Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Critical Book Review tentang perpajakan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Perpajakan. Dalam pemenuhan tugas ini mahasiswa dituntut untuk meringkas dan
membandingkan dua atau lebih buku lainnya yang relevan mengenai Pajak.
Penulis akui masih ada kekurangan yang ada dalam penulisan makalah ini,
karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Maka dari itu akhir kata
penulis mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen demi
tercapainya makalah yang sempurna.
Tim
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi.............................................................................. 2
BAB 1 Pendahluan
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
BAB 2
URAIAN BUKU
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang Oleh arang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 'Dari definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran rakyat kepada negara yang dipungut
oleh negara kepada warga negara.
a) Retribusi adalah iuran rakyat yang disetorkan melalui kas negara atas
dasar pembangunan tertentu dari jasa atau barang milik negara yang
digunakan oleh orang-orang tertentu.
b) Cukai adalah iuran rakyat atas pemakaian barang barang tertentu seperti
minyak tanah, bensin, minuman keras rokok, atau tembakau.
c) Bea masuk adalah bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang di
masukkan ke dalam daerah pabean Indonesia dengan maksud untuk
dikonsumsi di dalam negeri. Sementara itu, bea keluar adalah bea yang
dikenakan atas barang-barang yang akan dikeluarkan dari wilayah pabean
Indonesia dengan maksud barang tersebut akan diekspor ke luar negeri.
d) Sumbangan adalah iuran orang-orang atau golongan orang tertentu yang
harus diberikan kepada negara untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran
negara yang sifatnya tidak mem berikan prestasi kepada umum, dan
pengeluarannya tidak dapat diambil dari kas negara. Pada mulanya
sumbangan bersifat insidentil dan sukarela, jumlah sumbangan juga tidak
4
mengikat dan tidak harus berupa uang tetapi dapat berupa barang. Namun
selanjutnya, sumbangan bersifat rutin atau wajib yang berupa uang dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan, misalnya: pajak kendaraan bermotor.
Fungsi Budgeter atau Fungsi Financial adalah fungsi pajak untuk memasukkan
uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas Negara, dengan maksud untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Atau dengan kata lain fungsi
budgeter adalah fungsi pajak sebagai sumber penerimaan Negara dan
dipergunakan untuk membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin
maupun pengeluaran untuk pembangunan.
Fungsi Distribusi
Sesuai dengan pengertian dan ciri khasnya, pajak ternyata merupakan salah satu
perwujudan pelaksanaan demokrasi dalam suatu Negara. Pajak berasal dari
masyarakat yaitu dibayar masyarakat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku. Pajak juga dibuat oleh rakyat melalui Wakilnya di Parlemen (DPR)
dalam bentuk Undang-Undang Perpajakan.
5
- Hukum Pajak Formil
Hukum pajak formil adalah peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk
menjalankan hukum material tersebut di atas menjadi suatu kenyataan.
Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh
karena itu rakyat harus membayar pajak diibaratkan sebagai sesuatu premi
asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
Teori Kepentingan
Beban pajak untuk semua orang sama beratnya, artinya pajak harus dibayar
sesuai dengan daya pikul .
Teori Bakti
Jenis-Jenis Pajak
6
- Pajak Subjektif
- Pajak Objektif
III. Pajak Menurut Pemungutnya
- Pajak Negara (Pusat)
Pajak negara adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui
aparatnya, yaitu Dirjen Pajak, Kantor Inspeksi Pajak yang tersebar di
seluruh Indonesia, maupun Dirjen Bea dan Cukai.
- Pajak Daerah (Lokal)
Pajak daerah (lokal) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan terbatas pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dilakukan oleh
Pemda Tingkat I maupun Pemda Tingkat II.
Tata Cara Pemungutan Pajak
Ada beberapa hal Yang perlu diperhatikan dalam hal pemungutan pajak salah
satunya yaitu tata cara pemungutan pajak. Tata cara pemungutan pajak dibagi
menjadi tiga, yaitu stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan
pajak.
Stelsel Pajak
1. asas domisili
2. asas sumber
3. asas kebangsaan
Sistem Pemungutan Pajak
- Ajaran formil
- Ajaran material
7
d) kadaluarsa atau lewat waktu
e) pembebasan pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidsk
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negra bagi
sebesar-besarnya kemakmuranvrakyat. Sedangkan wajib pajak adaldh orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Nomor pokok wajib pajak adalah
nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana adalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengeneal diri atau identitas wajib
pajak dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakannya.
Penyetoran pajak dilakukan dengan wajib pajak menyetorkan pajak yang terutang
danfan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. SPP
beerfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat
kantor peneria pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan
8
validasi,yang ketentuannya diatur denganatau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak,dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
9
3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keptusan Menteri Keuangan
dengan syarat Indonesia merupakan anggota organisasi tersebut dan organisasi
tersebut tidak melakukan usaha di Indonesia
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan
dari Indonesia
Objek PPh yaitu setiap tambahan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh oleh Wajib Pajak. , baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar indonesia
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun.
Penghasilan tidak kena pajak merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak
dikenakan pajak.
Penyesuaian PTKP:
10
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa
manfaat yang diestimasi. Aktiva yang dapat disusutkan adalah:
11
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
yang memiliki peredaran usaha tertentu, yang dipotong dan/atau
dipungut pihak lain sebagai berikut.
Atas pemungutan PPh Pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah
dengan menggunakan SPP.
Atas pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan oleh
pihak lain dengan bukti pemotongan dan/atau pemungutan,
termasuk pemungutan PPh Pasal 22.
Atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat final 1%
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh pada kelompok
penghasilan yang dikenai pajak bersifat final.
12
Wajib Pajak dalam negeri 20% Jumlah bruto bunga deposito dan
dan BUT tabungan serta diskonto sertifikat
Bank Indonesia
Wajib Pajak luar negeri 20% atau Jumlah bruto bunga deposito dan
selain BUT sesuai tarif tabungan serta diskonto sertifikat
berdasarkan Bank Indonesia
persetujuan
penghindaran
pajak berganda
c. Pemotongan PPh
Bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia
Cabang bank di luar negeri di Indonesia
Bank Indonesia
Dana Pensiun dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank
Indonesia
d. Dikecualikan dari Pemotongan PPh
Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia, sepanjang jumlahnya tidak melebihi Rp.7.500.000
Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang
didirikan di Indonesia
Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
Bunga tabungan pada bank yang ditujukan pemerintah dalam
rangka pemilikan rumah senderhana dan sangat sederhana.
13
ventura atas penyertaan
modal kepada perusahaan
pasangan usahanya
Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi
a. Pengertian
Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima atau diperoleh pemegangobligasi
dalam bentuk bunga atau diskonto.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri serta
bentuk usaha tetap yang menerima bunga obligasi termasuk diskonto obligasi.
Objek pajak adalah penghasilan berupa bunga obligasi termasuk diskonto
obligasi.
c. Tarif dan Dasar Pengenaan
Jenis Dasar Pengenaan
Wajib Pajak Tarif
Bunga/Diskonto Pajak
Bunga obligasi - Wajib Pajak - 15% Jumlah bruto bunga
dengan kupon dalam negeri dan - 20% atau sesuai dengan
BUT sesuai tarif masa kepemilikan
- Wajib Pajak luar berdasarkan obligasi
negeri selain persetujuan
BUT penghindaran
pajak berganda
Diskonto obligasi - Wajib Pajak - 15% Selisih lebih harga
dengan kupon dalam negeri dan - 20% atau jual atau nilai
BUT sesuai tarif nominal atas harga
- Wajib Pajak luar berdasarkan perolehan obligasi
negeri selain persetujuan tidak termasuk
BUT penghindaran bunga berjalan
pajak berganda
Diskonto obligasi - Wajib Pajak - 15% Selisih lebih harga
tanpa bunga dalam negeri dan - 20% atau jual atau nilai
BUT sesuai tarif nominal atas harga
- Wajib Pajaak luar berdasarkan perolehan obligasi
negeri selain persetujuan tidak termasuk
BUT penghindaran bunga berjalan
pajak berganda
Bunga atau diskonto Wajib pajak reksadana yang - 5% (tahun Selisih lebih harga
obligasi terdaftar pada Badan 2014 s.d. 2020) jual atau nilai
Pengawas Pasar Modal - 10% (tahun nominal
dan Lembaga Keuangan 2012 dan
seterusnya)
d. Pemotongan PPh
14
Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang
ditujukan atas bunga atau diskonto yang diterima pemegang
obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga obligasi
Perusahaan efek, diler, atau bank, selaku pedagang perantara atau
pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi
15
c. Tarif dan Pengenaan Pajak
Jenis Wajib Pajak Tarif
Konstruksi
Pelaksanaan Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi 2%
usaha kecil
Pelaksanaan Penyedia jasa yang tidak memiliki 4%
kualifikasi usaha
Pelaksanaan Penyedia jasa selain dua di atas 3%
Perencanaan Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi 4%
atau usaha
pengawasan
Perencanaan Penyedia jasa yang tidak memiliki 6%
atau kualifikasi usaha
pengawasan
d. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
PPh yang dipotong oleh pengguna jasa disetor ke kas negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
dilakukan pemotongan pajak.
PPh yang disetor sendiri oleh penyedia jasa, disetor ke Kantor Pos
atau bank yang ditunjuk oleh Menteri keuangan paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah penerimaan pembayaran.
Pembayaran atau penyetoran PPh dilakukan dengan menggunakan
SSP.
Pemotongan pajak memberikan tanda bukti pemotongan kepada
penyedia jasa.
Pengguna atau penyedia jasa yang melakukan pemotongan PPh ini
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20
hari setelah melakukan pemotongan pajak.
Pajak yang dibayar/terutang di luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh penyedia jasa dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan ketentuan
Undang-Undang PPh.
Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh penyedia jasa dari
luar usaha jasa konstruksi dikenakan tarif berdasarkan ketentuan
Undang-Undang PPh.
16
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah atau pembangunan. Objek pajak ini adalah
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
pengalihan hak atas tanah atau bangunan.
c. Tarif dan Pengenaan Pajak
Tarif:
5% untuk PPh yang dibayar sendiri oleh orang pribadi dan badan
atau dipungut/dipotong oleh bendaharawan atau pejabat yang
berwewenang.
1% untuk Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanak atau bangunan berupa rumah sederhana
dan rumah susun sederhana.
5% untuk Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanak atau bangunan selain rumah sederhana
dan rumah susun sederhana.
Dasar pengenaan:
Jumlah bruto nilai pengalihan
Nilai berdasarkan keputusan pejabat pemerintah yang bersangkutan
Nilai menurut risalah telang
d. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Orang pribadi atau badan wajib menyetor sendiri PPh yang
terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta keputusan
perjanjian kesepakatan, atau risalah lelang ditandatangani oleh
Pejabat yang berwenang.
Orang pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari
Rp.60.000.000, tetapi penghasilan lainnya dalam 1 tahun melebihi
PTKD, penyetoran final selambat-lambatnya akhir tahun pajak
yang bersangkutan.
Bendahara pemerintah atau pejabat memungut PPh yang terutang
dan menyetorkannya ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan SSp sebelum pembayaran.
Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran sendiri
Pajak Penghasilan, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.
e. Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh
Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau
satu derajat, dan kepada badan agama atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil.
17
Pengalihan hak yang jumlah brutonya kurang dari Rp.60.000.000
dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah oleh orang
pribadi.
Penghasilan hak kepada Pemerintah untuk kepentingan umum
yang memerlukan persyaratan khusus.
Penghasilan hak sehubungan dengan warisan berdasarkan SKB.
Dalam rangka penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha
dengan nilai buku berdasarkan SKB.
Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi
18
a. Pengertian
Dividen merupakan bagian laba dengan nama dan dalambentuk apapun yang
diterima oleh pemegang saham atas kepemilikan saham dalam sebuah perseroan.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi dalam negeri yang bertindak sebagai pemegang
saham suatu perseroan, pemegang polis suatu perusahaan, dan anggota koperasi
menerima sisa hasil. Objek pajak adalah dividen.
c. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya tarif adalah 10%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto dividen.
d. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pengenaan PPh atas dividen ini dilakukan melalui pemotongan
oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayaran dividen.
Pemotongan dilakukan pada saat dividen disediakan untuk
dibayarkan.
Pemotongan PPh wajib memberikan bukti tanda pemotongan pajak
kepada Wajib Pajak yang dipotong PPh setiap melakukan
pemotongan.
Pemotongan PPh wajib menyetor PPh yang dipotongnya ke kas
negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir dengan menggunakan SSP.
Pemotongan PPh wajib melaporkan pajak yang sudah dipotong dan
disetor ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 20 hari setelah
masa pajak berakhir.
19
Berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh Pasal 21 dalam
satu bulan
Berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh Pasal 21 yang
terutang pada bulan berikutnya
Berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan
menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah
saat terutangnya pajak atau berakhir masa pajak
Berhak mengajukan surat keberetan kepada Direktur Jenderal Pajak atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Nihil
Mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan alasan yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak
Kewajiban pemotong pajak PPh pasal 21 adalah:
Wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak Setempat
Wajib mengambil sendiri formulir yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya
Wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap
bulan takwim
Wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 sekalipun nihl dengan
menggunakan SPT masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak Setempat
Wajib memberikan bukti pemotongan kepada orang pribadi bukan sebagai
pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima
pesangon, dan penerima dana pensiun iuran
Wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada
pegawai tetap dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim.
Wajib menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang
Wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan Pasal
21 ke Kantor Pelayanan Pajak
Wajib melampirkan SPT Tahunan Pasal 21 dengan lampiran-lampiran
yang ditentukan dalam petunjuk pengisianSPT Tahunan Pasal 21
Wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang apabila jumlah
PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 tahun takwim lebih besar dari pada
PPh Pasal 21 yang telah disetor
SUBYEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pegawai
Penerima uang pesangon
Bukan pegawai
20
Peserta kegiatan
TIDAK TERMASUK SUBYEK PAJAK PENGHASILAN PASAAL 21
Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing
Pejabat perwakilan organisasi Internasional
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Hak:
Berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak
Berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak
Berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak
Kewajiban:
Membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada
awal tahun kalender
Jika terjadi perubahan tanggungan keluarga, Wajib Pajak wajib membuat
surat pernyataan baru dan menyerahkan kepada pemotong PPh pasal 21
Menyerahkan bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak
kantor cabang baru dan pemotong pajak tempat kerja baru
Memasukkan SPT Tahunan, jika Wajib Pajak mempunyai NPWP
Memasukkan SPT Tahunan, jika Wajib Pajak mempunyai penghasilan
lebih dari 1 pemberi kerja
RUMUS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
a. PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap
Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan
anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola
kegiatan perusahaan secara langsung.
Perhitungan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap:
PKP x tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh = PPh Pasal 21 setahun
b. PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tidak Tetap
Pegawai tidak tetap adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila
pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit
hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang
diminta oleh pemberi keja.
1. Upah harian
PPh Pasal 21 = (upah harian – Rp. 200.000) x 5%
2. Penghasilan bruto sebulan melebihi Rp. 3.000.000. tapi tidak lebih
dari rp. 7.000.000
PPh Pasal 21 = (upah harian – PTKP sehari) x 5%
3. Penghasilan bruto sebulan lebih dari Rp. 7.000.000
PPh Pasal 21 = [(penghasilan bruto setahun – PTKP)PPh Pasal 21 =
21
[(penghasilan bruto setahun – PTKP) x Tarif Pajak] : 12
c. Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu,
termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya, pendidikan, pertunjukan,
olahraga, ataukegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
1. Menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat
berkesinabungan
PPh Pasal 21 = [50% x penghasilan bruto] x tarif pajak
2. Menerima atau memperoleh hanya dari satu pemberi penghasilan yang
bersifat berkesinabungan
DPP = [50% x penghasilan bruto sebulan - PTKP per bulan] kumulatif
PPh Pasal 21 sebulan = DPP x tarif pajak
3. Menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat
berkesinabungan dan mempunyai penghasilan lain
DPP = [50% x penghasilan bruto sebulan – PTKP per bulan] kumulatif
22
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk atau Pajak
Pertambahan Nilai
3. Impor sementara
4. Impor kembali
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungutan pajak
DASAR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
1. Atas impor:
a. Menggunakan API : 2,5% dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai,
gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor
b. Tidak mengguanakan API : 7,5% dari nilai impor
c. Tidak dikuasai : 1,5% dari harga jual lelang
2. Atas pembelian barang sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk
PPN
3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen
sebagai berikut:
a. Bahan Bakar Minyak sebesar:
1) 0,25% dari penjualan tidak termasuk pajak
2) 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
b. Bahan Bakar Gas : 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
c. Pelumas : 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
4. Atas penjualan hasil produksi yang bergerak dalam bidang usaha industri:
a. Penjualan semua jenis semen : 0,25%
b. Penjualan kertas : 0,1%
c. Penjualan baja : 0,3%
d. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih :
0,45%
e. Penjualan semua jenis obat : 0,3%
5. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATMP, APM,
daan importir kendaraan bermotor : 0,45% dari dasar pengenaan PPN
6. Atas pembeliaan bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,pertanian, peternakan, dan
perikanan : 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
7. Atas penjualan barang yang tergolong mewah:
a. Pesawat udara pribadi : Rp. 20.000.000.000,00
b. Kapal pesia dan sejenisnya : RP. 10.000.000.000,00
c. Rumah beserta tanah : >Rp. 10.000.000.000,00\apartemen,
kondominium, dan sejenisnya : Rp. 10.000.000.000,00
d. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang : Rp. 5.000.000.000,00
23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong
ataspenghasilan yang diterima atai diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan 21.
TARIF DAN OBJEK PPH PASAL 23
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas;
a. Dividen, merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau
pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi
yang diperoleh anggota koperasi.
b. Bunga, yaitu bunga pinjaman dari Wajib Pajak Badan ke Wajib Pajak
Badan dari Wajib Pajak Orang Pribadi ke Wajib Pajak Orang Pribadi
serta denda keterlambatan pembayaran.
c. Royalti, adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan
cara atau perhitungan apa pun,baik dilakukan secara berkala maupun
tidak.
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya, adalah hadiah,
penghargaan, bonus selain yang telah dipotong pajak penghasilan 21
yaitu penyelenggaraan kegiatan yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
2. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas;
a. Sewa dan penghasilan lainnya, merupakan penghasilan yang diterima
atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatanuntuk memberikan hak
menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan
perjanjian tertulis maupun tidak tertulis.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa-jasa
BAB 8 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pajak penghasilan 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan perhitungan berapa
besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan di luar negeri dan pajak
tersebut dapat dikreditkan atau dikurungkan dari penghasilan yang ada di dalam
negeri sehingga menghindari pengenaan pajak berganda.
24
Penggabungan Penghasilan
Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperolehkan hanya atas pajak yang langsung
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari luar
negeri, dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak
dikalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak, atau setinggi-
tingginya sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak dalam hal
penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka jumlah
maksimum kredit pajak luar negeri dihitung sama dengan perhitungan sersebut
diatas.
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita di luar negeri
tidak boleh dibagungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima
atau diperoleh di Indonesia. Sedangkan kerugian yang diderita di dalam negeri
boleh digabungkan atau di kompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh di luar negeri.
Jika terjadi pengurangan atau pengenbalian pajak atas penghasilan yang dibayar di
luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di indonesia menjadi
lebih kecil dari pada besarnya penghitungan semula, maka selisihnya ditambahkan
25
pada PPh yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri pada
tahun pengurangan atau pengembalian dilakukan.
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak Orang
yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang
mempunyai 1atau lebih tempat usaha.
2. Pedagang pengecer adalah Orang Pribadi yang melakukan :
a. Penjualan barang bai secara grosir maupun eceran ; dan/ atau
b. Penyerahan jasa, melalui suatu tempat usaha
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP
4. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah
peredaran bruto setiap bulan
5. Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 melalui Bank Persepsi
atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan
surat setor pajak
26
6. Pembayaran angsuran Pajka Penghasilan Pasal 25 merupakan kredit pajak
atas Pajk Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajka yang
bersangkutan.
7. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang melakukan
pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan surat setor
pajaknya tekah mendapatkan validasi dengan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara, dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 25
8. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan jumlah angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 Nihil atau melakukan pembayaran tetapi tidak
mendapatkan validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara,tetap
harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal
25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak
melakukan usaha sebagai pedagang pengecer di tempat tinggalnya maka
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tersebut tidak wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Ppajak Penghasilan Pasal 25
Besaranya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
wajib pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25) adalah sebesar Pajak Penghsilan
yang terutang menurut Surat Pemberitahunan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
yang lalu dikurangi dengan :
Kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak. Perhitungan pajak
tersebut dibedakan menjadi 2 yaitu: Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penhasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
adalah bulan akhit ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak Badan
adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung
sesuai dengan ketentuan diatas (PPh Pasal 25)
27
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan sebelum batas waktu penyampain Surat Pemberitahuan Tahanan
Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir
tahun pajak yang berlalu.
Pada dasarnya, besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri
dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang
akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur
Jendral Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.
Hal-hal tertentu yang dimaksud adalah:
1. Wajib pajak baru adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan badan yang baru
pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas
dalam tahun pajak berjalan.
2. Besarnya angsuran Pajak Peghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru
adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan
tariff umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12.
Penghasilan neto adalah :
a. Dalam hal wajib pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari
pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiscal dihitung berdasarkan pembukuannya.
b. Dalam hal wajib pajak hanya menyelenggarakan pencatatan dengan
menggunakan norma perhitungan penghasilan neto atau
menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto
fiscal dihitung berdasarkan Norma Perhitungan Penghasilan Neto atas
peredaran atau penerimaan bruto.
28
PERHITUNGAN PPH PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BANK DAN WAJIB
PAJAK SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI
Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tariff umum atas laba-rugi fiscal menurut laporan
keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal
24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi
12
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa
dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan
keuangan berkala.
29
PPH PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG
BERPERGIAN KE LUAR NEGERI
Wajib Pajak Orang Ppribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah
berusia 21 tahun yang berolak ke luar negeri wajib membayar pajak. Termasuk
wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah isteri, anggota keluarga sedarah,
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggung jawab sepenuhnya Wajib Pajak yang bersangkutan
Pajak Pengahasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diterima Wajib Pajk luar negeri selain bentuk
usaha tetap di Indonesia.Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang
perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
WAJIB PAJAK
Wajib Pajak (PPh) Pasal 26 adalah penerimaan penghasilan dengan status sebagai
subjek pajak luar negeri baik orang pribadi atau badan selain Bentuk Usaha Tetap
yang menerima penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari
Indonesia.
30
(Undang-Undang Pajka Penghasilan 1984), pemotongan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 26 ayat (1)adalah :
1. Badan pemerintah
2. Subjek Pajak Badan dalam negeri
3. Penyelenggaraan kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya.
Dalam hal ini penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan daro
suatu Bentuk Usaha Tetap ditetapkan kembali di Indonesia, penghasilan dimaksud
dikecualikan dari penghasilan pajak penghasilan. Pengecualian dari pengenaan
pajk penghasilan diberikan apabila seluruh penghasilan kena pajak sesudah
dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetapditetapkan kembali di
Indonesia dalam bentuk :
31
3. PPh pasal 26 wajaib disetorkan ke bank persepsi atau kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setor Pajak (SSP), paling lambat tanggal 1o bulan
takwin berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT masa PPh pasal 26, dengan dilampirkan SSP lembar kedua, bukti
pemotongan lembar kedua dan daftra bukti pemotongan disampaikan ke
KKP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain
d. Imbalan sehubungan dengan jasa
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pension dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksinlindung lainnya
h. Keuntungan karena pembebasan hutang
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. Penghasilan dan penjualan harta di Indonesia
b. Premi asuransi yang dibayar langsung mauoun melalui pialang kepada
perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara conduit company atau special purpose company
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Negara yang memberikan
perlindungan pajak.
4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi dari suatu
BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.
5. Tariff berdasaekan perjanjian Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
dengan Negara pihak pada persetujuan.
PPh pasal 26 = 20% × 25% × harga jual, atau tariff efektif 5%× harga jual
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi
Rp. 10.000.000 untuk setiap jenis transaksi.
32
Pemotong Pajak adalah pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak. Pembeli
yang ditunjuk sebagai pemotong pajak adalah :
1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
1. Perhitungan pajak
2. Pemotongan pajak
3. Saat terutang, penyetoran dan pelaporan pajak
Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau
berkedudukan di Negara yang memebrikan perlindungan pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan badan yang didirikan
1. Perlakuan pajak
2. Pemotongan/pemungutan Pajak
3. Penyetoran dan pelaporan Pajak
NEGARA DOMISILI
33
PPh Pasal 4 (2). bersifat final sehingga apabila wajib pajak telah dipotong PPh
Pasal 4 (2) maka atas buktl potong tersebut tidak dapat dikreditkan. Pemberi
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, Pemberi
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, Penghasilan
dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu
lainnya, dll.
1. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak perlu
digabung dengan penghasilan lain dalam perhitungan Penghasilan Kena
Pajak di SPT Tahunan Wajib Pajak.
2. Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan (biaya 3M penghasilan), tidak dapat dikurangkan dalam
perhitungan Penghasilan Kena Pajak di SPT Tahunan Wajib Pajak.
3. jumlah PPh yang telah dibayar sendiri atau dipotong oleh pihak lain tidak
dapat dikreditkan.
PPH FINAL ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA
DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA
34
1. Objek PPh adalah Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau
diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri
melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia.
2. Definisi
a. Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan "deposit oncall” baik
dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing)
yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.
b. Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk
giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
ditetapkan oleh masing-masing bank.
PPH FINAL BUNGA OBLIGASI
Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi
dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Obligasi adalah surat utang dan surat
utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.
35
PPH FiNAL ATAS PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK
Pendiri adalah Orang Pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar
Pemegang Saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar
Perseroan Terbatas sebelum Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana
( initialpublicoffering) menjadi efektif
Definisi
36
1. Atas pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dengan menggunakan SSP atas
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, wajib
dicantumkan NPWP yang dimiliki Wajib Pajak yang bersangkutan
2. Kecuali SSP yang digunakan untuk pembayaran PPh atas penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi dengan jumlah pajak yang harus dibayar kurang dari Rp 3. 000.
000,00.
PPH FINAL ATAS JASA KONSTRUKSI
1. Atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% dari
jumlah bruto dan bersifat final. '
2. Dividen sebagaimana dimaksud adalah dividen, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
3. Dilakukan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayar dividen.
4. Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar
dividen wajib memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan
Final Pasal 4 ayat (2) kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan.
BAB 12 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah merupakan
pajak yang dikenakn atas konsumsi barang atau jasa. Pajak Pertambahan Nilai
dikenakan terhadap jalur distribusi dan jalur produksi. Sedangkan, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi
barang yang tergolong Barang Mewah. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah merupakan satu kesatuan. Artinya, Pajak Penjualan
atas Barang Mewah tidak dapat berdiri sendiri, yakni pengenaan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah selalu bersamaan pengenaannya dengan Pajak Pertambahan
37
Nilai. Namun, Pajak Pertam bahan Nilai pengenaannya dapat terpisah dari Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dlkenakan pada jalur produks1 dan
distribuSi Barang Kena Pajak/jasa Kena Pajak. Ruang lingkup Pemungutan PPN
sesuai UU No. 18 Tahun 2000 adalah sektor industri, perdagangan pada tingkat
distributor utama, pedagang besar, pedagang eceran, kegiatan membangun sendiri
oleh orang pribadi atau badan hukum dan penyerahan pemborong bangunan.
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan jasa
Kena Pajak, sehingga dikenai Pajak Pertambahan Nilai [PPN) kecuali jenis barang
dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertamba han Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
38
12. jasa perhotelan
39
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan atas :
FAKTUR PAJAK
Adalah bukti pungutan PPN yang sah untuk pajak masukan dan
pajak keluaran dan merupakan sarana dalam mekanisme kredit pajak.
Penerbitan faktur pajak yaitu.
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan jasa Kena Pajak;
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyera han Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan ]
asa Kena Pajak;
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
40
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan
tersendiri. Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir
bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau jasa Kena Pajak. Faktur
Pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah jangka waktu 3 bulan sejak saat
Faktur Pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN
DENGANFAKTUR PAlAK
Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Paiak paling sedikit barus
memuat:
Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dilarang mem buat Faktur Pajak
SANKSI
PKP dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak apabila
tidak membuat Faktur Pajak, tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap, dan
melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak.
DASAR HUKUM
1. Pemindahan hak
2. Pemberian hak baru
41
1. Hak milik
2. Hak guna usaha
3. Hak guna bangunan
4. Hak pakai
5. Hak milik atas satuan rumah susun
6. Hak pengolahan
Objek BPHTB
Dalam pasal 20 UU BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak
atas tanah atau bangunan. Perolehan ha katas tanah atau bangunan meliputi :
1. Pemindahan hak : jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat,waris dll
2. Pemberian hak baru karena : kelanjutan pelepasan hak dan diluar
pelepasan hak
Subjek BPHTB
Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan udaha yang
memperoleh ha katas tanah dan bangunan
Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak
BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.
Dasar pengenaan
Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan Objek Pajak atau
disingkat NPOP sesuai ketentuan Pasal 26 UU BPHTB. Berdasarkan jenis
perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut :
42
11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar
12. Pemekaran Uusah = Nilai Pasar
13. Hadiah = Nilai Pasar
14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang.
Pengelolaan
43
e. Apabila nila pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai
adalah NJOP PBB
Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain
saat tentang pajak BPHTB adalah merupakansaat untuk wajib membayar pajak.
Tempat terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota atau Provinsi yang meliputi
letak tanah dan atau bangunan. Ketentuan tata cara membayar BPHTB tercantum
pada Pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lanjut dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.03/2007.
Tata cara penetapan BHPTB diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12 sbb :
44
g. Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Keputusan Imbalan Bunga
Pajak bumi dan bangunan adalah pajak negara yang dikenankan terhadap bumi
dan bangunan berdasarkan UU No. 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan
bangunan sebagaimana telah diubah dalam UU N0. 12 Tahun 1994. PBB adalah
pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek pajak yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
Dasar pengenaan PBB adalah nilai jual objek pajak (NJOP) yang berbeda setiap
wilayah sesuai keputusan Menteri Keuangan. Nilai jual objek pajak tidak kena
pajak (NJOPTKP) adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak
kena pajak. Besarnya NJOPTKP setiap daerah setinggi-tingginya Rp. 12.000.000
dengan kententuan sebagai berikut:
45
2. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang
mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang
nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya
persentase NJKP adalah:
Dasar Hukum
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya ( a.l. surat kuasa, surat hibah,
surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai
alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan/ keadaan yang bersifat
perdata.
2. Akta-akta Notaris termasuk salinannya
3. Akta-akta yang dibuat pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-
rangkapnya
46
4. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
- Yang menyebutkan penerimaan uang
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening bank
- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
- Yang berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya/ sebagian telah dilunasi/
di perhitungkan
- Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek
- Saat terutang :
a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, pada saat dokumen diserahkan
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, pada saat selesainya
dokumen dibuat
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri, pada saat digunakan di Indonesia.
- Pihak yang terutang :
Bea Materai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat
manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
47
Penggunaan Dan Pelunasan Bea Materai
Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib
pajak sebelum menghitung pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan
wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung
penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan
perlakuan/ pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial
dengan akuntansi pajak.
48
1. Beda Tetap (Permanent Different), Merupakan perbedaan pengakuan baik
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan
undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang
dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak berikutnya.
2. Beda Waktu (Time Different), merupakan perbedaan pengakuan baik
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan
undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang
dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak
berikutnya.
Pajak Penghasilan
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya.
49
c. Persediaan yang dijumlahkan melebihi jumlah berdasarkan metode
penghitungan yang sudah ditetapkan dalam pasal 10 UU No. 36 Tahun
2008 tentang PPh.
d. Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode
perhitungan yang sudah ditetapkan dalam pasal 10 UU No. 36 Tahun
2008 Tentang PPh.
e. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
50
BAB 3
PEMBAHASAN
a. Kelebihan Buku:
b. Kekurangan Buku:
51
Pembahasan:
Pembandingan pasal yang dibuku dengan pasal yang berlaku saat ini
52
menurut tata cara yang tetapkan
oleh Menteri Keuangan.
4) Barang siapa dengan sengaja
menggunakan cara lain
sebagaimana di maksud dalam
Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa
izin Menteri Keuangan,
dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.
Pasal 14
5) Atas dokumen yang tidak atau
kurang dibayar Bea Meterainya
yang dibuat sebelum Undang-
undang ini berlaku, bea
meterainya tetap terhutang
berdasarkan aturan Bea Meterai
1921 (Zegelverordening 1921).
Pasal 15.
53
dengan huruf m serta zakat sudah ditetapkan dalam Pasal 10
yang diterima oleh badan amil UU No.36 Tahun 2008 tentang
zakat atau lembaga amil zakat PPh.
yang dibentuk atau disahkan 4) Masih berlaku cadangan laba
oleh pemerintah atau yang ditahan serta kepemilikan
sumbangan keagamaan yang saham pada badan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk memberikan dividen paling
agama yang diakui di Indonesia, rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU
yang diterima oleh lembaga PPh).
keagamaan yang dibentuk atau 5) Masih berlaku Harta yang
disahkan oleh pemerintah, yang dihibahkan, bantuan atau
ketentuannya diatur dengan atau sumbangan, dan warisan
berdasarkan Peraturan sebagaimana dimaksud dalam
Pemerintah. Pasal 4 ayat (3) huruf a dan
3) Persediaan yang jumlahnya huruf b, kecuali sumbangan
melebihi jumlah berdasarkan sebagaimana dimaksud dalam
metode penghitungan yang Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai
sudah ditetapkan dalam Pasal dengan huruf m serta zakat yang
10 UU No.36 Tahun 2008 diterima oleh badan amil zakat
tentang PPh. atau lembaga amil zakat yang
4) Penyusutan yang jumlahnya dibentuk atau disahkan oleh
melebihi jumlah berdasarkan pemerintah atau sumbangan
metode penghitungan yang keagamaan yang sifatnya wajib
sudah ditetapkan dalam Pasal bagi pemeluk agama yang
10 UU No.36 Tahun 2008 diakui di Indonesia, yang
tentang PPh. diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
BAB 4
54
PENUTUP
Kesimpulan
Dari Uraian di atas, maka dapat kami ambil kesimpulan bahwa Hukum pajak
merupakan hukum yang telah disusun dalam undang-undang yang memiliki
tujuan dan fungsi sebagaimana telah dirancang dalam undang-undang itu sendiri.
Hukum Pajak dibagi menjadi 2, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak
formil.
Saran
Demikian Makalah ini kami susun, kami menyadari banyaknya kekurangan
dalam Makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah
kami perlukan. Semoga dengan makalah ini, kami dapat memberikan gambaran
tentang Fungsi Dan Tujuan Hukum Pajak. Akhirnya dengan mengucap syukur
Alhamdulillah, semoga apa yang kami kerjakan bermanfaat dan diridhoi oleh
Allah S.W.T. Amin
DAFTAR PUSTAKA
55
Erly Suandy. 2000. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
56