Anda di halaman 1dari 2

PERSENGKETAAN BEA MASUK ANTI-DUMPING PADA KERTAS IMPOR

INDONESIA

Indonesia sebagai negara berkembang pada umumnya akan memilih suatu perusahaan domestik
untuk disubsidi khususnya industri yang benar-benar menjadi ekspor Indonesia. Dan selain itu,
Indonesia juga mengambil kebijakan ekonomi seperti penetapan batasan impor, hambatan tarif dan
non tarif dan kebijakan lainnya. Sama seperti negara lainnya, Korea juga menetapkan kebijakan
ekonomi anti dumping untuk melindungi industri domestiknya. Kali ini yang menjadi sasaran
negara yang melakukan dumping adalah Indonesia.

Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO yaitu kasus antara Korea Selatan dan Indonesia,
dimana Korsel menuduh Indonesia melakukan dumping Woodfree Copy Paper ke Korsel sehingga
Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar.

Pada mulanya harga produk kertas Korsel tinggi dan juga produsen kertas Korsel tidak dapat
memenuhi beberapa permintaan pasar. Pada saat itulah masuk produk kertas Indonesia dengan
harga yang lebih murah (termasuk jika dibandingkan dengan harga di pasar Indonesia) dan juga
dengan produk yang memiliki fungsi/nilai substitusi atas produk kertas yang tidak dapat dipenuhi
produsen kertas Korsel, hal ini disebut juga dengan “Like Product”. Karena hal inilah maka produk
kertas Indonesia lebih banyak diminati oleh pasar di Korsel, sedangkan kertas produk Korsel
sendiri menurun penjualannya. Itulah mengapa Korsel menetapkan Bea Masuk Anti Dumping
(BMAD) terhadap produk kertas yang masuk dari Indonesia, untuk melindungi produk dalam
negeri nya.

Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong
dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing, printing, or other graphic
purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.

Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap
produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Dan
pada 9 Mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dengan besaran
untuk PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat
0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan
BMAD terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik Kertas Tjiwi
Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dan untuk April Pine dan
lainnya 2,80%.

Dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor Woodfree
Copy Paper Indonesia ke Korsel yang pada tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun menjadi
67 juta dolar pada tahun 2003. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni
2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli
2004 gagal mencapai kesepakatan.

Pertanyaan :
Bagaimana respon Indonesia menanggapi permasalahan tersebut yang menimbulkan kerugian
besar bagi pihak pengekspor? Apa kesimpulan dari permasalahan dumping tersebut? Apakah
sudah diselesaikan dan apakah Indonesia mendapatkan ganti rugi?

Anda mungkin juga menyukai