DISUSUN OLEH
XII IPA 2
Guru pembimbing
LISMAWATY, S.Pd
Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan-Nya,
sehingga makalah yang berjudul “ MAKAlAH POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF DAN
PELAKSANAANNYA” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini kami buat guna
memenuhi tugas Sejarah Indonesia.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah
Indonesia Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat bemanfaat bagi masyarakat luas, dan dapat
menambah wawasan pembaca. Pada akhirnya kritik dan saran yang pembaca berikan untuk
mewujudkan kesempurnaan makalah ini, kami sangat hargai.
penulis
II
DAFTAR ISI
III
BAB I
PENDAHULUAN
Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan sebagai suatu
negara yang berdaulat. Setiap identitas negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang
mengatur hubungannya dengan dunia internasional, baik berupa negara maupun komunitas
internasional lainnya. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang
dijalankan negara dan merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya.
Indonesia menerapkan Sistem Politik Luar Negeri Bebas Aktif sejak awal kemerdekaan
hingga sekarang. Pelaksanaan Politik Luar Negeri di Indonesia berbeda dari masa ke masa
dan pelaksanaannya pun masih belum sepenuhnya sesuai dengan istilah “Bebas dan Aktif”.
Dalam Dunia Internasional, Politik Luar Negeri sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena
sebagai negara yang berdaulat kita harus menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain
agar tercipta dan terjalin terjalin perdamaian dunia. Dalam hal ini Indonesia memiliki banyak
peranan penting dalam menciptakan dan menjaga stabilitas perdamaian dunia dan ikut serta
membantu negara-negara yang membutuhkan bantuan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai Politik Luar
Negeri Indonesia dan pelaksanaannya (1945—sekarang).
2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai Peran
Indonesia dalam Organisasi dunia Internasional.
3. Pembaca dapat mengambil Hikmah dari penerapan politik luar negeri bebas aktif dan
partisipasi aktif Indonesia di panggung dunia.
Pada 2 September 1948, sebagai Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan
Menteri Pertahanan Mohammad Hatta memberikan keterangan kepada Badan Pekerja KNIP
tentang kedudukan politik Negara Indonesia saat itu RI menghadapi berbagai kesulitan yang
tidak sedikit. Perundingan dengan Belanda yang dimediasi oleh Komisi Tiga Negara dari
PBB terputus. Dari dalam negeri oposisi dari aksi Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang
dipimpin oleh Muso menghebat.
Untuk menangkis serangan-serangan yang ditujukan kepada pemerintah RI, diadakan
sidang BP KNIP. Mengenai pertentangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam
perang dingin di masa itu, fraksi FDR PKI dalam Badan Pekerja mendesak supaya RI
memilih pihak Uni Soviet. Terkait desakan tesebut, Hatta menyatakan bahwa politik RI tidak
memilih pro ini atau pro itu, melainkan memilih jalan sendiri untuk mencapai kemerdekaan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Landasan Ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila
yang merupakan dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
dijadikan sebagai pedoman, pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri
Indonesia.Kelima sila yang termuat dalam Pancasila. berisi pedoman dasar bagi
pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh
sendi kehidupan manusia. Hal ini karena Pancasila sebagai falsafah negara mengikat
seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang
berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang
menyimpang
dari Pancasila.
Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea keempat “…. dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial….”
2
sikap yang didasarkan atas ideologi Pancasila dan UUD 1945. Meski demikian,
Indonesia tidak tinggal diam dengan maslaah masalah dunia yang muncul.
Bersama Perserikatan bangsa bangsa (PBB) dan organisasi organisasi dunia
lainya, Indonesia turut aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia. Indilah
yang dimaksud dengan Prinsip Aktif.
Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada
tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 alinea keempat yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial….”
3
negeri Indonesia pada era ini, diabadikan pada tujuan nasional Indonesia. Pada
saat itu kepentingan nasional Indonesia adalah pengakuan kedaulatan politik
dan pembentukan identitas bangsa. Kepentingan nasional itu diterjemahkan
dalam suatu kebijakan luar negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan dan
pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia, dan untuk menunjukan karakter
yang dimiliki pada bangsa-bangsa lain di dunia internasional. Politik luar
negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner.
Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk
mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi
nasionalnya yakni Nasakom (nasionalis, agama dan komunis) dimana elemen-
elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan Nekolim (Neo
Kolonialisme dan Imperialisme). Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah
politik luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara
domestic maupun internasional. Hal ini dilihat dengan adanya kolaborasi
politik antara Indonesia dengan China dan bagaimana Presiden Soekarno
mengijinkan berkembangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia.
Alasan Soekarno mengijinkan perluasan PKI itu sendiri adalah agar
komunis mampu berasimilasi dengan revolusi Indonesia dan tidak merasa
dianggap sebagai kelompok luar. Ketidaksukaan Presiden Soekarno terhadap
imperialisme juga dapat dilihat dari responnya terhadap keberadaan Belanda di
Irian Barat. Tindakan militer diambil untuk mengambil alih kembali Irian Barat
ketika diplomasi dianggap gagal. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian
didapatkan Soekarno muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta
dengan Moskow.
Taktik konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh Soekarno ketika
terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan Negara
federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat.
Puncak ketegangan terjadi ketika Malaysia ditetapkan sebagai Anggota Tidak
Tetap Dewan Keamanan PBB. Hal ini menyulut kemarahan Indonesia. Hingga
akhirnya pada 15 September 1965 Indonesia keluar dari PBB karena Soekarno
beranggapan bahwa PBB berpihak pada Blok Barat. Mundurnya Indonesia dari
PBB berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi Indonesia
karena menjauhnya Indonesia dari pergaulan Internasional.
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno ini Indonesia terkenal
mendapat sorotan tajam oleh dunia internasional. Bukan hanya keaktifannya
dan juga peranannya di kancah internasional tetapi ide-ide serta kebijakan luar
negerinya yang menjadi panutan beberapa negara pada saat itu. Masa orde
lama merupakan titik awal bagi Indonesia dalam menyusun strategi dan
kebijakan luar negerinya. Dasar politik luar negeri Indonesia digagas oleh
Hatta dan beliau juga yang mengemukakan tentang gagasan pokok non-Blok.
Gerakan non-Blok merupakan ide untuk tidak memihak antara blok Barat yang
diwakili oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili oleh USSR.
Perang ideologi anatara kedua negara tersebut merebah ke negara-negara lain
4
termasuk ke negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara
pencetus non-Blok dan menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan
anti memihak antara kedua blok tersebut. Indonesia juga menegaskan bahwa
politik luar negerinya independen (bebas) dan aktif yang hingga kini kita kenal
dengan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia merupakan salah satu negara
yang berani keluar dari PBB dalam menyatakan keseriusan sikapnya.
Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan luar
negeri Indonesia dalam segala bidang. Pada masa pemerintahan Soeharto,
Indonesia lebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi.
Pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan secara baik, tanpa adanya
stabilitas politik keamanan dalam negeri maupun di tingkat regional.
Pemikiran inilah yang mendasari Presiden Soeharto mengambil beberapa
langkah kebijakan politik luar negeri (polugri), yaitu membangun hubungan
yang baik dengan pihakpihak Barat dan “good neighbourhood policy” melalui
Association South East Asian nation (ASEAN).
Titik berat pembangunan jangka panjang Indonesia saat itu adalah
pembangunan ekonomi, untuk mencapai struktur ekonomi yang seimbang dan
terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, pada dasawarsa abad yang akan
datang. Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada awal penerapan New
Order (tatanan baru) adalah untuk memobilisasi sumber dana internasional
demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan, serta untuk
menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan Indonesia untuk
berkonsentrasi pada agenda domestiknya. Berikut pernyataan Presiden
Soeharto mengenai politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, dalam bidang politik luar negeri, kebijakan
politik luar negeri Indonesia lebih menaruh perhatian khusus terhadap soal
regionalisme.
Para pemimpin Indonesia menyadari pentingnya stabilitas regional akan
dapat menjamin keberhasilan rencana pembangunan Indonesia. Kebijakan luar
5
negeri Indonesia juga mempertahankan persahabatan dengan pihak Barat,
memperkenalkan pintu terbuka bagi investor asing, serta bantuan pinjaman.
Presiden Soeharto juga selalu menempatkan posisi Indonesia sebagai pemeran
utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya tersebut, seperti halnya
pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.Beberapa sikap Indonesia dalam
melaksanakan politik luar negerinya antara lain; menghentikan konfrontasi
dengan Malaysia.Upaya mengakhiri konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan
agar Indonesia mendapatkan kembali kepercayaan dari Barat dan membangun
kembali ekonomi Indonesia melalu iinvestasi dan bantuan dari pihak asing.
Tindakan ini juga dilakukan untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia
meninggalkan kebijakan luar negerinya yang agresif.
Konfrontasi berakhir setelah Adam Malik yang pada saat itu menjabat
sebagai Menteri Luar Negeri menandatangani Perjanjian Bangkok pada
tanggal 11 Agustus 1966 yang isinya mengakui Malaysia sebagai suatu
negara. Selanjutnya Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi
ASEAN bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Dalam
pembentukan ASEAN Indonesia memainkan peranan utama dalam
pembentukan organisasi ASEAN. ASEAN merupakan wadah bagi politik luar
negeri Indonesia. Kerjasama ASEAN dipandang sebagai bagian terpenting
dari kebijakan luar negeri Indonesia. Ada kesamaan kepentingan nasional
antara negara-negara anggota ASEAN, yaitu pembangunan ekonomi dan
sikap non komunis. Dengan demikian, stabilitas negara-negara anggota
ASEAN bagi kepentingan nasional Indonesia sendiri sangatlah penting.
ASEAN dijadikan barometer utama pelaksanaan kerangka politik luar
negeri Indonesia. Berbagai kebutuhan masyarakat Indonesia coba difasilitasi
dan dicarikan solusinya dalam forum regional ini. Pemerintahan Soeharto
coba membangun Indonesia sebagai salah satu negara Industri baru di
kawasan Asia Tenggara, sehingga pernah disejajarkan dengan Korea Selatan,
Taiwan, dan Thailand sebagai macan-macan Asia baru. Di samping itu, politik
luar negeri Indonesia dalam forum ASEAN, juga untuk membentuk citra
positif Indonesia sebagai salah satu negara yang paling demokratis dan sangat
layak bagi investasi industri.
Presiden Soeharto memakai Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC)
untuk memproyeksikan posisi kepemimpinan Indonesia. Pada awalnya
Indonesia tidak setuju dengan APEC. Kekhawatiran itu didasarkan pada
ketidakmampuan Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan.
Kekhawatiran lainnya adalah kehadiran APEC dapat mengikis kerjasama
antara negara-negara ASEAN. Setelah berakhirnya Perang Dingin, Indonesia
mengubah pandangannya terhadap APEC. Faktor pendorongnya antara lain
adalah karena Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC selanjutnya.
Keberhasilan Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC dan juga
keberhasilan menjadi Ketua Gerakan Non Blok X pada tahun 1992,
6
setidaknya memberikan pengakuan bahwa Indonesia adalah salah satu
pemimpin internasional.
Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar
negeri bebas aktif secara efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru
terlihat jelas dengan peran aktif dalam acara-acara tingkat dunia. Kerjasama
diperluas dalam berbagai sektor terutama sektor perekonomian, Indonesia
juga secara cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam
dunia internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa
Orde Baru dapat membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa
pihak menilai bahwa pada masa presiden Soeharto yang jelas anti komunisme
hubungan dengan negara-negara komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan
hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah kepada negara-
negara Barat yang pada masa presiden Soekarno terabaikan.
7
Diplomasi di era pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam konteks
kepentingan nasional selain mencari dukungan pemulihan ekonomi,
rangkaian kunjungan ke mancanegara diarahkan pula pada upaya-upaya
menarik dukungan mengatasi konflik domestik, mempertahankan integritas
teritorial Indonesia, dan hal yang tak kalah penting adalah demokratisasi
melalui proses peran militer agar kembali ke peran profesional. Ancaman
integrasi nasional di era Presiden Wahid menjadi kepentingan nasional yang
sangat mendesak dan diprioritaskan.
Megawati dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 23
Juli 2001. Pada awal pemerintahannya, suasana politik dan keamanan
menjadi
sejuk dan kondusif. Walaupun ekonomi Indonesia mengalami perbaikan,
seperti nilai tukar rupiah yang agak stabil, tetapi Indonesia pada masa
pemerintahannya tetap saja tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam
bidang-bidang lainnya.
Belajar dari pemerintahan presiden yang sebelumnya, Presiden Megawati
lebih memerhatikan dan memertimbangkan peran DPR dalam penentuan
kebijakan luar negeri dan diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945.
Presiden Megawati juga lebih memprioritaskan diri untuk mengunjungi
wilayah-wilayah konflik di Tanah Air seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya,
Kalimantan Selatan atau Timor Barat.
Pada era pemerintahan Megawati, disintegrasi nasional masih menjadi
ancaman bagi keutuhan teritorial. Selain itu, pada masa pemerintahan
Megawati juga terjadi serangkaian ledakan bom di tanah air. Sehingga dapat
dipahami, jika isu terorisme menjadi perhatian serius bagi pemerintahan
Megawati.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik menjadi Presiden ke-6
Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004. SBY merupakan Presiden
Indonesia pertama yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum secara
langsung. SBY berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi
asing
dengan menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara pada
masa pemerintahannya, antara lain dengan Jepang. Perubahan-perubahan
global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar negeri Indonesia di
masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan
bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat
dilihat dengan berbagai insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak
yang sedang bermasalah. Indonesia tidak pandang bulu bergaul dengan
negara
manapun sejauh memberikan manfaat bagi Indonesia.
8
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika adalah sebuah konferensi antara
negara-negara Asia dan Afrika yang kebanyakan beru saja memperoleh
kemerdekkaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu
Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India, dan Pakistan dan dikoordinasi oleh
Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18-
24 April 1955 di Gedung Merdeka, Dandung, Indonesia. Tujuannya
mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan
melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet,
atau negara imperalis lainya.
1. Latar Belakang Diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika
Bangsa-bangsa Asia-Afrika memiliki persamaan nasib dan
sejarah yakni sama-sama menjadi sasaran penjajahan bangsa-
bangsa Eropa.
Semakin meningkatnya kesadaran bangsa-bangsa Asia-Afrika
yang masih terjajah untuk memperoleh kemerdekaan.
Perubahan politik yang terjadi setelah Perang Dunia II berakhir
yakni situasi internasional diliputi kecemasan akibat adanya
perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok Timur.
Diantara bangsa-bangsa Asia yang telah merdeka masih belum
terdapat kesadaran untuk bersatu, yang kemudian Rusia dan
Amerika Serikat ikut melibatkan diri dalam masalah tersebut.
2. Tujuan Konferensi Asia-Afrika
Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antar bangsa-
bangsa Asia-Afrika, serta untuk menjajagi dan melanjutkan
kepentingan timbal balik maupun kepentingan bersama.
Meninjau masalah-masalah hubungan social, ekonomi, dan
kebudayaan dalam hubungannya dengan negara-negara peserta.
Mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan
khusus dari bangsa-bangsa Asia-Afrika seperti yang menyangkut
kedaulatan nasional, rasionalisme, dan kolonialisme.
Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya, serta
memberikan sumbangan untuk meningkatkan perdamaian dan
kerja sama internasional.
3. Peranan Indonesia dalam KAA
Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan
Konferensi Pancanegara II yang berlangsung tanggal 28-29
Desember 1954 di Bogor (Jawa Barat). Konferensi ini sebagai
pendahuluan dari KAA.
Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan
KAA yang berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955 di Gedung
9
Merdeka Bandung (Jawa Barat). Dalam konferensi ini beberapa
tokoh Indonesia menduduki peranan penting, diantaranya adalah :
10
c) Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991. Saat itu Presiden
Soeharto terpilih menjadi ketua GNB. Sebagai pemimpin GNB,
Indonesia sukses menggelar KTT X GNB di Jakarta.
d) Indonesia juga berperan penting dalam meredakan ketegangan di
kawasan bekas Yogoslavia pada tahun 1991.
e) Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi
Gerakan Non Blok X yang berlangsung pada tanggal 1-6 September
1992 di Jakarta.
f) Ekspor dan impor perdagangan Indonesia dengan negara anggota GNB.
11
Indonesia kembali diberikan kepercayaan oleh PBB untuk mengirim
pasukannya yaitu Pasukan Garuda IV sebagai pasukan pemeliharaan
perdamaian PBB ketika meletusnya perang saudara antara Vietnam Utara dan
Vietnam Selatan. Sebagai hasil dari persetujuan internasional di Paris pada
tahun 1973, PBB membentuk International Commission of Control and
Supervission(ICCS) untuk menjaga stabilitas politik di kawasan Indocina yang
terus berlanjut akibat dari perang saudara tersebut. Terdiri dari beberapa negara
yaitu Hongaria, Indonesia, Kanada, dan Polandia yang mempunyai tugas
mengawasi pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak yang bertikai.
Pasukan Garuda IV yang berkekuatan 290 pasukan bertugas dari bulan Januari
1973 untuk digantikan Pasukan Garuda V dan kemudian Pasukan Garuda VII.
Karena seluruh Vietnam jatuh ke tangan Vietcong (Vietnam Utara yang
komunis) maka seluruh Pasukan Garuda VII ditarik dari Vietnam.
Pada tahun 1973, Pasukan Garuda VI bertugas ketika pecah perang Arab-
Israel ke 4. Kontingen Indonesia yang semula bertugas sebagai pasukan
pengamanan dalam perudingan antara Mesir dan Israel. UNEF kembali
diaktifkan lagi yang beranggotakan kurang lebih 7000 anggota, terdiri atas
kesatuan-kesatuan Australia, Finlandia, Swedia, Irlandia, Peru, Panam,
Senegal, Ghana dan Indonesia. Pasukan Garuda menyelesaikan tugasnya pada
23 September 1974 dan digantikan dengan Pasukan Garuda VIII yang bertugas
sampai pada tanggal 17 Februari 1975.
Keikutsertaan Indonesia sejak tahun 1975 dalam membantu pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional dengan mengirim pasukan-
pasukannya ke negeri lain. Peran aktif Indonesia tersebut pada tahun 2012
ditandai dengan didirikannya Indonesian Peace Security Centre(IPSC/Pusat
Perdamaian dan Keamanan Indonesia). Terdapat beberapa unit yang mengelola
kesiapan pasukan yang akan dikirimkan untuk menjaga perdamaian
dunia(Standby Force).
12
Asia Tenggara lain juga bergabung dalam ASEAN yakni Vietnam(1995),
Laos(1997), Myanmar(1997) dan Kamboja(1998). Hingga kini terdapat 10
negara anggota ASEAN. Hanya 1 negara di kawasan Asia Tenggara yang
masih belum begabung secara resmi dengan ASEAN, yakni Timor Leste.
Status Timor Leste masih menjadi negara pengamat saja.
Lambang ASEAN
13
8. Laos(tahun1997)
9. Myanmar(tahun1997)
10. Kamboja(tahun1999)
Tujuan ASEAN
Tujuan ASEAN yang tertera pada isi Deklarasi Bangkok :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional
3. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk
kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik,
ilmu pengetahuan dan administrasi
4. Memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi
regional dan internasional yang ada
5. Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan
dan penelitian di kawasan Asia Tenggara
6. Kerjasama yang lebih besar dalam bidang pertanian,industri,
perdagangan, pengangkutan, komunikasi serta usaha
peningkatan standar kehidupan rakyatnya
7. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara
14
Indonesia dan Malaysia yang menunjukkan sikap serius dan optimis terhadap
keberhasilan ASEAN sejak organisasi tersebut didirikan. Selain sikap
meragukan tersebut, tantangan lainnya adalah munculnya citra kurang
menguntungkan bagi ASEAN dari beberapa negara luar. RRC menuduh bahwa
ASEAN merupakan suatu proyek “pemerintah fasis Indonesia” yang berupaya
menggalang suatu kelompok kekuatan di kawasan Asia Tenggara yang
menentang Cina dan komunisme. RRC juga menuduh bahwa dalang dari
kegiatan yang diprakarsai oleh “pemerintah fasis Indonesia” tersebut adalah
Amerika Serikat. Citra kurang menguntungkan juga muncul dari Jepang yaitu
meramalkan ASEAN akan bubar dalam waktu yang singkat. Sikap dan
penilaian berbeda dari negara luar ASEAN muncul dari negara-negara barat,
terutama Ameika Serikat. Mereka menyambut positif berdirinya ASEAN. Hal
itu dapat dipahami karena negara-negara Barat sangat menginginkan suatu
kawasan damai dan pekembangan ekonomi di kawasan tersebut untuk
meredam bahaya komunisme di Asia Tenggara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas maksudnya tidak
terikat pada Blok tertentu, sedangkan aktif berarti selalu ikut serta dalam upaya perdamaian
dunia. Konsep bebas aktif lahir ketika dunia tengah berada dalam pengaruh dua Blok utama
setelah selesainya Perang Dunia ke II, yaitu Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviet.
15
Keikutsertaan Indonesia dalam upaya perdamaian dunia antara lain tercermin dari
pengiriman Pasukan Misi Perdamaian Garuda ke wilayah-wilayah konflik di dunia.
Indonesia juga menjadi pelopor atau pendiri organisasi-organisasi antar bangsa seperti
Gerakan Non Blok, ASEAN dan Konferensi Asia Afrika.
16