Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

Politik luar negeri bebas aktif dan pelaksanaannya

DISUSUN OLEH

Anju samuel betrand


Eka putra Pratama
Pashia aprianti manalu
Syafi’i
. Theresia Silitonga
Varen Rahmadani

XII IPA 2

Guru pembimbing
LISMAWATY, S.Pd

SMA NEGERI 1 KANDIS


2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan-Nya,
sehingga makalah yang berjudul “ MAKAlAH POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF DAN
PELAKSANAANNYA” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini kami buat guna
memenuhi tugas Sejarah Indonesia.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah
Indonesia Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat bemanfaat bagi masyarakat luas, dan dapat
menambah wawasan pembaca. Pada akhirnya kritik dan saran yang pembaca berikan untuk
mewujudkan kesempurnaan makalah ini, kami sangat hargai.

Kandis, 6 maret 2022

penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ II


DAFTAR ISI ........................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 1
1.3 Dasar Teori ............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 2
1.1 Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif .... 2
1.2 Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaanya ….……………… 2
2.2.1 Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif ……………………… 2
2.2.2 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Palementer
1950-1959 ………………………………………………………. 3
2.2.3 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno
(Demokrasi Terpimpin) ………………………………………… 3
2.2.4 Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru ………….. 5

2.2.5 Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi ………………….. 7


1.3 Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia ……. 8
2.3.1 Pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 ……………. 8
2.3.2 Gerakan Non-Blok ……………………………………………... 10
2.3.3 Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda ……………………….. 11
2.3.4 Pembentukan ASEAN …………………………………………. 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 16
3.2 Daftar Pustaka ..................................................................................... 16

III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan sebagai suatu
negara yang berdaulat. Setiap identitas negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang
mengatur hubungannya dengan dunia internasional, baik berupa negara maupun komunitas
internasional lainnya. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang
dijalankan negara dan merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya.
Indonesia menerapkan Sistem Politik Luar Negeri Bebas Aktif sejak awal kemerdekaan
hingga sekarang. Pelaksanaan Politik Luar Negeri di Indonesia berbeda dari masa ke masa
dan pelaksanaannya pun masih belum sepenuhnya sesuai dengan istilah “Bebas dan Aktif”.
Dalam Dunia Internasional, Politik Luar Negeri sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena
sebagai negara yang berdaulat kita harus menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain
agar tercipta dan terjalin terjalin perdamaian dunia. Dalam hal ini Indonesia memiliki banyak
peranan penting dalam menciptakan dan menjaga stabilitas perdamaian dunia dan ikut serta
membantu negara-negara yang membutuhkan bantuan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai Politik Luar
Negeri Indonesia dan pelaksanaannya (1945—sekarang).
2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai Peran
Indonesia dalam Organisasi dunia Internasional.
3. Pembaca dapat mengambil Hikmah dari penerapan politik luar negeri bebas aktif dan
partisipasi aktif Indonesia di panggung dunia.

1.3 Dasar Teori

Pada 2 September 1948, sebagai Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan
Menteri Pertahanan Mohammad Hatta memberikan keterangan kepada Badan Pekerja KNIP
tentang kedudukan politik Negara Indonesia saat itu RI menghadapi berbagai kesulitan yang
tidak sedikit. Perundingan dengan Belanda yang dimediasi oleh Komisi Tiga Negara dari
PBB terputus. Dari dalam negeri oposisi dari aksi Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang
dipimpin oleh Muso menghebat.
Untuk menangkis serangan-serangan yang ditujukan kepada pemerintah RI, diadakan
sidang BP KNIP. Mengenai pertentangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam
perang dingin di masa itu, fraksi FDR PKI dalam Badan Pekerja mendesak supaya RI
memilih pihak Uni Soviet. Terkait desakan tesebut, Hatta menyatakan bahwa politik RI tidak
memilih pro ini atau pro itu, melainkan memilih jalan sendiri untuk mencapai kemerdekaan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Landasan Ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila
yang merupakan dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
dijadikan sebagai pedoman, pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri
Indonesia.Kelima sila yang termuat dalam Pancasila. berisi pedoman dasar bagi
pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh
sendi kehidupan manusia. Hal ini karena Pancasila sebagai falsafah negara mengikat
seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang
berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang
menyimpang
dari Pancasila.
Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea keempat “…. dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial….”

2.2 Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaanya


2.2.1 Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Secara umum, Pengertian Politik Luar Negeri adalah suatu perangkat yang


formula, nilai, sikap dan arah serta sasaran untuk mempertahankan,
mengamankan dan memajukan kepentingan nasional dalam menjalin sebuah
kerja sama dengan Negara lain. Secara sederhana, pengertian politik luar negeri
adalah cara negara dalam berinteraksi dengan negara lain untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah
dinyatakan sebagai suatu negara yang berdaulat. Setiap entitas negara yang
berdaulat memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia
internasional, baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang dijalankan
negara dan merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya. Indonesia
sebagai sebuah negara berdaulat juga menjalankan politik luar negeri yang
senantiasa berkembang disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri dan
perubahan situasi internasional.
Politik luar negeri Indonesia disebut Politik bebas aktif karena politik luar
negeri Indonesia ditegaskan di atas dua prinsip, yakni bebas dan aktif. Disebut
dengan bebas karena politik luar negeri indonesia terbebas dari pengaruh
negara negara atau kekuatan asing, atau bebas menentukan sikap apapun tetapi

2
sikap yang didasarkan atas ideologi Pancasila dan UUD 1945. Meski demikian,
Indonesia tidak tinggal diam dengan maslaah masalah dunia yang muncul.
Bersama Perserikatan bangsa bangsa (PBB) dan organisasi organisasi dunia
lainya, Indonesia turut aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia. Indilah
yang dimaksud dengan Prinsip Aktif. 
Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada
tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 alinea keempat yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial….”

2.2.2 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Palementer 1950-1959

Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pasca


kemerdekaan hingga tahun 1950an lebih ditujukan untuk menentang segala
macam bentuk penjajahan di atas dunia, termasuk juga untuk memperoleh
pengakuan internasional atas proses dekolonisasi yang belum selesai di
Indonesia, dan menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia melalui politik
bebas aktifnya. Pada waktu itu Indonesia berusaha keras untuk mendapatkan
pengakuan dunia internasional dengan cara diplomasi. Keberhasilan Indonesia
mendapatkan pengakuan dunia internasional melalui meja perundingan ini
menjadi titik tolak dari perjuangan diplomasi Indonesia mencapai
kepentingannya.
Sejak pertengahan tahun 1950 an, Indonesia telah memprakarsai dan
mengambil sejumlah kebijakan luar negeri yang sangat penting dan
monumental, seperti, Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955.
Konsep politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif merupakan gambaran
dan usaha Indonesia untuk membantu terwujudnya perdamaian dunia. Salah
satu implementasinya adalah keikutsertaan Indonesia dalam membentuk
solidaritas bangsa-bangsa yang baru merdeka dalam forum Gerakan Non-Blok
(GNB) atau (Non-Aligned Movement/NAM). Forum ini merupakan refleksi
atas terbaginya dunia menjadi dua kekuatan besar, yakni Blok Barat (Amerika
Serikat ) dan Blok Timur (Uni Soviet). Konsep politik luar negeri yang bebas
aktif ini berusaha membantu bangsa-bangsa di dunia yang belum terlepas dari
belenggu penjajahan.

2.2.3 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno (Demokrasi Terpimpin)

Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri


Indonesia bersifat high profile, flamboyan dan heroik, yang diwarnai sikap
antiimperialisme dan kolonialisme serta bersifat konfrontatif. Politik luar

3
negeri Indonesia pada era ini, diabadikan pada tujuan nasional Indonesia. Pada
saat itu kepentingan nasional Indonesia adalah pengakuan kedaulatan politik
dan pembentukan identitas bangsa. Kepentingan nasional itu diterjemahkan
dalam suatu kebijakan luar negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan dan
pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia, dan untuk menunjukan karakter
yang dimiliki pada bangsa-bangsa lain di dunia internasional. Politik luar
negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner.
Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk
mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi
nasionalnya yakni Nasakom (nasionalis, agama dan komunis) dimana elemen-
elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan Nekolim (Neo
Kolonialisme dan Imperialisme). Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah
politik luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara
domestic maupun internasional. Hal ini dilihat dengan adanya kolaborasi
politik antara Indonesia dengan China dan bagaimana Presiden Soekarno
mengijinkan berkembangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia.
Alasan Soekarno mengijinkan perluasan PKI itu sendiri adalah agar
komunis mampu berasimilasi dengan revolusi Indonesia dan tidak merasa
dianggap sebagai kelompok luar. Ketidaksukaan Presiden Soekarno terhadap
imperialisme juga dapat dilihat dari responnya terhadap keberadaan Belanda di
Irian Barat. Tindakan militer diambil untuk mengambil alih kembali Irian Barat
ketika diplomasi dianggap gagal. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian
didapatkan Soekarno muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta
dengan Moskow.
Taktik konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh Soekarno ketika
terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan Negara
federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat.
Puncak ketegangan terjadi ketika Malaysia ditetapkan sebagai Anggota Tidak
Tetap Dewan Keamanan PBB. Hal ini menyulut kemarahan Indonesia. Hingga
akhirnya pada 15 September 1965 Indonesia keluar dari PBB karena Soekarno
beranggapan bahwa PBB berpihak pada Blok Barat. Mundurnya Indonesia dari
PBB berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi Indonesia
karena menjauhnya Indonesia dari pergaulan Internasional.
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno ini Indonesia terkenal
mendapat sorotan tajam oleh dunia internasional. Bukan hanya keaktifannya
dan juga peranannya di kancah internasional tetapi ide-ide serta kebijakan luar
negerinya yang menjadi panutan beberapa negara pada saat itu. Masa orde
lama merupakan titik awal bagi Indonesia dalam menyusun strategi dan
kebijakan luar negerinya. Dasar politik luar negeri Indonesia digagas oleh
Hatta dan beliau juga yang mengemukakan tentang gagasan pokok non-Blok.
Gerakan non-Blok merupakan ide untuk tidak memihak antara blok Barat yang
diwakili oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili oleh USSR.
Perang ideologi anatara kedua negara tersebut merebah ke negara-negara lain

4
termasuk ke negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara
pencetus non-Blok dan menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan
anti memihak antara kedua blok tersebut. Indonesia juga menegaskan bahwa
politik luar negerinya independen (bebas) dan aktif yang hingga kini kita kenal
dengan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia merupakan salah satu negara
yang berani keluar dari PBB dalam menyatakan keseriusan sikapnya. 

Namun nyatanya pada masa orde lama Indonesia tidak menerapkan


sepenuhnya politik bebas aktif yang dicetuskannya. Secara jelas terlihat
Indonesia pada saat itu cenderung berporos ke Timur dan dekat dengan negara-
negara komunis seperti Cina dan USSR dibandingkan dengan negara-negara
Barat seperti Amerika Serikat. Presiden Soekarno juga menetapkan politik luar
marcusuar dimaana dibuat poros Jakarta-Peking-Phyongyang. Hal ini menyulut
kontrofersi dimata dunia internasional, karena Indonesia yang awalnya
menyatakan sikap sebagai negara non-Blok menjadi berpindah haluan. Hal ini
membuat tidak berjalan dengan efektifnya politik luar negeri bebas aktif saat
itu.

2.2.4 Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru

Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan luar
negeri Indonesia dalam segala bidang. Pada masa pemerintahan Soeharto,
Indonesia lebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi.
Pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan secara baik, tanpa adanya
stabilitas politik keamanan dalam negeri maupun di tingkat regional.
Pemikiran inilah yang mendasari Presiden Soeharto mengambil beberapa
langkah kebijakan politik luar negeri (polugri), yaitu membangun hubungan
yang baik dengan pihakpihak Barat dan “good neighbourhood policy” melalui
Association South East Asian nation (ASEAN).
Titik berat pembangunan jangka panjang Indonesia saat itu adalah
pembangunan ekonomi, untuk mencapai struktur ekonomi yang seimbang dan
terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, pada dasawarsa abad yang akan
datang. Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada awal penerapan New
Order (tatanan baru) adalah untuk memobilisasi sumber dana internasional
demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan, serta untuk
menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan Indonesia untuk
berkonsentrasi pada agenda domestiknya. Berikut pernyataan Presiden
Soeharto mengenai politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, dalam bidang politik luar negeri, kebijakan
politik luar negeri Indonesia lebih menaruh perhatian khusus terhadap soal
regionalisme.
Para pemimpin Indonesia menyadari pentingnya stabilitas regional akan
dapat menjamin keberhasilan rencana pembangunan Indonesia. Kebijakan luar

5
negeri Indonesia juga mempertahankan persahabatan dengan pihak Barat,
memperkenalkan pintu terbuka bagi investor asing, serta bantuan pinjaman.
Presiden Soeharto juga selalu menempatkan posisi Indonesia sebagai pemeran
utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya tersebut, seperti halnya
pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.Beberapa sikap Indonesia dalam
melaksanakan politik luar negerinya antara lain; menghentikan konfrontasi
dengan Malaysia.Upaya mengakhiri konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan
agar Indonesia mendapatkan kembali kepercayaan dari Barat dan membangun
kembali ekonomi Indonesia melalu iinvestasi dan bantuan dari pihak asing.
Tindakan ini juga dilakukan untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia
meninggalkan kebijakan luar negerinya yang agresif.
Konfrontasi berakhir setelah Adam Malik yang pada saat itu menjabat
sebagai Menteri Luar Negeri menandatangani Perjanjian Bangkok pada
tanggal 11 Agustus 1966 yang isinya mengakui Malaysia sebagai suatu
negara. Selanjutnya Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi
ASEAN bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Dalam
pembentukan ASEAN Indonesia memainkan peranan utama dalam
pembentukan organisasi ASEAN. ASEAN merupakan wadah bagi politik luar
negeri Indonesia. Kerjasama ASEAN dipandang sebagai bagian terpenting
dari kebijakan luar negeri Indonesia. Ada kesamaan kepentingan nasional
antara negara-negara anggota ASEAN, yaitu pembangunan ekonomi dan
sikap non komunis. Dengan demikian, stabilitas negara-negara anggota
ASEAN bagi kepentingan nasional Indonesia sendiri sangatlah penting.
ASEAN dijadikan barometer utama pelaksanaan kerangka politik luar
negeri Indonesia. Berbagai kebutuhan masyarakat Indonesia coba difasilitasi
dan dicarikan solusinya dalam forum regional ini. Pemerintahan Soeharto
coba membangun Indonesia sebagai salah satu negara Industri baru di
kawasan Asia Tenggara, sehingga pernah disejajarkan dengan Korea Selatan,
Taiwan, dan Thailand sebagai macan-macan Asia baru. Di samping itu, politik
luar negeri Indonesia dalam forum ASEAN, juga untuk membentuk citra
positif Indonesia sebagai salah satu negara yang paling demokratis dan sangat
layak bagi investasi industri.
Presiden Soeharto memakai Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC)
untuk memproyeksikan posisi kepemimpinan Indonesia. Pada awalnya
Indonesia tidak setuju dengan APEC. Kekhawatiran itu didasarkan pada
ketidakmampuan Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan.
Kekhawatiran lainnya adalah kehadiran APEC dapat mengikis kerjasama
antara negara-negara ASEAN. Setelah berakhirnya Perang Dingin, Indonesia
mengubah pandangannya terhadap APEC. Faktor pendorongnya antara lain
adalah karena Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC selanjutnya.
Keberhasilan Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC dan juga
keberhasilan menjadi Ketua Gerakan Non Blok X pada tahun 1992,

6
setidaknya memberikan pengakuan bahwa Indonesia adalah salah satu
pemimpin internasional.
Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar
negeri bebas aktif secara efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru
terlihat jelas dengan peran aktif dalam acara-acara tingkat dunia. Kerjasama
diperluas dalam berbagai sektor terutama sektor perekonomian, Indonesia
juga secara cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam
dunia internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa
Orde Baru dapat membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa
pihak menilai bahwa pada masa presiden Soeharto yang jelas anti komunisme
hubungan dengan negara-negara komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan
hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah kepada negara-
negara Barat yang pada masa presiden Soekarno terabaikan.

2.2.5 Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi

Orientasi politik luar negeri Indonesia di awal reformasi masih sangat


dipengaruhi oleh kondisi domestik akibat krisis multidimensi akibat transisi
pemerintahan. Perhatian utama politik luar negeri Indonesia diarahkan pada
upaya pemulihan kembali kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia
serta memulihkan perekonomian nasional. Politik luar negeri Indonesia saat
itu lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan politik domestik daripada
politik internasional.
Pada masa awal reformasi yang dimulai oleh pemerintahan
Presiden
B.J.Habibie, pemerintah Habibie disibukkan dengan usaha memperbaiki
citra Indonesia di kancah internasional yang sempat terpuruk sebagai dampak
krisis ekonomi di akhir era Orde Baru dan kerusuhan pasca jajak pendapat
di Timor-Timur. Lewat usaha kerasnya, Presiden Habibie berhasil menarik
simpati dari Dana Moneter Internasional/International Monetary Funds
(IMF) dan Bank Dunia untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi
krisis ekonomi.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, hubungan RI
dengan negara-negara Barat mengalami sedikit masalah setelah lepasnya
TimorTimur dari NKRI. Presiden Wahid memiliki cita-cita mengembalikan
citra Indonesia di mata internasional. Untuk itu beliau banyak melakukan
kunjungan kenegaraan ke luar negeri. Dalam setiap kunjungan luar negeri
yang ekstensif selama masa pemerintahan yang singkat Presiden Wahid
secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam setiap pertemuannya
dengan setiapkepalanegara yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini,
selain isu Timor-Timur, adalah soal integritas tertorial Indonesia seperti kasus
Aceh, Papua dan isu perbaikan ekonomi.

7
Diplomasi di era pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam konteks
kepentingan nasional selain mencari dukungan pemulihan ekonomi,
rangkaian kunjungan ke mancanegara diarahkan pula pada upaya-upaya
menarik dukungan mengatasi konflik domestik, mempertahankan integritas
teritorial Indonesia, dan hal yang tak kalah penting adalah demokratisasi
melalui proses peran militer agar kembali ke peran profesional. Ancaman
integrasi nasional di era Presiden Wahid menjadi kepentingan nasional yang
sangat mendesak dan diprioritaskan.
Megawati dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 23
Juli 2001. Pada awal pemerintahannya, suasana politik dan keamanan
menjadi
sejuk dan kondusif. Walaupun ekonomi Indonesia mengalami perbaikan,
seperti nilai tukar rupiah yang agak stabil, tetapi Indonesia pada masa
pemerintahannya tetap saja tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam
bidang-bidang lainnya.
Belajar dari pemerintahan presiden yang sebelumnya, Presiden Megawati
lebih memerhatikan dan memertimbangkan peran DPR dalam penentuan
kebijakan luar negeri dan diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945.
Presiden Megawati juga lebih memprioritaskan diri untuk mengunjungi
wilayah-wilayah konflik di Tanah Air seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya,
Kalimantan Selatan atau Timor Barat.
Pada era pemerintahan Megawati, disintegrasi nasional masih menjadi
ancaman bagi keutuhan teritorial. Selain itu, pada masa pemerintahan
Megawati juga terjadi serangkaian ledakan bom di tanah air. Sehingga dapat
dipahami, jika isu terorisme menjadi perhatian serius bagi pemerintahan
Megawati.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik menjadi Presiden ke-6
Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004. SBY merupakan Presiden
Indonesia pertama yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum secara
langsung. SBY berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi
asing
dengan menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara pada
masa pemerintahannya, antara lain dengan Jepang. Perubahan-perubahan
global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar negeri Indonesia di
masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan
bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat
dilihat dengan berbagai insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak
yang sedang bermasalah. Indonesia tidak pandang bulu bergaul dengan
negara
manapun sejauh memberikan manfaat bagi Indonesia.

2.3 Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia


2.3.1 Pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955

8
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika adalah sebuah konferensi antara
negara-negara Asia dan Afrika yang kebanyakan beru saja memperoleh
kemerdekkaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu
Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India, dan Pakistan dan dikoordinasi oleh
Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18-
24 April 1955 di Gedung Merdeka, Dandung, Indonesia. Tujuannya
mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan
melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet,
atau negara imperalis lainya.
1. Latar Belakang Diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika
 Bangsa-bangsa Asia-Afrika memiliki persamaan nasib dan
sejarah yakni sama-sama menjadi sasaran penjajahan bangsa-
bangsa Eropa.
 Semakin meningkatnya kesadaran bangsa-bangsa Asia-Afrika
yang masih terjajah untuk memperoleh kemerdekaan.
 Perubahan politik yang terjadi setelah Perang Dunia II berakhir
yakni situasi internasional diliputi kecemasan akibat adanya
perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok Timur.
 Diantara bangsa-bangsa Asia yang telah merdeka masih belum
terdapat kesadaran untuk bersatu, yang kemudian Rusia dan
Amerika Serikat ikut melibatkan diri dalam masalah tersebut.
2. Tujuan Konferensi Asia-Afrika
 Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antar bangsa-
bangsa Asia-Afrika, serta untuk menjajagi dan melanjutkan
kepentingan timbal balik maupun kepentingan bersama.
 Meninjau masalah-masalah hubungan social, ekonomi, dan
kebudayaan dalam hubungannya dengan negara-negara peserta.
 Mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan
khusus dari bangsa-bangsa Asia-Afrika seperti yang menyangkut
kedaulatan nasional, rasionalisme, dan kolonialisme.
 Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya, serta
memberikan sumbangan untuk meningkatkan perdamaian dan
kerja sama internasional.
3. Peranan Indonesia dalam KAA
 Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan
Konferensi Pancanegara II yang berlangsung tanggal 28-29
Desember 1954 di Bogor (Jawa Barat). Konferensi ini sebagai
pendahuluan dari KAA.
 Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan
KAA yang berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955 di Gedung

9
Merdeka Bandung (Jawa Barat). Dalam konferensi ini beberapa
tokoh Indonesia menduduki peranan penting, diantaranya adalah :

Ketua Konferensi                              : Mr. Ali Sastroamidjoyo


Sekretaris Jenderal Konferensi      : Ruslan Abdulgani
Ketua Komite Kebudayaan            : Mr. Muh. Yamin
Ketua Komite Ekonomi                 : Prof. Ir. Roseno

2.3.2 Gerakan Non-Blok


Gerakan Non Blok (non-aligned) merupakan organisasi negara-negara yang
tidak memihak Blok Barat maupun Blok Timur. Berdirinya Gerakan Non Blok
di latar belakangi oleh hal-hal sebagai berikut :
a) Diilhami Konferensi Asia-Afrikadi Bandung (1955) di mana negara-
negara yang pernah dijajah perlu menggalang solidaritas untuk
melenyapkan segala bentuk kolonialisme.
b) Adanya krisis Kuba pada tahun 1961di mana Uni Soviet membangun
pangkalan peluru kendali secara besar-besaran di Kuba, hal ini
mangakibatkan Amerika Serikat merasa terancam sehingga suasana
menjadi tegang. Ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur ini
mendorong terbentuknya GNB.
Adapun berdirinya Gerakan Non Blok diprakarsai oleh:
(a)   Presiden Soekarno dari Indonesia,
(b)   Presiden Gamal Abdul Nasser dari Republik Persatuan Arab-Mesir,
(c)   Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru dari India,
(d)   Presiden Josep Broz Tito dari Yugoslavia, dan
(e)   Presiden Kwame Nkrumah dari Ghana.

1. Tujuan Gerakan Non Blok                                                       


Gerakan Non Blok bertujuan meredakan ketegangan dunia sebagai akibat
pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur.
2. Peranan Indonesia dalam Gerakan Non Blok
a) Presiden Soekarno adalah satu dari lima pemimpin dunia yang
mendirikan GNB.
b) Iku memprakarsai berdirinya Gerakan Non Blok dengan
menandatangani Deklarasi Beograd sebagai hasil Konferensi Tingkat
Tinggi Gerakan Non Blok I pada tanggal 1-6 September 1961.

10
c) Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991. Saat itu Presiden
Soeharto terpilih menjadi ketua GNB. Sebagai pemimpin GNB,
Indonesia sukses menggelar KTT X GNB di Jakarta.
d) Indonesia juga berperan penting dalam meredakan ketegangan di
kawasan bekas Yogoslavia pada tahun 1991.
e) Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi
Gerakan Non Blok X yang berlangsung pada tanggal 1-6 September
1992 di Jakarta.
f) Ekspor dan impor perdagangan Indonesia dengan negara anggota GNB.

2.3.3 Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda

Dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan


keamanan internasional, Indonesia mempunyai peran yang cukup menonjol
yaitu mengirimkan Kontingen Garuda (KONGA) ke luar negeri.
Pengiriman Misi Garuda pertama kali dilakukan pada bulan Januari 1957.
Misi ini dilatarbelakangi oleh adanya konflik di Timur Tengah pada tanggal 26
Juli 1956 tentang nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Ghamal
Abdul Nasser. Kondisi ini mengakibatkan meluasnya pertikaian. Pada bulan
Oktober 1956 beberapa negara seperti Inggris, Perancis, dan Israel
melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir sehingga mengancam
perdamaian dunia. Dewan Keamanan PBB pun turun tangan dan meminta
pihak yang bersengketa untuk berunding. Hasil rundingan tersebut pada
tanggal 5 November 1956 berupa dibentuknya sebuah komando PBB yaitu
United Nations Emergency Forces(UNEF). Setelah dibentuknya komando
tersebut, Indonesia menyatakan bersedia turut serta menyumbangkan pasukan
dalam UNEF. Pada 28 Desember, sebagai pelaksanaannya Indonesia
membentuk sebuah pasukan yang berkekuatan satu detasemen (550 orang).
Kontingen ini diberi nama Pasukan Garuda yang kemudian diberangkatkan ke
Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
Terkait munculnya konflik di Kongo(Zaire) yang berhubungan dengan
kemerdekaan Zaire pada bulan Juni 1960 dan Belgia yang memicu pecahnya
perang saudara. PBB kemudian membentuk Pasukan Perdamaian untuk Kongo
yaitu United Nations for the Congo(UNOC) untuk mencegah pertumpahan
darah yang lebih banyak. Dengan dibentuknya pasukan tersebut, Indonesia
kembali mengirimkan pasukan sebanyak satu batalyon untuk membantu
UNOC. Pasukan ini disebut “Garuda II” yang berangkat dari Jakarta pada
tanggal 10 September 1960. Pasukan Garuda II menyelesaikan tugasnya pada
bulan Mei 1961 dan kemudian digantikan oleh pasukan Garuda III yang mulai
bertugas pada bulan Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964.

11
Indonesia kembali diberikan kepercayaan oleh PBB untuk mengirim
pasukannya yaitu Pasukan Garuda IV sebagai pasukan pemeliharaan
perdamaian PBB ketika meletusnya perang saudara antara Vietnam Utara dan
Vietnam Selatan. Sebagai hasil dari persetujuan internasional di Paris pada
tahun 1973, PBB membentuk International Commission of Control and
Supervission(ICCS) untuk menjaga stabilitas politik di kawasan Indocina yang
terus berlanjut akibat dari perang saudara tersebut. Terdiri dari beberapa negara
yaitu Hongaria, Indonesia, Kanada, dan Polandia yang mempunyai tugas
mengawasi pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak yang bertikai.
Pasukan Garuda IV yang berkekuatan 290 pasukan bertugas dari bulan Januari
1973 untuk digantikan Pasukan Garuda V dan kemudian Pasukan Garuda VII.
Karena seluruh Vietnam jatuh ke tangan Vietcong (Vietnam Utara yang
komunis) maka seluruh Pasukan Garuda VII ditarik dari Vietnam.
Pada tahun 1973, Pasukan Garuda VI bertugas ketika pecah perang Arab-
Israel ke 4. Kontingen Indonesia yang semula bertugas sebagai pasukan
pengamanan dalam perudingan antara Mesir dan Israel. UNEF kembali
diaktifkan lagi yang beranggotakan kurang lebih 7000 anggota, terdiri atas
kesatuan-kesatuan Australia, Finlandia, Swedia, Irlandia, Peru, Panam,
Senegal, Ghana dan Indonesia. Pasukan Garuda menyelesaikan tugasnya pada
23 September 1974 dan digantikan dengan Pasukan Garuda VIII yang bertugas
sampai pada tanggal 17 Februari 1975.
Keikutsertaan Indonesia sejak tahun 1975 dalam membantu pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional dengan mengirim pasukan-
pasukannya ke negeri lain. Peran aktif Indonesia tersebut pada tahun 2012
ditandai dengan didirikannya Indonesian Peace Security Centre(IPSC/Pusat
Perdamaian dan Keamanan Indonesia). Terdapat beberapa unit yang mengelola
kesiapan pasukan yang akan dikirimkan untuk menjaga perdamaian
dunia(Standby Force).

2.3.4 Pembentukan ASEAN

Sejarah ASEAN(Association of Southeast Asian Nations) didirikan pada


tanggal 8 Agustus 1967. Pembentukan ASEAN merupakan hasil Deklarasi
Bangkok yang dihadiri oleh 5 negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura dan Thailand. Kelima negara inilah yang menjadi 5 negara
pendiri ASEAN yang menandatangani Deklarasi Bangkok di Kota Bangkok,
Thailand. Tiap negara diwakili oleh masing-masing delegasi yaitu menteri luar
negeri . Lima tokoh pendiri ASEAN yang mewakili tiap negara adalah Adam
Malik(Indonesia), Narsisco Ramos(Filipina), Tun Abdul Razak(Malaysia), S.
Rajaratnam(Singapura), dan Thanat Khoman(Thailand).
Awal dibentuk tahun 1967 memang hanya ada 5 negara ASEAN saja.
Brunei Darussalam menjadi anggota pertama ASEAN di luar lima negara
pemrakarsa yang bergabung, yaitu di tahun 1984. Kemudian negara-negara

12
Asia Tenggara lain juga bergabung dalam ASEAN yakni Vietnam(1995),
Laos(1997), Myanmar(1997) dan Kamboja(1998). Hingga kini terdapat 10
negara anggota ASEAN. Hanya 1 negara di kawasan Asia Tenggara yang
masih belum begabung secara resmi dengan ASEAN, yakni Timor Leste.
Status Timor Leste masih menjadi negara pengamat saja.

 Latar Belakang Berdirinya ASEAN

Latar belakang terbentuknya ASEAN adalah persamaan geografis.


Negara-negara ASEAN sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara,
yang berada di sebelah selatan negara China dan berada di sebelah utara
Samudera Hindia dan Benua Australia. Selain itu juga terdapat
persamaan suku bangsa, dimana masyarakat ASEAN memiliki budaya
dasar Melayu-Austronesia. Semua negara ASEAN kecuali Thailland
juga pernah dijajah oleh bangsa Eropa, sehingga ada persamaan nasib.
Hal lain yang mendasari pembentukan ASEAN sesuai dengan poin
yang ada pada tujuan dibentuknya ASEAN diantaranya untuk
mempererat kerjasama antar negara-negaradi kawasan Asia Tenggara
dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Tujuan ASEAN
adalah untuk memajukan negara dan meningkatkan perdamaian di
tingkat regional.

 Lambang ASEAN

 Daftar Negara ASEAN


1. Indonesia (negara pendiri)
2. Malaysia(negara pendiri)
3. Thailand(negara pendiri)
4. Filipina(negara pendiri)
5. Singapura(negara pendiri)
6. Brunei Darussalam(bergabung pada tahun 1984)
7. Vietnam(tahun 1995)

13
8. Laos(tahun1997)
9. Myanmar(tahun1997)
10. Kamboja(tahun1999)

 Tujuan ASEAN
Tujuan ASEAN yang tertera pada isi Deklarasi Bangkok :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional
3. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk
kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik,
ilmu pengetahuan dan administrasi
4. Memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi
regional dan internasional yang ada
5. Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan
dan penelitian di kawasan Asia Tenggara
6. Kerjasama yang lebih besar dalam bidang pertanian,industri,
perdagangan, pengangkutan, komunikasi serta usaha
peningkatan standar kehidupan rakyatnya
7. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara

Pada masa-masa awal berdirinya ASEAN telah mendapat berbagai


tantangan yang muncul dari masalah-masalah negara anggotanya sendiri.
Seperti masalah antara Malaysia dan Filipina menyangkut Sabah, sebuah
wilayah di Borneo/Kalimantan Utara. Kemudian persoalan hukuman mati dua
orang anggota marinir Indonesia di Singapura, kerusuhan realis di Malaysia,
dan permasalahan minoritas muslim di Thailand Selatan. Akan tetapi, semua
pihak yang terlibat dalam permasalahan-permasalahan tersebut dapat meredam
potensi konflik yang muncul sehingga stabilitas kawasan dapat dipertahankan.
Aktivitas ASEAN dalam bidang politik yang menonjol adalah dengan
dikeluarkannya Kuala Lumpur Declaration pada 27 November 1971. Deklarasi
tersebut merupakan pernyataan kelima menteri Luar Negeri ASEAN yang
menyatakan bahwa Asia Teggara merupakan zone of peace, freedom and
neutrality (ZOPFAN)/Zona Bebas Netral, bebas dari segala campur tangan
pihak luar.

Selain menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul dari


negara-negara anggotanya sendiri juga terdapat permasalahan lain seperti
keraguan dari beberapa negara-negara anggotanya. Seperti Singapura yang
menampakkan sikap kurang antusias terhadap ASEAN, Filipina dan Thailand
meragukan efektivitas ASEAN dalam melakukan kerja sama kawasan. Hanya

14
Indonesia dan Malaysia yang menunjukkan sikap serius dan optimis terhadap
keberhasilan ASEAN sejak organisasi tersebut didirikan. Selain sikap
meragukan tersebut, tantangan lainnya adalah munculnya citra kurang
menguntungkan bagi ASEAN dari beberapa negara luar. RRC menuduh bahwa
ASEAN merupakan suatu proyek “pemerintah fasis Indonesia” yang berupaya
menggalang suatu kelompok kekuatan di kawasan Asia Tenggara yang
menentang Cina dan komunisme. RRC juga menuduh bahwa dalang dari
kegiatan yang diprakarsai oleh “pemerintah fasis Indonesia” tersebut adalah
Amerika Serikat. Citra kurang menguntungkan juga muncul dari Jepang yaitu
meramalkan ASEAN akan bubar dalam waktu yang singkat. Sikap dan
penilaian berbeda dari negara luar ASEAN muncul dari negara-negara barat,
terutama Ameika Serikat. Mereka menyambut positif berdirinya ASEAN. Hal
itu dapat dipahami karena negara-negara Barat sangat menginginkan suatu
kawasan damai dan pekembangan ekonomi di kawasan tersebut untuk
meredam bahaya komunisme di Asia Tenggara.

Keraguan beberapa negara anggota ASEAN dapat dimaklumi karena


pada masa 1969-1974 dapat dikatakan sebagai tahap konsolidasi ASEAN. Pada
tahap tersebut secara perlahan rasa solidaritas ASEAN terus menebal dan hal
itu menumbuhkan keyakinan bahwa lemah dan kuatnya ASEAN tergantung
partisipasi negara-negara anggotanya. Pada perjalanan selanjutnya ASEAN
mulai menunjukkan sebagai kekuatan ekonomi yang mendapat tempat di
wilayah Asia Pasifik dan kelompok ekonomi lainnya di dunia seperti
Masyarakat Ekonomi Eropa dan Jepang. Bidang sosial dan budaya pun menjadi
perhatian ASEAN, melalui berbagai aktivitas budaya diupayakan untuk
memasyarakatkan ASEAN. Perkembangan ASEAN semakin menunjukkan
perkembangan yang positif setelah dalam KTT pertama di Bali pada 1976
dibentuk Sekretariat Tetap ASEAN yang berkedudukan di Jakarta.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas maksudnya tidak
terikat pada Blok tertentu, sedangkan aktif berarti selalu ikut serta dalam upaya perdamaian
dunia. Konsep bebas aktif lahir ketika dunia tengah berada dalam pengaruh dua Blok utama
setelah selesainya Perang Dunia ke II, yaitu Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviet.

15
Keikutsertaan Indonesia dalam upaya perdamaian dunia antara lain tercermin dari
pengiriman Pasukan Misi Perdamaian Garuda ke wilayah-wilayah konflik di dunia.
Indonesia juga menjadi pelopor atau pendiri organisasi-organisasi antar bangsa seperti
Gerakan Non Blok, ASEAN dan Konferensi Asia Afrika.

3.2 Daftar Pustaka

 Buku Paket Sejarah Indonesia / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta:


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.
 http://puji17anisa.blogspot.com/2016/02/contoh-makalah-sejarah-indonesia-dalam.html
 https://readyygo.blogspot.com/2016/10/indonesia-dalam-panggung
 http://www.artikelsiana.com/2015/03/pengertian-politik-luar-negeri-tujuan.html

16

Anda mungkin juga menyukai