MAKALAH
UTANG LUAR NEGERI DAN
PEREKONOMIAN NASIONAL
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK 8
YUSRIL
ZUKRIA
ALFIDA
YUSRAN
SMAN 1 TINAMBUNG
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................................i
C. Tujuan .....................................................................................................2
A. Kesimpulan .............................................................................................7
B. Saran .......................................................................................................7
Penghapusan Utang
Dengan latar belakang seperti itu, tentu tidak berlebihan pula bila salah satu tindakan yang
perlu dipertimbangkan untuk memerdekakan Indonesia dan kolonialisme utang adalah dengan
memperjuangkan penghapusan utang. Tanpa penghapusan utang, Indonesia tidak hanya akan sulit
membebaskan diri dari himpitan beban utang, tetapi cenderung akan semakin jauh terperosok ke
dalam kolonialisme utang.
Sehubungan dengan itu, konsep utang najis (odious debt) sebagaimana diperkenalkan
Alexander Nahum Sack berikut menarik untuk disimak. Menurut Sack (sebagaimana dikutip dalam
Adams, 1991), “if a despotic incurs a debt not for the needs or in the interest of the State, but to
strengthen its despotic regime, to repress the population that’s fights againts it, etc., this debt is odious
for the population of all the State This debt is not an obligation for the nation; it is a regime’s debt, a
personal debt of the power that has incurred it, consequently it falls with the fall of this power.
Konsep utang najis yang diperkenalkan Sack pada tahun 1927 itu dibangunnya berdasarkan preseden
sengketa utang-piutang antar negara yang pernah terjadi sebelumnya. Negara pertama yang
menerapkan konsep utang najis itu adalah Amerika, yaitu ketika negara tersebut mendukung
perjuangan kemerdekaan rakyat Cuba dari penjajahan pemerintah Spanyol pada tahun 1898.
Menyusul beralihnya penguasaan Cuba dari Spanyol ke Amerika, pemerintah Spanyol segera
mendeklarasikan bergesernya tanggunggjawab untuk melunasi utang luar negeri Cuba yang dibuat di
masa pemerintahannya itu kepada Amerika.
Tetapi Amerika secara tegas menoiak penggeseran tanggungjawab untuk melunasi “utang-
utang Cuba” tersebut. Dalam jawabannya kepada pemerintah Spanyol, Amerika antara lain
mengatakan, “They are debts created by the government of Spain, for its own purposes and through
its own agents, in whose creation Cuban had no voice.” Sebab itu, menurut Amerika, utang-utang
tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai utang penduduk Cuba, (dengan demikian) juga tidak
bersifat mengikat bagi pemerintah Cuba berikutnya.
Berdasarkan konsep utang najis sebagaimana dikemukakan Sack itu, dapat disaksikan bahwa setiap
pemerintahan Indonesia pasca Soeharto memiliki peluang untuk memerdekakan Indonesia dari
neokolonialisme utang. Artinya, upaya pengurangan beban utang luar negeri Indonesia tidak hanya
perlu dilakukan karena jumlahnya yang terlanjur sangat besar, tetapi terutama karena terdapatnya
unsur utang najis dalam jumlah keseluruhan utang itu.
Dua alasan yang dapat digunakan sebagai titik tolak untuk meminta penghapusan utang
dengan menggunakan konsep utang najis tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, buruknya
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang luar negeri dalam era Soeharto. Sudah menjadi
rahasia umum, pemerintahan Soeharto adalah sebuah pemerintahan korup. Kecenderungan untuk
berlaku korup itu bahkan masih berlanjut hingga saat ini. Dalam perkiraan Bank Dunia, volume
korupsi proyek-proyek yang dibiayai dengan utang luar negeri di Indonesia rata-rata mencapai sekitar
30 persen (World Bank, 1997).
Kedua, para kreditor wajib bertanggungjawab atas kelalaian mereka dalam memberikan
utang. Hal ini terutama karena cukup kuatnya dugaan keterlibatan para kreditor pada berbagai skandal
korupsi proyek-proyek utang itu. Sebagaimana diketahui, sekitar 80 persen utang luar negeri
Indonesia diterima dalam bentuk fasilitas berbelanja secara kredit. Dalam rangka mengegolkan
proyek-proyek tersebut, para pengusaha negara-negara kreditor tidak segan-segan menyuap para
pejabat Indonesia. Selanjutnya, tanpa mempertimbangkan manfaat sebuah proyek bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat Indonesia, para kreditor begitu saja menyetujui pembiayaan proyek-proyek
tersebut dengan mengucurkan utang luar negeri.
Beberapa negara yang telah melakukan penghapusan utang adalah Brazil, Mexico,
Argentina, Pakistan, dan Nigeria. Masing-masing negara tentu mengemukakan alasan yang barbeda-
beda ketika mengajukan tuntutan penghapusan utang mereka. Tetapi kata kuncinya terletak pada
adanya kemauan politik masing-masing pemerintah untuk tidak menggeser beban utang kepada
rakyatnya masing-masing. Menggeser beban utang kepada rakyat banyak tidak hanya dapat dimaknai
sebagai proses sistematis untuk menggeser dampak korupsi, tetapi dapat pula dimaknai sebagai proses
sistematis untuk menyerahkan tenggorokkan rakyat kepada para penguasa dan pengusaha
mancanegara.
Dilihat dari sudut Indonesia, kendala utama yang dihadapi negeri ini dalam menuntut
penghapusan utang terletak pada sangat dominannya pengaruh para ekonom neoliberal dalam
penyelenggaraan ekonomi Indonesia. Bagi para pemuja IMF tersebut, penderitaan rakyat di bawah
himpitan beban utang cenderung tidak memiliki makna apa-apa. Sebab itu, alih-alih memperjuangkan
penghapusan utang, mereka lebih suka menambah beban utang dengan membuat utang baru.
Anehnya, setiap rezim yang berkuasa di Indonesia, tampak seperti tidak memiliki pilihan lain selain
bekerjasama dengan kaki tangan para kreditor tersebut. Jangan-jangan selama 60 tahun ini
kolonialisme memang hanya berganti gaya, tetapi secara substansial masih terus berlanjut di
Indonesia
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Utang pemerintah pada saat ini, khususnya utang luar negeri, sudah berperan
sebagai faktor, yang mengganggu APBN. Bahkan faktor gangguan yang berasal dari
utang luar negeri tersebut sudah menampakkan signal negatif pada pertengahan
1980-an ketika terjadi transfer negatif. Utang pokok dan bunga yang dibayar kepada
negara donor dan kreditor ketika itu sudah lebih besar dari utang yang diterima oleh
pemerintah.
Hubungan utang dengan ekonomi rakyat terlihat pada dimensi APBN sekarang
ini, yang sulit dijelaskan sebagai bentuk anggaran suatu pemerintahan yang normal.
APBN dengan beban utang yang berat, baik utang luar negeri maupun utang dalam
negeri, merupakan simbol ketidakwajaran dari instrumen kebijakan ekonomi negara
ini. Dalam keadaan seperti ini, maka ekonomi masyarakat sangat terganggu.
3.2 SARAN
http://syahnova.blogspot.com/2014/05/dampak-hutang-luar-negeri-di-indonesia.html
http://pudttha.blogspot.com/2015/02/analisis-pengaruh-utang-luar-negeri.html
http://dunia-ips-ku.blogspot.com/2013/03/sejarah-ekonomi-di-indonesia.html