjuang memperoleh kemerdekaannya untuk memulihkan keadaan dunia yang rawan
dilanda konflik dan mencoba menyelesaikan permasalahan yang terjadi dunia pada saat itu,
khususnya bagi negara negara di benua Asia dan benua Afrika
Hasil Akhir KAA (Isi Komunike Terakhir):

1. Kerjasama ekonomi
2. Kerjasama budaya  
3. Hak asasi manusia  
4. Hak untuk menentukan nasib sendiri
5. Masalah koloni  
6. Deklarasi dalam mempromosikan perdamaian dunia dan kerjasama internasional
· Hasil KAA yg diselenggarakan pada 1955 terangkum dalam Dasasila Bandung:
1. Penghormatan terhadap hak asasi manusia yang fundamental dan tujuan dan prinsip prinsip dalam
Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua negara.  
3. Mengakui Kesetaraan semua ras dan Kesetaraan semua bangsa.
4. Tidak ada intervensi dalam urusan internal negara lain.
5. Menghormati hak masing masing negara untuk membela diri sendiri atau bersama-sama.
6. Menghindari penggunaan peraturan plat tahanan kolektif untuk melayani kepentingan khusus dari
salah satu negara besar.
7. Menahan diri dari tindakan atau ancaman kekerasan terhadap integritas wilayah.
8. Menyelesaikan semuainternasional internasional dengan cara damai.
9. Promosi untuk kepentingan bersama dan kerjasama.
10. Menghormati keadilan dan kewajiban internasional.
Gerakan Non-Blok (GNB)
GNB adalah suatu gerakan yang bersifat netral tidak memihak kepentingan dua
blok besar yang sedang terlibat persaingan idiologi dalam perang dingin
yaitu blok Barat dan Timur. GNB ini diikuti oleh 120 negara yang
menganggap dirinya tidak tergabung dalam blok kekuatan besar manapun.
Pelopor berdirinya GNB:
1. Josip Broz Tito – Presiden Yogoslavia
2. Soekarno – Presiden Indonesia
3. Gamal Abdul Nasser – Presiden Mesir
4. Pandit Jawaharlal Nehru – Perdana Menteri India
5. Kwame Nkrumah - Ghana
·
GNB bermula dari sebuah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika atau Konferensi
Asia-Afrika (KAA), sebuah konferensi yang diadakan di Bandung, tahun 1955.
Konferensi ini dihadiri oleh pemimpin negara dari 29 negara berkembang di Asia-Afrika.
Konferensi ini mendiskusikan tentang masalah-masalah yang dihadapi negara-negara
bekas koloni Barat yang baru saja berkembang. 
Namun KAA saja tidak cukup. Karena ada negara berkembang yang baru merdeka juga,
yaitu Yugoslavia yang berada di luar Asia-Afrika.
Maka setelah KAA Bandung, pada 1956 ada pula Deklarasi Brijuni yang digelar di Pulau
Brijuni, Yugoslavia.
Deklarasi tersebut ditandatangani Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, Perdana Menteri
India Jawaharlal Nehru, dan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser.
Setelah Perang Dunia II, AS dan Uni Soviet mengalami Perang Dingin. Perang Dingin adalah
ketegangan plitik yang terjadi antara Barat (AS dan Sekutu NATO) dengan Uni Soviet
dan negara satelitnya.
Yang menjadi sasaran adalah negara-negara berkembang yang baru merdeka, seperti
Indonesia dan India. Lahirnya GNB ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran para
pemimpin negara dunia terutama dari Asia-Afrika terhadap munculnya ketegangan
dunia karena adanya persaingan antara Blok Barat (Amerika) dan Blok Timur (Uni
Soviet)
Tujuan:
Untuk meredakan ketegangan dunia akibat pengaruh Amerika Serikat (blok Barat) dan Uni Soviet
( blok Timur) dalam perang dingin, mengupayakan hak untuk menentukan nasib sendiri,
kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas negara anggota. Selain itu Gerakan Non-Blok
juga menentang apartheid, dan tidak memihak pakta militer manapun. Gerakan ini juga menolak
segala macam bentuk imperialisme dan kolonialisme serta mendukung pelucutan senjata dan tidak
mencampuri urusan negara lain. Dibidang ekonomi, gerakan ini berkomitmen dalam pembangunan
ekonomi-sosial, restrukturisasi perekonomian internasional, serta kerjasama atas dasar persamaan
hak

· Pelaksanaan:
Untuk mengatasi kekhawatiran ini, pada 1-6 September 1961 diadakanlah konferensi tingkat tinggi
atau KTT di Beograd, Yugoslavia yang menghasilan keputusan tentang Gerakan Non-Blok atau
GNB. Dalam sejarahnya, GNB pernah menyelenggarakan 16 kali konferensi, dimana salah satunya
pernah diselenggarakan di Indonesia sebagai tuan rumah KTT GNB X pada 1-7 September 1992.
Hasil KTT GNB X:
1. Kesepakatan bersama yang dikenal sebagai Jakarta Message, yaitu kesepakatan tentang kerjasama
ekonomi diantara anggota GNB.
2. Memutuskan bahwa Indonesia akan menjadi ketua GNB periode 1992-1995.
· Peran Indonesia :
1. Pelopor atau pendiri GNB
2. Tuan rumah KTT GNB X
3. Menjabat sebagai ketua GNB periode 1992-1995
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
ASEAN adalah organisasi geopolitik dan ekonomi dari negara-negara di
kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, Thailand pada tanggal 8 Agustus 1967.
Dipelopori oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.  
Latar Belakang :
Adanya keinginan kuat dari para pendiri untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara
yang damai, aman, stabil dan sejahtera. Hal tersebut mengemuka akibat situasi perang
dingin antara Amerika Serikat dengan Rusia yang secara tidak langsung membawa
dampak stabilitas keamanan pada negara-negara di Asia Tenggara. Lalu, pada era 1960-an
kawasan Asia Tenggara juga dihadapkan pada situasi rawan konflik, yaitu perebutan
pengaruh ideologi negara-negara besar dan konflik antar negara di kawasan. Apabila
dibiarkan, hal itu dapat mengganggu stabilitas kawasan sehingga menghambat
pembangunan. Setelah menemukan kesamaan, akhirnya negara pendiri memutuskan untuk
bertemu di Bangkok pada 8 Agustus 1967 membahas berbagai persoalan dan solusi untuk
masalah yang timbul di kawasan Asia Tenggara. ASEAN dibentuk karena adanya persamaan
latar belakang antara negara-negara anggota.
Tujuan :
Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan
sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan
perdamaian dan kestabilan di tingkat regional, serta meningkatkan kesempatan
untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan cara yang damai.
Prinsip-prinsip utama ASEAN adalah sebagai berikut:
1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesamaan, integritas wilayah nasional,
dan identitas nasional setiap negara
2. Hak untuk setiap negara untuk memimpin kehadiran nasional bebas daripada
campur tangan, subversif atau koersi pihak luar
3. Tidak mencampuri urusan dalam negeri sesama negara anggota
4. Penyelesaian perbedaan atau perdebatan dengan damai
5. Menolak penggunaan kekuatan yang mematikan
6. Kerja sama efektif antara anggota
Peranan Indonesia dalam ASEAN antara lain ialah sebagai berikut:
1. Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN.
Indonesia sebagai salah satu pemimpin ASEAN. Indonesia pernah berkali-kali menjadi
pemimpin ASEAN, yaitu pada tahun 1976, 2003, dan 2011. Gaya kepemimpinan Indonesia
mampu menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan negara-negara di Kawasan Asia
Tenggara. Pada masa kepemimpinannya, Indonesia telah berhasil menyelenggarakan
serangkaian pertemuan seperti Asean Ministerial Meeting (Pertemuan Tingkat Menteri
ASEAN), danAsean Regional Forum (Forum Kawasan Asean), Pertemuan kementrian
kawasan yang membahas mengenai penanggulangan berbagai masalah yang terjadi, dan
lain sebagainya.

2. Indonesia sebagai Tuan Rumah KTT ASEAN.  


Indonesia telah mendapatkan kepercayaan untuk mengadakan beberapa kali Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN. Adapun KTT ASEAN yang pernah di selenggarakan di
Indonesia antara lain ialah KTT ASEAN ke-1 yang dilaksanakan pada 23 hingga 24 Februai
di Bali tahun 1976 .Dalam KTT tersebut terdapat kesepakatan tentang pembentukan
sekretariat ASEAN yang berpusat di Jakarta dengan Sekretaris Jendral (Sekjen)
pertamanya adalah putra Indonesia yang bernama H.R Dharsono, KTT ASEAN ke-9 yang
dilaksanakan pada 7 hingga 8 Oktober 2003 di Bali. Dalam KTT tersebut, Indonesia
mengusulkan pembentukan Komunitas Asean (Asean Community) yang mencakup bidang
ekonomi, sosial, budaya, serta keamanan,
3.Mampu menciptakan perdamaian di kawasan Asia Tenggara.

Indonesia telah banyak membantu menjaga perdamaian khususnya di


Kawasan Asia Tenggara, yaitu dengan membantu penyelesaian konflik-
konflik yang dialami oleh negara anggota ASEAN lainnya pada tahun
1987, Indonesia menjadi penengah saat terjadinya konflik antara
Kamboja dan Vietnam yang pada akhirnya pada tahun 1991 dalam
Konfrensi Paris, kedua negara tersebut menyepakati adanya perjanjian
damai. Indonesia menjadi penengah antara Moro National
Front Liberation (MNFL) dengan pemerintah Filiphina, yang pada
akhirnya kedua belah pihak tersebut sepakat untuk melakukan
perjanjian damai yang dilakukan pada pertemuan di Indonesia.
Misi Garuda
Lahirnya Kontingen Garuda atau disingkat KONGA, dilatarbelakangi oleh peristiwa proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Setelah Indonesia merdeka, Mesir mengadakan sidang menteri luar negeri bersama negara-negara Liga
Arab pada 18 November 1946. Dalam sidang tersebut, mereka menyatakan resolusi tentang pengakuan
kemerdekaan atas Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh.
Untuk menyampaikan pengakuan kemerdekaan ini, Sekretaris Jenderal Liga Arab, Abdurrahman Azzam
Pasya, mengutus Konsul Jenderal Mesir di India, Mohammad Abdul Mun'im, untuk berangkat ke
Indonesia.
Kedatangan mereka disambut baik oleh Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta pada 15 Maret 1947 di
Yogyakarta.Perwakilan ini dibentuk untuk merangkap misi diplomatik bagi seluruh negara Liga Arab.
Mesir sendiri sudah mendukung Indonesia sejak persengketaan antara Indonesia-Belanda berlangsung.
Untuk membalas kebaikan mereka, Presiden Soekarno melakukan kunjungan ke Mesir dan Arab Saudi
pada 1956.Pada 1956, Majelis Umum PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukan Inggris,
Perancis, dan Israel dari wilayah Mesir.Setelah itu, PBB membentuk United Nations Emergency Force
(UNEF) atau Pasukan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengakhiri Krisis Suez pada 7
November 1956.Indonesia menjadi negara yang mendukung keputusan ini dan untuk pertama kalinya
mengirim Kontingen Garuda I atau KONGA I ke Mesir dan Israel sebagai bagian dari Pasukan
Pemelihara Perdamaian PBB.
Latar belakang Indonesia mengirimkan Kontingen Garuda ke negara yang sedang berkonflik
adalah
untuk turut serta menjaga perdamaian dunia.Sejak 1957 hingga saat ini, Pasukan Garuda telah
dikirim ke berbagai negara di dunia.
Pada 8 Januari 1957, KONGA I dikirim ke Mesir, yang terdiri dari gabungan personel Resimen
Infanteri 15 Tentara Territorium (TT) IV/Diponegoro. KONGA I dipimpin oleh Letkol Infanteri
Hartoyo, yang kemudian digantikan oleh Letkol Infanteri Suadi Suromihardjo.
Pasukan KONGA I dibagi dalam dua pasukan, sebagian menuju ke Abu Suweir (Mesir) dan
sebagian lainnya lagi menuju perbatasan Israel dan Palestina.

•KONGA II
KONGA II beranggotakan 1.074 pasukan, yang dikirim ke Kongo pada 1960 di bawah pimpinan Letkol
Infanteri Solichin GP. Mereka bertugas sejak September 1960 hingga Mei 1961.
•KONGA III
Pada 1962, KONGA III dikirim ke Kongo, yang berada di bawah misi United Nations Operation in the
Congo (UNOC), di bawah pimpinan Brigjen TNI Kemal Idris dan Kol Inf Sobirin Mochtar
KONGA III terdiri dari 3.457 orang, yang meliputi Batalion 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit
Barisan, Batalion Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur.
KONGA III bertugas di Kongo hingga akhir tahun 1963.
KONGA IV
Pada 1973, KONGA IV dikirim ke Vietnam, yang berada di bawah misi International Comission
of Control and Supervision (ICCS), dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada
23 Januari 1973, pasukan KONGA IV yang berjumlah 294 orang diberangkatkan ke
Vietnam, yang terdiri dari anggota ABRI dan PNS Departemen Luar Negeri.
Tugas KONGA IV adalah untuk mencegah terjadinya berbagai pelanggaran, menjaga status
quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang, serta mengawali pertukaran
tawanan perang dalam Perang Vietnam.

KONGA V
Menyusul KONGA IV, KONGA V dikirim ke Vietnam pada 1973 di bawah misi ICCS yang
dipimpin oleh Brigjen TNI Harsoyo.

KONGA VI
KONGA VI bertugas di Timur Tengah di bawah misi UNEF, yang dipimpin oleh Kol Inf Rudini.
Tugas pokok KONGA VI adalah sebagai pasukan pemelihara perdamaian. Kontingen yang
berkekuatan 466 orang ini bertugas sejak 1973 selama sembilan bulan.
KONGA VII
Pada 1974, KONGA VII dikirim ke Vietnam, di bawah misi ICCS yang dipimpin oleh Brigjen
TNI S Sumantri.
KONGA VIII 
KONGA VIII dikirim ke Timur Tengah dalam rangka misi perdamaian PBB usai Perang Yom
Kippur antara Mesir dan Israel, yang terjadi sejak 6-26 Oktober 1973.
KONGA VIII, yang bertugas di daerah PBB di Semenanjung Sinai, menyelesaikan tugas
mereka dengan melakukan gencatan senjata di kilometer 101, disusul dengan keluarnya
Resolusi PBB 340.
KONGA IX
KONGA IX dikirim ke Iran-Irak dan bertugas selama dua tahun (1988-1990), yang setiap
periodenya dikomandoi oleh pemimpin yang berbeda.
KONGA IX/1 dipimpin oleh Letkol Inf Endriartono Sutarto
KONGA IX/2 dipimpin oleh Letkol Inf Fachrul Razi
KONGA IX/3 dipimpin oleh Letkol Inf Johny Lumintang
KONGA X

KONGA X dikirim ke Namibia pada 1989, berada di bawah misi UNTAG dan dipimpin oleh Kol
Mar Amin S.
KONGA IX bertugas selama lima periode ke Irak-Kuwait sejak 1992-1995.
KONGA IX/1 dipimpin oleh Letkol Inf Albert Inkiriwang, yang masa tugasnya berakhir
tanggal 23 April 1992.
KONGA IX/2 dipimpin oleh May CZI TP Djatmiko yang diberangkatkan tanggal 3 April
1992 dan kembali ke Tanah Air tahun 1993 setelah menyelesaikan tugasnya.
KONGA IX/3 dipimpin oleh May Kav Bambang Sriyono, beranggotakan enam orang.
Mereka diberangkatkan tanggal 19 April 1993 dan kembali ke Tanah Air pada 25
April 1994.
KONGA IX/4 bertugas tahun 1994, yang dipimpin oleh May Inf Muh Mubin
KONGA IX/5 bertugas tahun 1995, yang dikomandoi oleh May CPL Mulyono Esa.
KONGA XII dibagi ke dalam empat kelompok, dari A hingga D, yang bertugas di Kamboja sejak 1992
hingga 1993.
KONGA XII/A bertugas tahun 1992, yang dipimpin oleh Letkol Inf Erwin Sujono
KONGA XII/B dipimpin oleh Letkol Inf Ryamizard Ryacudu.
KONGA XII/C bertugas tahun 1993, yang dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi Chaidir.
KONGA XII/D bertugas tahun 1993, yang dipimpin oleh Letkol Inf Saptadji Siswaya dan Letkol Inf
Asril Hamzah Tanjung.Pasukan KONGA XII/D diberangkatan ke Kamboja pada 20 Januari 1993,
dengan jumlah 850 orang/
KONGA XIII dikirim ke Somalia pada 1992, di bawah misi United Nations Operation in
Somalia (UNOSOM) yang dipimpin oleh May Mar Wingky Soeindarwanto.
KONGA XIV dibagi ke dalam beberapa kelompok, yang masing-masing bertugas di wilayah
yang sama, yaitu Bosnia.
KONGA XIV/1: Letkol Inf Eddi Budianto (1993)
KONGA XIV/2: Letkol Inf Tarsis Kodrat (1994)
KONGA XIV/3: di bawah misi United Nations Protection Force (UNPROFOR) tahun 1994
KONGA XIV/4: Letkol Pol Drs Suhartono (1994)
KONGA XIV/5: Letkol Art Mazni Harun (1994)
KONGA XIV/A: Letkol CKM dr Heridadi (1994)
KONGA XIV/B: Letkol CKM dr Budi Utoyo (1994)
KONGA XIV/C: Letkol CZI Anwar Ende (1995)
KONGA XIV/7: dikirim ke Kroasia sejak 1996-1998 dipimpin oleh Mayor KAV Bernard
Agustin Silitonga
KONGA XV dikirim ke Georgia pada 1994, dalam misi United Nations Observer
Mission in Georgia (UNOMIG) di bawah pimpinan May Kav M Haryanto.
KONGA XV bertugas untuk mengawasi perjanjian damai antara Georgia dan
Abkhazia, yang berupaya memecahkan diri. Misi ini berakhir pada 2009.

KONGA XVI bertugas di Mozambik pada 1994, di bawah piminan May Pol Drs
Kuswandi, yang terdiri atas 15 pasukan.

KONGA XVI bertugas di Filipina sejak 17 Juni-28 Desember 1994, yang dipimpin
oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi.Mereka bertugas untuk mengawasi gencatan
senjata setelah perundingan antara MNLF pimpinan Nur Misuari dengan
Filipina.

KONGA XVIII bertugas di Tajikistan pada 1997, yang terdiri atas delapan perwira
TNI dan dipimpin oleh Mayor Can Suyatno.

KONGA XIX terbagi dalam empat periode yang bertugas sejak 1999-2002 di Sierra
Leone, Afrika Barat.
Tujuan Misi Garuda

Tujuan dari dibentuknya Misi Garuda ini adalah sebagai bukti konkret
adanya keterlibatan Indonesia dalam usaha mewujudkan perdamaian
dunia di berbagai belahan dunia. Pada akhirnya Pasukan Garuda ini
memiliki tugas sebagai “Peace Keeping Force”atau disebut juga
sebagai Pasukan Pemelihara Perdamaian di PBB. Tentu saja yang
berusaha menjaga perdamaian dunia ini nggak Cuma pasukan dari
Indonesia. Ada juga beberapa pasukan dari negara lain yang turut
terlibat dalam Pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB seperti India,
Australia, dan Kanada. Indonesia sendiri sekarang telah menduduki
peringkat ke-12 dari 125 negara yang mengirimkan pasukan mereka
untuk terlibat di peace keeping operations milik PBB secara jumlah.
Dan ternyata salah satu mantan presiden Indonesia, yakni Susilo
Bambang Yudhoyono menjadi satu-satunya presiden di dunia yang
pernah tergabung dalam Kontingen Garuda seperti yang dilansir
melalui Berita Satu.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai