Anda di halaman 1dari 56

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Critical Book Review tentang perpajakan.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Perpajakan. Dalam pemenuhan tugas ini mahasiswa dituntut untuk meringkas dan
membandingkan dua atau lebih buku lainnya yang relevan mengenai Pajak.

Makalah ini penulis susun dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kriteria


yang telah disepakati bersama oleh Ibu Erny Luxy D. Purba, SE., M.Si. selaku
dosen dalam mata kuliah Perpajakan. Harapan yang paling besar dalam
penyusunan makalah ini adalah mudah-mudahan apa yang penulis susun ini
penuh dengan manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, pembaca, maupun
pengarang-pengarang yang telah penulis gunakan buku-bukunya dalam
pemenuhan tugas ini.

Penulis akui masih ada kekurangan yang ada dalam penulisan makalah ini,
karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Maka dari itu akhir kata
penulis mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen demi
tercapainya makalah yang sempurna.

Medan, 29 Maret 2018

Tim

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar ..................................................................... 1

Daftar Isi.............................................................................. 2

BAB 1 Pendahluan

1.1 Rasionalisasi Pentingnya CBR ......................................... 3


1.2 Tujuan Penulisan CBR .................................................... 3
1.3 Manfaat Penulisan CBR .................................................. 3
1.4 Identitas Buku ................................................................ 3

BAB 2 Ikhtisar Buku ............................................................ 5

BAB 3 Pembahasan .............................................................. 50

1.1. Kelebihan Buku .......................................................... 50


1.2. Kekurangan Buku ....................................................... 50
Pembahasan .........................................................................50

BAB 4 Penutup ....................................................................

Daftar Pustaka ......................................................................

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi Pentinganya CBR


Sering kali kita merasa bingung ketika memilih buku mana yang akan di
referensi untuk kita baca dan pahami. Terkadang kita memilih satu buku,
namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya dari segi analisis bahasa,
pembahasan tentang akuntansi. Oleh karena itu, penulis membuat Critical
Book Report ini mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi,
terkhusus pada pokok pembahasan tentang pajak.
1.2 Tujuan Penulisan CBR
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Pengantar Akuntansi
2. Menambah wawasan pembaca mengenai Akuntansi
3. Untuk mengulas isi buku
4. Membandingkan isi buku pada keadaan nyata
5. Melatih diri untuk berfikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan
oleh setiap bab dari sebuah buku
1.3 Manfaat Penulisan CBR
1. Agar pembaca dapat menanggapi hal-hal penting yang ada didalam bab ini
2. Untuk memahami tentang Akuntansi
3. Untuk menambah pengetahuan tentang Akuntansi
4. Melatih kemampuan penulis dalam mengkritisi suatu buku
1.4 Identitas Buku
Judul : Perpajakan Indonesia Teori dan Kasus
Edisi :-
Pengarang : Indra Efendi Rangkuti; Mohd. Idris Dalimunthe; OK.
Sofyan Hidayat; Sustinah Limaryani; Kasyful Anwar; Herry Wahyudi; Yaya
Sonjaya; dan Yohanes C. Seralurin
Penerbit : Madenatera
Kota Terbit : Medan
Tahun Terbit : 2018
ISBN : 978-602-5470-2-8

3
BAB 2
URAIAN BUKU

Bab 1 DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang Oleh arang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan  tidak
mendapatkan  imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya  kemakmuran rakyat. 'Dari definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran rakyat kepada negara yang dipungut
oleh negara kepada warga negara.

a) Retribusi adalah iuran rakyat yang disetorkan melalui kas negara atas
dasar pembangunan tertentu dari jasa atau barang milik negara yang
digunakan oleh orang-orang tertentu.
b) Cukai adalah iuran rakyat atas pemakaian barang barang tertentu seperti
minyak tanah, bensin, minuman keras rokok, atau tembakau.
c) Bea masuk adalah bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang di
masukkan ke dalam daerah pabean Indonesia dengan maksud untuk
dikonsumsi di dalam negeri. Sementara itu, bea keluar adalah bea yang
dikenakan atas barang-barang yang akan dikeluarkan dari wilayah pabean
Indonesia dengan maksud barang tersebut akan diekspor ke luar negeri.
d) Sumbangan adalah iuran orang-orang atau golongan orang tertentu yang
harus diberikan kepada negara untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran
negara yang sifatnya tidak mem berikan prestasi kepada umum, dan
pengeluarannya tidak dapat diambil dari kas negara. Pada mulanya
sumbangan bersifat insidentil dan sukarela, jumlah sumbangan juga tidak

4
mengikat dan tidak harus berupa uang tetapi dapat berupa barang. Namun
selanjutnya, sumbangan bersifat rutin atau wajib yang berupa uang dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan, misalnya: pajak kendaraan bermotor.

Fungsi Budgeter atau Fungsi Financial adalah fungsi pajak untuk memasukkan
uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas Negara, dengan maksud untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Atau dengan kata lain fungsi
budgeter adalah fungsi pajak sebagai sumber penerimaan Negara dan
dipergunakan untuk membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin
maupun pengeluaran untuk pembangunan.

Fungsi Regulered (Mengatur) adalah fungsi pajak untuk mengatur suatu


keadaan dalam masyarakat di bidang sosial, ekonomi, maupun politik sesuai
dengan kebijaksanaan pemerintah.

Fungsi Distribusi

 Berdasarkan sektor, dijalankan Oleh instansi pemerintah sesuai dengan


tugas pokoknya Mlsalnya kesehatan, infrastruktur, dll.
 Berdasarkan wilayah, dilakukan melalui pembagian anggaran belanja
untuk masing-masing daerah.
Fungsi Demokrasi

Sesuai dengan pengertian dan ciri khasnya, pajak ternyata merupakan salah satu
perwujudan pelaksanaan demokrasi dalam suatu Negara. Pajak berasal dari
masyarakat yaitu dibayar masyarakat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku. Pajak juga dibuat oleh rakyat melalui Wakilnya di Parlemen (DPR)
dalam bentuk Undang-Undang Perpajakan.

Kedudukan Hukum Pajak

1. Hukum Tata Negara


2. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
3. Hukum Pajak
4. Hukum Pidana
Pembagian Hukum Pajak

- Hukum Pajak Material


Hukum pajak material membuat norma-norma yang menerangkan
keadaan-keadaan, per buatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum
yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak ini,
berapa besar pajaknya. Dengan kata lain hukum pajak material mengatur
segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya hutang pajak
dan pola hubungan hukum antarapemerintah dan wajib pajak.

5
- Hukum Pajak Formil
Hukum pajak formil adalah peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk
menjalankan hukum material tersebut di atas menjadi suatu kenyataan.

Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh
karena itu rakyat harus membayar pajak diibaratkan sebagai sesuatu premi
asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan kepada kepentingan


masingmasing orang.

Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang sama beratnya, artinya pajak harus dibayar 
sesuai dengan daya pikul .

Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan


negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari
bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak .Maksudnya menyalurkan


kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan negara

Jenis-Jenis Pajak

I. Pajak Menurut Golongan

Ditinjau dari golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua:

- Pajak Langsung (DirectTax)


Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala pada Wajib
Pajak berdasar kan surat ketetapan pajak (kohir) yang dibuat oleh kantor
pajak.
- Pajak Tidak Langsung (IndirectTax)
Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan pada Wajib Pajak
hanya jika Wajib Pajak melakukan perbuatan atau peristiwa tertentu.
II. Pajak Menurut Sifatnya
Ditinjau dari sifatnya, pajak digolongkan menjadi dua:

6
- Pajak Subjektif
- Pajak Objektif
III. Pajak Menurut Pemungutnya
- Pajak Negara (Pusat)
Pajak negara adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui
aparatnya, yaitu Dirjen Pajak, Kantor Inspeksi Pajak yang tersebar di
seluruh Indonesia, maupun Dirjen Bea dan Cukai.
- Pajak Daerah (Lokal)
Pajak daerah (lokal) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan terbatas pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dilakukan oleh
Pemda Tingkat I maupun Pemda Tingkat II.
Tata Cara Pemungutan Pajak

Ada beberapa hal Yang perlu diperhatikan dalam hal pemungutan pajak salah
satunya yaitu tata cara pemungutan pajak. Tata cara pemungutan pajak dibagi
menjadi tiga, yaitu stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan
pajak.

Stelsel Pajak

1. Stelsel Nyata (real stelsel)


2. Stelsel Anggapan (fictivestelsel)
3. Stelsel Campuran
Asas pemungutan pajak

1. asas domisili
2. asas sumber
3. asas kebangsaan
Sistem Pemungutan Pajak

1. Official Assessment System


2. Self Assessment System
3. With Holding System
Timbulnya Utang Pajak

- Ajaran formil
- Ajaran material

Berakhirnya Utang Pajak

a) adanya pembayaran atau pelunasan pajak


b) kompensasi atau pengimbangan
c) penghapusan utang pajak

7
d) kadaluarsa atau lewat waktu
e) pembebasan pajak

BAB 2 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidsk
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negra bagi
sebesar-besarnya kemakmuranvrakyat. Sedangkan wajib pajak adaldh orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Nomor pokok wajib pajak adalah
nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana adalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengeneal diri atau identitas wajib
pajak dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakannya.

Nomo Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan sarana administrasi perpajakan


yang berfungsi sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak serta
menjaga ketaatan dalam pembayaran pajak dalam pengawasan administrasi
perpajakan karena seseorang yang telah memiliki NPWP akan lebih mudah
diakses oleh DJP. NPWP terdiri dari 15 digit dan setiap digit mengandung kode
tertentu.

1. 2 digit pertama merupakan identits wajib pajak


2. 6 digit kedua merupakan nomor registrasi/urut yang diberikan Kantor
pusat DJP
3. 1 digit ketiga dibrikan kepada KPP sebagai alat pengaman agar tidak
terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP
4. 3 digit keempat adalah kode KPP
5. 3 digit terakhir adalah status wajib pajak (tunggal, pusat, atau cabang)

Pemotongan/pemungutan pajak adalah suatu mekanisme pelunasan pajak yang


terutang melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain. Kelebihan sistem
ini adalah ketepatan waktu pemungutan, kemudahan dan kesederhanaan, dan
biaya pemungutan pajak yang lebih murah. Namun kelemahannya adalah
memengaruhi cashflow wajib pajak, menambah beban administrasi wajib pajak,
menambah beban biaya wajib pajak dan timbulnya risiko hukum atas kepatuhan
wajib pajak.

Penyetoran pajak dilakukan dengan wajib pajak menyetorkan pajak yang terutang
danfan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. SPP
beerfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat
kantor peneria pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan

8
validasi,yang ketentuannya diatur denganatau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak,dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi:

1. Surat Ketetapan Pajak Bayar


2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yaitu surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan
jumlah yang masih harus dibayar
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil yaitu surat ketapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama dengan jumlah kredit pajak atau pajak yang
tidak terutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yaitu surat ketetapan pajak yang
menentukan kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih
besar dari pajak yang terutang.
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau
sanksi administrasi berupa bunga atau denda.Keberatan adalah cara yang
ditempuh oleh wajib pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan
pajak yang dikenakan kepadanya atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

BAB 3 PENGHASILAN UMUM

Berdasarkan Pasal 1 UU No. 36 Tahun2008 pajak penghasilan adalah pajak yang


dikenakan terhadap subjek pajak atas pengasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak (Direktorat Jendral Pajak,2008). Menurut UU No. 36 Tahun 2008 subjek PPh
adalah sebagai berikut:

1. Subjek pajak pribadi


2. Subjek pajak harta warisan belum dibagi
3. Subjek pajak badan
4. Bentuk uaha tetap

Menurut UU No. 17 Tahun 2008 yang bukan subjek pajak adalah:

1. Badan perwakilan nefara asing


2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing
dan orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama dengan mereka dengn syarat bukan WNI yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik

9
3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keptusan Menteri Keuangan
dengan syarat Indonesia merupakan anggota organisasi tersebut dan organisasi
tersebut tidak melakukan usaha di Indonesia
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan
dari Indonesia

Objek PPh yaitu setiap tambahan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh oleh Wajib Pajak. , baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar indonesia
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun.

Penghasilan tidak kena pajak merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak
dikenakan pajak.

Penyesuaian PTKP:

No Keterangan Pasal 7 ayat (1)


(2) (3)
1 Diri wajib pajak Rp. 54.000.000
2 Tambahan untuk wajib pajak yang sudah kawin Rp. 4.500.000
3 Tambahan untuk seorang istri yang menerima atau Rp. 54.000.000
memperoleh penghasilan yang digabung dengan
penghasilan suami
4 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah Rp. 4.500.000
semenda dalam garis keturunan lurus yang
menjadi tanggungannya (maksimal 3)
Amortisasi adalah pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk perpanjangan atas hak-hak atas tanah yang mempunyai
masa manfaat lebih dari setahun, dimortisasi dengan metode garis lurus maupun metode
saldo menurun.

Tak berwujud Manfaat Tarif amortisasi


Garis lurus Saldo
menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6.25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Penyesuaian besarnya Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) mulai 1 janjuari 2013 dapat
dilihat sebagai berikut:

1. Rp. 24.300.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi


2. Rp. 2.025.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
3. Rp. 24.300.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya sigabung
dengan penghasilan suami
4. Rp 2.025.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga

10
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa
manfaat yang diestimasi. Aktiva yang dapat disusutkan adalah:

1. Diharapkan utuk digunakan selama lebih dari periode akuntansi


2. Memilki satu manfaat yang terbatas
3. Ditahan oleh suatu perusahaan yang digunakan dalam produksi atau memasok
barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi

BAB 4 PAJAK PENGHASILAN FINAL


PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG
DITERIMA/ DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU
Pajak penghasilan atas penghasilan dari usahan bagi Wajib Pajak dengan
peredaran bruto tertentu bersifat final dimaksudkan untuk memberi kemudahan
bagi Wajib Pajak yang menerima/memperoleh penghasilan dari usahan dengan
peredaran bruto tertentu dapat melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan
pajak penghasilan yang terutang.
Wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu dalam PPh bersifat final 1% sebagai
berikut.
1. Wajib Pajak orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha tetap.
2. Wajib Pajak pada nomor 1 menerima penghasilan dari usaha tidak
termasuk penghasilan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Berikut tidak termasuk Wajib Pajak dalam PPh bersifat final 1% meliputi:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
dan/atau jasa yang dalam usahanya:
 Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang.
 Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum
yang tidak diperuntukan bagi tempat usaha atau berjualan.
2. Wajib Pajak badan yang:
 Belum beroperasi secara komersial.
 Dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial
memperoleh peredaran bruto melebihi Rp. 4.800.000.
a. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan
 Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang
dikenai PPh bersifat final.
 Penyetoran pajak dilakukan melalui kantor pos atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP).
 Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan
(SPT) Masa Pajak Penghasilan paling lambat 20 hari setelah masa
pajak berakhir.

11
 Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
yang memiliki peredaran usaha tertentu, yang dipotong dan/atau
dipungut pihak lain sebagai berikut.
 Atas pemungutan PPh Pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah
dengan menggunakan SPP.
 Atas pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan oleh
pihak lain dengan bukti pemotongan dan/atau pemungutan,
termasuk pemungutan PPh Pasal 22.
 Atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat final 1%
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh pada kelompok
penghasilan yang dikenai pajak bersifat final.

PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL


Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebutkan tentang penetapan
Norma Perhitungan Khusus guna menghitung penghasilan neto bagi Wajib Pajak
tertentu yang tidak dapat dihitung dengan ketentuan umum sebagaimana diatur
dalam Pasal 16 UU PPh.
1. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/Terutang kepada
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
2. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/Terutang kepada
Perusahaan Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri
3. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/Terutang kepada
Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 4
AYAT (2) UU PPh
Pajak Penghasilan atas Bungan Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
a. Pengertian
Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan “deposit on call”, baik dalam mata
uang rupiah maupun dalammata uang asing (valuta asing), yang ditempatkan pada
atau diterbitkan oleh bank.
Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apa pun, termasuk giro, yang
penarikannya dilakukan berdasarkan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh
masing-masing bank.
a. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak untuk PPh ini adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar
negeri serta bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan atas bunga deposito
dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia.
Objek pajak untuk PPh adalah penghasilan berupa bunga atas deposito dan
tabungan serta diskonto SBI.
b. Tarif dan Dasar Pengenaan
Wajib Pajak Tarif Dasar Pengenaan Pajak

12
Wajib Pajak dalam negeri 20% Jumlah bruto bunga deposito dan
dan BUT tabungan serta diskonto sertifikat
Bank Indonesia
Wajib Pajak luar negeri 20% atau Jumlah bruto bunga deposito dan
selain BUT sesuai tarif tabungan serta diskonto sertifikat
berdasarkan Bank Indonesia
persetujuan
penghindaran
pajak berganda
c. Pemotongan PPh
 Bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia
 Cabang bank di luar negeri di Indonesia
 Bank Indonesia
 Dana Pensiun dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank
Indonesia
d. Dikecualikan dari Pemotongan PPh
 Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia, sepanjang jumlahnya tidak melebihi Rp.7.500.000
 Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang
didirikan di Indonesia
 Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
 Bunga tabungan pada bank yang ditujukan pemerintah dalam
rangka pemilikan rumah senderhana dan sangat sederhana.

Pajak Penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya


a. Pengertian
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan
harga kurang dari 90% dari harga saham pada saat penawaran umum perdana.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Objek pengenaan pajak adalah transaksi penjualan saham di Bursa Efek
Indonesia.
c. Tarif dan Dasar Pengenaan
Jenis Transaksi Tarif Dasar Pengenaan Pajak
Semua transaksi penjual 0,1% Jumlah bruto nilai
saham transaksi penjualan
Transaksi pemilik saham 0,1% dan tambahan Jumlah bruto nilai
pendiri 0,5% transaksi
penjualan,kecuali
penjualan saham pendiri
oleh perusahaan modal

13
ventura atas penyertaan
modal kepada perusahaan
pasangan usahanya
Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi
a. Pengertian
Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima atau diperoleh pemegangobligasi
dalam bentuk bunga atau diskonto.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri serta
bentuk usaha tetap yang menerima bunga obligasi termasuk diskonto obligasi.
Objek pajak adalah penghasilan berupa bunga obligasi termasuk diskonto
obligasi.
c. Tarif dan Dasar Pengenaan
Jenis Dasar Pengenaan
Wajib Pajak Tarif
Bunga/Diskonto Pajak
Bunga obligasi - Wajib Pajak - 15% Jumlah bruto bunga
dengan kupon dalam negeri dan - 20% atau sesuai dengan
BUT sesuai tarif masa kepemilikan
- Wajib Pajak luar berdasarkan obligasi
negeri selain persetujuan
BUT penghindaran
pajak berganda
Diskonto obligasi - Wajib Pajak - 15% Selisih lebih harga
dengan kupon dalam negeri dan - 20% atau jual atau nilai
BUT sesuai tarif nominal atas harga
- Wajib Pajak luar berdasarkan perolehan obligasi
negeri selain persetujuan tidak termasuk
BUT penghindaran bunga berjalan
pajak berganda
Diskonto obligasi - Wajib Pajak - 15% Selisih lebih harga
tanpa bunga dalam negeri dan - 20% atau jual atau nilai
BUT sesuai tarif nominal atas harga
- Wajib Pajaak luar berdasarkan perolehan obligasi
negeri selain persetujuan tidak termasuk
BUT penghindaran bunga berjalan
pajak berganda
Bunga atau diskonto Wajib pajak reksadana yang - 5% (tahun Selisih lebih harga
obligasi terdaftar pada Badan 2014 s.d. 2020) jual atau nilai
Pengawas Pasar Modal - 10% (tahun nominal
dan Lembaga Keuangan 2012 dan
seterusnya)
d. Pemotongan PPh

14
 Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang
ditujukan atas bunga atau diskonto yang diterima pemegang
obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga obligasi
 Perusahaan efek, diler, atau bank, selaku pedagang perantara atau
pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi

Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian


a. Pengertian
Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
diterima atau diperoleh melalui undian.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima hadiah undian.
Objek pajak adalah penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dalam bentuk
apapun.
c. Tarif dan Dasar Pengenaan
Besarnya tarif PPh adalah 25%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto hadia
undian.
d. Pemungutan atau Pemotongan
Pemungut PPh atas hadiah undian adalah penyelenggaraan undian, baik orang
pribadi atau badan, kepanitiaan, organisasi maupun penyelenggara dalam bentuk
apa pun yang telah mendapatkan izin dari pihak yang berwenang.

Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah atau Bangunan


a. Pengertian
Sewa atas tanah dan bangunan adalah persewaan tanah atau bangunan berupa
tanah, rumah, rumah susun, Apartemen, kondominium, gedung perkantoran,
rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan industri.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari persewaan tanah atau bangunan.
Objek pajak adalah penghasilan dari persewaan tanah atau bangunan.
c. Tarif dan Dasar Pengenaan
Besarnya tarif PPh adalah 10%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto nilai
persewaan tanah atau bangunan.

Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Kontruksi


a. Pengertian
Jasa kontruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi.,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi
pengawasan pekerjaan konstruksi.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah penyedia jasa konstruksi. Objek pajak adalah jasa.

15
c. Tarif dan Pengenaan Pajak
Jenis Wajib Pajak Tarif
Konstruksi
Pelaksanaan Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi 2%
usaha kecil
Pelaksanaan Penyedia jasa yang tidak memiliki 4%
kualifikasi usaha
Pelaksanaan Penyedia jasa selain dua di atas 3%
Perencanaan Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi 4%
atau usaha
pengawasan
Perencanaan Penyedia jasa yang tidak memiliki 6%
atau kualifikasi usaha
pengawasan
d. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
 PPh yang dipotong oleh pengguna jasa disetor ke kas negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
dilakukan pemotongan pajak.
 PPh yang disetor sendiri oleh penyedia jasa, disetor ke Kantor Pos
atau bank yang ditunjuk oleh Menteri keuangan paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah penerimaan pembayaran.
 Pembayaran atau penyetoran PPh dilakukan dengan menggunakan
SSP.
 Pemotongan pajak memberikan tanda bukti pemotongan kepada
penyedia jasa.
 Pengguna atau penyedia jasa yang melakukan pemotongan PPh ini
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20
hari setelah melakukan pemotongan pajak.
 Pajak yang dibayar/terutang di luar negeri atas penghasilan dari
luar negeri yang diterima atau diperoleh penyedia jasa dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan ketentuan
Undang-Undang PPh.
 Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh penyedia jasa dari
luar usaha jasa konstruksi dikenakan tarif berdasarkan ketentuan
Undang-Undang PPh.

Pajak Penghasilan atas Pengalihan Harta berupa Tanah atau Bangunan


a. Pengertian
Pengalihan tanah atau bangunan adalah penjualan tukar-menukar, perjanjian
pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain
yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk

16
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak ini adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah atau pembangunan. Objek pajak ini adalah
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
pengalihan hak atas tanah atau bangunan.
c. Tarif dan Pengenaan Pajak
Tarif:
 5% untuk PPh yang dibayar sendiri oleh orang pribadi dan badan
atau dipungut/dipotong oleh bendaharawan atau pejabat yang
berwewenang.
 1% untuk Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanak atau bangunan berupa rumah sederhana
dan rumah susun sederhana.
 5% untuk Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanak atau bangunan selain rumah sederhana
dan rumah susun sederhana.
Dasar pengenaan:
 Jumlah bruto nilai pengalihan
 Nilai berdasarkan keputusan pejabat pemerintah yang bersangkutan
 Nilai menurut risalah telang
d. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
 Orang pribadi atau badan wajib menyetor sendiri PPh yang
terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta keputusan
perjanjian kesepakatan, atau risalah lelang ditandatangani oleh
Pejabat yang berwenang.
 Orang pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari
Rp.60.000.000, tetapi penghasilan lainnya dalam 1 tahun melebihi
PTKD, penyetoran final selambat-lambatnya akhir tahun pajak
yang bersangkutan.
 Bendahara pemerintah atau pejabat memungut PPh yang terutang
dan menyetorkannya ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan SSp sebelum pembayaran.
 Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran sendiri
Pajak Penghasilan, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.
e. Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh
 Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau
satu derajat, dan kepada badan agama atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil.

17
 Pengalihan hak yang jumlah brutonya kurang dari Rp.60.000.000
dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah oleh orang
pribadi.
 Penghasilan hak kepada Pemerintah untuk kepentingan umum
yang memerlukan persyaratan khusus.
 Penghasilan hak sehubungan dengan warisan berdasarkan SKB.
 Dalam rangka penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha
dengan nilai buku berdasarkan SKB.

Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi


kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi
a. Pengertian
Penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang
diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota
koperasi orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi
anggota.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi sebagai anggota koperasi yang mempunyai
simpanan di koperasi dan memperoleh/menerima bunga atas simpanan yang
diterima oleh anggotanya.
c. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif:
 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai Rp/240.000.
 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga
simpanan lebih dari Rp.240.000.
Dasar pengenaan adalah jumlah bruto bunga simpanan yang diterima oleh anggota
koperasi.
d. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
 Koperaasi yang membayarkan bunga simpanan kepada anggotanya
wajib melakukan pemotongan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.
 Koperasi sebagai pemotongan pajak wajib memberikan tanda bukti
pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) kepada Wajib Pajak.
 Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh koperasi, wajib disetor
ke kas negara melalui Kantor Pos atau Bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan.
 Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan
penyetoran Pajak Penghasilan paling lama 20 hari setelah masa
pajak berakhir.

Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi

18
a. Pengertian
Dividen merupakan bagian laba dengan nama dan dalambentuk apapun yang
diterima oleh pemegang saham atas kepemilikan saham dalam sebuah perseroan.
b. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi dalam negeri yang bertindak sebagai pemegang
saham suatu perseroan, pemegang polis suatu perusahaan, dan anggota koperasi
menerima sisa hasil. Objek pajak adalah dividen.
c. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya tarif adalah 10%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto dividen.
d. Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
 Pengenaan PPh atas dividen ini dilakukan melalui pemotongan
oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayaran dividen.
 Pemotongan dilakukan pada saat dividen disediakan untuk
dibayarkan.
 Pemotongan PPh wajib memberikan bukti tanda pemotongan pajak
kepada Wajib Pajak yang dipotong PPh setiap melakukan
pemotongan.
 Pemotongan PPh wajib menyetor PPh yang dipotongnya ke kas
negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir dengan menggunakan SSP.
 Pemotongan PPh wajib melaporkan pajak yang sudah dipotong dan
disetor ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 20 hari setelah
masa pajak berakhir.

BAB 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri. Pemotong Pajak atau Subjek Pajak atas PPh Pasal 21/26
adalah:
 Pemberi Kerja
 Bendaharawan
 Dana Pensiun
 Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha atau Pekerjaan Bebas
serta Badan yang Membayar Honorarium atau pembayaran lain
 Penyelenggara Kegiatan
Hak pemotong PPh 21 adalah:
 Berhak untuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan Pasal 21

19
 Berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh Pasal 21 dalam
satu bulan
 Berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh Pasal 21 yang
terutang pada bulan berikutnya
 Berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan
menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah
saat terutangnya pajak atau berakhir masa pajak
 Berhak mengajukan surat keberetan kepada Direktur Jenderal Pajak atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Nihil
 Mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan alasan yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak
Kewajiban pemotong pajak PPh pasal 21 adalah:
 Wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak Setempat
 Wajib mengambil sendiri formulir yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya
 Wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap
bulan takwim
 Wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 sekalipun nihl dengan
menggunakan SPT masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak Setempat
 Wajib memberikan bukti pemotongan kepada orang pribadi bukan sebagai
pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima
pesangon, dan penerima dana pensiun iuran
 Wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada
pegawai tetap dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim.
 Wajib menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang
 Wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan Pasal
21 ke Kantor Pelayanan Pajak
 Wajib melampirkan SPT Tahunan Pasal 21 dengan lampiran-lampiran
yang ditentukan dalam petunjuk pengisianSPT Tahunan Pasal 21
 Wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang apabila jumlah
PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 tahun takwim lebih besar dari pada
PPh Pasal 21 yang telah disetor
SUBYEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
 Pegawai
 Penerima uang pesangon
 Bukan pegawai

20
 Peserta kegiatan
TIDAK TERMASUK SUBYEK PAJAK PENGHASILAN PASAAL 21
 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing
 Pejabat perwakilan organisasi Internasional
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Hak:
 Berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak
 Berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak
 Berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak
Kewajiban:
 Membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada
awal tahun kalender
 Jika terjadi perubahan tanggungan keluarga, Wajib Pajak wajib membuat
surat pernyataan baru dan menyerahkan kepada pemotong PPh pasal 21
 Menyerahkan bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak
kantor cabang baru dan pemotong pajak tempat kerja baru
 Memasukkan SPT Tahunan, jika Wajib Pajak mempunyai NPWP
 Memasukkan SPT Tahunan, jika Wajib Pajak mempunyai penghasilan
lebih dari 1 pemberi kerja
RUMUS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
a. PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap
Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan
anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola
kegiatan perusahaan secara langsung.
Perhitungan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap:
PKP x tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh = PPh Pasal 21 setahun
b. PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tidak Tetap
Pegawai tidak tetap adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila
pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit
hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang
diminta oleh pemberi keja.
1. Upah harian
PPh Pasal 21 = (upah harian – Rp. 200.000) x 5%
2. Penghasilan bruto sebulan melebihi Rp. 3.000.000. tapi tidak lebih
dari rp. 7.000.000
PPh Pasal 21 = (upah harian – PTKP sehari) x 5%
3. Penghasilan bruto sebulan lebih dari Rp. 7.000.000
PPh Pasal 21 = [(penghasilan bruto setahun – PTKP)PPh Pasal 21 =

21
[(penghasilan bruto setahun – PTKP) x Tarif Pajak] : 12
c. Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu,
termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya, pendidikan, pertunjukan,
olahraga, ataukegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
1. Menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat
berkesinabungan
PPh Pasal 21 = [50% x penghasilan bruto] x tarif pajak
2. Menerima atau memperoleh hanya dari satu pemberi penghasilan yang
bersifat berkesinabungan
DPP = [50% x penghasilan bruto sebulan - PTKP per bulan] kumulatif
PPh Pasal 21 sebulan = DPP x tarif pajak
3. Menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat
berkesinabungan dan mempunyai penghasilan lain
DPP = [50% x penghasilan bruto sebulan – PTKP per bulan] kumulatif

BAB 6 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


Pajak penghasilan pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau
lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya berkenaan dengan
pembayaran, penyerahaan barang, dan badan-badan teretntu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lainnya.
TARIF PAJAK
1. Atas impor
a. Menggunakan API : 2,5% x nilai impor
b. Tidak menggunakan API : 7,5 % x nilai impor
c. Tidak dikuasai : 7,5% x harga jual lelang
CIF + BM + Pemungutan pabean lainnya
2. Atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN dan APBD
1,5% x Harga Pembelian
3. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh:
a. Badan Usahayang bergerak di bidang
1) Industri otomotif : 0,45% dari dasar pengenaan pajak PPN
2) Industri rokok :0,1% dari harga banderol
b. Pertamina dan badan usaha
1) SPBU swastanisasi : 0,3% dari penjualan
2) SPBU dari pertamina : 0,25% dari penjualan
c. Badan Urusan Logistik (BULOG)
DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK PASAL 22
1. Impor barang atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan

22
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk atau Pajak
Pertambahan Nilai
3. Impor sementara
4. Impor kembali
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungutan pajak
DASAR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
1. Atas impor:
a. Menggunakan API : 2,5% dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai,
gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor
b. Tidak mengguanakan API : 7,5% dari nilai impor
c. Tidak dikuasai : 1,5% dari harga jual lelang
2. Atas pembelian barang sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk
PPN
3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen
sebagai berikut:
a. Bahan Bakar Minyak sebesar:
1) 0,25% dari penjualan tidak termasuk pajak
2) 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
b. Bahan Bakar Gas : 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
c. Pelumas : 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
4. Atas penjualan hasil produksi yang bergerak dalam bidang usaha industri:
a. Penjualan semua jenis semen : 0,25%
b. Penjualan kertas : 0,1%
c. Penjualan baja : 0,3%
d. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih :
0,45%
e. Penjualan semua jenis obat : 0,3%
5. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATMP, APM,
daan importir kendaraan bermotor : 0,45% dari dasar pengenaan PPN
6. Atas pembeliaan bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,pertanian, peternakan, dan
perikanan : 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
7. Atas penjualan barang yang tergolong mewah:
a. Pesawat udara pribadi : Rp. 20.000.000.000,00
b. Kapal pesia dan sejenisnya : RP. 10.000.000.000,00
c. Rumah beserta tanah : >Rp. 10.000.000.000,00\apartemen,
kondominium, dan sejenisnya : Rp. 10.000.000.000,00
d. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang : Rp. 5.000.000.000,00

BAB 7 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong
ataspenghasilan yang diterima atai diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan 21.
TARIF DAN OBJEK PPH PASAL 23
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas;
a. Dividen, merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau
pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi
yang diperoleh anggota koperasi.
b. Bunga, yaitu bunga pinjaman dari Wajib Pajak Badan ke Wajib Pajak
Badan dari Wajib Pajak Orang Pribadi ke Wajib Pajak Orang Pribadi
serta denda keterlambatan pembayaran.
c. Royalti, adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan
cara atau perhitungan apa pun,baik dilakukan secara berkala maupun
tidak.
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya, adalah hadiah,
penghargaan, bonus selain yang telah dipotong pajak penghasilan 21
yaitu penyelenggaraan kegiatan yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
2. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas;
a. Sewa dan penghasilan lainnya, merupakan penghasilan yang diterima
atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatanuntuk memberikan hak
menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan
perjanjian tertulis maupun tidak tertulis.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa-jasa
BAB 8 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Pajak penghasilan 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan perhitungan berapa
besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan di luar negeri dan pajak
tersebut dapat dikreditkan atau dikurungkan dari penghasilan yang ada di dalam
negeri sehingga menghindari pengenaan pajak berganda.

Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, wajib pajak menyampaikan


permohonan kepada dirjen pajak dengan melampirkan:

1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri


2. Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan bersamaan


dengan penyampaian SPT Tahun pajak penghasilan.

24
Penggabungan Penghasilan

1. Untuk penghasilan dari usaha, yang dilakukan dalam tahun pajak


diperoleh penghasilan tersebut
2. Untuk penghasilan lainnya yang dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut
3. Untuk penghasilan berupa deviden yang di peroleh wajib pajak dalam
negeri atas pertanyaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah
saham yang di setor, atau secara bersama-sama dengan wajar dalam
negeri lainnya sekurang-kurangnya sebesar 50% dari jumlah saham yang
di setor pada badan usaha di luar negeri sahamnya tidak diperdagangkan
di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden
tersebut.

Jumlah Kredit Pajak Yang Diperbolehkan

Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperolehkan hanya atas pajak yang langsung
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari luar
negeri, dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak
dikalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak, atau setinggi-
tingginya sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak dalam hal
penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa Negara

Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka jumlah
maksimum kredit pajak luar negeri dihitung sama dengan perhitungan sersebut
diatas.

Kompensasi Kerugian Di Luar Negeri Dan Di Dalam Negeri

Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita di luar negeri
tidak boleh dibagungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima
atau diperoleh di Indonesia. Sedangkan kerugian yang diderita di dalam negeri
boleh digabungkan atau di kompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh di luar negeri.

Pengurangan/ Pengembalian PPh Luar Negeri

Jika terjadi pengurangan atau pengenbalian pajak atas penghasilan yang dibayar di
luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di indonesia menjadi
lebih kecil dari pada besarnya penghitungan semula, maka selisihnya ditambahkan

25
pada PPh yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri pada
tahun pengurangan atau pengembalian dilakukan.

BAB 9 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Pengertian PPh pasal 25 adalah beesarnya angsuran pajak penghasilan dalam


tahun pjak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak orang pribadi
maupun wajib pajak badan untuk setiap bulan sari Masa Jjanuari sampai dengan
Masa Pajak Desember.

PELAPORAN PP PASAL 25 DENGAN NTPN

1. NTPN (Nomor Transaksi Pemerintah Negara ) adalah nomor yang tertera


pada bukti penerimaan Negara yang diterbitkan melalui Modul
Penerimaan Negara (MPN)
2. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Masa PPh pasal 25 pada tempat
pembayaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dan SSP nya telah
mendapatkan validasi dengan NTPN, maka Surat Pemberitahuan Masa
PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke kantor pelayanan pajak sesui
dengan tanggal validasi yang telah trcantum pada SSP
3. Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran
PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang
melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi
dengan NTPN, tetap harus mnyampaikan Surat Peritahuan Masa PPh Pasal
25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

PPH PASAL 25 ATAS ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak Orang
yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang
mempunyai 1atau lebih tempat usaha.
2. Pedagang pengecer adalah Orang Pribadi yang melakukan :
a. Penjualan barang bai secara grosir maupun eceran ; dan/ atau
b. Penyerahan jasa, melalui suatu tempat usaha
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP
4. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah
peredaran bruto setiap bulan
5. Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 melalui Bank Persepsi
atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan
surat setor pajak

26
6. Pembayaran angsuran Pajka Penghasilan Pasal 25 merupakan kredit pajak
atas Pajk Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajka yang
bersangkutan.
7. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang melakukan
pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan surat setor
pajaknya tekah mendapatkan validasi dengan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara, dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 25
8. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan jumlah angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 Nihil atau melakukan pembayaran tetapi tidak
mendapatkan validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara,tetap
harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal
25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak
melakukan usaha sebagai pedagang pengecer di tempat tinggalnya maka
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tersebut tidak wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Ppajak Penghasilan Pasal 25

MENGHITUNG ANGSURAN BULANAN

Besaranya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
wajib pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25) adalah sebesar Pajak Penghsilan
yang terutang menurut Surat Pemberitahunan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
yang lalu dikurangi dengan :

a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana yang dimaksud dalam


Pasal 21 dan Pasal 23; serta
b. Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana yang dimaksuud dalam
Pasal 22; dan
c. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,

Kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak. Perhitungan pajak
tersebut dibedakan menjadi 2 yaitu: Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.

MENGHITUNG ANGSURAN PP UNTUK BULAN-BULAN SEBELUM


BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPH

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penhasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
adalah bulan akhit ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak Badan
adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung
sesuai dengan ketentuan diatas (PPh Pasal 25)

27
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan sebelum batas waktu penyampain Surat Pemberitahuan Tahanan
Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir
tahun pajak yang berlalu.

PPH PASAL 25 DALAM HAL-HAL TERTENTU

Pada dasarnya, besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri
dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang
akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur
Jendral Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.
Hal-hal tertentu yang dimaksud adalah:

1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian


2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penhgasilan tahun yang lalu
disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

CARA MENGHITUNG PPH PASAL 25 UNTUK WAJIB PAJAK BARU

1. Wajib pajak baru adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan badan yang baru
pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas
dalam tahun pajak berjalan.
2. Besarnya angsuran Pajak Peghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru
adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan
tariff umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12.
Penghasilan neto adalah :
a. Dalam hal wajib pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari
pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiscal dihitung berdasarkan pembukuannya.
b. Dalam hal wajib pajak hanya menyelenggarakan pencatatan dengan
menggunakan norma perhitungan penghasilan neto atau
menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto
fiscal dihitung berdasarkan Norma Perhitungan Penghasilan Neto atas
peredaran atau penerimaan bruto.

28
PERHITUNGAN PPH PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BANK DAN WAJIB
PAJAK SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI

Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tariff umum atas laba-rugi fiscal menurut laporan
keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal
24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi
12

PPH PASAL 25 BAGI PERUSAHAAN BUMN DAN BUMD

1. Besaran angsuran pajak Penghasilan Pasal 25 untuk BUMN dan BUMD


dengan nama dan daam bentuk apapun, kecuali wajib pajak bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
dihitung berdasarkan penerapan tariff umum laba –rugi fiscal
2. Dalam RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama
dengan angsuran Pajak Ppenghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak
sebelumnya.

PPH PASAL 25 BAGI PERUSAHAAN MASUK BURSA

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa
dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan
keuangan berkala.

PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 25

1. PPh pasal 25 harus dibayar selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwin


berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
3. Bagi awajib pajak pengusaha tertentu, berlaku juga ketentuan sbb :
a. Jika wajib pajak memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah
kerja kantor pelayanan pajak, harus mendaftarkan masing-masing
tempat usahanya di Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
b. Jika wajib pajak memiliki beberapa tempat usaha di lebih dari 1
wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak, harus mendaftarakan setiap
tempat usahanya di kantor pelayanan pajak masing-masing tempat
usaha Wajib Pajak berkedudukan.
c. SPT Tahunan PPh harus disampaikan di Kantor Pelayanan Pajak
tempat domisili wajib pajak terdaftar dengan batas waktu seperti
ketentuan butir 2.

29
PPH PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG
BERPERGIAN KE LUAR NEGERI

Wajib Pajak Orang Ppribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah
berusia 21 tahun yang berolak ke luar negeri wajib membayar pajak. Termasuk
wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah isteri, anggota keluarga sedarah,
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggung jawab sepenuhnya Wajib Pajak yang bersangkutan

BAB 10 PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Pajak Pengahasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diterima Wajib Pajk luar negeri selain bentuk
usaha tetap di Indonesia.Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang
perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

WAJIB PAJAK

Wajib Pajak (PPh) Pasal 26 adalah penerimaan penghasilan dengan status sebagai
subjek pajak luar negeri baik orang pribadi atau badan selain Bentuk Usaha Tetap
yang menerima penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari
Indonesia.

BUKAN WAJIB PAJAK

Tidak termasuk dalam pengertian penerimaan penghasilan yang dipotong PPh


pasal 26 adalah :

1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsultan atau pejabat lain dari


Negara asing, dan orang-orang yang diprbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan tempat tinggal yang bersama mereka, dengan syarat;
a. Bukan warga Negara Indonesia, dan
b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain
diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta
c. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dengan syrat :
a. Bukan warga Negara Indonesia, dan
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

PEMOTONGAN PAJAK PPH PASAL 26

Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat 1 undang-undang Nomor 7 Tahun 1983


sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

30
(Undang-Undang Pajka Penghasilan 1984), pemotongan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 26 ayat (1)adalah :

1. Badan pemerintah
2. Subjek Pajak Badan dalam negeri
3. Penyelenggaraan kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya.

PIHAK YANG DIPOTONG PPH PASAL 26

Berdasarkan dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26


dikenakan terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap. Pada
ketentuan ini Subjek Pajak luar negeri selain Badan Usaha Tetap adlah orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bualan.

DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Dalam hal ini penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan daro
suatu Bentuk Usaha Tetap ditetapkan kembali di Indonesia, penghasilan dimaksud
dikecualikan dari penghasilan pajak penghasilan. Pengecualian dari pengenaan
pajk penghasilan diberikan apabila seluruh penghasilan kena pajak sesudah
dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetapditetapkan kembali di
Indonesia dalam bentuk :

1. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan


di Indonesia
2. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham.
3. Pembelian aktiva tetpa yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan suatu usaha
4. Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap utuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.

SAAT TERUTANG, TATA CARA PEMOTONGAN,PENYETORAN, DAN


PELAPORAN PPH PASAL 26

1. PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau


akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih
dahulu.
2. Pemotongan PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasla 26
rangkap 3

31
3. PPh pasal 26 wajaib disetorkan ke bank persepsi atau kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setor Pajak (SSP), paling lambat tanggal 1o bulan
takwin berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT masa PPh pasal 26, dengan dilampirkan SSP lembar kedua, bukti
pemotongan lembar kedua dan daftra bukti pemotongan disampaikan ke
KKP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

TARIF DAN OBJEK PPH PASAL 26

1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain
d. Imbalan sehubungan dengan jasa
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pension dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksinlindung lainnya
h. Keuntungan karena pembebasan hutang
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. Penghasilan dan penjualan harta di Indonesia
b. Premi asuransi yang dibayar langsung mauoun melalui pialang kepada
perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara conduit company atau special purpose company
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Negara yang memberikan
perlindungan pajak.
4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi dari suatu
BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.
5. Tariff berdasaekan perjanjian Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
dengan Negara pihak pada persetujuan.

PENGHASILAN DARI PENJUALAN ATAU PENGALIHAN HARTA DI


INDONESIA

Perhitungan Pajak Terutang

PPh pasal 26 = 20% × 25% × harga jual, atau tariff efektif 5%× harga jual

Dikecualikan dari Pemotongan Pajak

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi
Rp. 10.000.000 untuk setiap jenis transaksi.

32
Pemotong Pajak adalah pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak. Pembeli
yang ditunjuk sebagai pemotong pajak adalah :

1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

PREMI ASURANSI TERMASUK PREMI REASURANSI YANG


DIBAYARKAN KEPADA PERUSAHAAN ASURANSI LUAR NEGERI

1. Perhitungan pajak
2. Pemotongan pajak
3. Saat terutang, penyetoran dan pelaporan pajak

PENGHASILAN DAN PENJUALAN SAHAM YANG DIPEROLEH WAJIB


PAJAK LUAR NEGERI

Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau
berkedudukan di Negara yang memebrikan perlindungan pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan badan yang didirikan
1. Perlakuan pajak
2. Pemotongan/pemungutan Pajak
3. Penyetoran dan pelaporan Pajak

PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK


SESUDAH DIKURANGI PAJAK DARI SUATU BENTUK BADAN USAHA.

1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah


dikurangi pajak penghasilan.
2. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan
3. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling
singakat jangka waktu 2 tahun

NEGARA DOMISILI

Dalam penerimaan manfaat adalah orang pribadi, Negara domisilinya dalah


Negara tempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal, sedangkan penerima
manfaat adalah badan.Negara domisilinya adalah Negara tempat pemilik atau
lebih dari 50% pemegang saham sendiri maupun bersama-sama.

Bab 11 Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2)

Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan yang merupakan objek


PPh Pasal P4 (2) Undang-Undang no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

33
PPh Pasal 4 (2). bersifat final sehingga apabila wajib pajak telah dipotong PPh
Pasal 4 (2) maka atas buktl potong tersebut tidak dapat dikreditkan. Pemberi
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, Pemberi
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, Penghasilan
dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu
lainnya, dll.

Penghasilan yang dikenakan pajak final

Pajak Penghasilan yang berSifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah adalah:

1. Penghasilan berupa bunga deposito, tabungan/jasa giro dan


diskonto SBI
2. Penghasilan berupa bunga obligasi
3. Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi
4. Penghasilan berupa hadiah undian
5. Penghasilan dari tranSaksi penjualan saham di bursa efek
6. Penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan di bursa
7. Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan
saham atau pengalihanpenyertaan modal pada perusahaan
pasangan usahanya
8. Penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan
9. Penghasilan dari persewaan tanah dan bangunan
10. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi
11. Penghasilan berupa diskonto surat perbendaharaan negara
12. Penghasilan berupa dividen yang diterima Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri
KARAKTERISTIK PAJAK FINAL

1. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak perlu
digabung dengan penghasilan lain dalam perhitungan Penghasilan Kena
Pajak di SPT Tahunan Wajib Pajak.
2. Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan (biaya 3M penghasilan), tidak dapat dikurangkan dalam
perhitungan Penghasilan Kena Pajak di SPT Tahunan Wajib Pajak.
3. jumlah PPh yang telah dibayar sendiri atau dipotong oleh pihak lain tidak
dapat dikreditkan.
PPH FINAL ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA
DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA

34
1. Objek PPh adalah Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau
diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri
melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia.
2. Definisi
a. Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan "deposit oncall” baik
dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing)
yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.
b. Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk
giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
ditetapkan oleh masing-masing bank.
PPH FINAL BUNGA OBLIGASI

Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi
dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Obligasi adalah surat utang dan surat
utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.

PPH ATAS BUNGA SlMPANAN KOPERASI

1. Dikenakan atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh koperasi yang


didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi Orang Pribadi.
2. Dipotong oleh koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan
kepada anggota koperasi Orang Pribadi pada saat pembayaran.
Besarnya Pajak Penghasilan adalah:
0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 per
bulan atau 13. 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga
simpanan lebih dari Rp. 240.000,00 per bulan.
PPH FINAL ATAS HADIAH UN DIAN

1. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan berupa hadiah undian


dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh Orang Pribadi dan badan baik dalam negeri maupun luar
negeri.
2. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diberikan melalui undian .
3. Nilai hadiah yaitu nilai uang dan nilai pasar apabila hadiah tersebut
diserahkan dalam bentuk natura.
4. Pemotong adalah penyelenggara undian. 5. Tarif PPh final atas
hadiah undian adalah sebesar 25% dari jumlah bruto.

35
PPH FiNAL ATAS PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK

Pendiri adalah Orang Pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar
Pemegang Saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar
Perseroan Terbatas sebelum Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana
( initialpublicoffering) menjadi efektif

PPH FINAL ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU


BANGUNAN

Definisi

1. Dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Orang Pribadi


atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
2. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:
a. Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak
lain selain pemerintah;
b. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
yang disepakati
c. Dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus;
d. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus.
PEMBAYARAN DENGAN ANGSURAN

1. Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau


bangunan dilakukan dengan cara angsuran, maka Pajak
Penghasilan dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran
angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan dan pembayaran
tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.
2. Pembayaran Pajak Penghasilan dengan cara angsuran wajib
dibayar oleh Orang Pribadi atau badan yang bersangkutan ke kas
negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan
diterimanya pembayaran.
KEWAJIBAN MENCANTUMKAN NPWP

36
1. Atas pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dengan menggunakan SSP atas
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, wajib
dicantumkan NPWP yang dimiliki Wajib Pajak yang bersangkutan
2. Kecuali SSP yang digunakan untuk pembayaran PPh atas penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi dengan jumlah pajak yang harus dibayar kurang dari Rp 3. 000.
000,00.
PPH FINAL ATAS JASA KONSTRUKSI

Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi


layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan Ia anan jasa konsultan
pekerjaan konstruksi.

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan


perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural sipil mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

PPH FINAL ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ORANG RRIBADI

1. Atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% dari
jumlah bruto dan bersifat final. '
2. Dividen sebagaimana dimaksud adalah dividen, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
3. Dilakukan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayar dividen.
4. Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar
dividen wajib memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan
Final Pasal 4 ayat (2) kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan.
BAB 12 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah merupakan
pajak yang dikenakn atas konsumsi barang atau jasa. Pajak Pertambahan Nilai
dikenakan terhadap jalur distribusi dan jalur produksi. Sedangkan, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi
barang yang tergolong Barang Mewah. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah merupakan satu kesatuan. Artinya, Pajak Penjualan
atas Barang Mewah tidak dapat berdiri sendiri, yakni pengenaan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah selalu bersamaan pengenaannya dengan Pajak Pertambahan

37
Nilai. Namun, Pajak Pertam bahan Nilai pengenaannya dapat terpisah dari Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dlkenakan pada jalur produks1 dan
distribuSi Barang Kena Pajak/jasa Kena Pajak. Ruang lingkup Pemungutan PPN
sesuai UU No. 18 Tahun 2000 adalah sektor industri, perdagangan pada tingkat
distributor utama, pedagang besar, pedagang eceran, kegiatan membangun sendiri
oleh orang pribadi atau badan hukum dan penyerahan pemborong bangunan.

BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENA PPN

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan jasa
Kena Pajak, sehingga dikenai Pajak Pertambahan Nilai [PPN) kecuali jenis barang
dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertamba han Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

JENIS BARANG YANG TIDAK DIKENAI PPN

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung


dari sumbernya
2. Barang barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan uhkan oleh
rakyat banyak
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran , rumah makan,
warung, dan sejenisnya yang tidak disajikan oleh usaha katering
4. uang, emas batangan, surat berharga
JENIS JASA YANG TIDAK DIKENAI PPN

1. Jasa pelayanan kesehatan medis


2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat
dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain
pengganti perangko tempel.
4. Jasa keuangan
5. jasa asuransi
6. jasa keagamaan
7. jasa pendidikan
8. jasa kesenian dan hiburan
9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
10. jasa angkutan umum
11. jasa tenaga kerja

38
12. jasa perhotelan

39
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan atas :

1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Barang Mewah yang


dilakukan oleh Pengusa ha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang
tergolong Barang Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong Barang Mewah. PPn.BM
dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak
yang tergolong Barang Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau
pada waktu impor.
TARIF PPN BARANG DAN JASA, TARIF PPN ATAS BARANG
MEWAH

Tarif Pajak Pertambahan Nilai merupakan tarif tunggal, artinya


hanya ada satu tarif saja. Tidak seperti tarif Pajak Penghasilan yang ada
bermacam-macam. Untuk Tarif PPN Barang Kena Pajak dan jasa Kena
Pajak adalah 10% (sepuluh persen), Tarif PPN atas ekspor Barang Kena
Pajak adalah 0% [nol persen). Sedangkan untuk Tarif Pajak Penjualan
atas Barang Mewah(PPnBM) dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok tarif yaitu terendah 10% dan maksimal 200% dengan
pembagian pada kelompok Kenderaan Bermotor dan Non Kenderaan
Bermotor.

FAKTUR PAJAK

Adalah bukti pungutan PPN yang sah untuk pajak masukan dan
pajak keluaran dan merupakan sarana dalam mekanisme kredit pajak.
Penerbitan faktur pajak yaitu.

1. Pada saat Penyerahan Barang Kena Pajak/IKP


2. Pada akhir bulan berikutnya, setelah pembayaran Barang Kena Pajak/IKP
3. Pada saat penerimaan pembayaran uang muka atau pada saat pembayaran
termin untuk jasa . pemborong bangunan/barang tidak bergerak
SAAT PEMBUATAN FAKTOR PAJAK FAKTUR PAJAK

Faktur Pajak harus dibuat pada:

1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan jasa Kena Pajak;
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyera han Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan ]
asa Kena Pajak;
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau

40
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan
tersendiri. Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir
bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau jasa Kena Pajak. Faktur
Pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah jangka waktu 3 bulan sejak saat
Faktur Pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN 
DENGANFAKTUR PAlAK

Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Paiak paling sedikit barus
memuat:

1. Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan,


2. Nama pembeli BKP atau penerima IKP;
3. ]umlah satuan barang apabila ada;
4. Dasar Pengenaan Pajak; dan
5. lumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
LARANGAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK

Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dilarang mem buat Faktur Pajak

SANKSI

PKP dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak apabila
tidak membuat Faktur Pajak, tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap, dan
melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak.

BAB 13 BEA PEROLEHAN HAK ATAS TAHAN DAN BANGUNAN


(BPHTB)

DASAR HUKUM

1. Undang-undang no 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Ha katas Tanah


dan Bangunan
2. Undang-undang no 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retrebusi
Daerah.

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

1. Pemindahan hak
2. Pemberian hak baru

HAK ATAS TANAHSEBAGAI PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN


BANGUNAN

41
1. Hak milik
2. Hak guna usaha
3. Hak guna bangunan
4. Hak pakai
5. Hak milik atas satuan rumah susun
6. Hak pengolahan

OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK BPHTB

Objek BPHTB

Dalam pasal 20 UU BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak
atas tanah atau bangunan. Perolehan ha katas tanah atau bangunan meliputi :

1. Pemindahan hak : jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat,waris dll
2. Pemberian hak baru karena : kelanjutan pelepasan hak dan diluar
pelepasan hak

Subjek BPHTB

Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan udaha yang
memperoleh ha katas tanah dan bangunan

Wajib Pajak BPHTB

Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak
BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.

TARIF, DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG BPHTB

Dasar pengenaan

Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan Objek Pajak atau
disingkat NPOP sesuai ketentuan Pasal 26 UU BPHTB. Berdasarkan jenis
perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jual beli = Harga Transaksi


2. Tukar Menukar = Nilai Pasar
3. Hibah = Nilai Pasar
4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar
5. Waris = Nilai Pasar
6. Pemasukan dalam Perseorangan = Nilai pasar
7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar
8. Peralihan Hak karena Putusan Raptama = Nilai Pasar
9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar
10. Penggabungan Usah = Nilai Pasar

42
11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar
12. Pemekaran Uusah = Nilai Pasar
13. Hadiah = Nilai Pasar
14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang.

PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS, HIBAH WAIAT DAN


PENARIKAN HAK

Pengelolaan

1. Pengenaan BPHTB Karena Waris dan Hibah Wasiat


a. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar 50% dari yang
seharusnya yang terutang
b. Saat terutang pajak adalah sejak tanggala ynag bersangkutan
mendaftarakan peralihan haknya ke kantor pertanahan
c. Dasar penegenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran
hak
d. Apabila NPOP lebih kecil dari NPOJ PBB maka yang menjadi dasra
pengenaan adalaha NJOP PBB
e. Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOTKP) terdiri dari 2
jenis yaitu:
 Maksimum Rp.300 juta terhadap waris dan juga trhadap hibah
wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturuanan lurus satu
derajat ke atas satu derajat kebawah dengan pemebrian hibah
wasiat termasuk suami/isteri
 Maksimum Rp.60 juata terhadap hibah wasiat selain dari yang
diatas.

2. Pengenaan BPHTB Karena Pemeberian Hhak Pengelolaan


a. Yang dimaksud dengan hak pegelolaan adalah hak menguasai dari
Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegang haknya.
b. Besarnya BPHTB karena hak pengelolaan adalah :
 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang dibidang Departemen,
Lembaga Pemerintah Nnon Departemen, pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota dll
 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang tentang untuk yang
selain diatas.
c. Saat terutang pajak yaitu sejak tanggal ditandatanggai dan
diterbitkannya keputusan pemeberian hak pengelolaan
d. Dasar pengenaaan (NPOP) adalah Nilai Pasar

43
e. Apabila nila pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai
adalah NJOP PBB

SAAT TERUTANG PAJAK

Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain
saat tentang pajak BPHTB adalah merupakansaat untuk wajib membayar pajak.
Tempat terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota atau Provinsi yang meliputi
letak tanah dan atau bangunan. Ketentuan tata cara membayar BPHTB tercantum
pada Pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lanjut dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.03/2007.

TATA CARA PENETAPAN DAN PENAGIHAN

Tata cara penetapan BHPTB diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12 sbb :

1. Dalam jangka 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan


2. Setelah terbit SKBKB

Tata cara penagihan BPHTB maka apabila :

1. Pajak terutang tidak / kurang bayar


2. Dari pemeriksaa, SBB kurang bayar
3. WP kena sanksi administrasi berupa denda/ Bunga, maka direktorat
jendral pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB

RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA SERTA PEMBAGIAN HASIL


PENERIMAAN BPHTB DAN IMBALAN BUNGA

Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB diatur dalam pasal 21


dan pasal 22 yang dapat dirinci sebagai berikut :

1. Sebab-sebab Restitsi adalah . Pajak yang terutang disebabkan :


(Permohonan Pengurangan dikabulkan, Permohonan keberatan
dikabulkan, Permohonan banding dikabulkan, dan Permohonan
peraturan) –Pajak yang dibayar tidak seharusnya terutang
2. Tata cara pengajuan Restitusi dan Imbalan Bunga :
a. Permohonan restitusi diajikan oleh WP dalam bahasa indonesia
b. Yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat
permohonan dan tidak di pertimbangkan
c. Pemeriksaan atas permohonan, KPPBB/KPP
d. Keputusan dalan waktu 12 bualn sejak diterima permohonan
e. Berdasarkan SKBLB
f. Dalam waktu 2 bualan setelah SKBLB harus diterbitkan sirat
keputusan pengembalian kelebihan

44
g. Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Keputusan Imbalan Bunga

PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB

Pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur dalam Pasal 23 UU BPHTB dan


pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
519/KMK.04/2000 tanggla 12 Desember 2000 sebagai berikut :

1. Pemerintah pusat mendapta bagian sebesar 20% dari seluruh penerimaan


BPHTB yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara
merata keseluruh daerah kabupaten/kota dan dilaksanakan dalam tiga
tahap yaitu bulan April, Agustus, dan November tahun anggaran berjalan.
2. Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi sebagai
berikut :
a. 16% unuk daerah Provinsi
b. 64% untuk daerah kabupaten/ kota

BAB 14 PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

Pajak bumi dan bangunan adalah pajak negara yang dikenankan terhadap bumi
dan bangunan berdasarkan UU No. 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan
bangunan sebagaimana telah diubah dalam UU N0. 12 Tahun 1994. PBB adalah
pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek pajak yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.

Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

1. Mempunyai suatu hak atas bumi


2. Memperoleh manfaat atas bumi
3. Memiliki bangunan
4. Menguasai bangunan
5. Memperoleh manfaat atas bangunan

Dasar pengenaan PBB adalah nilai jual objek pajak (NJOP) yang berbeda setiap
wilayah sesuai keputusan Menteri Keuangan. Nilai jual objek pajak tidak kena
pajak (NJOPTKP) adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak
kena pajak. Besarnya NJOPTKP setiap daerah setinggi-tingginya Rp. 12.000.000
dengan kententuan sebagai berikut:

1. Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu


kali dalam satu tahun pajak

45
2. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang
mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang
nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya
persentase NJKP adalah:

1. Objek pajak perkebunan adalah 40%


2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
3. Objek pajak pertambangan adalah 40%
4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan)
a. Apabila NJOP-nya ≥ Rp. 1.000.000.0000 adalah 40%
b. Apabila NJOP-nya < Rp. 1.000.000.000 adalah 40%

BAB 15 BEA MATERAI

Berikut merupakan beberapa pengertian terkait materai. 1. Dokumen adalah kertas


yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang : perbuatan
keadaan/ kenyataan bagi seseorang dan/ atau pihak-pihak berkepentingan.

1. Benda materai adalah materai tempel dan kertas materai yang


dikeluarkan oleh pemerintah R.I.
2. Pemateraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Materai yang
dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea
Materainya belum dilunasi sebagai mana mestinya.
3. Termasuk : parap, teraan/ cap tanda tangan/ cap parap, teraan cap nama/
tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
4. Pejabat pos adalah pejabat perum posdan Giro yang diserahi tugas
melayani permintaan pemateraian kemudian.

Dasar Hukum

1. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai


2. PP No. 24 Tahun 2000 tentang perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya
batas pengenaan harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai.

Objek Bea Materai

1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya ( a.l. surat kuasa, surat hibah,
surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai
alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan/ keadaan yang bersifat
perdata.
2. Akta-akta Notaris termasuk salinannya
3. Akta-akta yang dibuat pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-
rangkapnya

46
4. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
- Yang menyebutkan penerimaan uang
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening bank
- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
- Yang berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya/ sebagian telah dilunasi/
di perhitungkan
- Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek

Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan:

- Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan


- Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain/ digunakan oleh orang lain,
lain dari maksud semula.

Tarif Bea Materai

- Tarif bea materai Rp. 6.000 untuk dokumen:


Huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f ( PP 24 tahun 2000 pasal 2)
- Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga
nominal sampai dengan Rp. 1.000.000 di kenakan Bea Meterai Rp. 6.000

Objek yang Tidak Dikenakan Bea Meterai

- Dokumen yang berupa:


a. Surat Penyimpanan Barang
b. Konsemen
c. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
d. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim.
- Segala bentuk surat
- Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi
- Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.

Saat dan Pihak yang Terutang Bea Materai

- Saat terutang :
a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, pada saat dokumen diserahkan
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, pada saat selesainya
dokumen dibuat
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri, pada saat digunakan di Indonesia.
- Pihak yang terutang :

Bea Materai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat
manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

47
Penggunaan Dan Pelunasan Bea Materai

1. Bea Materai atas dokumen dilunasi dengan cara :


a. Menggunakan benda materai
b. Menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh materi keuangan.
2. Materai tempel direkatkan ditempat dimana tanda tangan akan
dibutuhkan.
3. Kertas materai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
4. Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 10
harus melunasi bea materai yang terhubung dengan cara pemeteraian
kemudian.

Pelunasan Bea Materai Dengan Cara Pematerain Kemudian

1. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka


pengadilan, maka bea materai yang terutang dilunasi pada saat
pemateraian kemudian dilakukan.
2. Dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana
mestinya, maka Bea Materai yang tidak atau kurang dilunasi ditambah
denda administrasi sebesar 200% dari Bea Materai yang tidak atau
kurang dibayar.
3. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia,
apabila pemeteraian kemudian dilakukan sebelum dokumen digunakan di
Indonesia, maka bea materai yang terutang Pada saat pemeteraian
kemudian dilakukan.
4. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia,
apabila pemateraian kemudian dilakukan setelah dokumen digunakan di
indonesia, maka bea materai yang terutang pada saat pemateraian
kemudian dilakukan ditambah denda administrasi sebesar 200% dari Bea
Materai yang tidak dibayar.

BAB 16 REKONSILIASI FISKAL

Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib
pajak sebelum menghitung pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan
wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung
penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan
perlakuan/ pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial
dengan akuntansi pajak.

Jenis Perbedaan Pengakuan Antara Komersial dan Fiskal

Terdapat dua perbedaan pengakuam baik penghasilan maupun biaya antara


akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan jadinya
koreksi fiskal, yaitu :

48
1. Beda Tetap (Permanent Different), Merupakan perbedaan pengakuan baik
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan
undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang
dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak berikutnya.
2. Beda Waktu (Time Different), merupakan perbedaan pengakuan baik
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan
undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang
dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak
berikutnya.

Jenis Koreksi Fiskal

Koreksi Fiskal Positif, yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan


penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Jenis koreksi fiskal positif antara lain:

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti


dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali:
a. Cadang piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial.
c. Cadangan pemjaminan untuk lengkap penjamin simpanan.
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengelolahan limbah industry.

Pajak Penghasilan

Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya.

a. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan


komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
b. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.

49
c. Persediaan yang dijumlahkan melebihi jumlah berdasarkan metode
penghitungan yang sudah ditetapkan dalam pasal 10 UU No. 36 Tahun
2008 tentang PPh.
d. Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode
perhitungan yang sudah ditetapkan dalam pasal 10 UU No. 36 Tahun
2008 Tentang PPh.
e. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.

Koreksi Fiskal Negatif, yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan


penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara
lain :

a. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final


b. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.

Metode Rekonsilitas Fiskal

Metode rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut (Resmi


2014)
1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui
menurut fiskal, rekonsi liasi dilakukan dengan mengurangkan
sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi,
yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui
menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan
sejumlah penghasilan tersebut pada penghasilan menurut akuntansi,
yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
3. Jika suatu biaya/ pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak
diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal,
rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya/
pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi, yang berarti
menambah laba menurut akuntansi.
4. Jika suatu biaya/ pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi
diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal,
rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah biaya/
pengeluaran tersebut pada biaya menurut akuntansi, yang berarti
mengurangi laba manurut akuntansi.

50
BAB 3
PEMBAHASAN

a. Kelebihan Buku:

 Ringkasan buku lebih banyak membahas tentang materi-materi

 Di setiap akhir sub-bagian penulis selalu membuat latihan-latihan


untuk dipraktikan dalam kehidupan untuk menghitung hasil
perpajakan dalam kehidupan sehari-hari.

 Banyaknya latihan soal sehingga dapat melatih kemampuan untuk


kebutuhan wajib pajak dalam diri manusia.

 Disetiap bagian penulis membuat inti sari dari tulisan tersebut.

 Pada bagian awal bab pasti dijelaskan tentang tujuan pembelajaran


bab tersebut sehingga akan lebih mudah untuk mencari pokok-pokok
permasalahan dalam bab tersebut.

b. Kekurangan Buku:

 Pengertian dari setiap kata banyak yang dibuat berulang-ulang, dan


pengertiannya itu banyak menggunakan kata-kata pemborosan.

 Terkadang ada kata-kata yang menggunakan istilah yang sulit untuk


dipahami.

 Ada materi perhitungan angka yang salah dalam penulisan

 Ada beberapa kata yang salah ketik .

51
Pembahasan:

Pembandingan pasal yang dibuku dengan pasal yang berlaku saat ini

Pasal yang ada dibuku Pasal yang berlaku saat ini

Bab 15 : Bea Materai Bab 15 : Bea Materai


1) UU Nomor 13 Tahun 1985 1) Dengan mencabut Aturan Bea
tentang Bea Materai. Meterai 1921 (Zegelverordening
2) PP No. 24 tahun 2000 Peraturan 1921) (Staatsblad Tahun 1921
ini berisikan tentang perubahan Nomor 498) sebagaimana telah
tarif Bea Materai dan Besarnya beberapa kali diubah, terakhir
batas Pengenaan Harga dengan Undang-undang Nomor
Nominal yang dikenakan  Bea 2 Prp Tahun 1965 (Lembaran
Materai. Negara Tahun 1965 Nomor
3) Peraturan Menteri Keuangan 121), yang telah ditetapkan
Nomor 70/PMK.03/2014 menjadi Undang-undang dengan
tentang Tata Cara Pemeteraian Undang-undang Nomor 7 Tahun
Kemudian mengatur tentang 1960 (Lembaran Negara Tahun
Ketetapan Pajak yang 1969 Nomor 38).
sebelumnya belum pernah 2) Pasal 8 UU. Dokumen
diatur sama sekali. sebagaimana dimaksud dalam
4) Pasal 13 ayat (1) huruf a Pasal 2 yang Bea Meterainya
Undang-Undang KUP mengatur tidak atau kurang dilunasi
bahwa apabila berdasarkan hasil sebagaimana mestinya
pemeriksaan atau keterangan dikenakan denda administrasi
lain pajak yang terutang tidak sebesar 200% (dua ratus persen)
atau kurang dibayar. dari Bea Meterai yang tidak atau
kurang dibayar.
3) Pemeteraian-kemudian atas
dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(3), Pasal 8, dan Pasal 9
dilakukan oleh Pejabat Pos

52
menurut tata cara yang tetapkan
oleh Menteri Keuangan.
4) Barang siapa dengan sengaja
menggunakan cara lain
sebagaimana di maksud dalam
Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa
izin Menteri Keuangan,
dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.
Pasal 14
5) Atas dokumen yang tidak atau
kurang dibayar Bea Meterainya
yang dibuat sebelum Undang-
undang ini berlaku, bea
meterainya tetap terhutang
berdasarkan aturan Bea Meterai
1921 (Zegelverordening 1921).
Pasal 15.

Bab 16 : Rekonsiliasi Fiskal Bab 16 : Rekonsiliasi Fiskal


1) Cadangan laba yang ditahan 1) Dasar Hukum UU No. 36 Tahun
serta kepemilikan saham pada 2008 tentang Pajak  Penghasilan
badan yang memberikan (PPh)
dividen paling rendah 25% 2) Persediaan yang jumlahnya
(Pasal 4 ayat 3 UU PPh) melebihi jumlah berdasarkan
2) Harta yang dihibahkan, bantuan metode penghitungan yang
atau sumbangan, dan warisan sudah ditetapkan dalam Pasal 10
sebagaimana dimaksud dalam UU No.36 Tahun 2008 tentang
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan PPh.
huruf b, kecuali sumbangan 3) Penyusutan yang jumlahnya
sebagaimana dimaksud dalam melebihi jumlah berdasarkan
Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai metode penghitungan yang

53
dengan huruf m serta zakat sudah ditetapkan dalam Pasal 10
yang diterima oleh badan amil UU No.36 Tahun 2008 tentang
zakat atau lembaga amil zakat PPh.
yang dibentuk atau disahkan 4) Masih berlaku cadangan laba
oleh pemerintah atau yang ditahan serta kepemilikan
sumbangan keagamaan yang saham pada badan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk memberikan dividen paling
agama yang diakui di Indonesia, rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU
yang diterima oleh lembaga PPh).
keagamaan yang dibentuk atau 5) Masih berlaku Harta yang
disahkan oleh pemerintah, yang dihibahkan, bantuan atau
ketentuannya diatur dengan atau sumbangan, dan warisan
berdasarkan Peraturan sebagaimana dimaksud dalam
Pemerintah. Pasal 4 ayat (3) huruf a dan
3) Persediaan yang jumlahnya huruf b, kecuali sumbangan
melebihi jumlah berdasarkan sebagaimana dimaksud dalam
metode penghitungan yang Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai
sudah ditetapkan dalam Pasal dengan huruf m serta zakat yang
10 UU No.36 Tahun 2008 diterima oleh badan amil zakat
tentang PPh. atau lembaga amil zakat yang
4) Penyusutan yang jumlahnya dibentuk atau disahkan oleh
melebihi jumlah berdasarkan pemerintah atau sumbangan
metode penghitungan yang keagamaan yang sifatnya wajib
sudah ditetapkan dalam Pasal bagi pemeluk agama yang
10 UU No.36 Tahun 2008 diakui di Indonesia, yang
tentang PPh. diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
BAB 4

54
PENUTUP

Kesimpulan

Dari Uraian di atas, maka dapat kami ambil kesimpulan bahwa Hukum pajak
merupakan hukum yang telah disusun dalam undang-undang yang memiliki
tujuan dan fungsi sebagaimana telah dirancang dalam undang-undang itu sendiri.
Hukum Pajak dibagi menjadi 2, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak
formil.

Saran
Demikian Makalah ini kami susun, kami menyadari banyaknya kekurangan
dalam Makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah
kami perlukan. Semoga dengan makalah ini, kami dapat memberikan gambaran
tentang Fungsi Dan Tujuan Hukum Pajak. Akhirnya dengan mengucap syukur
Alhamdulillah, semoga apa yang kami kerjakan bermanfaat dan diridhoi oleh
Allah S.W.T. Amin

DAFTAR PUSTAKA

55
Erly Suandy. 2000. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Imam Wahyutomo. 1994. Pajak. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Yustinus Prastowo. 2009. Panduan Lengkap Pajak. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Zain, Mohammad, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta, 2007

56

Anda mungkin juga menyukai