Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “RI-ASEAN

(STABILITAS REGIONAL & PERAN KEPIMPINAN) “.

Kami harap makalah ini bisa menambah pengetahuan dan ilmu bagi

pembaca dan dosen yang bersangkutan dan untuk kedepannya kami bisa dapat

memperbaiki maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin

masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Bandung, November 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 1

BAB I ....................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ..................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 3

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4

BAB II ...................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ....................................................................................................... 5

2.1 Sejarah politik Presiden Soeharto................................................................. 5

2.2 Bagaimana pelaksanaan politik bebas aktif. ................................................ 6

2.3 Peran Indonesia dalam pembentukan Asean ............................................... 9

2.4 Kronologis Runtuhnya Sistem Pemerintahan Orde Baru ........................... 15

2.4 Kelebihan dan Kelemahan Soeharto .......................................................... 18

BAB III ................................................................................................................... 20

ANALISIS .............................................................................................................. 20

BAB IV ................................................................................................................... 22

PENUTUP ............................................................................................................. 22

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 22

BAB V .................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 23

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan

antara kekuasaan masa Soekarno (Orde Lama) dengan masa Soeharto.

Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan

Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk:

mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama,

penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara

Indonesia, melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan

konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan

stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.

Setelah Orde Baru memegang talpuk kekuasaan dan mengendalikan

pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus-menerus mempertahankan

status quo. Hal ini menimbulkan ekses-ekses negative, yaitu semakin jauh dari

tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan

penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang

terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu direkayasa untuk

melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu dianggap sah

dan benar, walaupun merugikan rakyat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Sejarah politik Presiden Soeharto?

2. Bagaimana peran Indonesia dalam pembentukan Asean?

3. Bagaimana pelaksanaan Politik Bebas Aktif?

4. Kronologis Runtuhnya Sistem Pemerintahan Orde Baru.

3
5. Apa kelebihan dan kekurangan pemerintahan Soeharto?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Agar kita dapat memahami sejarah perkembangan politik pada masa

Soeharto.

2. Agar kita mengetahui sistem pemerintahan pada masa orde baru dan

penerapannya.

3. Supaya kita tahu kelemahan dan kelebihan pemerintahan di era Soeharto.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah politik Presiden Soeharto

Setelah kursi kepresidenan jatuh ke tangan Soeharto yang menandai

dimulainya masa Orde Baru terjadi perubahan besar dalam pemerintahan

Indonesia. Di bawah kepemimpinan Soeharto, hubungan antara Indonesia

dengan negara barat mulai diperbaiki dan Indonesia masuk kembali menjadi

anggota PBB. Berbeda dengan Soekarno yang dalam diplomasinya lebih

menitik beratkan kepada politik luar negeri yang revolusioner dan anti-

imperialisme yang bersifat konfrontatif, Soeharto merubah politik luar negeri

tersebut sehingga lebih bersifat kooperatif. Hal ini dilakukan oleh Soeharto

karena perubahan orientasi politik Indonesia yang mengedepankan

pembangunan ekonomi. Pembangunan ini dilakukan oleh negara Indonesia

dengan melakukan berbagai kerjasama dengan negara-negara lain khususnya

di bidang ekonomi. Hal ini membuat negara Indonesia dijadikan sebagai salah

satu negara tempat berinvestasi yang menjanjikan.

Pada tanggal 5 Juli 1966, pemerintah kembali menegaskan landasan kebijakan

luar negeri Indonesia melalui ketetapan MPR no XII/MPRS/1966 yang

menyatakan bahwa politik luar negeri Indonesia adalah:

• Bebas aktif, anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk

manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social

• Mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat.

Selain itu juga telah ditetapkan TAP MPR No.II/ MPR/ 1983 yang membuat

Indonesia berupaya untuk meningkatkan hubungannya dengan negara-negara

tetangga. Hal ini ditandai dengan masuknya negara Indonesia sebagai salah

5
satu anggota ASEAN. Keberhasilan Orde Baru dalam mendapatkan bantuan

luar negeri mengakibatkan terjadinya pembangunan secara besar-besaran di

negara Indonesia. Namun, hal ini juga berpengaruh terhadap kebijakan

pemerintah karena negara pemberi bantuan memiliki tujuan untuk

mengendalian berbagai kebijakan pemerintah Indonesia demi kepentingan

para negara kreditor. Lambat laun, hutang Indonesia terus menumpuk sehingga

masih kita rasakan sampai saat ini dampaknya.

2.2 Bagaimana pelaksanaan politik bebas aktif.

Dalam bidang politik luar negeri, penyelewengan terhadap politik bebas-

aktif telah terjadi dengan dicetuskannya Manifesto Politik Republik Indonesia.

Untuk menghindari terulangnya kembali pengalaman pahit masa lampau itu,

tugas dan kewajiban politik luar negeri Orde Baru adalah mengoreksi semua

penyelewengan pada masa Demokrasi Terpimpin. Berdasarkan kenyataan itu,

MPRS (kemudian MPR) sebagai lembaga kenegaraan tertinggi telah

menegaskan kembali landasan kebijakan politik luar negeri Republik

Indonesia. Landasan politik luar negeri adalah sebagai berikut.

1. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Penegasan kembali

Landasan Kebijakan Politik Luar Negeri Republik Indonesia. 1

2. Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966 tentang Pembaruan

Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan.2

3. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1968 tentang Tugas Pokok Kabinet

Pembangunan.3

4. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN. 4

1
Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966
2
Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966
3
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1968
4
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973

6
Menurut rumusan yang telah ditetapkan MPRS, Politik Luar Negeri

Indonesia secara keseluruhan mengabdikan diri kepada kepentingan

nasional. Sesuai dengan kepentingan Nasional, politik luar negeri Indonesia

yang bersifat bebas dan aktif tidak dibenarkan memihak pada salah satu blok

ideologi yang ada. Politik bebas dan aktif bukanlah politik yang netral,

melainkan suatu politik luar negeri yang tidak mengikat diri pada salah satu

blok ataupun pakta militer. Tujuannya ialah mempertahankan kebebasan

Indoenesia terhadap imperealisme dalam segala bentuk manifestasinya.

Sejak tahun 1967, pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif

telah diterapkan secara konkret dalam menanggapi masalah-masalah

Internasional yang timbul, seperti masalah Vietnam, Timur Tengah, dan lain-

lain. Menteri Luar Negeri Adam Malik menyatakan bahwa kebijakan

pemerintah dituntut oleh realitas yang ada di dunia luar. 5 Sikap pemerintah

Indonesia telah memperoleh pengertian positif dari dunia luar. 6 Pengertian

kepercayaan luar negeri terhadap kebijakan Kabinet Ampera, telah digunakan

dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan nasional.

Sesuai dengan strategi nasional dalam sub bidang luar negeri,

pemerintah berusaha memperbaiki hubugan Indonesia dengan luar negeri

yang terputus atau beku akibat politik konfrontasi. Selama pemerintah

Demokrasi Terpimpin, kebijakan politik luar negeri lebih condong

berhubungan dengan negara-negara sosialis atau negara negara yang

termasuk golongan Nefos. Akan tetapi, dengan lahirnya Orde Baru (1966),

kebijakan yang membatasi ruang gerak Indonesia di forum Internasional itu

dievaluasi, sesuai dengan tuntutan dan tujuan UUD 1945.

5
Michael Leifer, Politik Luar Negeri Indonesia, 1989, hal. 165
6
Departemen Penerangan, Pidato Presiden pada Sidang Kabinet Paripurna 12 Desember 1967,
hal. 11

7
Karena politik Konfrontasi dengan Malaysia, Singapura dan Inggris

tidak sesuai dengan dasar politik bebas dan aktif, politik konfrontasi pun

diakhiri, dan kemudian diganti dengan politik bertetangga dan bersahabat baik

serta hidup berdampingan secara damai yang saling menguntungkan. Dalam

hal ini pemerintah berpegang teguh pada ketetapan dan Nota politik MPRS

tahun 1966 dan 1968 tentang Politik Luar Negeri berdasarkan Pancasila.

Konfrontasi dengan Malaysia berakhir setelah tercapainya

Persetujuan Bangkok, pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1966 antara Tun Abdul

Razak dan Adam Malik pada tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta

ditandatangani persetujuan untuk menormalisasi hubungan bilateral

Indonesia – Malaysia. Sejak 31 Agustus 1967, kedua pemerintah telah

membuka hubungan diplomatik pada tingkat kedutaan besar.

Selanjutnya, pada tanggal 2 Juni 1966, Republik Indonesia dengan

resmi mengakui Republik Singapura. Pengakuan itu selanjutnya disusul

dengan pelaksanaan hubungan diplomatik yang ditandatangani pada tanggal

7 September 1967 oleh kedua Menteri Luar Negeri. Sebaliknya, hubungan

dengan RRC dan Kuba akibat peristiwa G30S/PKI masih mengalami

ketegangan . Hubungan diplomatik RI – RRC kemudian pada tanggal 30

Oktober 1967 dibekukan, dan KBRI di Peking ditutup untuk waktu yang

ditentukan.

Berakhirnya politik konfrontasi juga berarti putusnya poros Jakarta –

Phnompenh – Hanoi – Peking – Pyongyang (Beijing). Oleh karena itu,

hubungan dengan Uni Soviet dan negara-negara sosialis lainnya diarahkan

utuk mengusahakan terciptanya pengertian baik dengan negara-negara

tersebut.

Mengingat kepentingan nasional semakin mendesak, Indonesia

merasa perlu secara aktif mengambil bagian dalam kegiatan badan-badan

8
Internasional. Panitia musyawarah DPR GR mengadakan rapat pada tanggal

13 Juni 1966 untuk membahas resolusi anggota DPR GR Komisi C (Hankam

– Luar Negeri). Resolusi tersebut mendesak kepada pemerintah supaya

Indonesia masuk kembali menjadi anggota PBB sebelum persidangan umum

badan dunia itu dimulai pada tahun 1966. Sebagai dasar pertimbangan

disebutkan bahwa selama menjadi anggota badan dunia itu sejak 1950 –

1964, Indonesia telah Memperoleh banyak manfaatnya. Setelah itu

meninggalkan PBB sejak 1 Januari 1965, Indonesia kembali aktif di PBB pada

28 September 1966.7 Tindakan ini mendapat dukungan penuh dari berbagai

negara, seperti Aljazair, Jepang, Filipina, Pakistan, Mesir, dan Thailand.

2.3 Peran Indonesia dalam pembentukan Asean

Setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Wakil Presiden

Muhammad Hatta mengkategorisasikan bahwa politik luar negeri Indonesia

adalah politik bebas aktif. Bebas berarti mereka tidak mendukung atau masuk

dalam blok perang dingin. Aktif berarti mendukung Negara – Negara yang

berusaha untuk mencapai kemerdekaannya. Inilah yang menjadi basis dari

politik luar negeri presiden Soekarno.

Setelah jatuhnya kepemimpinan Soekarno tahun 1966, maka naiklah

Soeharto sebagai pemimpin baru Indonesia. Dan mengklaim bahwa inilah

Orde Baru, bentuk pemerintahan yang berbeda dari Orde Lama (Soekarno).

Dalam masa pemerintahan Soeharto banyak melakukan inovasi ataupun

perubahan – perubahan terutama perubahan di bidang politik luar negeri.

Soeharto membagi tiga lingkaran atau bidang politik luar negeri Indonesia.

9
Pertama, lingkaran Barat yang dimana difokuskan untuk beberapa bidang

seperti perdagangan dan investasi serta menjalin hubungan. Dengan menjalin

hubungan / kerjasama dengan Negara – Negara barat yang notabenenya

Negara berkembang maka kemungkinan mendapatkan bantuan asing lebih

besar. Lingkaran yang kedua adalah lingkaran Gerakan Non Blok. Gerakan

yang merupakan gagasan yang timbul pada masa pemerintahan Soekarno.

Gerakan ini dideklarasikan di Bandung tahun 1955 dalam Konferensi Asia

Afrika. Gerakan ini digunakan oleh Soeharto untuk menjalin kerjasama

dengan Negara – Negara berkembang lainnya. Lingkaran ketiga adalah

lingkaran ASEAN (Association of South East Asian Nations) yang merupakan

forum regional yang berisi Negara – Negara yang secara letak geografis

berada di Asia tenggara. Hubungan yang dibentukpun adalah hubungan

multilateral. ASEAN sendiri terbentuk atas kerjasama lima Negara (Indonesia,

Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand) yang kemudian di deklarasikan di

Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi inipun disebut sebagai

Deklarasi ASEAN.

Adapun motif dari Indonesia untuk ikut bergabung bahkan membentuk

ASEAN ini ada tiga poin besar. Pertama, adanya keinginan untuk

menormalisasi hubungan dengan Negara – Negara non komunis. Salah satu

contoh adalah ingin menormalisasi hubungan dengan Malaysia karena pada

masa pemerintahan Soekarno hubungan ini sempat renggang beberapa saat.

Kedua, adanya kebutuhan domestik. Hal ini diakui bahwa Negara – Negara

tidak bisa berdiri sendiri, perlunya hubungan dengan Negara lain karena

hubungan ini sedikit banyak akan berdampak kepada stabilitas domestik.

Ketiga, untuk mengurangi ketergantungan dengan Negara – Negara luar.

Sebelum terbentuknya ASEAN, Indonesia banyak menjalin hubungan dengan

Negara – Negara seperti Rusia dan Amerika Serikat yang membuat sebagai

10
Negara berkembang sangat bergantung. Untuk itulah diperlukannya sebuah

wadah pengembangan bersama. Maka dari itu dibentuklah ASEAN.

Setelah ASEAN terbentuk masih dirasakan bagaimana Negara – Negara

terus membuktikan dirinya dengan memperbanyak dan memperbaharui

peralatan militernya. Hal ini dianggap akan mengancam ASEAN itu sendiri,

makanya dibentuklah Deklarasi Persetujuan ASEAN – Zone of Peace,

Freedom and Neutrality (ZOPFAN) di Kuala Lumpur tahun 1971. Yang

kemudian tahun 1983 dibuatlah SEANWFZ (Southeast Asian Nuclear

Weapon Free Zone). Perjanjian ini dideklarasikan di Manila pada tahun 1987.

Dengan adanya perjanjian ini maka konfrontasi secara fisikpun dapat

dihindari.

Semenjak tergabung dalam ASEAN, Indonesia menemui banyak

tantangan – tantangan yang berat. Hal inipun yang membuat, Indonesia

sebagai salah satu founding father dari ASEAN seakan kehilangan

keperkasaannya di Asia Tenggara. Hal ini didasarkan oleh berbagai kejadian

yang terus menerus menerjang Indonesia. Hal yang dianggap paling

berpengaruh adalah Situasi Domestik. Dalam sejarah tahun 1998 Indonesia

pernah digoyang oleh krisis moneter. Krisis ini menyebabkan ketidakstabilan

ekonomi dan politik di Indonesia. Banyak fenomena yang muncul, seperti

munculnya kerusuhan – kerusuhan yang terjadi diberbagai daerah seperti

Ambon, Timor – Timur, Irian Jaya dan Aceh. Kerusuhan ini terjadi sebagai

bentuk ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Muncul

pula sikap anti Chine (keturunan Cina) yang menyebabkan Indonesia sangat

mencekam waktu itu. Karena fenomena ini sehingga membuat orang – orang

mulai mempertanyakan bagaimana Pancasila ini diterapakan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Makanya munculnya pahaman –

pahaman yang berlandasarkan Islam yang dianggap dapat memperbaiki

11
Indonesia. Selain di Indonesia, ketidakstabilan ini menyebar di Negara –

Negara ASEAN yang lain.

Krisis moneter ini dianggap sebagai bentuk kegagalan Indonesia karena

sebelum terjadinya fenomena ini disepakati perjanjian untuk membuat suatu

kawasan integrasi Ekonomi. Perjanjian yang dimaksud adalah AFTA (ASEAN

Free Trade Area). Perjanjian ini menyebabkan pasar dalam negeri Indonesia

terkoneksi dengan pasar Asia Tenggara. Dan setelah kejatuhan ekonomi

tahun 1997 – 1998 menyebabkan Indonesia semakin terpuruk karena selain

harus berkompetisi, Indonesia harus memperbaiki ekonomi dalam negerinya.

Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan tahun 1997 dan 1998

menyebabkan Indonesia kembali di kecam oleh Negara – Negara ASEAN

lainnya. Kebakaran hutan ini disebabkan oleh pembalakan liar yang dilakukan

oleh perusahaan keluarga Soeharto. Tetapi Soeharto pun menghindar dan

mengatakan bahwa ini adalah bencana alam. Walaupun dianggap sebagai

bencana alam oleh Soeharto tetapi tetap berdampak kepada Negara – Negara

ASEAN lainnya seperti Brunei, Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand

yang menyebabkan kerugian – kerugian. Kerugian ini terjadi karena asap

yang muncul dari kebakaran hutan tersebut menyebabkan dampak terhadap

kesehatan dan pariwisata di Negara – Negara tersebut. Hal inilah yang

membuat Soeharto harus meminta maaf kepada Negara – Negara tersebut.

Berjalannya ASEAN inipun semakin lama membutuhkan semakin banyak

Negara untuk bergabung. Negara yang dimaksud adalah Negara yang secara

geografis masuk dalam kawasan Asia Tenggara. Hal ini juga menjadi

tantangan bagi Indonesia sendiri karena semakin banyaknya Negara yang

masuk maka akan semakin sulit pula mengambil sebuah kebijakan ataupun

keputusan karena masing – masing Negara punya opini berbeda terhadap

suatu isu. Myanmar dan Kamboja pun masih tidak stabil di dalam negaranya.

12
Masuknya Kamboja dalam Konferensi ASEAN VI pun menimbulkan

perdebatan bahkan menyebabkan bipolar keputusan. Negara – Negara

seperti Singapura, Thailand dan Filipina memutuskan untuk menunda

keanggotaan dari Kamboja. Sedangkan Indonesia, Malaysia, Myanmar dan

Vietnam justru mendukung agar Kamboja menjadi bagian dari ASEAN. Selain

perdebatan tentang status Kamboja. Di konferensi inipun membicarakan

AFTA yang bagaimana nantinya akan menghilangkan hambatan – hambatan

non-tarif.

Keamanan pun menjadi suatu tantangan bagi Indonesia agar dapat

kembali menjadi pemimpin dari ASEAN. Negara – Negara yang merupakan

anggota ASEAN terlibat konflik dengan Negara luar. Hal inilah yang menjadi

dasar dibentuknya ARF (ASEAN Regional Forum) yang membahas

bagaimana konfrontasi Kamboja dengan China atas wilayah laut China

Selatan. Ada dua isu keamanan penting yang harus diperhatikan Indonesia

yaitu kasus kepuluan Spartly yang mulai terjadi pada tahun 1990 dan kasus

separatis di Filipina yaitu Kasus suku Moro di Mindanao. Jika Indonesia dapat

mengambil langkah yang tepat terhadap dua isu keamanan diatas maka

Indonesia akan mendapat kepercayaannya kembali.

Di ASEAN yang perlu ditegakan adalah adanya prinsip non-intervensi.

Dimana ASEAN tidak boleh mencampuri urusan domestic Negara lain. Hal ini

membuat beberapa perjanjianpun terlihat tidak dapat mengikat secara pasti.

Beberapa kasus yang terjadi sebagai contoh adalah kasus konflik Malaysia

dengan Singapura serta kasus Anwar Ibrahim dimana Indonesia melakukan

diplomasi – diplomasi terhadap kasus tersebut.

Dari tantangan – tatangan di atas dapat di tarik garis besar bahwa

tantangan tersebut membawa Implikasi atau dampak ke depan. Dampak –

dampak yang terjadi antara lain bagaimana Indonesia mempimpin ASEAN,

13
Situasi Politik Domestik, Model Peran Otoriter lembut dan muncul pertanyaan

terhadap bentuk kesatuan Indonesia. Pertama yang akan dibahas bagaimana

Indonesia dapat kembali menjadi pemimpin sementara masih fokus terhadap

situasi domestik. Hal yang terjadi pada domestik menyebabkan Indonesia

harus memporsikan fikiran yang lebih besar terhadap kondisi tersebut. Salah

satunya adalah bagaimana perubahan situasi politik dalam negeri. Tahun

1999 dimulailah suatu pesta rakyat dimana pemimpin yang terpilih merupakan

pemimpin yang terpilih oleh rakyat secara adil.

Model pemerintahan pun berubah yang dahulunya memakai sistem

dimana pusat ibukota Negara adalah pusat pemerintahan yang dianggap

sebagai bentuk otorites lembut. Sistem yang digagas oleh Soeharto inipun

menimbulkan ketidakstabilan atau ketidakmeretaan pembangunan sehingga

pada masa jabatan Habibi lebih menerapakan Human Security yang

kemudian ditanggapi oleh ASEAN dengan membentuk AFTA Plus. Sistem

yang dibuat Habibi di dalam Negara adalah memberikan otonomi daerah

kepada 27 Provinsi. Dan memberikan Timor Leste dua pilihan yaitu diberikan

juga otonomi daerah seperti 27 Provinsi yang lain atau diberikan

kemerdekaan. Kebijakan yang dikeluarkan inilah yang membuat pertanyaan

apakah Indonesia betul – betul Negara kesatuan.

Dari berbagai hal diatas dapat disimpulkan bahwa akan membutuhkan

beberapa tahun lagi agar Indonesia mendapatkan powernya kembali di

ASEAN. Kejatuhan politik dan ekonomi yang terjadi harus segara di atasi

dengan cepat agar Indonesia tidak semakin terpuruk.

14
2.4 Kronologis Runtuhnya Sistem Pemerintahan Orde Baru

1. Krisis Moneter

Pada waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih baik.

Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan

devisa masih besar, lebih dari US$ 20 B. Tapi banyak perusahaan besar

menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang

menguntungkan ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi

masalah karena diimbangi kekuatan penghasilan Rupiah.

Tapi begitu Thailand melepaskan kaitan Baht pada US Dollar di bulan Juli

1997, Rupiah kena serangan bertubi-tubi, dijual untuk membeli US Dollar

yang menjadi murah. Waktu Indonesia melepaskan Rupiah dari US Dollar,

serangan meningkat makin menjatuhkan nilai Rupiah. IMF maju dengan

paket bantuan US$ 20B, tapi Rupiah jatuh terus dengan kekuatiran akan

hutang perusahaan, pelepasan Rupiah besar-besaran. Bursa Efek Jakarta

juga jatuh. Dalam setengah tahun, Rupiah jatuh dari 2,000 dampai 18,000

per US Dollar.

2. Tragedi “TRISAKTI”

Tragedi 12 mei 1998 yang menewaskan 4 orang mahasiswa Universitas

Trisakti. Tragedi yang sampai saat ini masih dikenang oleh para mahasiswa

di seluruh Indonesia belum jelas penyelesaiannya hingga sekarang. Tahun

demi tahun kasus ini selalu timbul tenggelam. Setiap 12 Mei mahasiswa pun

berdemo menuntut diselesaikannya kasus penembakan mahasiswa Trisakti.

Namun semua itu seperti hanya suatu kisah yang tidak ada masalah apapun.

Seperti suatu hal yang biasa saja. Pemerintah pun tidak ada suatu

pernyataan yang tegas dan jelas terhadap kasus ini. Paling tidak perhatian

terhadap kasus ini pun tidak ada. Mereka yang telah pergi adalah :

15
1) Elang Mulia Lesmana

2) Heri Hertanto

3) Hafidin Royan

4) Hendriawan Sie

Mereka merupakan Pahlawan Reformasi selain mahasiswa lainnya yg ikut

berjuang pada saat itu.

3. Penjarahan

Pada tanggal 14 Mei 1998, Jakarta seperti membara. Semua orang tumpah

di jalanan. Mereka merusak dan menjarah toko dan gedung milik swasta

maupun pemerintah. Masa pada saat itu sudah kehilangan kendali dan brutal

akibat kondisi yang terjadi di tanah air pada saat itu.

Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan Cina. Tarakhir, banyak

warga keturunan Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian lainnya bertahan

dalam ketakutan dan munculah isyu-isyu gak tidak jelas bahwa pada hari itu

terjadi perkosaan masal warga keturunan tiong Hoa.

4. Mahasiswa Menduduki Gedung MPR

Pada tanggal 18 mei, Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai

Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan

suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan

DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto

mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi

seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid,

Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.

Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden

Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat

menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan

VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak

16
terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu “malu”. Namun, niat itu

tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan,

“Urusan kabinet adalah urusan saya.” Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan

tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang

di masyarakat.

Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto

mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden

Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual,

meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan

pembentukan “Dewan Reformasi”.

Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki

halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.

5. Soeharto Meletakkan Jabatannya.

1. Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Amien Rais

dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan,

“Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru”.

2. Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul

9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf

kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi

ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian

menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor

polisi B-1, tetapi B 2044 AR.

3. Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.

4.Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan

mantan-mantan presiden, “ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan

kehormatan para mantan presiden/mandataris MPR, termasuk mantan

Presiden Soeharto beserta keluarga.”

17
5. Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu

yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah

dan konstitusional.

2.4 Kelebihan dan Kelemahan Soeharto

A. Kelebihan

➢ Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya

AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000

➢ Paling Sukses di Swasembada Pangan

➢ Punya Insting Kuat dan Strategi Jenius

➢ Sang Bapak Pembangunan

➢ Meredam Konflik dengan Malaysia

➢ Belenggu Terhadap Media

➢ Petrus Alias Penembakan Misterius

➢ Menyederhanakan Kehidupan Berpolitik

Kekurangan Pemerintahan Orde Baru:

➢ Karena terlalu lama berkuasa sehingga beliau menganggap RI sebagai

milik pribadi dimana semua pejabat berasal dari keluarga dan kerabat

dekatnya.

➢ Tak menghargai HAM, dan menebar isu rasial, anehnya beliau jatuh juga

akibat terbakar isu rasial yang dia mulai.

➢ Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) menjadi-jadi terutama di

tahun 1990 an.

➢ Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan

pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena

kekayaan

daerah sebagian besar disedot ke pusat

18
➢ Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan

pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

➢ Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang

memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun

pertamanya.

➢ Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak

merata bagi si kaya dan si miskin)

➢ Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

➢ Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah

yang dibreidel.

➢ Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan

program "Penembakan Misterius" (petrus)

➢ Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke

pemerintah/presiden selanjutnya)

19
BAB III

ANALISIS

ASEAN merupakan prioritas utama dalam politik luar negeri Indonesia, karena

negara-negara ASEAN merupakan lingkaran terdalam dari lingkaran-lingkaran

konsentris pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Pendekatan lingkaran-

lingkaran konsentris menegaskan besarnya pengaruh lingkungan eksternal

terdekat terhadap situasi domestik Indonesia. Oleh karena itu, terciptanya

kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai, dan kondusif, serta terjalinnya

hubungan harmonis dengan negara-negara di Asia Tenggara dirasakan sangat

penting dan merupakan modal dasar pembangunan nasional Indonesia dan

stabilitas regional.

Politik yang dilakukan pada era Soeharto terhadap hubungan dengan ASEAN

itu sendiri merupakan peranan penting dalam mendapatkan posisi maupun

sebagai identitas kemampuan Indonesia dalam dominasi stabilitas regional.

Kemampuan politik yang kuat dilakukan awalnya dari sektor domestik dengan

menunjukan kekuatan, perlunya hubungan dengan negara lain karena hubungan

ini sedikit banyak akan berdampak kepada stabilitas domestik hingga lingkup

ASEAN dalam keterlibatan Indonesia dalam keanggotaannya.

Mengingat Indonesia menempatkan ASEAN sebagai lingkungan utama dari

politik luar negerinya, Indonesia telah memainkan peran penting dalam

perkembangan ASEAN. Indonesia seringkali dianggap oleh negara-negara di luar

kawasan ASEAN sebagai tulang punggung ASEAN. Peran Indonesia berperan

semakin aktif dalam berbagai forum regional dan internasional, salah satu

diantaranya adalah dengan menyumbangkan inisiatif-inisiatif segar dalam

berbagai forum tersebut yang membahas berbagai persoalan dan isu-isu dunia.

Dalam konteks ASEAN, Indonesia sudah mampu memerankan sebagai pemimpin

20
dari negara-negara di Asia Tenggara, dengan gaya kepemimpinan Soeharto

Indonesia mampu menjalin hubungan dan kerjasama yang baik dengan negara-

negara di kawasan Asia Tenggara.

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sejalan dengan dasar sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh

terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam Negara dan

masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa pusat

kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru

terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat,

dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika

pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari

separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde

Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan

ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang

bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di

depan gedung DPR yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir.

22
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1
Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966
1
Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966
1
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1968
1
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973
1
Michael Leifer, Politik Luar Negeri Indonesia, 1989, hal. 165
1
Departemen Penerangan, Pidato Presiden pada Sidang Kabinet Paripurna 12

Desember 1967, hal. 11


1
H. Roeslan Abdulgani, 25 Tahun Indonesia-PBB, 1971, hal. 14

https://www.kaskus.co.id/thread/581d3c8bd89b09a7728b4572/7-kelebihan-

soeharto/

Alfian, dkk. Latar Belakang Terbentuknya ASEAN. Jakarta: Seknes ASEAN Deplu

RI, 1986.

23

Anda mungkin juga menyukai