Anda di halaman 1dari 9

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.2 (2022.1)

Nama Mahasiswa : NI MADE SUKERTI


Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 031117527
Tanggal Lahir : 05 Januari 1978

Kode/Nama Mata Kuliah : ADPU4333 – Administrasi Keuangan

Kode/Nama Program Studi : 50 | Ilmu Administrasi Negara

Kode/Nama UPBJJ : 77 | Denpasar

Hari/Tanggal UAS THE : Sabtu, 18 Juni 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : NI MADE SUKERTI


NIM : 031117527
Kode/Nama Mata Kuliah : ADPU4333 | Administrasi Keuangan
Fakultas : Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan llmu Politik
Program Studi : 50 – Ilmu Administrasi Negara
UPBJJ-UT : 77 - Denpasar

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi
THEpada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Karangasem, 18 Juni 2022

Yang Membuat Pernyataan

NI MADE SUKERTI
Jawaban Soal No. 1
a. Perubahan pendapatan belanja, dan defisit anggaran dalam merespon pandemic COVID-19.
Pandemi COVID-19 berdampak sangat luas bukan saja bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga mempengaruhi
kondisi perekonomian, pendidikan, dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Pandemi COVID-19
memberikan tekanan yang sangat berat terhadap perekonomian global termasuk Indonesia. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2020 yang hanya berada pada angka 2,97% menggambarkan secara umum
tekanan ekonomi yang sedang dialami oleh Indonesia setelah pada tahun-tahun sebelumnya selalu berada
pada angka kisaran 5%. Berdasarkan data, Pandemi yang terjadi sejak Maret 2020, telah membuat
perekonomian pada tahun tersebut anjlok. Ini terlihat dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang
tercatat -2,07% pada Triwulan I 2020. Pandemi COVID-19 telah secara nyata menggangu aktivitas ekonomi
dan membawa implikasi besar bagi perekonomian. Terganggunya aktivitas ekonomi akan berimplikasi kepada
perubahan dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN )Tahun 2020 baik dari sisi
Pendapatan Negara, sisi Belanja Negara, maupun sisi Pembiayaan.
Berdasarkan pasal 2 Ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, ditetapkan bahwa batasan defisit
anggaran melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domesti Bruto )PDB) selama masa penanganan COVID-
19 dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas
sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022. Dengan demikian berarti
bahwa: Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semula dibatasi 3% dari PDB
dalam Penjelasan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang (UU) Keuangan Negara diubah boleh melebihi 3%
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) oleh Pasal 2 ayat 1 huruf a nomor 1 Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No.1/2020 yang kini telah menjadi UU No. 2/2020.
Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2020 (UU No 2/2020) pemerintah memiliki kewenangan
menggunakan anggaran yang bersumber dari : 1) sisia Anggaran Lebih (SAL), (2) dana abadi dan akumulasi
dana abadi pendidikan, 93) dana yang dikelola Badan Layanan Umum, dan/atau dana yang berasal dari
pengurangan Penyertaan Modal Negara pada BUMN. Pemerintah juga berwenang untuk menerbitkan Surat
Utang Negara (SUN) dan/atau Surat Berharga Syariah Negara dengan tujuan tertentu. Pemerintah juga
berwenang menetapkan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang berasal dari dalam dan/atau luar negeri.
Untuk mendukung dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak dalam UU Nol 2/2020 juga sudah
ditetapkan kebijakan di bidang perpajakan. Dengan demikian perubahan dari sisi pendapatan negara terlihat
bahwa: pemerintah bisa meningkatkan penerimaan negara dengan optimalisasi penerimaan negara
melalui perluasan basis pajak sekaligus mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional, melalui
pemberian insentif dan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pemerintah memiliki
kewenangan lebih dalam hal menetapkan dan menggali sumber-sumber pendapatan baik yang berasal
dari dalam dan luar negeri. Pemerintah juga berwenang menggunakan menggunakan anggaran yang
bersumber dari dana khusus seperti Sisa Anggaran Lebih (SAL), dana abadi dan akumulasi dana abadi
pendidikan, dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu, dana yang dikoelola oleh BLU dan/atau
dana yang berasal dari pengurangan penyertaan Modal Negara pada BUMN.
Sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada UU No. 2/2020 bahwa dalam rangka penanganan
pandemi COVID-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nansional dan/atau
setabilitas sistem keuangan, pemerintah memiliki kewenangan: (1) melakukan penyesuaian besaran belanja
wajib (mandatory spending) sebagaimana diatur dalam ketentuang peraturan terkait; (2) melakukan
pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar fungsi dan/atau antar program, (3) melakukan tindakan yang
berkaitan dengan pengeluaran atas beban APBD yang anggaran untuk membiaya pengeluaran tersebut belum
tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang/jasa; (4)
melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), penyesuaian
alokasi, dan/atau pemotongan/penundaan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, dengan kriteria
tertentu. Dengan demikian berarti bahwa : dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 dan/atau
menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nansional dan/atau setabilitas sistem
keuangan, pemerintah Pemerintah berhak melakukan perubahan belanja dalam APBN seperti
melakukan refocusing, pergeseran anggaran dan kebijakan lain sesuai dengan ketentuang peraturan
perundang-undangan.

b. Dalam masa resesi, perubahan dalam berbagai instrumen kebijakan fiskal dilakukan sebagai upaya menjaga
stabilitas perekonomian. Dalam Buku Materi Pokok Administrasi Keuangan (ADPU4333) dijelaskan bahwa
secara teoritik kebijakan fiskal bertujuan untuk mencapai kestabilan perekonomian yang mantap, tetap
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran, kemiskinan dan
ketimpangan pedapatan dalam masyarakat dan kestabilan harga-harga kebutuhan masyarakat. Kebijakan
fiskal tersebut di lakukan dengan APBN sebagai instrumen utama. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor
2 tahun 2020, disebutkan bahwa ancaman semakin memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan
penurunan berbagai aktivitas ekonomi domistik yang beresiko pada ketidakstabilan makroekonomi dan sistem
keuangan perlu dimitigasi bersama oleh pemerintah maupun koordinasi kebikanan dalam KSSK, sehingga
perlu berbagai upaya pemerintah dan lembaga terkait untuk melaukan antisipasi (formard looking) untuk
menjaga stabilitas sektor keuangan. Jadi perubahan dalam berbagai instrumen kebijakan fiskal dilakukan
dalam upaya pemuliah ekonomi dan menjaga stabilitas sektor keuangan.

c. Efektivitas dari kebijakan fiskal tersebut pada akhir tahun 2020.


Langkah extraordinary yang diambil pemerintah memberikan stimulus ekonomi dan keuangan dalam merespon
kejadian tak terduga utamanya diarahkan untuk menangani dampak kesehatan dari pandemi Covid-19
merupakan upaya memulihkan perekonomian nasional. Pemerintah telah menjalankan berbagai upaya dalam
Program Penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Berdasarkan data yang
diberikan menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah tersebut berhasil menahan laju
kontraksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 menjadi -2,07%.
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 15.434,2 triliun atau sedikit lebih rendah dibandingkan
tahun 2019 sebesar Rp15.833,9 triliun. PDB per kapita mencapai 56,9 Juta atau US$3.911,7. Ekonomi
Indonesia mengalami kontrasi pertumbuhan sebesar 2,07% dibandingkan tahun 2019.
Jadi, berdasarkan data tersebut di atas, jelas bahwa kebijakan fiskal yang diambil tersebut efektif pada
akhir tahun 2020.

Sumber/Referensi:
1) Rahman Muliawan dan Enceng, 2019. Materi Pokok Administrasi Keuangan 1 – 9, ADPU4333. Cet.6 Ed. 3.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
2) Berita Resmi Statistik (BPS, 2020)
3) Nota Keuangan Beserta APBN TA 2021

Jawaban Soal No. 2


1. Dampak penerapan Program PEN pada sektor insentif usaha terhadap penerimaan negara dalam jangka
pendek, dan terhadap kondisi perekonomian dalam jangka panjang.
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) bukan hanya berdampak pada kesehatan manusia, tetapi telah
berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas
ekonomi domestik. Pandemi COVID-19 memberikan tekanan yang sangat berat terhadap perekonomian global
termasuk Indonesia. Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang bermuara pada perubahan
penerimaan negara.
Berdasarkan Data Ringkasan APBN 2016-2021, terlihat jelas bahwa Pendapatan Negara turun dari Rp1.960.633,6
miliar pada tahun 2019 menjadi Rp1.699.948,5 miliar di tahun 2020. Penerimaan Pajak menurun dari
Rp1.546.141,9 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp1.404.507,5 miliar pada tahun 2020. Belanja negara justru
meningkat dari Rp2.309.287,3 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp.2.739.165,9 miliar pada tahun 2020.
Dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, peningkatan belanja
negara dan pembiayaan, Pemerintah berusaha melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional.
Menghadapi permasalahan tersebut Pemerintah mengambil strategi kebijakan “Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN)”. Berdasarkan Siaran Pers Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, disebutkan bahwa Pemerintah
Indonesia menggunakan strategi mengutamakan keseimbangan antara penanganan kesehatan dan pemulihan
ekonomi nasional dalam penanganan pandemi Covid-19.
Dalam perspektif ekonomi, belanja pemerintah merupakan salah satu tools untuk menstimulus bergeraknya roda
perekonomian suatu negara. Kebijakan defisit anggaran telah dianut oleh pemerintah dalam dekade terakhir
dikarenakan keterbatasan pendapatan negara dalam merealisasikan program strategis nasional dan pengaruhnya
yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan implementasi program PEN, maka dapat dipastikan bahwa
defisit APBN semakin membesar. Dua faktor utama pemicu hal tersebut, Pertama, COVID-19 berdampak buruk
pada berbagai sektor perekonomian sehingga kontraksi ekonomi tahun 2020 tidak dapat dihindari bahkan
menyebabkan pertumbuhan PDB yang minus. Kedua, pendapatan negara, khususunya pendapatan perpajakan
yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas perekonomian, diperkirakan juga akan mengalami kontraksi, sedangkan di
sisi lain belanja pemerintah (salah satunya program PEN) sangat diandalkan dalam memitigasi kontraksi
perekonomian yang lebih besar. Sebagai bagian dari kebijakan fiskal, Program PEN ini diharapkan dapat berjalan
dengan baik sehingga angka kemiskinan dan pengangguran dapat ditekan dan ekonomi kembali pulih.
Berdasarkan buku Kebijakan Fiskal dan Moneter: Teori dan Empirikal oleh I Wayan Sudirman, kebijakan fiskal
adalah kebijakan yang berkaitan dengan pasar barang dan jasa. Kebijakan fiskal dibuat oleh pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan mengubah besaran penetapan pajak kepada wajib pajak.
Pelaksanaannya wajib dipatuhi seluruh wajib pajak, pemungutan dan pengawasannya dilakukan aparat
pemerintah. Kebijakan fiskal adalah penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran pemerintah seperti yang
sudah ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini untuk mencapai kestabilan ekonomi
yang lebih baik dan pembangunan ekonomi sesuai rencana pembangunan yang sudah ditetapkan pemerintah.
Kebijakan fiskal adalah selalu berubah dari tahun ke tahun menyesuaikan keadaan ekonomi dan rencana
pembangunan yang saat itu tengah dilakukan pemerintah.
Pengubahan kebijakan fiskal ini bertujuan untuk mengubah pendapatan pemerintah yang bersumber dari wajib
pajak. Nantinya, pendapatan ini akan digunakan untuk mengubah kemampuan pemerintah dalam mendanai
program pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Selain itu, pentingnya kebijakan fiskal adalah dikaitkan
dengan penetapan pajak dalam jumlah tertentu ke wajib pajak akan meningkatkan pendapatan pemerintah.
Kemudian, pemerintah akan lebih mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
Selanjutnya, hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya produksi nasional. Sebagai instrumen kebijakan
fiskal yang paling penting, pajak dapat meningkatkan dan menurunan daya beli masyarakat. Dengan cara,
menurunkan pajak untuk meningkatkan produksi barang dan jasa sehingga akan meningkatkan daya beli dan
sebaliknya. Mengingat pentingnya pajak maka pada UU No. 2/2020 telah ditetapkan kebijakan bidang perpajakan.
Situasi dampak pandemi saat ini sangat tidak menguntungkan untuk mencapai target penerimaan pajak. Sehingga
pemerintah perlu mengantisipasinya dengan merevisi target penerimaan pajak, serta proyeksi pertumbuhan
ekonomi, dan asumsi makro lainnya. Jika dilihat pada struktur APBN penerimaan pajak tahun 2020 hanya sebesar
Rp1.404.507,5 lebih rendah dari target penerimaan pajak tahun 2019 sebesar Rp1.546.141,9 miliar. Target
penerimaan pajak kembali meningkat pada APBN tahun 2021 menjadi Rp1.444.541,6 miliar.
Jadi, penerapan PEN pada sektor insentif usaha terhadap penerimaan negara dalam jangka pendek akan
mampu menstimulus perekonomian sehingga meningkatkan penerimaan negara yang selanjutnya mampu
mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.
2. Akibat penerapan Program PEN pada sektor kesehatan terhadap perubahan alokasi belanja pemerintah
menurut fungsi.
Dalam perspektif ekonomi, belanja pemerintah merupakan salah satu tools untuk menstimulus bergeraknya roda
perekonomian suatu negara. Berdasarkan data Belanja Pemerintah Pusat menurut Fungsi , 2016-2021
menunjukkan bahwa belanja pemerintah mengalami peningkatan yang signifikan pada sebagaian besar fungi
terutama belanja yang terkait dengan pelaksanaan program PEN, salah satunya pada fungsi kesehatan. Dalam
Tabel terlihat bawa alokasi belanja pada fungsi kesehatan pada tahun 2019 sebesar Rp71.006,9 miliar naik menjadi
Rp81.621,1 miliar pada tahun 2020 dan menjadi Rp111.666,7 miliar pada tahun 2021. Peningkatan belanja
pemerintah dalam beberapa fungsi yang terkait pada program PEN, berdampak pada penurunan anggaran pada
program-program lain. Kebijakan ini diambil oleh pemerintah sesuai dengan UU No. 2/2020 dimana pemerintah
memiliki kewenangan untuk melakukan refocusing anggaran dalam upaya percepatan pemuliah ekonomi nasional.
Jadi, program PEN pada sektor kesehatan memiliki andil dalam perubahan alokasi angaran belanja
pemerintah menurut fungsi.

Sumber/Referensi:
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020
Nota Keuangan Beserta APBN TA 2021

Jawaban Soal No. 3


Desentralisasi Fiskal bermula dengan UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 dimana menyatakan bahwa pemerintah
kabupaten/kota berwenang dan bertanggung jawab untuk menyediakan layanan umum yang luas pada hampir
semua bidang kehidupan masyarakat. Hal ini mengubah pengelolaan fiskal yang mulanya sentralisasi menjadi
desentralisasi. Menurut Mulyana (2006) desentralisasi fiskal merupakan pendelegasian tanggung jawab, otoritas,
dan sumber-sumber yang berkaitan (seperti: keuangan, karyawan. Dan lainlain) dari pemerintahan pusat kepada
tingkatan pemerintahan yang lebih rendah. Sedangkan menurut Richard (2000:4) desentralisasi fiskal merupakan
pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah pusat ke instansi vertikal di daerah atau
Pemerintah Daerah. Derajat desentralisasi menggambarkan seberapa besar kemampuan keuangan daerah dalam
membiayai kegiatannya yang diukur dengan membandingkan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Total
Pendapatan Daerah (TPD). Mahmudi dalam Nizwan Zukri (2020) menyatakan bahwa Derajat desentralisasi fiskal
menunjukkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah dengan Total Pendapatan Daerah, dalam
kaitannya dengan desentralisasi fiskal, Mahmudi dalam Nizwan Zukri (2020) mengemukakan bahwa semakin tinggi
kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Pendapatan Daerah (TPD), maka akan semakin tinggi
kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi.
Menurut konsep Hikmah (1999) dalam Halim (2004:24), Untuk melihat Derajat desentralisasi fiskal antara
pemerintah Pusat dan Daerah yaitu:
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑙𝑖 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ (𝑃𝐴𝐷)
× 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ (𝑇𝑃𝐷)

Untuk melihat efektifitas desentralisasi fiskal digunakan skala likert berikut:

Derajat Desentralisasi Fiskal Keterangan


0,00 – 10,00 Sangat Kurang
10,01 – 20,00 Kurang
20,01 – 30,00 Sedang
31,01 – 40,00 Cukup
40,01 – 50,00 Baik
> 50,00 Sangat Baik
Sumber : Hanafi, dalam Nizwan Zukri (2020)

Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota (X) sebagaimana
termuat dalam soal nomor 3 diketahui bahwa Realisasi PAD sebesar Rp290.971.707.718,47 atau sebesar 97,75%
dari Rp297.684.061,429,66. Total Realisasi Pendapatan Kota X pada tahun 2019 sebesar
Rp1.930.263.244.423,47: dengan demikian dapat diketahui bahwa drajat desentralisasi Kota X sebesar 15,07%.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, drajat desentralisasi fiskal Kota X sebesar 15,07% berada pada kisaran
10 s.d 20% yang berarti kurang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa efektifitas desentralisasi fiskal di
Pemerintah Kota X basih kurang atau rendah.

Referensi:
1. Halim, Abdul, 2004, Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Revisi, (UPP) AMP YKNPN,
Yogyakarta.
2. Mulyana, Budi, 2006, Keuangan Daerah Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia,
Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintah (LPKPAP) dan Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan (BPPK), Jakarta Selatan.
3. Nizwan Zukri, 2020. Kinerja Keuangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Ditinjau dari Derajat Kemandirian,
Ketergantungan dan Desentralisasi Fiskal. Indonesian Treasury Review Vol.5, No. 2, (2020), Hal.143-

149.
Jawaban Soal No. 4

Perbandingan SPKN 2007 dengan SPKN tahun 2017

Uraian SPKN 2007 SPKN 2017


Ada 8 lampiran Ada 4 lampiran
Dengan sitematika : Sistematika:
A. Pendahuluan Standar A. Kerangka Konseptual
Pemeriksaan Pemeriksaan
B. Pernyataan Standar B. Standar Umum
Pemeriksaan (Standar C. Standar Pelaksanaan
Umum) Pemeriksaan
C. Pernyataan Standar D. Standar Pelaporan
Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan
D. Pernyataan Standar
Pelaporan Pemeriksaan
Jumlah Lampiran dan Sistematika Keuangan
E. Pernyataan Standar
Pemeriksaan Kinerja
F. Pernyataan Standar
Pelaporan Pemeriksaan
Kinerja
G. Pernyataan Standar
Pelaksanaan Pemeriksaan
dengan Tujuan Tertentu
H. Pernyataan Standar
Pelaporan Pemeriksaan
dengan Tujuan Tertentu
1. Landasan hukum 1. Gambaran umum
2. Standar profesional pemeriskaan keuangan
Pemeriksa Keuangan Negara negara
3. Pemantauan penerapan dan 2. Unsur-unsur pemeriksaan
perkembangan standar keuangan negara
pemeriksaan 3. Prinsip-prinsip pemeriksaan
Aspek-Aspek yang terdapat dalam 4. Akuntabilitas Keuangan Negara
lampiran 1, 3 5. Jenis pemeriksaan 4. Pengembangan Standar
Pemeriksaan
5. Hubungan Kerangka
konseptual, peraturan
perundang-undangan, standar
pemeriksaan dan ketentuan
lain

Perubahan Standar Pemeriksaan Keuangan negara bermanfaat bai upaya peningkatan kualitas hasil pemeriksaan
keuangan negara. Pemeriksaan keuangan negara yang berkualitas tentu akan berdampak pada pengelolaan
keuangan negara yang lebih baik, akuntabel, transparan, ekonomis, efisien dan efekti yang pada akhirnya akan
bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pencapaian manfaat tesebut samapi dengan
saat ini sudah baik yang ditandai dengan makin meningkatnya transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan APBN
oleh pemerintah pusat maupun peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan APBD oleh Pemerintah
Daerah

Anda mungkin juga menyukai