Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SEJARAH KONTEMPORER

Tentang
“ MASA KEJAYAAN ORDE BARU (1976-1996) ”

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6


MIRANDA OKTAVIA : 1814090059
RESKA GUSMAYANTI : 1814090060
ZELLA ARDENIA : 1814090061

DOSEN PENGAMPU
Drs. Ahmad Nurhuda, M.Pd

PRODI TADRIS IPS KONSENTRASI SEJARAH B


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN IMAM BONJOL PADANG
2021 M
KATA PENGANTAR

Puji  syukur   kehadirat  Allah  SWT.  atas  limpahan  rahmat  dan  karunia
– Nya  sehingga  pemakalah  dapat  menyelesaikan makalah  ini  tepat  waktu.
Shalawat serta salam pemakalah ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang
telah membawa umat manusia dari zaman tak berilmu kepada zaman berilmu
pengetahuan seperti saat ini.
Ucapan terimakasih kepada Bapak Drs. Ahmad Nurhuda, M.Pd selaku
dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Kontemporer yang telah membimbing
pemakalah sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik. Begitu juga kepada
teman-teman jurusan Prodi Tadris IPS-B yang seperjuangan dengan pemakalah
dalam menuntut ilmu.
Pemakalah  berusaha  menyusun  makalah  ini  sedemikian  rupa  dengan
tujuan memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kontemporer,  dan  dapat 
membantu  pembaca  dalam  memahami objek kajian ilmu Sejarah. Makalah ini
berjudul yaitu “Masa Kejayaan Orde Baru (1976-1996)”.
          Kami  menyadari  bahwa dalam  pembuatan  makalah sejarah  ini  masih 
terdapat  kekurangan. Dengan demikian, kritik dan saran  dari  pembaca  sangat
pemakalah harapkan  agar  pemakalah dapat  meningkatkan  mutu  dalam 
penyajian  makalah berikutnya.

Mukomuko , April 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR……………………………………...……….…i
DAFTAR ISI…………………………………………………………....ii
BAB I PENDAHULUAN.………………………………………….…..1
A. Latar Belakang Masalah……………..………….................…......1
B. Rumusan Masalah ……………………………...…………..........2
C. Tujuan……………………………………………………...…......2

BAB II PEMBAHASAN…………………………....…………………..3
A. Perkembangan Ekonomi Politik…….............................................3
B. Perkembangan Pendidikan…..……..............................….............9
C. Revolusi Hijau..........................................……...................……...13

BAB III PENUTUP……………………………..……………………....17


A. KESIMPULAN…………………………………………………..17
B. SARAN……………………………………..…………………….18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orde Baru adalah tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa
dan Negara Republik Indonesia yang diletakkan kepada kemurnian
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Orde Baru merupakan suatu reaksi
dan koreksi prinsipil terhadap praktik-praktik penyelewengan yang telah
terjadi pada masa lampau, yang lazim disebut zaman Orde Lama.
Pengertian Orde Baru yang terpenting adalah suatu Orde yang mempunyai
sikap dan tekad mental dan itikad baik yang mendalam untuk mengabdi
kepada rakyat, mengabdi kepada kepentingan nasional yang dilandasi
falsafah Pancasila dan yang menjunjung tinggi azas dan Undang- Undang
Dasar 1945.1 Pemerintahan Orde Baru dimulai sejak tahun 1966 – 1998,
dengan adanya Surat Perintah Sebelas Maret, yang kemudian
disalahartikan sebagai surat pemindahan kekuasaan. Pada tanggal 27
Maret 1968, Soeharto diangkat sebagai presiden hal ini berdasarkan
Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968, sampai hasil pemilu ditetapkan
pada tanggal 10 Maret 1983, beliau mendapat penghargaan sebagai Bapak
Pembangunan Nasional.2
Orde Baru merupakan sebuah era yang merupakan kelanjutan dari
Orde Lama yang telah berakhir. Orde Baru juga merupakan sebuah istilah
yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Soekarno
(Orde Lama) dengan masa Soeharto. Sebagai masa yang menandai sebuah
masa baru setelah pemberontakan PKI tahun 1965. Salah satu penyebab
berakhirnya masa pemerintahan orde lama adalah meletusnya Gerakan 30
September/PKI. Gerakan tersebut mendapat reaksi dari masyarakat luas
dan mengutuk pembunuhan besar-besaran yang telah dilancarkan PKI.
Selain itu, ketidaktegasan pemerintahan Soekarno dalam menangani partai
1 1
.Cuplikan Dari Pidato Pejabat Presiden Jendral Soeharto Kepada Sidang Kabinet
AMPERA tanggal 19 April 1967.
2
.Ghalia Indonesia, Ketetapan-ketetapan MPR, 1983-1988, 1978-1983, Jakarta: 1986,
hlm. 43.
2

1
berlandas ideologi komunis tersebut, menyebabkan merosotnya legitimasi
kekuasaan pemerintah. Melalui Surat Perintah Sebelas Maret 1966 dan
kemudian dikukuhkan dalam TAP MPRS No.XXXIII/1967, kekuasaan
akhirnya beralih dari tangan pemerintah Soekarno sebagai penguasa Orde
Lama ke pemerintahan Soeharto sebagai pemegang rezim Orde Baru. Orde
Baru kemudian menandai sebuah era pemerintahan baru di Indonesia
pasca pemberontakan PKI tahun 1965. Orde ini memiliki tekad dan
komitmen yang sangat kuat untuk menegakkan pemerintahan RI atas dasar
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan ekonomi politik pada Masa Orde Baru?
2. Bagaimana perkembangan pendidikan pada Masa Orde Baru ?
3. Bagaimana revolusi hijau pada Masa Orde Baru ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana perkembangan ekonomi politik pada
Masa Orde Baru
2. Untuk mengetahui Bagaimana perkembangan pendidikan pada
Masa Orde Baru
3. Untuk mengetahui Bagaimana revolusi hijau pada Masa Orde Baru

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Ekonomi Politik Pada Masa Orde Baru


Seperti yang telah kita ketahui, tujuan terbentuknya Negara
Indonesia adalah “Memajukan kesejahteraan umum, melindungi segenap
masyarakat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
memelihara perdamaian dunia”. Dalam pelaksanaannya, tugas Negara ini
dapat diselewengkan oleh pemerintah yang sedang berkuasa demi
kepentingan kekuasaannya. Orde Lama telah gagal melaksanakan cita-cita
negara yang dimaksud. Keadaan masyarakat Orde Lama ditandai dengan
penyelewengan terhadap dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Lalu
bagaimana dengan keadaan Ekonomi Politik masyarakat pada masa Orde
Baru? Apakah menjadi lebih baik atau sebaliknya?
1. Perkembangan Politik pada Masa Orde Baru
Melihat situasi politik yang kian memanas, DPR-GR berpendapat
perlu dilakukan penyelesaian politik secara konstitusional. Atas anjuran
berbagai pihak, presiden Soekarno memutuskan untuk menyerahkan
kekuasaan kepada Jenderal Soeharto, yang dilakukan sebagai upaya
mengakhiri konflik politik dalam negeri. Usaha yang dilakukan untuk
menata kehidupan politik antara lain:
a. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah
Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma.
Kabinet AMPERA yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan
ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan
nasional. Program Kabinet AMPERA disebut Catur Karya Kabinet
AMPERA.3

3
Chilcote, Ronald H. 1994.Theories of Comparative Politics; The Search for a Paradigm
Reconsidered.Oxford: Westview.h. 55

3
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan
Soeharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah
kabinet yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya
yang disebut dengan Pancakrida.
b. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah
partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga
dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga
pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas
persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan
sosial-politik, yaitu:
 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU,
Parmusi, PSII, dan Partai Islam seperti yang dilakukan pada
tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam)
 Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI,
Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok
partai politik yang bersifat nasionalis)
 Golongan Karya (Golkar)
c. Pemilihan Umum
Dalam rangka menciptakan kondisi politik yang stabil dan
kondusif bagi terlaksananya amanah rakyat melalui TAP MPRS
No.IX/MPRS/1966, yaitu melaksanakan pemilihan umum (pemilu),
pemerintah Orde Baru melakukan ‘pelemahan’ atau mengeliminasi
kekuatan-kekuatan yang secara historis dinilai berpotensi mengganggu
stabilitas pemerintah.4
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan
umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun

4
http://kapasmerah.wordpress.com/2008/01/27/kronologi-kelengseran-soeharto-mei-
1998/http://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru Diakses pada hari Rabu tanggal 7 April
2021 pukul 11.02 WIB

4
sekali, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Penyelenggaraan pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu
berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER (Langsung,
Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu
yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-
1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat
menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR
dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Soeharto menjadi
Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu,
setiap pertangung-jawaban, Rancangan Undang-Undang, dan usulan
lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR
tanpa catatan.
d. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan
disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
e. Kembali menjadi anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya
desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR-
GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya
disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan
badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan
nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini
dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh
Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia
secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28
Desember 1966.
f. Pendirian ASEAN (Association of South-East Asian Nations).
Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi ASEAN
pada tanggal 8 Agustus 1967. Masih di bidang politik, pemerintah Orde
Baru sangat mengontrol kebebasan berpendapat meskipun dalam UUD

5
menjamin hal ini. Mahasiswa yang sangat aktif berdemonstrasi kini tidak
bebas lagi. Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) sejak tahun 1978,
membungkam suara mahasiswa untuk menyuarakan aspirasinya.
Demikian pula dengan kebebasan pers yang merupakan salah satu faktor
penting dalam demokrasi. Pers yang terlalu memberitakan masalah
sensitif atau masalah yang dianggap membahayakan keberlangsungan
Orde Baru akan dibredel (dicabut izinnya).
g. Penerapan Dwi Fungsi ABRI
Konsep Dwifungsi ABRI sendiri dipahami sebagai “jiwa, tekad
dan semangat pengabdian ABRI, untuk bersama-sama dengan kekuatan
perjuangan lainnya, memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan
bangsa Indonesia, baik di bidang hankam negara maupun di bidang
kesejahteraan bangsa dalam rangka penciptaan tujuan nasional,
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.” Berangkat dari pemahaman
tersebut, ABRI memiliki keyakinan bahwa tugas mereka tidak hanya
dalam bidang hankam namun juga non-hankam. 5
Dwifungsi ABRI, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
diartikan bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagai pusat
kekuatan militer Indonesia dan juga fungsinya di bidang politik. Dalam
pelaksanaannya pada era Soeharto, fungsi utama ABRI sebagai kekuatan
militer Indonesia memang tidak dapat dikesampingkan, namun pada era
ini, peran ABRI dalam bidang politik terlihat lebih signifikan seiring
dengan diangkatnya Presiden Soeharto oleh MPRS pada tahun 1968.
Secara umum, intervensi ABRI dalam bidang poilitik pada masa Orde
Baru yang mengatasnamakan Dwifungsi ABRI ini salah satunya adalah
dengan ditempatkannya militer di DPR, MPR, maupun DPD tingkat
provinsi dan kabupaten. Perwira yang aktif, sebanyak seperlima dari
jumlahnya menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), dimana

5
Chalmers, Ian. 1996 Konglomerasi: Negara dan Modal dalam Industri
Otomotif Indonesia.Jakarta: Gramedia..h. 35-40

6
mereka bertanggung jawab kepada komandan setempat, sedangkan yang di
MPR dan DPR tingkat nasional bertanggung jawab langsung kepada
panglima ABRI. Selain itu, para ABRI juga menempati posisi formal dan
informal dalam pengendalian Golkar serta mengawasi penduduk melalui
gerakan teritorial di seluruh daerah dari mulai Jakarta sampai ke dareah-
daerah terpencil, salah satunya dengan gerakan AMD (ABRI Masuk
Desa). Keikutsertaan militer dalam bidang politik secara umum bersifat
antipartai. Militer percaya bahwa mereka merupakan pihak yang setia
kepada modernisasi dan pembangunan. Sedangkan partai politik
dipandang memiliki kepentingan-kepentingan golongan tersendiri.
Keterlibatan ABRI di sektor eksekutif sangat nyata terutama melalui
Golkar.
Hubungan ABRI dan Golkar disebut sebagai hubungan yang
bersifat simbiosis mutualisme. Contohnya pada Munas I Golkar di
Surabaya (4-9 September 1973), ABRI mampu menempatkan perwira
aktif ke dalam Dewan Pengurus Pusat. Selain itu, hampir di seluruh daerah
tingkat I dan daerah tingkat II jabatan ketua Golkar dipegang oleh ABRI
aktif. Selain itu, terpilihnya Sudharmono sebagai wakil militer pada pucuk
pemimpin Golkar (pada Munas III) juga menandakan bahwa Golkar masih
di bawah kendali militer.Selain dalam sektor eksekutif, ABRI dalam
bidang politik juga terlibat dalam sektor legislatif. Meskipun militer bukan
kekuatan politik yang ikut serta dalam pemilihan umum, mereka tetap
memiliki wakil dalam jumlah besar (dalam DPR dan MPR) melalui Fraksi
Karya ABRI. Namun keberadaan ABRI dalam DPR dipandang efektif
oleh beberapa pihak dalam rangka mengamankan kebijaksanaan eksekutif
dan meminimalisasi kekuatan kontrol DPR terhadap eksekutif. Efektivitas
ini diperoleh dari adanya sinergi antara Fraksi ABRI dan Fraksi Karya
Pembangunan dalam proses kerja DPR; serta adanya perangkat aturan
kerja DPR yang dalam batas tertentu membatasi peran satu fraksi secara

7
otonom. Dalam MPR sendiri, ABRI (wakil militer) mengamankan nilai
dan kepentingan pemerintah dalam formulasi kebijakan oleh MPR. 6
Pada masa Orde Baru, pelaksanaan negara banyak didominasi oleh
ABRI. Dominasi yang terjadi pada masa itu dapat dilihat dari, Banyaknya
jabatan pemerintahan mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur, Pejabat
Eselon, Menteri, bahkan Duta Besar diisi oleh anggota ABRI yang
“dikaryakan” dan dijadikan sebagai salah satu tulang punggung yang
menyangga keberadaan Golkar sebagai “partai politik” yang berkuasa
pada waktu itu.
2. Perkembangan ekonomi pada masa orde baru
Untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang kacau sebagai
peninggalan masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah menempuh cara:
a. Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
b. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program
pembangunan. Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA
mengacu pada TapMPRS tersebut adalah sebagai berikut:
 Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan.
 Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
 Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk melaksanakan
langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
1. Mengadakan operasi pajak
2. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan
kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak
orang.

6
http://kapasmerah.wordpress.com/2008/01/27/kronologi-kelengseran-soeharto-mei-
1998/http://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru Diakses pada hari Rabu tanggal 7 April
2021 pukul 11.02 WIB

8
3. Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan
rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
4. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor. Seluruh
perencanaan dan pembangunan ekonomi dilaksanakan sepenuhnya
oleh pemerintah. Masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam
perencanaan pembangunan. Rakyat hanya menjadi objek atau
sasaran pembangunan. Untuk memajukan perekonomian nasional,
pemerintah terus memajukan pembangunan di berbagai sektor,
termasuk sektor pertanian.
c. Pada 19 Januari 1967, pemerintah membentuk Badan Pertimbangan
Penanaman Modal (BPPM). Berdasarkan Keppres no.286/1968
badan itu berubah menjadi Team Teknis Penanaman Modal (TTPM).
Pada Tahun 1973, TTPM digantikan oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) hingga saat ini.

B. Perkembangan Pendidikan Pada Masa Orde Baru


Pelaksanaan pendidikan pada masa Orde Baru ternyata banyak
menemukan kendala, karena pendidikan Orde Baru mengusung ideologi
“keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang
pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman
intelektualitas peserta didik. Pada pendidikan Orde Baru kesetaraan dalam
pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif
masih sangat kental dalam pola pendidikan Orde Baru. Pada masa ini,
peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat
tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-
faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan.7

7
http://www.crayonpedia.org/mw/
BSE:Berakhirnya_Masa_Orde_Baru_dan_Lahirnya_Reformasi_9.2_%28BAB_13%29
Diakses pada hari Rabu tanggal 7 April 2021 pukul 10.02 WIB.

9
Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini di antaranya,
yang pertama, Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi
pekerja, Sehingga berimplikasi pada hilangnya eksistensi manusia yang
hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan manusia). Yang
kedua, lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan
banyaknya anak muda yang berpikiran positivistik. Yang ketiga, hilangnya
kebebasan berpendapat.
Pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto
mengedepankan motto “membangun manusia Indonesia seutuhnya dan
Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh bentuk pendidikan
ditujukan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan
nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia
“pekerja” yang  kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam
menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk
mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi
intelektualitas mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Yang lebih menyedihkan dari kebijakan pemerintahan Orde Baru
terhadap pendidikan adalah sistem doktrinisasi. Yaitu sebuah sistem yang
memaksakan paham-paham pemerintahan Orde Baru agar mengakar pada
benak anak-anak. Bahkan dari sejak sekolah dasar sampai pada tingkat
perguruan tinggi, diwajibkan untuk mengikuti penetaran P4 yang berisi
tentang hapalan butir-butir Pancasila. Proses indoktrinisasi ini tidak hanya
menanamkan paham-paham Orde Baru, tetapi juga sistem pendidikan
masa Orde Baru yang menolak segala bentuk budaya asing, baik itu yang
mempunyai nilai baik ataupun mempunyai nilai buruk. Paham Orde Baru
yang membuat kita takut untuk melangkah lebih maju.
Dengan demikian, pendidikan pada masa Orde Baru bukan untuk
meningkatkan taraf kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber
daya manusia Indonesia, tetapi malah mengutamakan orientasi politik agar
semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan pemerintah. Bahwa
putusan pemerintah adalah putusan yang adiluhung yang tidak boleh

10
dilanggar. Itulah doktrin Orde Baru pada sistem pendidikan kita.
Indoktrinisasi pada masa kekuasaan Soeharto ditanamkan dari jenjang
sekolah dasar sampai pada tingkat pendidikan tinggi, pendidikan yang
seharusnya mempunyai kebebasan dalam pemikiran. Pada masa itu,
pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang militan sesuai
dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin .Semua serba kaku dan
berjalan dalam sistem yang otoriter.8
Akhirnya, kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru mengarah
pada penyeragaman. Baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran.
Hal ini menyebabkan generasi bangsa kita adalah generasi yang mandul.
Maksudnya, miskin ide dan takut terkena sanksi dari pemerintah karena
semua tindakan bisa-bisa dianggap subversif. Tindakan dan kebijakan
pemerintah Orde Baru lah yang paling benar.
Semua wadah-wadah organisasi baik yang tunggal maupun yang
majemuk, dibentuk pada budaya homogen. Bahkan partai politik pun
dibatasi. Hanya tiga partai yang berhak mengikuti Pemilu. Bukankah
kebijakan ini sudah melanggar undang-undang dasar 45 yang menjadi
dasar dari berdirinya negara ini? Namun pada waktu itu tak ada yang
berani bicara. Pada masa itu tidak ada lagi perbedaan pendapat sehingga
melahirkan disiplin ilmu yang semu dan melahirkan generasi yang latah
dan penakut. Pada masa pemerintahan Orde Baru pertumbuhan ekonomi
tidak berakar pada ekonomi rakyat dan sumber daya domestik, melainkan
bergantung pada utang luar negeri sehingga menghasilkan sistem
pendidikan yang tidak peka terhadap daya saing dan tidak produktif.
Pendidikan tidak mempunyai akuntabilitas sosial karena masyarakat tidak
diikutsertakan dalam merancang sistem pendidikan karena semua serba
terpusat. Dengan demikian, pendidikan pada masa itu mengingkari
pluralisme masyarakat sehingga sikap toleransi semakin berkurang, yang
ada adalah sikap egoisme. Sebagai akibat dari kebijakan pemerintah

8
Murkhan, Munawar dkk. 2007. SEJARAH 3,Jakarta: PT.Galaxy Puspa Mega, h. 3 – 10.

11
tersebut, pendidikan yang maju hanya di pulau Jawa sementara di daerah
lain sistem pendidikannya kurang maju karena kurangnya keberterimaan
masyarakat terhadap sistem pendidikan. Akhirnya, penerapan pendidikan
tidak diarahkan pada kualitas melainkan pada kuantitas. Hal ini
menimbulkan peningkatan pengangguran dari berbagai jenjang. Banyak
lulusan, tetapi tidak punya pekerjaan. Pada masa itu akuntabilitas
pendidikan masih sangat rendah.

Kurikulum-kurikulum yang digunakan pada masa Orde Baru.


Kurikulum 1968, Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi
materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan
dengan permasalahan faktual di lapangan. Pada masa ini siswa hanya berperan
sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal teori-teori yang ada, tanpa
ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan psikomotorik tidak
ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan
pembentukan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
Kurikulum 1975, Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar
pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar MBO (management by objective).
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi :
tujuan instruksional  umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi
pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada kurikulum
ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk membuat
rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar berlangsung.
Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar mengajar.
Setiap tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum
ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.

12
Kurikulum 1984, Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”.
Proses menjadi lebih penting dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam
kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator,
sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini.
Pada kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar
mengajar. Siswa juga diperankan dalam pembentukan suatu pengetahuan dengan
diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan
sesuatu.
Kurikulum 1994, Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk
memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan
1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa mulai terjadi dengan
beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya
bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk
dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super
padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka
tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap
banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.9
C. Revolusi Hijau
Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam daricara
tradisional ke cara modern. Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan
suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan ilmiah
berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung
yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakkan
revolusi hijau ditempuh dengan cara: Ekstensifikasi pertanian, yaitu

9 9
. https://attoriolong.com/2019/03/pendidikan-di-indonesia-pada-masa-orde-baru/.
Diakses pada sabtu, 3 april 2021

13
Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan lahan-
lahan baru. Diversifikasi Pertanian yaitu, Usaha penganeka-ragaman jenis
tanaman pada suatu lahan. Rehabilitasi Pertanian Merupakan usaha
pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang
membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut pertanian
melalui sistem tumpang sari
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca
Usaha Tani yang meliputi, Pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah yang
baik, pemupukan, irigasi, pemberantasan hama.

a. Bimas
Ide modernisasi pertanian pertama kali digemakan pada tahun 1960 oleh
mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, dalam sebuah kegiatan yang
dinamakan Demonstrasi Massal atau yang disingkat Demas. Demas merupakan
usaha untuk memaksimalkan hasil pertanian, agar bisa mendapatkan keuntungan
yang tinggi dengan cara menerapkan prinsip-prinsip bertani yang modern di
sekelompok petani tradisional. Demas pada saat itu menerapkan penggunaan
varietas bibit unggul, pupuk kimia, pestisida, perbaikan tata cara bertanam, dan
penyediaan sarana irigasi yang baik. Kegiatan ini kemudian berkembang dan
dikenal dengan nama Panca Usaha Tani. Pemerintah Orde Baru kemudian pada
tahun 1964 memformulasikan program tersebut menjadi program pembangunan
pertanian, dengan nama Bimbingan Massal atau Bimas.
Lalu apa saja aktivitas yang dilakukan pemerintah dalam program Bimas?
Melalui program Bimas, pemerintah melakukan penyuluhan pertanian dan
pemberian kredit modal kepada para petani. Program Bimas ini tidak menyasar
petani sebagai individu, tapi lebih ditujukan ke kelompok petani. Kelompok
petani ini menjadi objek penyuluhan pertanian mengenai bagaimana cara bertani
yang modern dan pemberian subsidi. Jadi, selain kelompok petani tersebut dilatih
untuk bertani secara lebih modern, mereka juga diberi modal dan subsidi untuk
melakukan kegiatan bertani mereka. 

14
b. Program Inmas

Pemerintah Orde Baru kemudian mengembangkan program Bimas


menjadi Inmas atau Intensifikasi Massal. Program ini dilaksanakan pada tahun
1969. Format program ini sebenarnya hampir sama dengan Bimas, yang berbeda
adalah Inmas memiliki target pengoptimalan produktivitas lahan dan kualitas hasil
pertanian, terutama padi. Pemerintah pada saat itu juga memberikan subsidi
varietas bibit unggul, pupuk, pestisida, dan teknologi pertanian lainnya.

Program Inmas menerapkan sistem intensifikasi pertanian, yaitu


pengelolaan lahan pertanian dengan sebaik-baiknya, terutama di lahan pertanian
yang sempit. Program ini dilakukan melalui Panca Usaha Tani dan dilanjutkan
dengan program Sapta Usaha Tani, yaitu dengan melakukan pengolahan tanah
yang baik, pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit tanaman serta pengolahan pascapanen.

c. Dampak Revolusi Hijau

Program pengembangan pertanian melalui Revolusi Hijau berdampak


pada peningkatan hasil pertanian, khususnya padi. Hal inilah yang membuat
Indonesia mampu melakukan swasembada beras pada tahun 1979 dan 1985. Pada
dua tahun tersebut Indonesia berhasil meningkatkan produksi pangan sampai
49%. Sekalipun pada tahun-tahun setelahnya keberhasilan swasembada beras ini
tidak terulang lagi, tapi ini termasuk dampak positif dari proses modernisasi
pertanian dan menjadi salah satu prestasi penting yang dicapai Indonesia pada
Zaman Orde Baru.10

Revolusi Hijau juga berpengaruh pada sistem perekonomian. Hasil


pertanian sebagian diperjual-belikan untuk mendapatkan uang. Uang yang
mengalir ke pedesaan kemudian menghidupkan ekonomi di tingkat lokal,
10
https://pahamify.com/blog/sejarah-revolusi-hijau/ Diakses pada hari Selasa tanggal
Rabu tanggal 7 April 2021 pukul 10.45 WIB

15
terutama di beberapa desa yang pada saat itu masih belum mengenal sistem uang.
Melalui gerakan Revolusi Hijau, beberapa desa tersebut akhirnya mengenal sistem
uang.

Sekalipun Revolusi Hijau memiliki dampak positif, Revolusi Hijau ini


juga memiliki beberapa dampak negatif. Dampak negatif Revolusi Hijau ini
paling dirasakan para petani di tingkat lokal. Saat teknologi modern masuk,
seperti penggunaan traktor untuk mengolah lahan dan masuknya mesin pengolah
padi, para petani lokal yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan semua
perkembangan teknologi tersebut jadi kehilangan pendapatan sebagai buruh tani.
Hal ini terjadi karena pekerjaan mereka mulai tergantikan oleh mesin-mesin
tersebut. Selain itu, karena ketergantungan pada pupuk kimia dan zat kimia
pembasmi hama, biaya produksi menjadi tinggi dan harus ditanggung para petani.

16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Lahirnya era Orde Baru dilatar belakangi oleh runtuhnya Orde Lama.
Tepatnya pada saat runtuhnya kekuasaan Soekarno yang lalu digantikan oleh
Soeharto. Orde Baru lahir sebagai rezim yang ingin mengoreksi penyelewengan
tehadap Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 selama masa Orde Lama.
Koreksi ini penting, karena segala bentuk penyelewengan tersebut telah
menyebabkan kemunduran di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat.
Seperti yang telah kita ketahui, tujuan terbentuknya Negara Indonesia
adalah “Memajukan kesejahteraan umum, melindungi segenap masyarakat
Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut memelihara perdamaian
dunia”. Dalam pelaksanaannya, tugas Negara ini dapat diselewengkan oleh
pemerintah yang sedang berkuasa demi kepentingan kekuasaannya. Orde Lama
telah gagal melaksanakan cita-cita negara yang dimaksud. Keadaan masyarakat
Orde Lama ditandai dengan penyelewengan terhadap dasar negara Pancasila dan
UUD 1945.
Melihat situasi politik yang kian memanas, DPR-GR berpendapat perlu
dilakukan penyelesaian politik secara konstitusional. Atas anjuran berbagai pihak,
presiden Soekarno memutuskan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal
Soeharto, yang dilakukan sebagai upaya mengakhiri konflik politik dalam negeri.
adapun upaya yang dilakukan diantaranya, pembentukan Kabinet AMPERA,
diadakannya Pemilu, penyerdehanaan Partai Politik dan Dwi Fungsi ABRI.
Pelaksanaan pendidikan pada masa Orde Baru ternyata banyak
menemukan kendala, karena pendidikan Orde Baru mengusung ideologi
“keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan.
EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik.
Pada pendidikan Orde Baru kesetaraan dalam pendidikan tidak dapat
diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola
pendidikan Orde Baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi

17
pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi
kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka
terhadap lingkungan.
Dari keadaan yang begitu buruk pada masa rezim Orde Lama, rezim Orde
Baru mulai akhir dekade 1960-an mampu melakukan pemulihan (recovery)
ekonomi secara luar biasa cepatnya, dan yang pertama-tama terwujud adalah
tajamnya penurunan inflasi dan mulai meningkatnya pertumbuhan.

B. SARAN
Dengan membaca makalah ini kami pemakalah berharap semoga pembaca
dapat berpikir tepat dan benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan
kabur.Tentu saja dalam makalah ini ada banyak kekurangan sehingga atau bahkan
kekeliruan. Maka dari itu, kami pemakalah sangat berharap adanya masukan dari
pembaca dan kritik sebagai acuan memperbaiki baik untuk saat ini dan kelak di
masa mendatang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mohamed & Hal, Hill. Industrialisasi di ASEAN (Jakarta: LP3ES, 1988).
Budiman, Arief. “Perubahan dan Kontinuitas di Indonesia”, dalam Arief
Budiman, dkk. (ed.), Harapan dan Kecemasan; Menatap Arah Reformasi
Indonesia(Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000).
Chalmers, Ian. Konglomerasi: Negara dan Modal dalam Industri Otomotif
Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996).
Chilcote, Ronald H. Theories of Comparative Politics; The Search for a Paradigm
Reconsidered (Oxford: Westview, 1994).
Crouch, Harold. Militer dan Politik di Indonesia (Jakarta: SH, 1986).
Feith, Herbeth. “Rezim-rezim Developmentalis di Asia; Kekuatan Lama,
Kerawanan Baru”. Prisma, 11, XI (November, 1980).
https://pahamify.com/blog/sejarah-revolusi-hijau/ Diakses pada hari Selasa
tanggal Rabu tanggal 7 April 2021 pukul 10.45 WIB
http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesia-masa-orde-baru/ Diakses
pada hari Selasa tanggal Rabu tanggal 7 April 2021 pukul 10.30 WIB
http://www.crayonpedia.org/mw/
BSE:Berakhirnya_Masa_Orde_Baru_dan_Lahirnya_Reformasi_9.2_
%28BAB_13%29 Diakses pada hari Rabu tanggal 7 April 2021 pukul
10.02 WIB
http://kapasmerah.wordpress.com/2008/01/27/kronologi-kelengseran-soeharto-
mei-1998/http://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru Diakses pada hari Rabu
tanggal 7 April 2021 pukul 11.02 WIB
Murkhan, Munawar dkk. 2007. SEJARAH 3: untuk SMA/MA Kelas XII IPA.
Jakarta: PT.Galaxy Puspa Mega.
Wismuliani, Endar dkk. 2009. IPS: Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.

19

Anda mungkin juga menyukai