TERPIMPIN-ORDE BARU
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukan hingga kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………….... ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………. 3
3.1 Kesimpulan…………………………………………………... 7
3.2 Saran…………………………………………………………. 7
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Era demokrasi terpimpin dibentuk oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai
dominan dan TNI sebagai kekuatan pertahanan, keamanan dan sosial politik. Dalam
Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno memberikan tempat kepada PKI dalam sistem
politik nasional karena menurut Soekarno, PKI menunjukkan bahwa ia memiliki massa
terbesar di Indonesia dibandingkan partai lainnya. Di sisi lain, PKI menggunakan
kedekatannya dengan Presiden Soekarno untuk memastikan konsistensi dan dukungan penuh
terhadap semua kebijakan yang dijalankan oleh Soekarno. Selain itu, PKI memiliki
pandangan idealis terhadap Soekarno untuk menularkan jargon yang disampaikan oleh
Soekarno kepada masyarakat Indonesia.
Pemerintahan Orde Baru dimulai sejak tahun 1966-1998, dengan adanya surat
perintah Sebelas Maret, yang kemudian di salahartikan sebagai surat pemindahan kekuasaan.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Jenderal Soeharto lahir pada pertengahan tahun
1960-an dalam suasana krisis ekonomi, gejolak politik dan kerusuhan sosial, namun
kehadiran pemerintahan Orde Baru pada awalnya disambut dengan suka cita dan kehangatan.
mayoritas publik. Indonesia. Tak terkecuali mahasiswa, aktivis, dan partai-partai lain di era
Orde Lama. Orde Baru adalah masa pemerintahan Indonesia dari 11 Maret 1966 sampai
peralihan kepresidenan, dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Orde
Baru adalah analogi sempurna dengan orde lama, yang dikuasai oleh PKI dan mungkin telah
menyelewengkan pancasila.
1
Orde Baru lahir secara dramatis pada tahun 1966, ketika bangsa Indonesia mengalami
suatu perubahan orientasi yang luar biasa di segala bidang, baik dalam bidang politik,
ideologi dan ekonomi maupun sosial dan kebudayaan.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Runtuhnya partai Masyumi dan PSI menjadi sejarah pahit bagi perkembangan
partai politik di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah partai politik yang
berperan sebagai penyalur tuntutan dan keinginan rakyat semakin berkurang. Partai-
partai tersebut dibubarkan berdasarkan keputusan presiden tanggal 17 Agustus 1960
No. 200 dan 201 tahun 1960 dengan alasan bahwa organisasi atau partai tersebut
melakukan pemberontakan, karena pemimpinnya ikut serta dalam pemberontakan
yang disebut dengan “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau
“Republik Persatuan Indonesia” telah jelas memberikan dukungan terhadap
pemberontakan tersebut, sementara partai tersebut tidak resmi dan menuduh
anggotanya melakukan kegiatan kepemimpinan.
Dalam sistem pemerintahan Demokasi Terpimpin, yang menjadi penentu adalah
Presiden Soekarno sebagai pimpinan eksekutif. Maka anggota DPR dan MPR
diangkat oleh Presiden Soekarno sendiri. Setelah penyederhanaan kepartaian melalui
PENPRES No. VII/1959 tentang syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian dan
dibentuknya Front Nasional (FN). Walaupun penyaluran aspirasi rakyat dibatasi,
namun dalam praktek tuntutan tetap lebih besar daripada kemampuan sistem.
Dibawah tekanan saluran tuntutan yang tidak tertampung dalam kelembagaan
Soekarno akhirnya mencari keseimbangan melalui dukungan masa, yang pada
akhirnya menyebabkan berakhirnya stabilitas politik yang telah terwujud dan terbina
selama periode tersebut.
Kasus Hukum :
Penyaluran Aspirasi Rakyat dibatasi
Dibentuknya Front Nasional
Anggota DPR dan MPR diangkat oleh Presiden Soekarno
Berakhirnya stabilitas politik
3
aspek kehidupan baik bidang ekonomi, sosial, terlebih lagi dibidang politik. Janji
berulang Presiden Soekarno untuk mencari solusi politik yang adil atas
pemberontakan G30 S-PKI belum terwujud, sementara gelombang protes menuntut
pembubaran PKI semakin keras dan meluas. Situasi yang menjurus kearah konflik
politik tersebut bertambah lagi dengan munculnya rasa tidak puas terhadap keadaan
ekonomi Negara. Dalam keadaan serba tidak puas dan tidak sabar itu, akhirnya
tercetuslah tiga tuntutan yang kemudian dikenal dengan sebutan “Tritura” yang isinya
adalah :
1. Pembubaran PKI
2. Pembersihan Kabinet dari unsur G30S-PKI
3. Penurunan Harga atau perbaikan ekonomi
Tragedi supersemar adalah salah satu rentetan sejarah yang sampai saat ini
menjadi sebuah misteri yang belum tersingkap, karena sampai sekarang naskah asli
supersemar pun belum bisa ditemukan. Supersemar merupakan Surat Perintah
pengamanan yang dikeluarkan Presiden Soekarno untuk ditujukan kepada Letnan
Jendral Soeharto. Untuk menjelaskan kesalahpahaman terhadap Surat Perintah 11
Maret, maka dalam sebuah surat yang dikeluarkan Soekarno tanggal 13 Maret 1966,
Soekarno menegaskan bahwa Supersemar adalah surat perintah bukan penyerahan
kekuasaan.
Letnan Jenderal Suharto, atas nama presiden, pada 11 Maret, berdasarkan mandat
dari SP, memerintahkan agar Partai Komunis Indonesia dan semua cabangnya
dibubarkan. Keputusan penghentian dan pelarangan PKI dilakukan oleh operator
Supersemar atas dasar bahwa PKI jelas-jelas telah melakukan kejahatan dan
kekejaman. Seluruh rakyat Indonesia menyambut keputusan pembubaran PKI dengan
gembira dan lega. Enam hari setelah menerima Supersemar, Letnan Jenderal Suharto
berhasil membubarkan PKI dan menangkap 15 petinggi PKI. Pada tanggal 25 Juli
1966, MPRS mengadakan rapat umum yang agenda utamanya adalah mengukuhkan
Ketetapan MPRS 11 Maret 1966 agar Presiden Soekarno tidak dapat mencabut
ketetapan tersebut dengan alasan apapun..
Maka dengan keluarnya Ketetapan MPRS Tahun 1967, kita dapat mengambil
kesimpulan sementara bahwa kedudukan kepala pemerintahan (presiden) pada waktu
itu berubah dari Soekarno menjadi Soeharto, dan inilah perjalanan terakhir dari
demokrasi pimpinan ala Soekarno. Kasus Hukum :
Pembubaran dan pelarangan PKI
MPRS menggelar sidang istimewa
Pencabutan kekuasaan pemerintahan dari Soekarno ke Soharto.
4
2.2 Contoh Kasus Hukum Masa Orde Baru
1. Kasus Coopa
Pada 31 Januari 1970, Soeharto yang dipimpin oleh Wilopo membentuk tim
beranggotakan empat orang untuk memberantas korupsi di pemerintahannya.
Kesuksesan Tim Empat mengejutkan ketika mereka berhasil mengungkap skandal
korupsi yang melibatkan seorang jenderal yang dikenal dekat dengan Cendana. Jenderal
itu memiliki hubungan dekat dengan presiden karena berurusan dengan Coopa,
perusahaan pupuk yang merupakan bagian dari program pertanian pemerintah Bimas
Gotong Royong. Kemudian, pada 11 Maret 1970, Soeharto bertemu dengan komisi
empat orang di Istana Merdeka, di mana salah satu agendanya adalah membahas
penyalahgunaan Bimas Coopa. Arief Husni atau Ong Seng Keng, pemilik Coopa,
ditangkap Menteri Kehakiman pada Agustus 1970. Selain Coopa, Arif Husni juga
menjabat sebagai direktur Bank Ramayana, di mana adik kandung Suharto,
Probosutedjo, juga menjadi pemegang saham di bank tersebut. Korupsi dalam program
swasembada pangan nasional ini merugikan ekonomi negara sebesar $711.000. Ternyata,
Arief tidak bekerja sendirian. Belakangan tersiar kabar bahwa Ketua Umum Tim
Penerbitan Keuangan Negara juga terlibat.
5
3. Kasus Peristiwa Tanjung Priok tahun 1984 dalam Pandangan Surat Kabar Merdeka
dan Kompas di Jakarta
Peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984 merupakan salah satu lembaran hitam dalam
sejarah Orde Baru (1966-1998) yang terus diperdebatkan dan diperdebatkan oleh para
pengacara, politikus, dan sejarawan. Perdebatan seputar peristiwa tersebut berawal dari
tidak adanya rekonstruksi yang jelas atas peristiwa tersebut. Peristiwa Tanjung Priok tahun
1984 bagaimanapun melibatkan dua pihak yang sering bersebrangan yaitu antara pihak
militer dengan umat islam.
Isu hangat yang muncul pada pertengahan tahun 1984 dan dijadikan salah satu tema
ceramah ialah pengajuan RUU (Rancangan Undang-Undang) oleh pemerintah Orde Baru
kepada DPR mengenai perlunya organisasi politik dan kemasyarakatan memiliki asas
tunggal yaitu pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian, salah satu isi RUU yang
dianggap tidak sesuai dengan kepentingan umat islam Indonesia saat itu ialah dijadikannya
pancasila sebagai satu-satunya asas (Humaidi, 2010). Salah satu penceramah di kawasan
Tanjung Priok yang sering mengemukakan kritikan tajam kepada kebijakan pemerintah
Orde Baru saat itu ialah M.Nasir.
Dalam hal ini, peristiwa Tanjung Priok yang merupakan satu peristiwa besar dalam
sejarah Orde Baru (1966-1998) tidak luput dari pemberitaan dan pandangan pers termasuk
surat kabar merdeka dan kompas di Jakarta. Sebagaimana diungkapkan oleh Andi Suwirta
(2000) bahwa surat kabar merdeka merupakan pers yang pada masa awal penerbitannya
sangat mendukung kebijakan politik pemerintah di satu sisi, namun di sisi lain juga
bersikap vocal dan kritis terhadap pemerintah (Suwirta 2000). Namun seiring dengan
berlalunya waktu dan bergantinya rezim maka surat kabar merdeka menjadi salah satu
pers yang akomodatif terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru (1966-1998)
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
7
DAFTAR PUSTAKA
Suwirta, A. (2017). Pers dan Kritik Sosial pada Masa Orde Baru: Kasus Peristiwa Tanjung
Priok Tahun 1984 dalam Pandangan Surat Kabar Merdeka dan Kompas di Jakarta.
INSANCITA, 2(2).
Suwirta, A. (2018). Pers dan kritik sosial pada masa orde baru: studi kasus pers mingguan
mahasiswa indonesia di Bandung, 1966-1974. Mimbar Pendidikan, 3(2), 113-136.
Fatimah, S. (2007). Perempuan dan Kekerasan Pada Masa Orde Baru. Jurnal Demokrasi,
6(2).
journal.upr.ac.id/index.php/JIH/article/view/4042/3040
8
Catatan mengerjakan Kasus Hukum Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru :