Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Kehidupan Politik dan
Ekonomi pada Masa Orde Baru” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata pelajaran
Sejarah Indonesia. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya
akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
A. Latar Belakang
Orde Baru adalah suatu sistem pemerintahan yang hendak menerapkan
tatanan kehidupan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Orde ini
lahir setelah terjadinya tragedi nasional pada tahun 1965. Orde Baru mampu
menciptakan dan memelihara stabilitas sosial politik dengan mewujudkan
pembangunan nasional yang dirancang secara bertahap dan berkesinambungan
dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar) pada tahun 1966, yang kemudian menjadi dasar legalitasnya.
Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada
tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, Sidang Kabinet Dwikora yang
disempurnakan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sedang berlangsung. Di
tengah-tengah acara, ajudan presiden melaporkan bahwa di sekitar istana
terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil
Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. Johannes Leimena dan berangkat menuju
Istana Bogor, didampingi oleh Waperdam I Dr Subandrio, dan Waperdam III
Chaerul Saleh. Leimena sendiri menyusul presiden segera setelah sidang
berakhir.
Di tempat lain, tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki
Rachmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud
bertemu dengan Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan
Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Pangkopkamtib) untuk meminta izin menghadap presiden. Segera setelah
mendapat izin, pada hari yang sama tiga perwira tinggi ini datang ke Istana
Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di ibu kota Jakarta meyakinkan
Presiden Soekarno bahwa ABRI, khususnya AD, dalam kondisi siap siaga.
Namun, mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan
untuk mengatasi keadaan ini.
Menanggapi permohonan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan surat
perintah yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri
Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin
keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan
negara Republik Indonesia. Perumusan surat perintah ini sendiri dibantu oleh
tiga perwira tinggi ABRI, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir
Jenderal M. Yusuf, Brigadir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal
Sabur, Komandan Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa. Surat perintah
inilah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau
Supersemar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah lahirnya Orde baru?
2. Bagaimana kehidupanpolitik pada masa Orde Baru?
3. Bagaimana kehidupan ekonomi pada masa Orde Baru?
C. Tujuan penulisan
1. Menjelaskan sejarah lahirnya Orde baru.
2. Menjelaskan kehidupan politik pada masa Orde baru.
3. Menjelaskan kehidupan ekonomi pada masa Orde baru.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Orde Baru
1. Masa Transisi 1966-1967
Lahirnya pemerintahan Orde Baru tidak bisa dilepaskan dari
kondisi sosial politik di masa itu. Pasca penumpasan G 30 S PKI,
pemerintah ternyata belum sepenuhnya berhasil melakukan penyelesaian
politik terhadap peristiwa tersebut. Kondisi ini membuat situasi politik
tidak stabil. Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Soekarno semakin
menurun. Tanggal 25 Oktober 1965 para mahasiswa di Jakarta membentuk
organisasi federasi yang dinamakan KAMI dengan anggota antara lain
terdiri dari HMI, PMKRI, PMII, dan GMNI. Pimpinan KAMI berbentuk
Presidium dengan ketua umum Zamroni (PMII).
Pemuda dan mahasiswa memiliki peran penting dalam transisi
pemerintahan yang terjadi pada masa ini. Tokoh-tokoh seperti Abdul
Ghafur, Cosmas Batubara, Subhan ZE, Hari Tjan Silalahi dan Sulastomo
menjadi penggerak aksi-aksi yang menuntut Soekarno agar segera
menyelesaikan kemelut politik yang terjadi.
2. Aksi-Aksi Tritura
Naiknya Letnan Jenderal Soeharto ke kursi kepresidenan tidak
dapat dilepaskan dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G 30 S
PKI. Ini merupakan peristiwa yang menjadi titik awal berakhirnya
kekuasaan Presiden Soekarno dan hilangnya kekuatan politik PKI dari
percaturan politik Indonesia. Peristiwa tersebut telah menimbulkan
kemarahan rakyat. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau,
keadaan perekonomian makin memburuk di mana inflasi mencapai 600%
sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan
menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
Aksi-aksi tuntutan penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap
pelaku G30 S PKI semakin meningkat. Gerakan tersebut dipelopori oleh
kesatuan aksi pemuda-pemuda, mahasiswa dan pelajar (KAPPI, KAMI,
KAPI), kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI (sarjana), KAWI
(wanita), KAGI (guru) dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi tersebut
dengan gigih menuntut penyelesaian politis yang terlibat G-30S/PKI, dan
kemudian pada tanggal 26 Oktober 1965 membulatkan barisan mereka
dalam satu front, yaitu Front Pancasila.
Tuntutan rakyat banyak agar Presiden Soekarno membubarkan PKI
ternyata tidak dipenuhi Presiden. Untuk menenangkan rakyat Presiden
Soekarno mengadakan perubahan Kabinet Dwikora menjadi Kabinet 100
Menteri, yang ternyata belum juga memuaskan hati rakyat karena di
dalamnya masih bercokol tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa G30S
PKI. Pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri pada tanggal 24 Februari
1966, para mahasiswa, pelajar dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju
Istana Merdeka.
Aksi itu dihadang oleh pasukan Cakrabirawa sehingga
menyebabkan bentrok antara pasukan Cakrabirawa dengan para
demonstran yang menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas
Indonesia bernama Arief Rachman Hakim. Sebagai akibat dari aksi itu
keesokan harinya yaitu pada tanggal 25 Februari 1966 berdasarkan
keputusan Panglima Komando Ganyang Malaysia (Kogam) yaitu Presiden
Soekarno sendiri, KAMI dibubarkan.
Protes terhadap pembubaran KAMI juga dilakukan oleh Front
Pancasila, dan meminta kepada pemerintah agar meninjau kembali
pembubaran KAMI. Dalam suasana yang demikian, pada 8 Maret 1966
para pelajar dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi menyerbu dan
mengobrak-abrik gedung Departemen Luar Negeri, selain itu mereka juga
membakar kantor berita Republik Rakyat Cina (RRC), Hsin Hua. Aksi
para demonstran tersebut menimbulkan kemarahan Presiden Soekarno.
BuPada hari itu juga Presiden mengeluarkan perintah harian
supaya agar seluruh komponen bangsa waspada terhadap usaha-usaha
“membelokkan jalannya revolusi kita ke kanan”, dan supaya siap sedia
untuk menghancurkan setiap usaha yang langsung maupun tidak langsung
bertujuan merongrong kepemimpinan, kewibawaan, atau kebijakan
Presiden, serta memperhebat “pengganyangan terhadap Nekolim serta
proyek “British Malaysia”.
3. Surat Perintah Sebelas Maret
Supersemar berisi pemberian mandat kepada Letjen Soeharto
selaku Panglima Angkatan Darat dan Pangkopkamtib untuk memulihkan
keadaan dan kewibawaan pemerintah. Dalam menjalankan tugas, penerima
mandat diharuskan melaporkan segala sesuatu kepada presiden. Mandat
itu kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret (Supersemar).
Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.
Tindakan pertama yang dilakukan oleh Soeharto keesokan harinya
setelah menerima Surat Perintah tersebut adalah membubarkan dan
melarang PKI beserta organisasi massanya yang bernaung dan berlindung
ataupun seasas dengannya di seluruh Indonesia, terhitung sejak tanggal 12
Maret 1966. Pembubaran itu mendapat dukungan dari rakyat, karena
dengan demikian salah satu di antara Tritura telah dilaksanakan.
Selain itu Letjen Soeharto juga menyerukan kepada pelajar dan
mahasiswa untuk kembali ke sekolah. Tindakan berikutnya berdasarkan
Supersemar adalah dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 5 tanggal 18
Maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang diduga terkait
dengan pemberontakan G-30-S PKI ataupun dianggap memperlihatkan
iktikad tidak baik dalam penyelesaian masalah itu.
Demi lancarnya tugas pemerintah, Letjen Soeharto mengangkat
lima orang menteri koordinator ad interim yang menjadi Presidium
Kabinet. Kelima orang tersebut ialah Sultan Hamengkubuwono IX, Adam
Malik. Dr Roeslan Abdulgani, Dr. K.H. Idham Chalid dan Dr. J. Leimena.
4. Dualisme Kepemimpinan Nasional
Meskipun Soekarno masih memimpin sebagai pemimpin kabinet,
tetapi pelaksanaan pimpinan dan tugas harian dipegang oleh Soeharto.
Kondisi seperti ini berakibat pada munculnya “dualisme kepemimpinan
nasional”, yaitu Soekarno sebagai pimpinan pemerintahan sedangkan
Soeharto sebagai pelaksana pemerintahan. Presiden Soekarno sudah tidak
banyak melakukan tindakan-tindakan pemerintahan, sedangkan sebaliknya
Letjen. Soeharto banyak menjalankan tugas-tugas harian pemerintahan.
Adanya “Dualisme kepemimpinan nasional” ini akhirnya menimbulkan
pertentangan politik dalam masyarakat, yaitu mengarah pada munculnya
pendukung Soekarno dan pendukung Soeharto. Hal ini jelas
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam Sidang MPRS yang digelar sejak akhir bulan Juni sampai
awal Juli 1966 memutuskan menjadikan Supersemar sebagai Ketetapan
(Tap) MPRS. Dengan dijadikannya Supersemar sebagai Tap MPRS secara
hukum Supersemar tidak lagi bisa dicabut sewaktu-waktu oleh Presiden
Soekarno. Bahkan sebaliknya secara hukum Soeharto mempunyai
kedudukan yang sama dengan Soekarno, yaitu Mandataris MPRS.
Dalam Sidang MPRS itu juga, majelis mulai membatasi hak
prerogatif Soekarno selaku Presiden. Secara eksplisit dinyatakan bahwa
gelar “Pemimpin Besar Revolusi” tidak lagi mengandung kekuatan
hukum. Presiden sendiri masih diizinkan untuk membacakan pidato
pertanggungjawabannya yang diberi judul “Nawaksara”.
Pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik menjadi
pejabat Presiden Republik Indonesia oleh Ketua MPRS Jenderal Abdul
Haris Nasution. Setelah setahun menjadi pejabat presiden, Soeharto
dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968
dalam Sidang Umum V MPRS. Melalui Tap No. XLIV/MPRS/1968,
Jenderal Soeharto dikukuhkan sebagai Presiden Republik Indonesia
hingga terpilih presiden oleh MPR hasil pemilu. Pengukuhan tersebut
menandai berakhirnya dualisme kepemimpinan nasional dan dimulainya
pemerintahan Orde Baru.
3. Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI merupakan peran ganda ABRI sebagai kekuatan
pertahanan keamanan dan kekuatan sosial politik. Peran sebagai kekuatan
sosial politik ABRI ditugaskan untuk mampu berperan aktif dalam
pembangunan nasional. ABRI juga mempunyai wakil dalam MPR yang
diketahui sebagai Fraksi ABRI, sehingga posisinya pada masa Orde Baru
sangat dominan.
A. Kesimpulan
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto
di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya
Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga
1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat
meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela.
B. Saran
Mempelajari sejarah masa Orde Baru, kita akan dapat memahami
betapa dalam upaya untuk mengubah situasi negara yang kacau diperlukan
lebih dahulu stabilisasi di berbagai bidang. Hanya saja kran demokrasi,
sesungguhnya juga harus dijaga. Dalam hal pembangunan, kita juga harus
mengakui ada banyak keberhasilan di bidang ini, yang dilakukan oleh
pemerintahan Orde Baru. Meniadakan begitu saja keberhasilan tersebut sama
saja kita tak mengakui pencapaian positif yang telah diraih Indonesia hingga
saat ini. Bagaimanapun sejarah merupakan perjalanan yang terus berlanjut dan
berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
https://greatedu.co.id/greatpedia/perkembangan-kehidupan-politik-dan-ekonomi-
pada-masa-orde-baru
https://doc.lalacomputer.com/makalah-sistem-dan-struktur-politik-dan-ekonomi-
pada-masa-demokrasi-orde-baru/
https://sahabatnesia.com/contoh-kata-pengantar/
http://sejarahpop.blogspot.com/2015/12/sejarah-lahirnya-orde-baru-di-
indonesia.html?m=1