Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

INDONESIA DALAM PANGGUNG DUNIA

DISUSUN OLEH :
NAMA : MULYATININGSIH
KELAS : XII-IPS 3
ABSEN : 20

SMA NEGERI 1 BANGSAL


TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat yang
diberikan-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Indonesia Dalam Panggung
Dunia” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini kami buat guna
memenuhi tugas Sejarah Indonesia.

Dalam kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi
terwujudnya makalah ini
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat bemanfaat bagi masyarakat
luas, dan dapat menambah wawasan pembaca. Pada akhirnya kritik dan saran
yang pembaca berikan untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini, kami
sangat hargai.

Mojokerto, 3 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Tujuan...................................................................................................... 1
1.3 Dasar Teori.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif..... 3
2.2 Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaanya.............................. 3
2.3 Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia............ 13
BAB III PENUTUP......................................................................................... 24
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 24
3.2 Saran........................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan
sebagai suatu negara yang berdaulat. Setiap identitas negara yang berdaulat
memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional,
baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya. Kebijakan
tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang dijalankan negara dan
merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya.
Indonesia menerapkan Sistem Politik Luar Negeri Bebas Aktif sejak awal
kemerdekaan hingga sekarang. Pelaksanaan Politik Luar Negeri di Indonesia
berbeda dari masa ke masa dan pelaksanaannya pun masih belum sepenuhnya
sesuai dengan istilah “Bebas dan Aktif”. Dalam Dunia Internasional, Politik
Luar Negeri sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena sebagai negara yang
berdaulat kita harus menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain agar
tercipta dan terjalin terjalin perdamaian dunia. Dalam hal ini Indonesia
memiliki banyak peranan penting dalam menciptakan dan menjaga stabilitas
perdamaian dunia dan ikut serta membantu negara-negara yang membutuhkan
bantuan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai
Politik Luar Negeri Indonesia dan pelaksanaannya (1945—sekarang).
2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai
Peran Indonesia dalam Organisasi dunia Internasional.
3. Pembaca dapat mengambil Hikmah dari penerapan politik luar negeri
bebas aktif dan partisipasi aktif Indonesia di panggung dunia.

1
1.3 Dasar Teori
Pada 2 September 1948, sebagai Wakil Presiden merangkap Perdana
Menteri dan Menteri Pertahanan Mohammad Hatta memberikan keterangan
kepada Badan Pekerja KNIP tentang kedudukan politik Negara Indonesia saat
itu RI menghadapi berbagai kesulitan yang tidak sedikit. Perundingan dengan
Belanda yang dimediasi oleh Komisi Tiga Negara dari PBB terputus. Dari
dalam negeri oposisi dari aksi Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin
oleh Muso menghebat.
Untuk menangkis serangan-serangan yang ditujukan kepada pemerintah
RI, diadakan sidang BP KNIP. Mengenai pertentangan antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet dalam perang dingin di masa itu, fraksi FDR PKI dalam Badan
Pekerja mendesak supaya RI memilih pihak Uni Soviet. Terkait desakan
tesebut, Hatta menyatakan bahwa politik RI tidak memilih pro ini atau pro itu,
melainkan memilih jalan sendiri untuk mencapai kemerdekaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Landasan Ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah
Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dijadikan sebagai pedoman, pijakan dalam
melaksanakan politik luar negeri Indonesia.Kelima sila yang termuat dalam
Pancasila. berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hal ini
karena Pancasila sebagai falsafah negara mengikat seluruh bangsa Indonesia,
sehingga golongan atau partai politik manapun yang berkuasa di Indonesia
tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang
dari Pancasila.
Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea keempat “…. dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial….”

2.2 Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaanya


2.2.1 Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Secara umum, Pengertian Politik Luar Negeri adalah suatu perangkat
yang formula, nilai, sikap dan arah serta sasaran untuk mempertahankan,
mengamankan dan memajukan kepentingan nasional dalam menjalin sebuah
kerja sama dengan Negara lain. Secara sederhana, pengertian politik luar
negeri adalah cara negara dalam berinteraksi dengan negara lain untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Politik luar negeri suatu negara lahir ketika
negara itu sudah dinyatakan sebagai suatu negara yang berdaulat. Setiap
entitas negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang mengatur

3
hubungannya dengan dunia internasional, baik berupa negara maupun
komunitas internasional lainnya. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari
politik luar negeri yang dijalankan negara dan merupakan pencerminan dari
kepentingan nasionalnya. Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat juga
menjalankan politik luar negeri yang senantiasa berkembang disesuaikan
dengan kebutuhan dalam negeri dan perubahan situasi internasional.
Politik luar negeri Indonesia disebut Politik bebas aktif karena politik
luar negeri Indonesia ditegaskan di atas dua prinsip, yakni bebas dan
aktif. Disebut dengan bebas karena politik luar negeri indonesia terbebas dari
pengaruh negara negara atau kekuatan asing, atau bebas menentukan sikap
apapun tetapi sikap yang didasarkan atas ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Meski demikian, Indonesia tidak tinggal diam dengan maslaah masalah dunia
yang muncul. Bersama Perserikatan bangsa bangsa (PBB) dan organisasi
organisasi dunia lainya, Indonesia turut aktif dalam mewujudkan perdamaian
dunia. Indilah yang dimaksud dengan Prinsip Aktif. 
Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada
tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 alinea keempat yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial”

2.2.2 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Palementer 1950-


1959
Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pasca
kemerdekaan hingga tahun 1950an lebih ditujukan untuk menentang
segala macam bentuk penjajahan di atas dunia, termasuk juga untuk
memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonisasi yang
belum selesai di Indonesia, dan menciptakan perdamaian dan ketertiban
dunia melalui politik bebas aktifnya. Pada waktu itu Indonesia berusaha
keras untuk mendapatkan pengakuan dunia internasional dengan cara

4
diplomasi. Keberhasilan Indonesia mendapatkan pengakuan dunia
internasional melalui meja perundingan ini menjadi titik tolak dari
perjuangan diplomasi Indonesia mencapai kepentingannya.
Sejak pertengahan tahun 1950 an, Indonesia telah memprakarsai
dan mengambil sejumlah kebijakan luar negeri yang sangat penting dan
monumental, seperti, Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun
1955. Konsep politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif merupakan
gambaran dan usaha Indonesia untuk membantu terwujudnya
perdamaian dunia. Salah satu implementasinya adalah keikutsertaan
Indonesia dalam membentuk solidaritas bangsa-bangsa yang baru
merdeka dalam forum Gerakan Non-Blok (GNB) atau (Non-Aligned
Movement/NAM). Forum ini merupakan refleksi atas terbaginya dunia
menjadi dua kekuatan besar, yakni Blok Barat (Amerika Serikat ) dan
Blok Timur (Uni Soviet). Konsep politik luar negeri yang bebas aktif
ini berusaha membantu bangsa-bangsa di dunia yang belum terlepas
dari belenggu penjajahan.

2.2.3 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno (Demokrasi


Terpimpin)
Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar
negeri Indonesia bersifat high profile, flamboyan dan heroik,
yang diwarnai sikap antiimperialisme dan kolonialisme serta
bersifat konfrontatif. Politik luar negeri Indonesia pada era ini,
diabadikan pada tujuan nasional Indonesia. Pada saat itu
kepentingan nasional Indonesia adalah pengakuan kedaulatan
politik dan pembentukan identitas bangsa. Kepentingan nasional
itu diterjemahkan dalam suatu kebijakan luar negeri yang
bertujuan untuk mencari dukungan dan pengakuan terhadap
kedaulatan Indonesia, dan untuk menunjukan karakter yang
dimiliki pada bangsa-bangsa lain di dunia internasional. Politik
luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner.

5
Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga
untuk mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui
slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom (nasionalis, agama
dan komunis) dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat
beraliansi untuk mengalahkan Nekolim (Neo Kolonialisme dan
Imperialisme). Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah
politik luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis,
baik secara domestic maupun internasional. Hal ini dilihat
dengan adanya kolaborasi politik antara Indonesia dengan China
dan bagaimana Presiden Soekarno mengijinkan berkembangnya
Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia.
Alasan Soekarno mengijinkan perluasan PKI itu sendiri
adalah agar komunis mampu berasimilasi dengan revolusi
Indonesia dan tidak merasa dianggap sebagai kelompok luar.
Ketidaksukaan Presiden Soekarno terhadap imperialisme juga
dapat dilihat dari responnya terhadap keberadaan Belanda di
Irian Barat. Tindakan militer diambil untuk mengambil alih
kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap gagal. Dukungan
Amerika Serikat yang kemudian didapatkan Soekarno muncul
sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta dengan Moskow.
Taktik konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh
Soekarno ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan
Malaysia akibat pembentukan Negara federasi Malaysia yang
dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat. Puncak
ketegangan terjadi ketika Malaysia ditetapkan sebagai Anggota
Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. Hal ini menyulut
kemarahan Indonesia. Hingga akhirnya pada 15 September 1965
Indonesia keluar dari PBB karena Soekarno beranggapan bahwa
PBB berpihak pada Blok Barat. Mundurnya Indonesia dari PBB
berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi
Indonesia karena menjauhnya Indonesia dari pergaulan
Internasional.

6
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno ini Indonesia
terkenal mendapat sorotan tajam oleh dunia internasional.
Bukan hanya keaktifannya dan juga peranannya di kancah
internasional tetapi ide-ide serta kebijakan luar negerinya yang
menjadi panutan beberapa negara pada saat itu. Masa orde lama
merupakan titik awal bagi Indonesia dalam menyusun strategi
dan kebijakan luar negerinya. Dasar politik luar negeri Indonesia
digagas oleh Hatta dan beliau juga yang mengemukakan tentang
gagasan pokok non-Blok. Gerakan non-Blok merupakan ide
untuk tidak memihak antara blok Barat yang diwakili oleh
Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili oleh USSR.
Perang ideologi anatara kedua negara tersebut merebah ke
negara-negara lain termasuk ke negara di kawasan Asia
Tenggara. Indonesia merupakan negara pencetus non-Blok dan
menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan anti
memihak antara kedua blok tersebut. Indonesia juga
menegaskan bahwa politik luar negerinya independen (bebas)
dan aktif yang hingga kini kita kenal dengan politik luar negeri
bebas aktif. Indonesia merupakan salah satu negara yang berani
keluar dari PBB dalam menyatakan keseriusan sikapnya. 
Namun nyatanya pada masa orde lama Indonesia tidak
menerapkan sepenuhnya politik bebas aktif yang dicetuskannya.
Secara jelas terlihat Indonesia pada saat itu cenderung berporos
ke Timur dan dekat dengan negara-negara komunis seperti Cina
dan USSR dibandingkan dengan negara-negara Barat seperti
Amerika Serikat. Presiden Soekarno juga menetapkan politik
luar marcusuar dimaana dibuat poros Jakarta-Peking-
Phyongyang. Hal ini menyulut kontrofersi dimata dunia
internasional, karena Indonesia yang awalnya menyatakan sikap
sebagai negara non-Blok menjadi berpindah haluan. Hal ini
membuat tidak berjalan dengan efektifnya politik luar negeri
bebas aktif saat itu.

7
2.2.4 Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola
hubungan luar negeri Indonesia dalam segala bidang. Pada
masa pemerintahan Soeharto, Indonesia lebih memfokuskan
pada pembangunan sektor ekonomi. Pembangunan ekonomi
tidak dapat dilaksanakan secara baik, tanpa adanya stabilitas
politik keamanan dalam negeri maupun di tingkat regional.
Pemikiran inilah yang mendasari Presiden Soeharto mengambil
beberapa langkah kebijakan politik luar negeri (polugri), yaitu
membangun hubungan yang baik dengan pihakpihak Barat dan
“good neighbourhood policy” melalui Association South East
Asian nation (ASEAN).
Titik berat pembangunan jangka panjang Indonesia saat itu
adalah pembangunan ekonomi, untuk mencapai struktur
ekonomi yang seimbang dan terpenuhinya kebutuhan pokok
rakyat, pada dasawarsa abad yang akan datang. Tujuan utama
politik luar negeri Soeharto pada awal penerapan New Order
(tatanan baru) adalah untuk memobilisasi sumber dana
internasional demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan
pembangunan, serta untuk menjamin lingkungan regional yang
aman yang memudahkan Indonesia untuk berkonsentrasi pada
agenda domestiknya. Berikut pernyataan Presiden Soeharto
mengenai politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam bidang
politik luar negeri, kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih
menaruh perhatian khusus terhadap soal regionalisme.
Para pemimpin Indonesia menyadari pentingnya stabilitas
regional akan dapat menjamin keberhasilan rencana
pembangunan Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia juga
mempertahankan persahabatan dengan pihak Barat,
memperkenalkan pintu terbuka bagi investor asing, serta
bantuan pinjaman. Presiden Soeharto juga selalu menempatkan

8
posisi Indonesia sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan
kebijakan luar negerinya tersebut, seperti halnya pada masa
pemerintahan Presiden Soekarno.Beberapa sikap Indonesia
dalam melaksanakan politik luar negerinya antara lain;
menghentikan konfrontasi dengan Malaysia.Upaya mengakhiri
konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan agar Indonesia
mendapatkan kembali kepercayaan dari Barat dan membangun
kembali ekonomi Indonesia melalu iinvestasi dan bantuan dari
pihak asing. Tindakan ini juga dilakukan untuk menunjukkan
pada dunia bahwa Indonesia meninggalkan kebijakan luar
negerinya yang agresif.
Konfrontasi berakhir setelah Adam Malik yang pada saat
itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri menandatangani
Perjanjian Bangkok pada tanggal 11 Agustus 1966 yang isinya
mengakui Malaysia sebagai suatu negara. Selanjutnya
Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi ASEAN
bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.
Dalam pembentukan ASEAN Indonesia memainkan peranan
utama dalam pembentukan organisasi ASEAN. ASEAN
merupakan wadah bagi politik luar negeri Indonesia.
Kerjasama ASEAN dipandang sebagai bagian terpenting dari
kebijakan luar negeri Indonesia. Ada kesamaan kepentingan
nasional antara negara-negara anggota ASEAN, yaitu
pembangunan ekonomi dan sikap non komunis. Dengan
demikian, stabilitas negara-negara anggota ASEAN bagi
kepentingan nasional Indonesia sendiri sangatlah penting.
ASEAN dijadikan barometer utama pelaksanaan kerangka
politik luar negeri Indonesia. Berbagai kebutuhan masyarakat
Indonesia coba difasilitasi dan dicarikan solusinya dalam forum
regional ini. Pemerintahan Soeharto coba membangun
Indonesia sebagai salah satu negara Industri baru di kawasan
Asia Tenggara, sehingga pernah disejajarkan dengan Korea

9
Selatan, Taiwan, dan Thailand sebagai macan-macan Asia
baru. Di samping itu, politik luar negeri Indonesia dalam forum
ASEAN, juga untuk membentuk citra positif Indonesia sebagai
salah satu negara yang paling demokratis dan sangat layak bagi
investasi industri.
Presiden Soeharto memakai Kerjasama Ekonomi Asia
Pasifik (APEC) untuk memproyeksikan posisi kepemimpinan
Indonesia. Pada awalnya Indonesia tidak setuju dengan APEC.
Kekhawatiran itu didasarkan pada ketidakmampuan Indonesia
menghadapi liberalisasi perdagangan. Kekhawatiran lainnya
adalah kehadiran APEC dapat mengikis kerjasama antara
negara-negara ASEAN. Setelah berakhirnya Perang Dingin,
Indonesia mengubah pandangannya terhadap APEC. Faktor
pendorongnya antara lain adalah karena Indonesia menjadi
ketua pertemuan APEC selanjutnya. Keberhasilan Indonesia
menjadi ketua pertemuan APEC dan juga keberhasilan menjadi
Ketua Gerakan Non Blok X pada tahun 1992, setidaknya
memberikan pengakuan bahwa Indonesia adalah salah satu
pemimpin internasional.
Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan
politik luar negeri bebas aktif secara efektif. Peranan Indonesia
pada masa Orde Baru terlihat jelas dengan peran aktif dalam
acara-acara tingkat dunia. Kerjasama diperluas dalam berbagai
sektor terutama sektor perekonomian, Indonesia juga secara
cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam
dunia internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas
aktif pada masa Orde Baru dapat membawa Indonesia baik di
mata dunia. Namun beberapa pihak menilai bahwa pada masa
presiden Soeharto yang jelas anti komunisme hubungan dengan
negara-negara komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan
hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah

10
kepada negara-negara Barat yang pada masa presiden
Soekarno terabaikan.

2.2.5 Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi


Orientasi politik luar negeri Indonesia di awal reformasi masih
sangat dipengaruhi oleh kondisi domestik akibat krisis
multidimensi akibat transisi pemerintahan. Perhatian utama
politik luar negeri Indonesia diarahkan pada upaya pemulihan
kembali kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia
serta memulihkan perekonomian nasional. Politik luar negeri
Indonesia saat itu lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan
politik domestik daripada politik internasional.
Pada masa awal reformasi yang dimulai oleh pemerintahan
Presiden B.J.Habibie, pemerintah Habibie disibukkan dengan
usaha memperbaiki citra Indonesia di kancah internasional yang
sempat terpuruk sebagai dampak krisis ekonomi di akhir era
Orde Baru dan kerusuhan pasca jajak pendapat di Timor-Timur.
Lewat usaha kerasnya, Presiden Habibie berhasil menarik
simpati dari Dana Moneter Internasional/International Monetary
Funds (IMF) dan Bank Dunia untuk mencairkan program
bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid,
hubungan RI dengan negara-negara Barat mengalami sedikit
masalah setelah lepasnya TimorTimur dari NKRI. Presiden
Wahid memiliki cita-cita mengembalikan citra Indonesia di
mata internasional. Untuk itu beliau banyak melakukan
kunjungan kenegaraan ke luar negeri. Dalam setiap kunjungan
luar negeri yang ekstensif selama masa pemerintahan yang
singkat Presiden Wahid secara konstan mengangkat isu-isu
domestik dalam setiap pertemuannya dengan setiapkepalanegara
yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor-

11
Timur, adalah soal integritas tertorial Indonesia seperti kasus
Aceh, Papua dan isu perbaikan ekonomi.
Diplomasi di era pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam
konteks kepentingan nasional selain mencari dukungan
pemulihan ekonomi, rangkaian kunjungan ke mancanegara
diarahkan pula pada upaya-upaya menarik dukungan mengatasi
konflik domestik, mempertahankan integritas teritorial
Indonesia, dan hal yang tak kalah penting adalah demokratisasi
melalui proses peran militer agar kembali ke peran profesional.
Ancaman integrasi nasional di era Presiden Wahid menjadi
kepentingan nasional yang sangat mendesak dan diprioritaskan.
Megawati dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada
tanggal 23 Juli 2001. Pada awal pemerintahannya, suasana
politik dan keamanan menjadi sejuk dan kondusif. Walaupun
ekonomi Indonesia mengalami perbaikan, seperti nilai tukar
rupiah yang agak stabil, tetapi Indonesia pada masa
pemerintahannya tetap saja tidak menunjukkan perubahan yang
berarti dalam bidang-bidang lainnya.
Belajar dari pemerintahan presiden yang sebelumnya,
Presiden Megawati lebih memerhatikan dan memertimbangkan
peran DPR dalam penentuan kebijakan luar negeri dan
diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945.
Presiden Megawati juga lebih memprioritaskan diri untuk
mengunjungi wilayah-wilayah konflik di Tanah Air seperti
Aceh, Maluku, Irian Jaya, Kalimantan Selatan atau Timor Barat.
Pada era pemerintahan Megawati, disintegrasi nasional masih
menjadi ancaman bagi keutuhan teritorial. Selain itu, pada masa
pemerintahan Megawati juga terjadi serangkaian ledakan bom di
tanah air. Sehingga dapat dipahami, jika isu terorisme menjadi
perhatian serius bagi pemerintahan Megawati.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik menjadi Presiden
ke-6 Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004. SBY

12
merupakan Presiden Indonesia pertama yang dipilih melalui
mekanisme pemilihan umum secara langsung. SBY berhasil
mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing
dengan menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara pada
masa pemerintahannya, antara lain dengan Jepang. Perubahan-
perubahan global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar
negeri Indonesia di masa pemerintahan SBY diumpamakan
dengan istilah ‘mengarungi lautan bergelombang’, bahkan
‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat dilihat dengan
berbagai insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak
yang sedang bermasalah. Indonesia tidak pandang bulu bergaul
dengan negara manapun sejauh memberikan manfaat bagi
Indonesia.

2.3 Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia


2.3.1 Pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika adalah sebuah
konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika yang
kebanyakan beru saja memperoleh kemerdekkaan. KAA
diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri
Lanka (dahulu Ceylon), India, dan Pakistan dan dikoordinasi
oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini
berlangsung antara 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka,
Dandung, Indonesia. Tujuannya mempromosikan kerjasama
ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan
kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni
Soviet, atau negara imperalis lainya.
1. Latar Belakang Diselenggarakannya Konferensi Asia-
Afrika
 Bangsa-bangsa Asia-Afrika memiliki persamaan
nasib dan sejarah yakni sama-sama menjadi
sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa.

13
 Semakin meningkatnya kesadaran bangsa-bangsa
Asia-Afrika yang masih terjajah untuk
memperoleh kemerdekaan.
 Perubahan politik yang terjadi setelah Perang
Dunia II berakhir yakni situasi internasional
diliputi kecemasan akibat adanya perlombaan
senjata antara Blok Barat dan Blok Timur.
 Diantara bangsa-bangsa Asia yang telah merdeka
masih belum terdapat kesadaran untuk bersatu,
yang kemudian Rusia dan Amerika Serikat ikut
melibatkan diri dalam masalah tersebut.
2. Tujuan Konferensi Asia-Afrika
 Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama
antar bangsa-bangsa Asia-Afrika, serta untuk
menjajagi dan melanjutkan kepentingan timbal
balik maupun kepentingan bersama.
 Meninjau masalah-masalah hubungan social,
ekonomi, dan kebudayaan dalam hubungannya
dengan negara-negara peserta.
 Mempertimbangkan masalah-masalah mengenai
kepentingan khusus dari bangsa-bangsa Asia-
Afrika seperti yang menyangkut kedaulatan
nasional, rasionalisme, dan kolonialisme.
 Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya,
serta memberikan sumbangan untuk meningkatkan
perdamaian dan kerja sama internasional.
3. Peranan Indonesia dalam KAA
 Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat
penyelenggaraan Konferensi Pancanegara II yang
berlangsung tanggal 28-29 Desember 1954 di
Bogor (Jawa Barat). Konferensi ini sebagai
pendahuluan dari KAA.

14
 Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat
penyelenggaraan KAA yang berlangsung pada
tanggal 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka
Bandung (Jawa Barat). Dalam konferensi ini
beberapa tokoh Indonesia menduduki peranan
penting, diantaranya adalah
1. Ketua Konferensi
Mr. Ali Sastroamidjoyo
2. Sekretaris Jenderal Konferensi 
Ruslan Abdulgani
3. Ketua Komite Kebudayaan           
Mr. Muh. Yamin
4. Ketua Komite Ekonomi                
Prof. Ir. Roseno

2.3.2 Gerakan Non-Blok


Gerakan Non Blok (non-aligned) merupakan organisasi
negara-negara yang tidak memihak Blok Barat maupun Blok
Timur. Berdirinya Gerakan Non Blok di latar belakangi oleh
hal-hal sebagai berikut :
a) Diilhami Konferensi Asia-Afrikadi Bandung (1955) di
mana negara-negara yang pernah dijajah perlu menggalang
solidaritas untuk melenyapkan segala bentuk kolonialisme.
b) Adanya krisis Kuba pada tahun 1961di mana Uni Soviet
membangun pangkalan peluru kendali secara besar-besaran
di Kuba, hal ini mangakibatkan Amerika Serikat merasa
terancam sehingga suasana menjadi tegang. Ketegangan
antara Blok Barat dan Blok Timur ini mendorong
terbentuknya GNB.
Adapun berdirinya Gerakan Non Blok diprakarsai oleh:
a) Presiden Soekarno dari Indonesia,

15
b) Presiden Gamal Abdul Nasser dari Republik Persatuan
Arab-Mesir,
c) Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru dari India,
d) Presiden Josep Broz Tito dari Yugoslavia, dan
e) Presiden Kwame Nkrumah dari Ghana.
1. Tujuan Gerakan Non Blok                                                       
Gerakan Non Blok bertujuan meredakan ketegangan dunia
sebagai akibat pertentangan antara Blok Barat dan Blok
Timur.
2. Peranan Indonesia dalam Gerakan Non Blok
a) Presiden Soekarno adalah satu dari lima pemimpin dunia
yang mendirikan GNB.
b) Iku memprakarsai berdirinya Gerakan Non Blok dengan
menandatangani Deklarasi Beograd sebagai hasil
Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok I pada
tanggal 1-6 September 1961.
c) Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991.
Saat itu Presiden Soeharto terpilih menjadi ketua GNB.
Sebagai pemimpin GNB, Indonesia sukses menggelar
KTT X GNB di Jakarta.
d) Indonesia juga berperan penting dalam meredakan
ketegangan di kawasan bekas Yogoslavia pada tahun
1991.
e) Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi
Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok X yang berlangsung
pada tanggal 1-6 September 1992 di Jakarta.
f) Ekspor dan impor perdagangan Indonesia dengan negara
anggota GNB.
2.3.3 Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda
Dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional, Indonesia mempunyai

16
peran yang cukup menonjol yaitu mengirimkan Kontingen
Garuda (KONGA) ke luar negeri.
Pengiriman Misi Garuda pertama kali dilakukan pada bulan
Januari 1957. Misi ini dilatarbelakangi oleh adanya konflik di
Timur Tengah pada tanggal 26 Juli 1956 tentang nasionalisasi
Terusan Suez yang dilakukan oleh Ghamal Abdul Nasser.
Kondisi ini mengakibatkan meluasnya pertikaian. Pada bulan
Oktober 1956 beberapa negara seperti Inggris, Perancis, dan
Israel melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir sehingga
mengancam perdamaian dunia. Dewan Keamanan PBB pun
turun tangan dan meminta pihak yang bersengketa untuk
berunding. Hasil rundingan tersebut pada tanggal 5 November
1956 berupa dibentuknya sebuah komando PBB yaitu United
Nations Emergency Forces(UNEF). Setelah dibentuknya
komando tersebut, Indonesia menyatakan bersedia turut serta
menyumbangkan pasukan dalam UNEF. Pada 28 Desember,
sebagai pelaksanaannya Indonesia membentuk sebuah pasukan
yang berkekuatan satu detasemen (550 orang). Kontingen ini
diberi nama Pasukan Garuda yang kemudian diberangkatkan ke
Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
Terkait munculnya konflik di Kongo(Zaire) yang
berhubungan dengan kemerdekaan Zaire pada bulan Juni 1960
dan Belgia yang memicu pecahnya perang saudara. PBB
kemudian membentuk Pasukan Perdamaian untuk Kongo yaitu
United Nations for the Congo(UNOC) untuk mencegah
pertumpahan darah yang lebih banyak. Dengan dibentuknya
pasukan tersebut, Indonesia kembali mengirimkan pasukan
sebanyak satu batalyon untuk membantu UNOC. Pasukan ini
disebut “Garuda II” yang berangkat dari Jakarta pada tanggal 10
September 1960. Pasukan Garuda II menyelesaikan tugasnya
pada bulan Mei 1961 dan kemudian digantikan oleh pasukan

17
Garuda III yang mulai bertugas pada bulan Desember 1962
sampai bulan Agustus 1964.
Indonesia kembali diberikan kepercayaan oleh PBB untuk
mengirim pasukannya yaitu Pasukan Garuda IV sebagai pasukan
pemeliharaan perdamaian PBB ketika meletusnya perang
saudara antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Sebagai
hasil dari persetujuan internasional di Paris pada tahun 1973,
PBB membentuk International Commission of Control and
Supervission(ICCS) untuk menjaga stabilitas politik di kawasan
Indocina yang terus berlanjut akibat dari perang saudara
tersebut. Terdiri dari beberapa negara yaitu Hongaria, Indonesia,
Kanada, dan Polandia yang mempunyai tugas mengawasi
pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak yang bertikai.
Pasukan Garuda IV yang berkekuatan 290 pasukan bertugas dari
bulan Januari 1973 untuk digantikan Pasukan Garuda V dan
kemudian Pasukan Garuda VII. Karena seluruh Vietnam jatuh
ke tangan Vietcong (Vietnam Utara yang komunis) maka
seluruh Pasukan Garuda VII ditarik dari Vietnam.
Pada tahun 1973, Pasukan Garuda VI bertugas ketika pecah
perang Arab-Israel ke 4. Kontingen Indonesia yang semula
bertugas sebagai pasukan pengamanan dalam perudingan antara
Mesir dan Israel. UNEF kembali diaktifkan lagi yang
beranggotakan kurang lebih 7000 anggota, terdiri atas kesatuan-
kesatuan Australia, Finlandia, Swedia, Irlandia, Peru, Panam,
Senegal, Ghana dan Indonesia. Pasukan Garuda menyelesaikan
tugasnya pada 23 September 1974 dan digantikan dengan
Pasukan Garuda VIII yang bertugas sampai pada tanggal 17
Februari 1975.
Keikutsertaan Indonesia sejak tahun 1975 dalam membantu
pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dengan
mengirim pasukan-pasukannya ke negeri lain. Peran aktif
Indonesia tersebut pada tahun 2012 ditandai dengan

18
didirikannya Indonesian Peace Security Centre(IPSC/Pusat
Perdamaian dan Keamanan Indonesia). Terdapat beberapa unit
yang mengelola kesiapan pasukan yang akan dikirimkan untuk
menjaga perdamaian dunia(Standby Force).
2.3.4 Pembentukan ASEAN
Sejarah ASEAN(Association of Southeast Asian Nations)
didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967. Pembentukan ASEAN
merupakan hasil Deklarasi Bangkok yang dihadiri oleh 5 negara
Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura
dan Thailand. Kelima negara inilah yang menjadi 5 negara
pendiri ASEAN yang menandatangani Deklarasi Bangkok di
Kota Bangkok, Thailand. Tiap negara diwakili oleh masing-
masing delegasi yaitu menteri luar negeri . Lima tokoh pendiri
ASEAN yang mewakili tiap negara adalah Adam
Malik(Indonesia), Narsisco Ramos(Filipina), Tun Abdul
Razak(Malaysia), S. Rajaratnam(Singapura), dan Thanat
Khoman(Thailand).
Awal dibentuk tahun 1967 memang hanya ada 5 negara
ASEAN saja. Brunei Darussalam menjadi anggota pertama
ASEAN di luar lima negara pemrakarsa yang bergabung, yaitu
di tahun 1984. Kemudian negara-negara Asia Tenggara lain juga
bergabung dalam ASEAN yakni Vietnam(1995), Laos(1997),
Myanmar(1997) dan Kamboja(1998). Hingga kini terdapat 10
negara anggota ASEAN. Hanya 1 negara di kawasan Asia
Tenggara yang masih belum begabung secara resmi dengan
ASEAN, yakni Timor Leste. Status Timor Leste masih menjadi
negara pengamat saja.
 Latar Belakang Berdirinya ASEAN
Latar belakang terbentuknya ASEAN adalah
persamaan geografis. Negara-negara ASEAN sama-sama
berada di kawasan Asia Tenggara, yang berada di
sebelah selatan negara China dan berada di sebelah utara

19
Samudera Hindia dan Benua Australia. Selain itu juga
terdapat persamaan suku bangsa, dimana masyarakat
ASEAN memiliki budaya dasar Melayu-Austronesia.
Semua negara ASEAN kecuali Thailland juga pernah
dijajah oleh bangsa Eropa, sehingga ada persamaan
nasib. Hal lain yang mendasari pembentukan ASEAN
sesuai dengan poin yang ada pada tujuan dibentuknya
ASEAN diantaranya untuk mempererat kerjasama antar
negara-negaradi kawasan Asia Tenggara dalam bidang
ekonomi, politik, sosial dan budaya. Tujuan ASEAN
adalah untuk memajukan negara dan meningkatkan
perdamaian di tingkat regional.
 Daftar Negara ASEAN
1. Indonesia (negara pendiri)
2. Malaysia(negara pendiri)
3. Thailand(negara pendiri)
4. Filipina(negara pendiri)
5. Singapura(negara pendiri)
6. Brunei Darussalam(bergabung pada tahun 1984)
7. Vietnam(tahun 1995)
8. Laos(tahun1997)
9. Myanmar(tahun1997)
10. Kamboja(tahun1999)
 Tujuan ASEAN
Tujuan ASEAN yang tertera pada isi Deklarasi Bangkok:
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan
sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan
Asia Tenggara
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional
3. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu
untuk kepentingan bersama dalam bidang

20
ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan
administrasi
4. Memelihara kerja sama yang erat di tengah-
tengah organisasi regional dan internasional yang
ada
5. Meningkatkan kerja sama untuk memajukan
pendidikan, latihan dan penelitian di kawasan
Asia Tenggara
6. Kerjasama yang lebih besar dalam bidang
pertanian,industri, perdagangan, pengangkutan,
komunikasi serta usaha peningkatan standar
kehidupan rakyatnya
7. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara
Pada masa-masa awal berdirinya ASEAN telah mendapat
berbagai tantangan yang muncul dari masalah-masalah negara
anggotanya sendiri. Seperti masalah antara Malaysia dan
Filipina menyangkut Sabah, sebuah wilayah di
Borneo/Kalimantan Utara. Kemudian persoalan hukuman mati
dua orang anggota marinir Indonesia di Singapura, kerusuhan
realis di Malaysia, dan permasalahan minoritas muslim di
Thailand Selatan. Akan tetapi, semua pihak yang terlibat dalam
permasalahan-permasalahan tersebut dapat meredam potensi
konflik yang muncul sehingga stabilitas kawasan dapat
dipertahankan. Aktivitas ASEAN dalam bidang politik yang
menonjol adalah dengan dikeluarkannya Kuala Lumpur
Declaration pada 27 November 1971. Deklarasi tersebut
merupakan pernyataan kelima menteri Luar Negeri ASEAN
yang menyatakan bahwa Asia Teggara merupakan zone of
peace, freedom and neutrality (ZOPFAN)/Zona Bebas Netral,
bebas dari segala campur tangan pihak luar.
Selain menghadapi permasalahan-permasalahan yang
muncul dari negara-negara anggotanya sendiri juga terdapat

21
permasalahan lain seperti keraguan dari beberapa negara-negara
anggotanya. Seperti Singapura yang menampakkan sikap kurang
antusias terhadap ASEAN, Filipina dan Thailand meragukan
efektivitas ASEAN dalam melakukan kerja sama kawasan.
Hanya Indonesia dan Malaysia yang menunjukkan sikap serius
dan optimis terhadap keberhasilan ASEAN sejak organisasi
tersebut didirikan. Selain sikap meragukan tersebut, tantangan
lainnya adalah munculnya citra kurang menguntungkan bagi
ASEAN dari beberapa negara luar. RRC menuduh bahwa
ASEAN merupakan suatu proyek “pemerintah fasis Indonesia”
yang berupaya menggalang suatu kelompok kekuatan di
kawasan Asia Tenggara yang menentang Cina dan komunisme.
RRC juga menuduh bahwa dalang dari kegiatan yang
diprakarsai oleh “pemerintah fasis Indonesia” tersebut adalah
Amerika Serikat. Citra kurang menguntungkan juga muncul dari
Jepang yaitu meramalkan ASEAN akan bubar dalam waktu
yang singkat. Sikap dan penilaian berbeda dari negara luar
ASEAN muncul dari negara-negara barat, terutama Ameika
Serikat. Mereka menyambut positif berdirinya ASEAN. Hal itu
dapat dipahami karena negara-negara Barat sangat
menginginkan suatu kawasan damai dan pekembangan ekonomi
di kawasan tersebut untuk meredam bahaya komunisme di Asia
Tenggara.
Keraguan beberapa negara anggota ASEAN dapat
dimaklumi karena pada masa 1969-1974 dapat dikatakan
sebagai tahap konsolidasi ASEAN. Pada tahap tersebut secara
perlahan rasa solidaritas ASEAN terus menebal dan hal itu
menumbuhkan keyakinan bahwa lemah dan kuatnya ASEAN
tergantung partisipasi negara-negara anggotanya. Pada
perjalanan selanjutnya ASEAN mulai menunjukkan sebagai
kekuatan ekonomi yang mendapat tempat di wilayah Asia
Pasifik dan kelompok ekonomi lainnya di dunia seperti

22
Masyarakat Ekonomi Eropa dan Jepang. Bidang sosial dan
budaya pun menjadi perhatian ASEAN, melalui berbagai
aktivitas budaya diupayakan untuk memasyarakatkan ASEAN.
Perkembangan ASEAN semakin menunjukkan perkembangan
yang positif setelah dalam KTT pertama di Bali pada 1976
dibentuk Sekretariat Tetap ASEAN yang berkedudukan di
Jakarta.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas
maksudnya tidak terikat pada Blok tertentu, sedangkan aktif berarti selalu ikut
serta dalam upaya perdamaian dunia. Konsep bebas aktif lahir ketika dunia
tengah berada dalam pengaruh dua Blok utama setelah selesainya Perang
Dunia ke II, yaitu Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviet.
Keikutsertaan Indonesia dalam upaya perdamaian dunia antara lain tercermin
dari pengiriman Pasukan Misi Perdamaian Garuda ke wilayah-wilayah
konflik di dunia. Indonesia juga menjadi pelopor atau pendiri organisasi-
organisasi antar bangsa seperti Gerakan Non Blok, ASEAN dan Konferensi
Asia Afrika.

3.2 Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan
makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik
yang bisa membangun dari para pembaca.

24
DAFTAR PUSTAKA

Buku Paket Sejarah Indonesia / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.

http://puji17anisa.blogspot.com/2016/02/contoh-makalah-sejarah-indonesia-
dalam.html

https://readyygo.blogspot.com/2016/10/indonesia-dalam-panggung

http://www.artikelsiana.com/2015/03/pengertian-politik-luar-negeri-tujuan.html

25

Anda mungkin juga menyukai