Anda di halaman 1dari 17

TUGAS AKHIR

MAKALAH SEJARAH INDONESIA


KONTRA MASA ORDE BARU
DI BIDANG POLITIK

PAMONG PENGAJAR
SRI RUSGIYANTI, S.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK


1. DAFFA HADRIAN
2. SALWA NURAINI
3. TRIANANDA MARSYA HARAHAP

KELAS
XII MIPA 5

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI


SMAN TITIAN TERAS H. ABDURRAHMAN SAYOETI
TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah “Kontra Masa Orde Baru
di Bidang Politik” tepat pada waktunya. Makalah ini ditulis dalam rangka sebagai bahan
acuan dan materi debat mata Pelajaran Sejarah Indonesia. Dalam penyelesaian makalah
ini, kami banyak menerima bantuan dan arahan. Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih yang tak terhingga kepada Sri Rusgiyanti, S.Pd, selaku pamong pengajar
yang telah sabar memberi arahan dan bimbingannya kepada kami.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.Tentunya tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebagai penyusun, kami
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa
penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Kami berharap
semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk
pembaca.

Jambi, Januari 2024

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

1.3 Batasan Masalah ............................................................................................. 3

BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................... 4

2.1 Peralihan Kekuasaan: Orde Lama menjadi Orde Baru ..................................... 4

2.2 Pemerintahan yang Semakin Otoriter .............................................................. 5

2.3 Perubahan Fokus ke Islam............................................................................... 7

2.4 Oposisi yang Semakin Menguat ...................................................................... 7

2.5 Hancurnya Orde Baru Suharto ........................................................................ 8

BAB 3 PENUTUP ...................................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan................................................................................................... 10

3.2 Kritik ............................................................................................................ 11

3.3 Saran ............................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Orde Baru merupakan istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan
masa Soekarno (Orde Lama) dan masa Soeharto (Orde Baru). Orde baru merupakan masa
yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan G-30S/PKI pada tahun 1965.
Orde baru lahir sebagai upaya untuk mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan
pada masa Orde Lama. Orde Baru merupakan periode kepemimpinan politik yang
panjang dalam sejarah politik Indonesia. Seorang presiden berkuasa selama kurang lebih
32 tahun merupakan sesuatu yang sangat jarang terjadi dalam suatu negara yang
menganut sistem demokrasi.
Keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 atau supersemar merupakan titik awal
lahirnya Orde Baru. Pelantikan Jenderal Soeharto menjadi presiden dalam sidang MPRS
bulan Maret 1968 menandai surutnya dua kekuatan politik utama dalam Demokrasi
Terpimpin dari panggung politik nasional, yaitu Soekarno dan PKI dengan meninggalkan
ABRI seorang diri. Maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan tersebut dilakukan di dalam
lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar
berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena Soeharto
berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967,
MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap
MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik
kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno. Pada tanggal 12 Maret 1967 Jendral
Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
Pelaksanaan politik Orde Baru diletakkan pada pelaksanaan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Tonggak munculnya Orde Baru merupakan wujud
pelaksanaan Supersemar yang bukan hanya diartikan sebagai kepercayaan Presiden

1
Soekarno kepada Letjen Soeharto, namun juga kehendak rakyat Indonesia. Pada tanggal
20 Juni 1966, MPRS menyelenggarakan sidang umum yang menerima dan menetapkan
supersemar dalam salah satu kesepakatan, dari 24 ketetapan yang dihasilkannya dalam
sidang tersebut. Pada masa Orde Baru, pemerintah menekankan stabilitas nasional dalam
program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional tersebut, dilakukan dengan
cara membuat konsesus nasional, yaitu: Pertama, berwujud kebulatan tekad pemerintah
dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Kedua, adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus
utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus pertama dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua ini lahir antara pemerintah
dan partai-partai politik dan masyarakat.
Maka dari itu, pemerintah Orde Baru membentuk sebuah kabinet baru yang diberi
nama Kabinet Ampera yang merupakan singkatan dari Kabinet Amanat Penderitaan
Rakyat yang selanjutnya diberi tugas untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
sebagai persyaratan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Tugas ini dikenal
dengan sebutan ”Dwi Darma Kabinet Ampera”. Sedangkan program kerja-Nya disebut
Catur Karya Kabinet Ampera, yaitu: memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang
sandang dan pangan, melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti yang
tercantum dalam ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 yaitu pada 5 Juli 1968,
Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional, sesuai
dengan Tap No. XI/MPRS/1966, dan melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan
kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. (digilib.unimed.ac.id, latar
belakang orde baru, DP SARI, 2018)

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan politik kepartaian era kepemimpinan Presiden Soeharto
(1971-1982) ?
2. Bagaimana dampak politik kepartaian bagi kehidupan politik Indonesia (1971-1982)
?

2
1.3 Batasan Masalah
Untuk lebih memaksimalkan penulisan ini, maka penulis membatasi masalah
penelitian yaitu :
1. Pelaksanaan politik Indonesia era kepemimpinan Presiden Soeharto (1971-1982).

1.4 Tujuan Penulisan


Menetapkan tujuan penulisan merupakan hal yang sanagat penting karena setiap
penulisan yang dilakukan harus memiliki tujuan tertentu. Dengan berpedoman kepada
tujuannya, maka akan lebih mudah mencapat sasaran yang diharapkan. Dengan demikian
yang menjadi tujuan penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaa politik kepartaian era kepemimpinan Presiden
Soeharto (1971-1982)
2. Untuk mengetahui dampak politik kepartaian bagi kehidupan politik Indonesia
(1971-1982) ?

1.5 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang ingin diperoleh setelah melaksanakan penulisan ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca mengenai Pelaksanaan
Politik Dalam Negeri Indonesia Era kepemimpinanPresiden Soeharto (1971-1982)
2. Untuk menambah pengetahuan atau informasi bagi para pembaca baik darikalangan
pelajar maupun masyarakat umum tentang Pelaksanaan Politik Dalam Negeri
Indonesia Era Kepemimpinan Presiden Soeharto (1971-1982),
3. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti lain yang bermaksud
mengadakan penelitian dalam masalah yang sama
4. Memperkaya informasi bagi pelajar untuk dapat kiranya mengetahui dan memahami
mengenai Pelaksanaan Politik Dalam Negeri Indonesia Era Kepemimpinan Presiden
Soeharto (1971-1982)

3
BAB 2
PEMBAHASAN

Suharto (1921-2008), Presiden kedua Indonesia, meraih kekuasaan ditengah periode


krisis darurat dan pertumpahan darah. Pendahulunya, Soekarno, telah menciptakan
komposisi pemerintahan antagonistik 1 yang sangat berbahaya dan terdiri dari fraksi-fraksi
nasionalis, komunis, dan agama yang saling mencurigakan. Pihak lain yang bersemangat
untuk memegang kekuatan politik Indonesia pada tahun 1950an waktu perlu
menghancurkan sejumlah pemberontakan yang mengancam kesatuan Indonesia.
Keempat kelompok ini sangat saling mencurigai satu sama lainnya. Ketidakpercayaan ini
kemudian memuncak pada tragedi di pertengahan 1960-an ketika sekelompok perwira
aliran kiri2, karena pengaruh Partai Komunis Indonesia (menurut versi tentara),
melakukan kudeta3 dengan menculik dan membunuh tujuh pimpinan utama militer yang
mereka tuduh ingin menjatuhkan Presiden Soekarno. Suharto, seorang perwira tinggi
yang mengambil alih kekuasaan militer selama masa kekacauan ini, menyatakan bahwa
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah dalang segala kekacauan ini. Selama beberapa
bulan kemudian, ratusan ribu pengikut aliran komunis maupun orang yang diduga
pengikut aliran komunis dibantai di Sumatra, Jawa dan Bali. Walaupun banyak fakta tetap
tidak diketahui kebenarannya, jelas bahwa Jenderal Suharto muncul sebagai pemilik
kekuasaan yang besar di tengah kekacauan di tahun 1960-an.
1. Peralihan Kekuasaan: Orde Lama menjadi Orde Baru
Pada 11 Maret 1966, Indonesia masih dalam keadaan terguncang dan terjebak dalam
kekacauan. Tepat pada hari itu, Presiden Soekarno dipaksa menandatangani sebuah dekrit
yang memberikan kekuasaan kepada Jenderal Suharto untuk melakukan tindakan-
tindakan demi menjaga keamanan, kedamaian dan stabilitas negara. Dekrit ini dikenal
sebagai dokumen Supersemar 4 (Surat Perintah Sebelas Maret) dan menjadi alat
pemindahan kekuasaan eksekutif dari Soekarno ke Suharto. Meski masih tetap menjadi

1
Antagonistik : sifat hidup yang bertentangan dan saling menghalangi dalam pertumbuhan
2
Aliran kiri : orang-orang yang cenderung melawan Soeharto
3
Kudeta : perebutan kekuasaan dengan paksa
4
Supersemar : surat perintah yang memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengatasi situasi keamanan yang buruk pada
saat itu

4
presiden, kekuatan Soekarno makin lama makin berkurang sehingga Suharto secara
formal dinyatakan sebagai pejabat sementara presiden pada tahun 1967 dan dilantik
menjadi Presiden Indonesia kedua pada tahun 1968. Ini menandai munculnya era baru
yang disebut 'Orde Baru' dan berarti bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah diubah
dengan drastis.
Langkah selanjutnya yang dilakukan Suharto adalah depolitisasi 5 Indonesia. Para
menteri tidak diizinkan membuat kebijakan mereka sendiri. Sebaliknya, mereka harus
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang diformulasikan oleh atasannya
(Presiden). Golkar (akronim dari Golongan Karya, atau kelompok-kelompok fungsional)
digunakan sebagai kendaraan parlementer yang kuat milik Suharto. Golkar ini mencakup
beberapa ratus kelompok fungsional yang lebih kecil (seperti persatuan-persatuan buruh,
petani dan pengusaha) yang memastikan bahwa masyarakat Indonesia tidak bisa lagi
dimobilisasi oleh partai-partai politik. Golkar dikembangkan menjadi sebuah alat untuk
memastikan bahwa mayoritas suara dalam pemilihan umum akan mendukung
pemerintah. Golkar memiliki jaringan sampai ke desa-desa dan didanai untuk
mempromosikan Pemerintah Pusat. Para pegawai negeri sipil diwajibkan mendukung
Golkar sementara kepala-kepala desa menerima kuota suara untuk Golkar yang harus
dipenuhi. Kebijakan-kebijakan ini menghasilkan kemenangan besar untuk Golkar pada
pemilihan umum 1971. Untuk semakin memperkuat kekuasaan politiknya, Suharto
'mendorong' sembilan partai politik yang ada untuk bergabung sehingga tinggal dua
partai. Partai pertama adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang terdiri dari
partai-partai Islam dan partai kedua adalah Partai Demokrasi Indonesia (PDI) terdiri dari
partai-partai nasionalis dan Kristen. Kendati begitu, aktivitas-aktivitas politik kedua
partai ini sangat dibatasi sehingga hanya menjadi masa-masa kampanye singkat sebelum
pemilihan umum.
2. Pemerintahan yang Semakin Otoriter
Dari permulaan Orde Baru, angka-angka pertumbuhan makroekonomi sangat
mengesankan. Namun, kebijakan-kebijakan ini juga menyebabkan ketidakpuasan di
masyarakat Indonesia karena pemerintah dianggap terlalu terfokus pada menarik investor
asing. Sementara kesempatan-kesempatan investasi yang besar hanya diberikan kepada

5 Depolitisasi : penghilangan (penghapusan) kegiatan politik

5
orang Indonesia yang biasanya merupakan perwira militer atau sekelompok kecil warga
keturunan Tionghoa (yang merupakan kelompok minoritas di Indonesia tapi sempat
mendominasi perekonomian). Muak dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
ribuan orang melakukan demonstrasi6 di tahun 1974 waktu Perdana Menteri Jepang
melakukan kunjungan ke Jakarta. Demonstrasi ini berubah menjadi kerusuhan yang besar
yang disebut 'Kerusuhan Malari'. Itu adalah pengalaman yang mengerikan bagi
pemerintahan yang baru karena hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah tidak bisa
menguasai massa. Kuatir bahwa suatu hari mungkin akan ada perlawanan dari jutaan
penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan, kebijakan-kebijakan baru (yang lebih
menekan) dilaksanakan oleh Pemerintah. Dua belas surat kabar ditutup dan para jurnalis
ditahan tanpa persidangan. Hal ini mendorong media melakukan sensor sendiri. Semua
ketidakpuasan yang diekspresikan di publik (seperti demonstrasi) segera ditekan. Sisi
ekonomi dari perubahan kebijakan ini - dan yang mendapat banyak dukungan dari
masyarakat Indonesia - adalah dimulainya usaha-usaha membatasi investasi asing dan
kebijakan-kebijakan yang memberikan perlakuan khusus bagi para pengusaha pribumi.
Dalam politik nasional, Suharto berhasil semakin memperkuat posisinya pada tahun
1970-an. Produksi minyak domestik yang memuncak memastikan bahwa pendapatan
negara berlimpah. Pendapatan ini digunakan untuk membiayai pembangunan
infrastruktur dan program-program pengentasan kemiskinan. Namun, di dunia
internasional, citra Indonesia memburuk karena invasi7 Timor Timur. Setelah berhentinya
masa penjajahan Portugal - dan deklarasi kemerdekaan Timor Timur pada 1975 - militer
Indonesia dengan cepat menginvasi negara ini; sebuah invasi yang diiringi kekerasan.
Pada tahun 1984, semua organisasi sosial politik harus menyatakan Pancasila (lima
prinsip pendirian Negara Indonesia yang diperkenalkan oleh Soekarno pada tahun
1940an) sebagai satu-satunya ideologi mereka. Suharto kemudian menggunakan
Pancasila sebagai alat penekanan karena semua organisasi berada di bawah ancaman
tuduhan melakukan tidakan-tindakan anti-Pancasila.
Bisa dikatakan bahwa di tahun 1980-an, Suharto berada di puncak kekuasaanya.
Setiap pemilu dimenang secara mudah. Terlebih lagi, dia berhasil membuat pihak militer

6
Demonstrasi : pernyataan protes yang dikemukakan secara massal; unjuk rasa
7
Invasi : hal atau perbuatan memasuki wilayah negara lain dengan mengerahkan angkatan bersenjata dengan maksud menye-rang atau menguasai negara tersebut

6
menjadi tidak berkuasa. Sama dengan partai-partai politik dan pegawai negeri sipil,
militer hanya bekerja untuk mengimplementasikan kebijakan Suharto. Namun
depolitisasi masyarakat Indonesia ini memiliki satu efek samping yang penting yaitu
kebangkitan kesadaran Islam, terutama di kalangan kaum muda Indonesia. Karena arena
politik adalah area tertutup, umat Muslim melihat Islam sebagai alternatif yang aman.
Keberatan dan keluhan tentang pemerintah didiskusikan di masjid-masjid dan khotbah-
khotbah karena terlalu berbahaya untuk berbicara dalam demonstrasi (yang akan segera
dihentikan juga bila terjadi). Kebangkitan Islam itu menyebabkan perubahan kebijakan
baru pada awal 1990-an.
3. Perubahan Fokus ke Islam
Karena kekuatan-kekuatan Islam selalu kuat sepanjang sejarah Indonesia, para
pemimpin umum Muslim dari organisasi-organisasi seperti Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama (NU) memiliki lebih banyak ruang untuk mengkritik (kebijakan)
Suharto. Suharto (seorang muslim tradisionalis yang tidak terlalu religius) mulai
melakukan pendekatan baru pada Islam pada awal 1990-an. Ini termasuk jiarah naik haji
Suharto ke Mekkah pada tahun 1991, penempatan para perwira yang lebih 'ramah Islam'
di pucuk pimpinan militer, dan pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
ICMI didirikan lebih sebagai sebuah tempat menyuarakan masukan-masukan dari umat
Muslim untuk kebijakan publik daripada sebuah organisasi politik berbasis massa.
Keanggotaannya mencakup para pemimpin Islam yang kritis dan tidak terlibat dalam
pemerintahan, dan juga menteri-menteri kabinet. Semua upaya yang dikombinasikan ini
memang berhasil untuk sedikit mengurangi kritikan dari komunitas Muslim.
4. Oposisi yang Semakin Menguat
Selama era 1990-an, Pemerintah Orde Baru Suharto mulai kehilangan kontrol ketika
masyarakat Indonesia menjadi semakin asertif 8. Hal ini sebagian disebabkan karena
kesuksesannya sendiri: perkembangan ekonomi yang mengesankan membuat lebih
banyak orang Indonesia mendapat pendidikan dan mereka yang terdidik ini merasa
frustasi karena tidak memiliki pengaruh apa pun dalam merubah keadaan politik di negara
ini. Sementara itu, para pengusaha pribumi frustasi karena tidak dapat kesempatan bisnis
karena kesempatan-kesempatan bisnis yang besar hanya diberikan kepada keluarga dan

8
Asertif : keterampilan berkomunikasi dalam menyampaikan inti pesan dengan tegas dan lugas

7
teman-teman dekat Suharto (kroni-kroninya). Dari tahun 1993, demonstrasi-demonstrasi
di jalan menjadi lebih sering terjadi dan bukan tanpa kesuksesan, misalnya sebuah lotere
yang disponsori pemerintah terpaksa dihentikan karena demonstrasi oleh para mahasiswa
maupun kelompok-kelompok Muslim. Terlebih lagi, beberapa pejabat yang didukung
pemerintah pusat dikalahkan saat pemilihan umum di provinsi-provinsi. Ini menunjukkan
kepada masyarakat bahwa rezim9 Suharto bukannya tanpa kelemahan.
Isu lain yang memiliki dampak negatif untuk posisi pemerintah adalah kegiatannya
mencampuri urusan internal PDI. Megawati Soekarnoputri (puteri dari Soekarno) dipilih
sebagai ketua umum PDI pada tahun 1993 menggantikan Suryadi. Namun, pemerintah
tidak mengakui keputusan ini dan memerintahkan dilaksanakannya pemilihan ulang.
Megawati, yang semakin kritis terhadap rezim Suharto, dilihat sebagai sebuah ancaman
nyata karena status ayahnya. Oleh karena itu, Pemerintah pusat mendukung Suryadi di
sebuah konggres lain tanpa mengundang partisipasi Megawati. Ini menghasilkan
pemilihan ulang Suryadi sebagai Ketua Umum namun Megawati jelas menolak mengakui
hasil dari konggres buatan ini. Hal ini kemudian menyebabkan perpecahan di dalam PDI
dan juga bentrokan-bentrokan kekerasan di markas umumnya di Jakarta. Masyarakat
pada umumnya merasa frustasi karena Suharto ikut campur dalam urusan internal PDI,
terutama karena hal ini melibatkan puteri Sukarno.
5. Hancurnya Orde Baru Suharto
Gaya pemerintahan Suharto adalah sistem politik patronase10. Sebagai ganti untuk
dukungan di bidang politik atau keuangan, ia membujuk para pengkritiknya dengan
memberikan mereka posisi yang bagus di pemerintahan maupun kesempatan bisnis yang
lukratif11. Namun, perlakuan pilih kasih ini tidak hanya diberikan pada para
pengkritiknya. Selama dekade terakhir pemerintahan Suharto, anak-anak maupun teman-
teman dekatnya bisa membentuk sebuah kerajaan bisnis hanya karena kedekatan mereka
dengan Suharto. Meskipun banyak orang Indonesia yang frustasi dengan korupsi, kolusi,
dan nepotisme tingkat tinggi di lingkaran pemerintahan ini, Pemerintah selalu bisa
merujuk pada pembangunan ekonomi yang mengesankan dan pada saat yang sama

9
Rezim : pemerintahan yang berkuasa
10
Patronase : penggunaan sumber daya negara untuk memberi penghargaan kepada individu atas dukungan elektoral mereka
11
Lukratif : bersifat memakmurkan atau menguntungkan

8
melakukan lip service12 kepada masyarakat dengan mengklaim bahwa ada usaha-usaha
memberantas korupsi di negara ini.
Namun, pilar ekonomi yang menjadi alat legitimasi13 ini menghilang ketika Krisis
Finansial Asia14 melanda pada tahun 1997-1998. Indonesia menjadi negara yang paling
terpukul akibat krisis ini yang kemudian menimbulkan efek bola salju. Dari sebuah krisis
ekonomi, efeknya berlanjut menyebabkan krisis sosial dan juga politik. Banyak
pencapaian ekonomi dan sosial runtuh dan masyarakat Indonesia menjadi bertekad
menuntut adanya pemerintahan yang baru (tanpa kehadiran Suharto). Jakarta berubah
menjadi medan pertempuran tempat kerusuhan-kerusuhan menghancurkan ribuan
gedung, sementara lebih dari seribu orang dibunuh. Pada 21 Mei 1998, Wakil Presiden
Bacharuddin Jusuf Habibie, sekutu dekat Suharto, menjadi presiden ketiga Indonesia. Dia
tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui tuntutan masyarakat Indonesia untuk
memulai era Reformasi. (Indonesia-investments.com, budaya politik orde baru Suharto,
Wisnu, 2023)

12
Lip service : orang-orang yang hanya ramah di mulut saja
13
Legitimasi : pernyataan yang sah (menurut undang-undang atau sesuai dengan undang-undang)
14
Krisis finansial asia : periode krisis keuangan yang menerpa hamper seluruh Asia Tenggara yang menimbulkan kepanikan bahkan ekonomi dunia akan runtuh akibat
penularan keuangan

9
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan kontra di bidang politik pada masa pemerintahan
orde baru, dapat disimpulkan bahwa sistem politik pada masa ini memiliki dampak
negatif dan kelemahan yang signifikan. Dampak negatif dan kelemahan-kelemahannya
diantaranya sebagai berikut :
1. Pemerintah orde baru cenderung bersifat otoriter15.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
2. Kebebasan berpendapat sangat dibatasi.
Bagi siapa saja yang dianggap menentang pemerintah melalui orasi terang-terangan
atau bahkan hanya ditayangkan di media televisi yang tidak bermaksud apa-apa
sama sekali, bisa dipenjara atau lebih parahnya dihilangkan sampai tidak diketahui
lagi kabarnya.
3. Maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak
mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
4. Pelanggaran HAM kepada Masyarakat non pribumi (Tionghoa)
Hal ini disebabkan karena warga tionghoa dianggap warga negara asing yang bisa
meyebarkan paham komunis. Sehingga seluruh aktivitas warga tionghoa seperti
barongsai dan penggunaan bahasa mandarin pun dilarang.
5. Tidak ratanya Pembangunan
Pembangunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
6. Pemerintah terlalu ikut campur urusan intern partai

15
Otoriter : Tindakan yang berkuasa sendiri atau sewenang-wenang

10
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan bebangsa dan
benegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan
besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi
TNI/Polri.
7. Menganut sistem politik patronase
Perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan
sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilihan presiden melalui MPR
Suharto selalu terpilih (academia.edu, dampak negative kebijakan orde baru)
Pemerintahan orde baru memang banyak memberikan dampak dan pengaruh yang
signifikan terhadap bangsa Indonesia. Hal ini menyebabkan pemerintahan orde baru
dinilai tidak demokratis. kondisi ini menurun ketika terjadi krisis moneter 16 pada tahun
1997. Yang dimana masyarakat mulai kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok. Hal ini
menyebabkan masyarakat semakin kritis serta tidak percaya pada pemerintahan orde
baru. Ketidakpercayaan masyarakat semakin meningkat setelah terjadinya demonstrasi
yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat umum untuk menggulingkan rezim orde
baru. Selain itu, masyarakat menuntut adanya reformasi terhadap pemerintahan orde baru,
karena masyarakat menganggap bahwa pemerintahan orde baru tidak mampu
membangun kehidupan politik yang demokratis, tidak dapat menegakkan supremasi17
hukum dan keadilan sosial, serta masyarakat menilai bahwa pemerintahan orde baru ini
tidak bisa melaksanakan perekonomian yang memihak pada rakyat. gelombang
demokrasi makin meningkat ditambah dengan kondisi politik dan krisis moneter yang
dirasakan bangsa Indonesia makin memanas, maka pada 21 Mei 1998 Soerharto resmi
mundur dari kursi kepresidenan. (kompasiana.com, dampak dari pemerintahan orde baru,
Vannissa Andini, 2023)

3.2 Kritik
Pada masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia (1966-1998), terdapat sejumlah
kritik yang signifikan terhadap kebijakan politik yang diterapkan. Salah satu kritik utama
adalah terkait dengan otoritarianisme dan kurangnya ruang demokrasi. Pemerintahan

16
Krisis moneter : kondisi terpuruknya perekonomian suatu negara yang menyebabkan harga-harga asset mengalami penurunan tajam
17
Supremasi : berada pada tingkatan tertinggi

11
Orde Baru, di bawah kepemimpinan Soeharto, cenderung menghambat kebebasan
berpendapat dan berorganisasi, dengan membubarkan partai politik yang dianggap
mengancam stabilitas rezim. Selain itu, pelanggaran hak asasi manusia menjadi sorotan
tajam dalam konteks ini. Tindakan keras terhadap aktivis politik, penahanan tanpa proses
hukum yang adil, dan bahkan eksekusi mati dianggap sebagai upaya pemerintah untuk
meredam oposisi politik 18. Ini menciptakan iklim ketakutan dan membatasi partisipasi
warga dalam proses politik.
Kritik juga ditujukan pada dominasi militer dalam pemerintahan dan kebijakan
politik. Keterlibatan militer dalam keputusan politik strategis menciptakan
ketidakseimbangan kekuasaan yang merugikan perkembangan sistem politik yang
demokratis. Selain itu, kontrol yang ketat terhadap media massa dan informasi
menciptakan narasi yang terkendali, menghalangi akses masyarakat terhadap berita
independen dan pandangan alternatif. Secara keseluruhan, kritik-kritik tersebut
mencerminkan dampak negatif dari kebijakan politik Orde Baru, yang membatasi
partisipasi politik, merugikan hak asasi manusia, dan menciptakan ketidaksetaraan dalam
berbagai aspek kehidupan.

3.3 Saran
Untuk memperbaiki kondisi politik pada masa pemerintahan Orde Baru, sejumlah
saran dapat diajukan guna mengatasi berbagai permasalahan yang muncul :
1. Reformasi politik menjadi kunci utama.
Perlu adanya langkah-langkah konkret untuk mendemokratisasi sistem politik,
seperti mengembalikan kebebasan berpendapat dan berkumpul, serta memastikan
keberagaman pandangan politik dihargai dan diakui. Pembentukan partai politik
yang beragam dan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum harus didukung,
sehingga representasi politik menjadi lebih inklusif 19.
2. Penting untuk mengurangi pengaruh militer dalam politik.

18 Oposisi politik : partai penentang dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa
19
Inklusif : Tindakan mengajak atau mengikutsertakan

12
Reformasi militer yang transparan dan terbuka perlu diimplementasikan untuk
memastikan militer tidak lagi terlibat secara berlebihan dalam kebijakan politik. Ini
dapat diwujudkan melalui revisi konstitusi dan penegakan supremasi sipil.
3. Meliberalisasi media dan menghapuskan pembatasan terhadap kebebasan pers adalah
langkah esensial.
Masyarakat perlu memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi yang beragam
dan mendapatkan pandangan yang lebih luas tentang isu-isu politik. Pembentukan
lembaga-lembaga media independen yang bekerja tanpa tekanan politik dapat
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas 20.
4. Pendidikan politik dan partisipasi aktif masyarakat dalam pembuatan keputusan
politik harus ditingkatkan.

Peningkatan literasi politik di kalangan masyarakat akan membantu mereka lebih


memahami hak dan kewajiban dalam demokrasi, serta mendorong partisipasi yang
lebih aktif dalam kehidupan politik.
Saran-saran ini diharapkan dapat membantu menciptakan perubahan positif dan
mengembangkan fondasi yang lebih kuat untuk demokrasi di Indonesia. Perubahan ini
memerlukan komitmen penuh dari pemerintah, lembaga-lembaga terkait, dan masyarakat
sipil untuk mencapai tujuan bersama menciptakan sistem politik yang lebih inklusif,
transparan, dan demokratis. (academia.edu, dampak negative kebijakan orde baru,
Muhammad Shohiburrida, 2022)

20
Akuntabilitas : bentuk pertanggungjawaban individu atau organisasi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

13
DAFTAR PUSTAKA

1. http://digilib.unimed.ac.id/29584/4/6.%20NIM.%203131121008%20CHAPTER%2
0I.pdf
2. https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/orde-baru-
suharto/item180
3. https://www.academia.edu/8536812/Dampak_negatif_kebijakan_Orde_baru#:~:text
=Banyaknya%20kerusuhan%20yang%20berlatar%20belakang,masyarakat%20me
mbuktikan%20tidak%20aplikatifnya%20Pancasila.
4. https://www.kompasiana.com/vannissa10062/6482b67708a8b50d8f30b102/perubah
an-masyarakat-indonesia-dampak-dari-pemerintahan-orde-baru

14

Anda mungkin juga menyukai