Anda di halaman 1dari 12

KASUS-KASUS HUKUM PADA MASA DEMOKRASI

TERPIMPIN-ORDE BARU

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Hukum

Dosen Pengampu: Drs. Maskun MH./Valensy Rachmedita S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh Kelompok 5

1. Farras Ilham Dinata (2213033006)


2. Aulia Putri Alaudi (2213033032)
3. Mely Safitri (2213033036)
4. Nazar Kurniaawan (2213033038)
5. Sifa Nazrina (2213033040)
6. Edo Caniago (2213033062)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna menyelesaikan salah satu tugas Sejarah Hukum
yang berjudul Kasus Hukum Masa Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukan hingga kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan

Bandar Lampung, November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………… i

DAFTAR ISI………………………………………………………….... ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang………………………………………………. 1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………… 2
1.3 Tujuan………………………………………………………... 2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………. 3

2.1 Contoh Kasus Hukum Masa Demokrasi Terpimpin……… 3

2.2 Contoh Kasus Hukum Masa Orde Baru…………………... 5

BAB III PENUTUP……………………………………………………. 7

3.1 Kesimpulan…………………………………………………... 7

3.2 Saran…………………………………………………………. 7

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sejarah Indonesia pada periode 1959 sampai 1966 adalah masa dimana sistem
“Demokrasi Terpimpin” sempat berjalan di Indonesia. Pembentukan demokrasi terpimpin di
Indonesia dimulai pada tahun 1959 oleh Presiden Soekarno sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan penuh karena politik dalam negeri mengalami krisis dan kekacauan politik di
berbagai bidang selama demokrasi parlementer. Awal Demokrasi Terpimpin dimulai dengan
adanya surat mandat Dekrit Presiden Juli 1959 akibat belum tersusunnya Undang-Undang
Dasar Negara dan banyaknya kepentingan-kepentingan politik antar partai. Terjadi sejumlah
pemberontakan dalam negeri yang semakin menambah kekacauan bahkan menjurus menuju
gerakan separatisme yang memperparah keadaan politik pada masa parlementer.

Era demokrasi terpimpin dibentuk oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai
dominan dan TNI sebagai kekuatan pertahanan, keamanan dan sosial politik. Dalam
Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno memberikan tempat kepada PKI dalam sistem
politik nasional karena menurut Soekarno, PKI menunjukkan bahwa ia memiliki massa
terbesar di Indonesia dibandingkan partai lainnya. Di sisi lain, PKI menggunakan
kedekatannya dengan Presiden Soekarno untuk memastikan konsistensi dan dukungan penuh
terhadap semua kebijakan yang dijalankan oleh Soekarno. Selain itu, PKI memiliki
pandangan idealis terhadap Soekarno untuk menularkan jargon yang disampaikan oleh
Soekarno kepada masyarakat Indonesia.

Pemerintahan Orde Baru dimulai sejak tahun 1966-1998, dengan adanya surat
perintah Sebelas Maret, yang kemudian di salahartikan sebagai surat pemindahan kekuasaan.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Jenderal Soeharto lahir pada pertengahan tahun
1960-an dalam suasana krisis ekonomi, gejolak politik dan kerusuhan sosial, namun
kehadiran pemerintahan Orde Baru pada awalnya disambut dengan suka cita dan kehangatan.
mayoritas publik. Indonesia. Tak terkecuali mahasiswa, aktivis, dan partai-partai lain di era
Orde Lama. Orde Baru adalah masa pemerintahan Indonesia dari 11 Maret 1966 sampai
peralihan kepresidenan, dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Orde
Baru adalah analogi sempurna dengan orde lama, yang dikuasai oleh PKI dan mungkin telah
menyelewengkan pancasila.

1
Orde Baru lahir secara dramatis pada tahun 1966, ketika bangsa Indonesia mengalami
suatu perubahan orientasi yang luar biasa di segala bidang, baik dalam bidang politik,
ideologi dan ekonomi maupun sosial dan kebudayaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Sebutkan contoh kasus hukum pada masa Demokrasi Terpimpin?


2. Sebutkan contoh kasus hukum pada masa Orde Baru?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui kasus-kasus hukum pada masa Demokrasi Terpimpin


2. Untuk mengetahui kasus-kasus hukum pada masa Orde Baru

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Contoh Kasus Hukum Pada Masa Demokrasi Terpimpin

1. Penyaluran Tuntutan (Aspirasi Rakyat)

Runtuhnya partai Masyumi dan PSI menjadi sejarah pahit bagi perkembangan
partai politik di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah partai politik yang
berperan sebagai penyalur tuntutan dan keinginan rakyat semakin berkurang. Partai-
partai tersebut dibubarkan berdasarkan keputusan presiden tanggal 17 Agustus 1960
No. 200 dan 201 tahun 1960 dengan alasan bahwa organisasi atau partai tersebut
melakukan pemberontakan, karena pemimpinnya ikut serta dalam pemberontakan
yang disebut dengan “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau
“Republik Persatuan Indonesia” telah jelas memberikan dukungan terhadap
pemberontakan tersebut, sementara partai tersebut tidak resmi dan menuduh
anggotanya melakukan kegiatan kepemimpinan.
Dalam sistem pemerintahan Demokasi Terpimpin, yang menjadi penentu adalah
Presiden Soekarno sebagai pimpinan eksekutif. Maka anggota DPR dan MPR
diangkat oleh Presiden Soekarno sendiri. Setelah penyederhanaan kepartaian melalui
PENPRES No. VII/1959 tentang syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian dan
dibentuknya Front Nasional (FN). Walaupun penyaluran aspirasi rakyat dibatasi,
namun dalam praktek tuntutan tetap lebih besar daripada kemampuan sistem.
Dibawah tekanan saluran tuntutan yang tidak tertampung dalam kelembagaan
Soekarno akhirnya mencari keseimbangan melalui dukungan masa, yang pada
akhirnya menyebabkan berakhirnya stabilitas politik yang telah terwujud dan terbina
selama periode tersebut.
Kasus Hukum :
 Penyaluran Aspirasi Rakyat dibatasi
 Dibentuknya Front Nasional
 Anggota DPR dan MPR diangkat oleh Presiden Soekarno
 Berakhirnya stabilitas politik

2. Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 S-PKI)

Peristiwa G30 S-PKI merupakan pembunuhan enam orang tertinggi Angkatan


Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan satu orang perwira. Pertentangan antara
Presiden Soekarno, TNI AD dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam konteks
politik demokrasi terpimpin penting untuk mengkaji kekuatan politik dalam sistem
demokrasi terpimpin. Dengan adanya G30 S-PKI membawa kekacauan di segala

3
aspek kehidupan baik bidang ekonomi, sosial, terlebih lagi dibidang politik. Janji
berulang Presiden Soekarno untuk mencari solusi politik yang adil atas
pemberontakan G30 S-PKI belum terwujud, sementara gelombang protes menuntut
pembubaran PKI semakin keras dan meluas. Situasi yang menjurus kearah konflik
politik tersebut bertambah lagi dengan munculnya rasa tidak puas terhadap keadaan
ekonomi Negara. Dalam keadaan serba tidak puas dan tidak sabar itu, akhirnya
tercetuslah tiga tuntutan yang kemudian dikenal dengan sebutan “Tritura” yang isinya
adalah :
1. Pembubaran PKI
2. Pembersihan Kabinet dari unsur G30S-PKI
3. Penurunan Harga atau perbaikan ekonomi

3. Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar)

Tragedi supersemar adalah salah satu rentetan sejarah yang sampai saat ini
menjadi sebuah misteri yang belum tersingkap, karena sampai sekarang naskah asli
supersemar pun belum bisa ditemukan. Supersemar merupakan Surat Perintah
pengamanan yang dikeluarkan Presiden Soekarno untuk ditujukan kepada Letnan
Jendral Soeharto. Untuk menjelaskan kesalahpahaman terhadap Surat Perintah 11
Maret, maka dalam sebuah surat yang dikeluarkan Soekarno tanggal 13 Maret 1966,
Soekarno menegaskan bahwa Supersemar adalah surat perintah bukan penyerahan
kekuasaan.
Letnan Jenderal Suharto, atas nama presiden, pada 11 Maret, berdasarkan mandat
dari SP, memerintahkan agar Partai Komunis Indonesia dan semua cabangnya
dibubarkan. Keputusan penghentian dan pelarangan PKI dilakukan oleh operator
Supersemar atas dasar bahwa PKI jelas-jelas telah melakukan kejahatan dan
kekejaman. Seluruh rakyat Indonesia menyambut keputusan pembubaran PKI dengan
gembira dan lega. Enam hari setelah menerima Supersemar, Letnan Jenderal Suharto
berhasil membubarkan PKI dan menangkap 15 petinggi PKI. Pada tanggal 25 Juli
1966, MPRS mengadakan rapat umum yang agenda utamanya adalah mengukuhkan
Ketetapan MPRS 11 Maret 1966 agar Presiden Soekarno tidak dapat mencabut
ketetapan tersebut dengan alasan apapun..
Maka dengan keluarnya Ketetapan MPRS Tahun 1967, kita dapat mengambil
kesimpulan sementara bahwa kedudukan kepala pemerintahan (presiden) pada waktu
itu berubah dari Soekarno menjadi Soeharto, dan inilah perjalanan terakhir dari
demokrasi pimpinan ala Soekarno. Kasus Hukum :
 Pembubaran dan pelarangan PKI
 MPRS menggelar sidang istimewa
 Pencabutan kekuasaan pemerintahan dari Soekarno ke Soharto.

4
2.2 Contoh Kasus Hukum Masa Orde Baru

1. Kasus Coopa

Pada 31 Januari 1970, Soeharto yang dipimpin oleh Wilopo membentuk tim
beranggotakan empat orang untuk memberantas korupsi di pemerintahannya.
Kesuksesan Tim Empat mengejutkan ketika mereka berhasil mengungkap skandal
korupsi yang melibatkan seorang jenderal yang dikenal dekat dengan Cendana. Jenderal
itu memiliki hubungan dekat dengan presiden karena berurusan dengan Coopa,
perusahaan pupuk yang merupakan bagian dari program pertanian pemerintah Bimas
Gotong Royong. Kemudian, pada 11 Maret 1970, Soeharto bertemu dengan komisi
empat orang di Istana Merdeka, di mana salah satu agendanya adalah membahas
penyalahgunaan Bimas Coopa. Arief Husni atau Ong Seng Keng, pemilik Coopa,
ditangkap Menteri Kehakiman pada Agustus 1970. Selain Coopa, Arif Husni juga
menjabat sebagai direktur Bank Ramayana, di mana adik kandung Suharto,
Probosutedjo, juga menjadi pemegang saham di bank tersebut. Korupsi dalam program
swasembada pangan nasional ini merugikan ekonomi negara sebesar $711.000. Ternyata,
Arief tidak bekerja sendirian. Belakangan tersiar kabar bahwa Ketua Umum Tim
Penerbitan Keuangan Negara juga terlibat.

2. Kasus Mei 1998 Sebagai Puncak Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena global. Kekerasan seksual,


pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, mutilasi, pelecehan seksual dan
pembunuhan merupakan masalah serius yang dihadapi perempuan di seluruh dunia.
Pemerkosaan massal terhadap etnis Tionghoa pada Mei 1998, masalah ini menjadi pusat
perhatian organisasi-organisasi perempuan di Indonesia.
Pemerkosaan terhadap perempuan di Indonesia memuncak pada tanggal 13, 14, dan 15
Mei 1998, dan korbannya kebanyakan adalah perempuan Tionghoa. Data dari Kelompok
Relawan Kemanusiaan menunjukkan bahwa jumlah korban perkosaan dan pelecehan
seksual yang dilaporkan pada tanggal 3 Juli 1998 adalah 168 (152 dari Jakarta dan
sekitarnya, 16 dari Solo, Medan, Palembang dan Surabaya). Selanjutnya menurut laporan
tersebut 20 orang meninggal. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan pemerkosaan
massal tersebut ditujukan kepada etnis cina. Diantaranya menyatakan bahwa faktor sosial
ekonomi, pendapat lain menyatakan bahwa faktor politis.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang faktor mana yang benar dan dominan, fakta
bahwa aparat keamanan (militer dan polisi) membiarkan kerusuhan dan pemerkosaan
tanpa aparat negara melindungi rakyatnya merupakan bukti nyata pelanggaran HAM.
Namun dari fakta ada kecenderungan bahwa negara berada dibalik segalanya. namun
yang terpenting adalah negara Orde Baru harus bertanggung jawab atas pelanggaran
HAM pada saat itu. Peristiwa tersebut merupakan lembaran hitam dalam sejarah Hak
Asasi Manusia di Indonesia.

5
3. Kasus Peristiwa Tanjung Priok tahun 1984 dalam Pandangan Surat Kabar Merdeka
dan Kompas di Jakarta

Peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984 merupakan salah satu lembaran hitam dalam
sejarah Orde Baru (1966-1998) yang terus diperdebatkan dan diperdebatkan oleh para
pengacara, politikus, dan sejarawan. Perdebatan seputar peristiwa tersebut berawal dari
tidak adanya rekonstruksi yang jelas atas peristiwa tersebut. Peristiwa Tanjung Priok tahun
1984 bagaimanapun melibatkan dua pihak yang sering bersebrangan yaitu antara pihak
militer dengan umat islam.
Isu hangat yang muncul pada pertengahan tahun 1984 dan dijadikan salah satu tema
ceramah ialah pengajuan RUU (Rancangan Undang-Undang) oleh pemerintah Orde Baru
kepada DPR mengenai perlunya organisasi politik dan kemasyarakatan memiliki asas
tunggal yaitu pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian, salah satu isi RUU yang
dianggap tidak sesuai dengan kepentingan umat islam Indonesia saat itu ialah dijadikannya
pancasila sebagai satu-satunya asas (Humaidi, 2010). Salah satu penceramah di kawasan
Tanjung Priok yang sering mengemukakan kritikan tajam kepada kebijakan pemerintah
Orde Baru saat itu ialah M.Nasir.
Dalam hal ini, peristiwa Tanjung Priok yang merupakan satu peristiwa besar dalam
sejarah Orde Baru (1966-1998) tidak luput dari pemberitaan dan pandangan pers termasuk
surat kabar merdeka dan kompas di Jakarta. Sebagaimana diungkapkan oleh Andi Suwirta
(2000) bahwa surat kabar merdeka merupakan pers yang pada masa awal penerbitannya
sangat mendukung kebijakan politik pemerintah di satu sisi, namun di sisi lain juga
bersikap vocal dan kritis terhadap pemerintah (Suwirta 2000). Namun seiring dengan
berlalunya waktu dan bergantinya rezim maka surat kabar merdeka menjadi salah satu
pers yang akomodatif terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru (1966-1998)

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Demokrasi Terpimpin dimulai dengan keputusan presiden 5 Juli 1959, karena


konstitusi negara belum disusun dan masih banyak kepentingan politik di antara partai-
partai. Munculnya Demokrasi Terpimpin di Indonesia dimulai pada tahun 1959 dengan
Presiden Soekarno sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan penuh, karena politik
dalam negeri mengalami krisis dan pergolakan politik di berbagai daerah selama
demokrasi parlementer..
Orde Baru adalah masa pemerintahan Indonesia dari 11 Maret 1966 sampai peralihan
kepresidenan, dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Orde Baru
adalah analogy sempurna dengan Orde Lama, yang dikuasai oleh PKI dan mungkin telah
menyelewengkan pancasila. Orde Baru lahir secara dramatis pada tahun 1966, ketika
bangsa Indonesia mengalami suatu perubahan orientasi yang luar biasa di segala bidang,
baik dalam bidang politik, ideologi dan ekonomi maupun sosial dan kebudayaan.

3.2 Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyususnan makalah ini, akan


tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan kami. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi kedepannya. Semoga
makalah contoh kasus Hukum Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru ini bisa bermanfaat
bagi orang lain.

7
DAFTAR PUSTAKA

Suwirta, A. (2017). Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru: Kasus Peristiwa Tanjung
Priok Tahun 1984 dalam Pandangan Surat Kabar Merdeka dan Kompas di Jakarta.
INSANCITA, 2(2).

Hamid, H. (2012). Demokrasi ala Soekarno (Demokrasi Terpimpin) (Disertasi Doktor,


Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).

Suwirta, A. (2018). Pers dan kritik sosial pada masa orde baru: studi kasus pers mingguan
mahasiswa indonesia di Bandung, 1966-1974. Mimbar Pendidikan, 3(2), 113-136.

Fatimah, S. (2007). Perempuan dan Kekerasan Pada Masa Orde Baru. Jurnal Demokrasi,
6(2).

journal.upr.ac.id/index.php/JIH/article/view/4042/3040

8
Catatan mengerjakan Kasus Hukum Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru :

 Mely Safitri-2213033036 (Penyaluran Tuntutan) Aspirasi Rakyat


 Aulia Putri Alaudi-2213033032 (Kasus Peristiwa Tanjung Priok tahun 1984 dalam
Pandangan Surat Kabar Merdeka dan Kompas di Jakarta)
 Sifa Nazrina-2213033040 (Kasus Mei 1998 Sebagai Puncak Kekerasan Terhadap
Perempuan)
 Nazar Kurniawan-2213033038 (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 S-
PKI)
 Farras Ilham Dinata-2213033006 (Kasus Coopa)
 Edo Caniago-2213033062 (Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar)

Anda mungkin juga menyukai