Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

ORDE BARU

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
1. AYU DINIA PUTRI
2. NUR FADILA
3. TIARA ATRIANI SYAM
4. HERNI RAHMAYANI

KELAS : XII IPS3

GURU PEMBIMBING :
ELANOVITA SARI, S.Pd

SMA NEGERI 1 XIII KOTO KAMPAR


BATU BERSURAT KECAMATAN XIII KOTO KAMPAR
KABUPATEN KAMPAR
RIAU
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini berjudul
“ORDE BARU”. Makalah ini disusun agar dapat bermanfaat sebagai media sumber informasi
dan pengetahuan. Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat dibutuhkan.Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna serta bisa digunakan sebagaimana mestinya.

Batu Bersurat, Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1  Latar belakang................................................................................................1
1.2   Rumusan masalah .........................................................................................1
1.3  Tujuan.............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2

2.1    Masa Transisi Menuju Orde Baru Sukarno Ke Suharto...............................2


2.2     Kebijakan Kebijakan Politik Dan Ekonomi Masa Orde Baru.....................2
2.3    Integrasi Timor Timor..................................................................................3
2.4    Akhir Masa Orde Baru.................................................................................6

BAB III PENUTUP..................................................................................................

A.  Kesimpulan......................................................................................................11
B.  Saran................................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah suatu negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan
sebagai dasar negara Pancasila yang berlambangkan Burung Garuda, merupakan negara
kepulauan memakai istilah demokrasi dalam pemerintahannya.
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara
kekuasaanmasa Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang menandai
sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru lahir
sebagai upayauntuk: mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama,
penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia,melaksanakan
Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa
untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Setelah Orde Baru memegang tampuk kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan,
muncul suatu keinginan untuk terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini
menimbulkan ekses-ekses negative, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut.
Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde
Baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu direkayasa untuk melindungi
kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu dianggap sah dan benar, walaupun
merugikan rakyat.

1.2 Rumusan Masalah


1 Bagaimana Masa Transisi Menuju Orde Baru Sukarno Ke Suharto?
2 Bagaimana Kebijakan Kebijakan Politik Dan Ekonomi Masa Orde Baru?
3 Bagaimana Integrasi Timor Timor?
4 Bagaimana Akhir Masa Orde Baru?

1.3 Tujuan
Adapun Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu, sebagai berikut:
1 Mengetahui Bagaimana Masa Transisi Menuju Orde Baru Sukarno Ke Suharto!
2 Mengetahui Bagaimana Kebijakan Kebijakan Politik Dan Ekonomi Masa Orde Baru!
3 Mengetahui Bagaimana Integrasi Timor Timor!
4 Mengetahui Bagaimana Akhir Masa Orde Baru!

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Masa Transisi Menuju Orde Baru Sukarno Ke Suharto


Selepas peristiwa G30S1965, situasi politik Indonesia kian memanas. Di bulan Januari,
terjadi dua pergolakan rakyat. Aksi pertama berlangsung pada 10 Januari 1966. Dipimpin
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), mereka menyampaikan Tiga Tuntutan Rakyat
(Tritura). Adapun poin-poin yang diminta: 1) membubarkan PKI beserta ormasnya, 2)
merombak kabinet Dwikora, dan 3) Turunkan harga (perekonomian)
Dua hari berselang, Front Pancasila mendatangi DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong, yang dibentuk Soekarno untuk menggantikan DPR hasil pemilu 1955). Aksi
lanjutan digelar. Presiden Soekarno mencoba menyetujui perubahan kabinet Dwikora. Meski
begitu, kabinet baru ini masih dianggap tidak efisien di mata rakyat.
Kekecewaan masyarakat Indonesia semakin memuncak karena dalam unjuk rasa
tersebut, ada salah seorang demonstran yang gugur tertembak. Riak-riak protes semakin
bergejolak. Soekarno dan kabinetnya mulai kalang kabut. Puncaknya pada 11 maret 1965.
Dari Misteri Supersemar (2006:17), pagi itu Soekarno berangkat ke Jakarta dari Bogor
menggunakan helikopter. Saat itu sedang ada rapat kabinet 100 menteri di Istana. Namun,
melihat suasana Jakarta yang sedang tidak kondusif, Soekarno memutuskan kembali ke Istana
Bogor. Tidak ada yang tahu persis apa yang terjadi di dalam ruangan Soekarno. Ada yang
bilang kalau ia ditodong senjata untuk memberikan surat, ada juga yang bilang kalau Soekarno
dengan sukarela ngasih surat perintah ke Letnan Jenderal, Panglima Komando Keamanan dan
Ketertiban, Panglima Angkatan Darat kita tercinta, Soeharto.
Ketika Letnan Kolonel Ali Ebram, salah satu pasukan cakrabirawa, masuk ke ruangan
Istana Presiden, ia mendapati di dalamya ada tiga Jenderal. Mereka adalah Amir Machmud, M.
Yusuf, dan Basuki Rachmat. Ketiganya berbicara kepada Soekarno.
Dalam Ali Ebram dan Siapa Sebenarnya yang Mengetik Naskah Supersemar? yang
ditulis Petrik Matanasi di Tirto, salah satu Jenderal tersebut berkata, “Pak, berikan perintah
kepada Soeharto biar aman.” Amir Machmud ngotot. “Sudah, Bapak bikin saja.”
Di samping itu, wakil Perdana Menteri Dr. Soebandrio, melalui Kesaksianku Tentang G-
30S (2002) menulis, “Saya masuk ruang pertemuan. Bung Karno sedang membaca surat.
Lantas saya disodori surat tersebut, sementara Chaerul Saleh duduk di sebelah saya.”
Soekarno menanyakan pendapat tentang surat tersebut kepada Soebandrio, tapi ia tidak
menjawab. Amir Machmud menyela: “Bapak Presiden tanda tangan saja. Bismillah saja, Pak.”
Setelah itu, lahirlah Surat Perintah Sebelas Maret untuk diberikan kepada Soeharto. Saat itu,
tujuan Soekarno memberikan Supersemar “katanya” pengin “menjaga pertahanan dan
keamanan negara, serta menjaga kewibawaan Soekarno sebagai presiden.” aja. Namun, yang
terjadi selanjutnya justru Siasat politik sebagai pergerakan mendapatkan kursi kekuasaan.
Sehari setelah menerima Supersemar, Soeharto memanfaatkan kalimat “mengambil
tindakan yang dianggap perlu dalam pengamanan negara” dalam Supersemar untuk
membubarkan PKI dan segala ormas turunannya. Melihat tindakan yang diambil Soeharto,
Soekarno panik bukan main. Itu adalah pendukung politik terkuatnya. Lagipula, maksud dia
ngasih surat itu, kan, buat “ngejagain” gejolak demonstrasi dan perlawanan rakyat. Biar
semuanya berjalan aman dan damai dan tenteram. Pergerakan Soeharto tidak berhenti sampai
di sana. Dengan alasan yang sama, tanggal 18 Maret, dia menangkap 15 menteri yang setia
kepada Soekarno, dan pada 28 Maret, membubarkan cakrabirawa, pasukan yang selama ini
khusus mengawal presiden.
Jadi sebagai presiden, kekuatan politik Soekarno pelan-pelan dilucuti. Pada 27 Maret,
Soekarno dengan sangat terpaksa mengumumkan kabinet baru bentukan Soeharto. Kabinet
Ampera. Bulan-bulan berikutnya bisa ditebak: kedigdayaan Soekarno mengendur. Nama
“Soeharto” mencuat di kalangan MPRS (MPRS Sementara, cikal bakal MPR).

5
Sejarawan M.C Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2008: 568)
menulis, “dengan kekuasaan Supersemar yang diperolehnya, Soeharto dan para pendukungnya
kini menghancurkan sisa-sisa demokrasi terpimpin di hadapan Soekarno yang marah tapi tak
mampu berbuat apa-apa.”
Gelar “presiden seumur hidup” yang dikeluarkan MPRS pada 1963 kepada Soekarno
dicopot. Soekarno dilarang mengeluarkan keputusan presiden. Dia menolak, tapi semua mata
bisa melihat, era Soekarno sudah di pinggir tebing.
Saat itu, Indonesia kayak punya dua Presiden. Soekarno sebagai pucuk tertinggi, tetapi
nggak punya kekuatan, dan Soeharto, Pejabat Presiden, yang punya kuasa dan bisa ngelakuin
apa aja. Soeharto menjalankan kebijakan-kebijakan, sementara Soekarno “disetir” sebagai
tukang tandatangan dokumen. Selanjutnya, Soeharto ditunjuk sebagai ketua presidium kabinet.
Setahun setelah perintah pertama Soeharto membubarkan PKI, pada 12 Maret 1967, MPRS
mengangkat Soeharto menjadi Presiden. Dan lahirlah era orde baru.
Masih banyak desas-desus yang menjadi misteri soal Supersemar. Pertama, soal
keterlibatan CIA. Ada kabar yang mengatakan kalau CIA telah memantau pergerakan
Soekarno dan memang “berniat” membantu menggulingkan kekuasaannya. Dalam dokumen
CIA, mereka punya banyak catatan tentang apa yang terjadi di masa itu. Dokumen itu
dilaporkan pada 12 April 1966 dan baru dipublikasikan 2016.
CIA punya informasi bahwa pada 11 maret 1966, Soekarno dan Soebandrio, di tengah
pertemuannya dengan kabinet baru, keluar dari Istana Bogor. Selain itu, pada 12 maret 1966,
CIA mengetahui bahwa masyarakat dan TNI AD saat itu berpihak ke Soeharto. Soekarno pun
secara de facto menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada Jenderal Soeharto. Pada 14 Maret
1966, CIA juga mengetahui kalau Soekarno kalang kabut dan “berusaha menjaga
kekuasaannya.” 16 Maret, Soekarno berusaha mengambil kembali kekuasaannya dari Soeharto,
atas kesalahpahaman yang terjadi. Selain keterlibatan CIA, misteri paling besar ada di sumber
tergulingnya kekuasaan Soekarno: surat sakti Supersemar. Sampai saat ini, ada 4 versi
supersemar yang disimpan oleh ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia). 1 dari pusat
penerangan TNI AD, 1 dari Akademi Kebangsaan, dan 2 dari Sekretariat Negara (ada yang
versi 1 lembar dan 2 lembar). Meski begitu, kata M. Asichin, mantan kepala ANRI, dari
semuanya, tidak ada satu pun yang merupakan naskah Supersemar yang asli. Saat ini, semua
orang yang berperan langsung, mulai dari Soeharto, Soekarno, dan tiga orang yang mengantar
Soeharto (Amir Machmud, M. Yusuf, Basuki Rachmat) menerima supersemar sudah tiada.
Selama hidupnya, tidak ada satupun di antara mereka yang mau buka suara. Ini membuat
sejarah peristiwa ini seperti dipaksakubur pelan-pelan. Membuatnya buram, dan kita, hanya
bisa mengenangnya, dengan penuh tanda tanya.

2.2 Kebijakan-Kebijakan Politik Dan Ekonomi Masa Orde Baru


Kebijakan Politik Dalam Negeri
1) Pelaksanaan pemilu 1971
Pemilu yang sudah diatur melalui SI MPR 1967 yang menetapkan pemilu akan
dilaksanakan pada tahun 1971 ini, berbeda dengan pemilu pada tahun 1955 (orde revolusi atau
orde lama). Pada pemilu ini para pejabat pemerintah hanya berpihak kepada salah satu peserta
Pemilu yaitu Golkar. Dan kamu tahu? Golkar lah yang selalu memenangkan pemilu di tahun
selanjutnya yaitu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, hingga 1997.
2) Penyederhanaan partai politik
Penyederhanaan partai politik menjadi dua partai dan satu golongan karya yaitu:

6
3) Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI adalah peran ganda ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan
sebagai kekuatan sosial politik. Sebagai kekuatan sosial politik ABRI diarahkan untuk mampu
berperan secara aktif dalam pembangunan nasional. ABRI juga memiliki wakil dalam MPR
yang dikenal sebagai Fraksi ABRI, sehingga kedudukannya pada masa Orde Baru sangat
dominan.
4) Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P-4 atau Ekaprasetya
Pancakarsa, bertujuan untuk memberi pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat
mengenai Pancasila. Semua organisasi tidak boleh menggunakan ideologi selain Pancasila,
bahkan dilakukan penataran P4 untuk para pegawai negeri sipil.

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia antara lain


1) Indonesia kembali menjadi anggota PBB
Pada saat Indonesia keluar dari PBB tanggal 7 Agustus 1965, Indonesia terkucil dari pergaulan
internasional dan menyulitkan Indonesia secara ekonomi maupun politik dunia. Keadaan ini
kemudian mendorong Indonesia untuk kembali menjadi anggota PBB berdasarkan hasil sidang
DPRGR. Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia resmi aktif kembali menjadi anggota
PBB.
2) Pemulihan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura dan pemutusan
hubungan dengan Tiongkok
Pada tahun 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Untuk
memulihkan hubungan diplomatik, dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia
yang diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang diwakili oleh Tun Abdul Razak pada
tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Singapura
melalui pengakuan kemerdekaan Singapura pada tanggal 2 Juni 1966.
3) Memperkuat Kerja Sama Regional dan Internasional
Indonesia mulai memperkuat kerjasama baik regional dan internasional dengan melakukan
beberapa upaya, yaitu:

KEHIDUPAN EKONOMI
Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka dalam
memberlakukan kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan.

Bukan tanpa dasar, Trilogi Pembangunan dibuat karena Indonesia mengalami inflasi yang
sangat tinggi pada awal tahun 1966, kurang lebih sebesar 650% setahun. Nah, beberapa
kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada masa orde baru adalah:
7
1. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
Pada April 1969, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
yang bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan
sandang dan pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama lima tahun sekali.
a. Repelita I (1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah
pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Pertumbuhan ekonomi berhasil naik 3 sampai 5,7% sedangkan tingkat inflasi menurun
menjadi 47,8%. Namun, kebijakan pada masa Repelita I dianggap menguntungkan
investor Jepang dan golongan orang-orang kaya saja. Hal ini memicu timbulnya
peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari).
b. Repelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian dan
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
c. Repelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi
Pembangunan dengan menekankan pada azas pemerataan, yaitu:

d. Repelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian


menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin sendiri.
e. Repelita V (1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk
memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga
kerja, dan mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri.
f. Repelita VI dimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor
ekonomi, industri, pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.
2. Revolusi Hijau
Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara
tradisional (peasant) ke cara modern (farmers). Untuk meningkatkan produksi pertanian
umumnya dilakukan empat usaha pokok, yang terdiri dari:
a. Intensifikasi, yaitu penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian untuk
memanfaatkan lahan yang ada guna memperoleh hasil yang optimal; Perubahan ini
dilakukan melalui program Panca Usaha Tani yang terdiri dari:

b. Ekstentifikasi, yaitu perluasan lahan pertanian untuk memperoleh hasil pertanian yang
lebih optimal;
c. Diversifikasi (keanekaragaman usaha tani);
d. Rehabilitasi (pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah
kritis).

8
2.3 Integrasi Timor Timor
Faktor Penyebab Lepasnya Indonesia dari Timor Timur
1) Tidak terpenuhinya hak-hak dasar rakyat seperti kesejahteraan, keadilan, keamanan,
pendidikan dan kesehatan. Belum lagi minimnya srana pendidikan, kesehatan maupun
transportasi disana. Perkara inilah yang membuat saudara-saudara kita di Timor Timur
tertarik dengan ide kemerdekaan.
2) Lemahnya kesadaran politik masyrakat. Ide-ide disintegarsi merupakan lat permainan
Negara-negara kapitalis penjajah. Yang diuntungkan dari disintergasi adalah Negara-
negara penjajah. Karena itu, meminta bantaun kepada Negara kapitalis penjajah
sesungguhnnya bukanlah solusi, tetapi justru akan menimbulkan penderitaan baru.

Upaya Pemerintah Indonesia dalam Mempertahankan Timor Timur


1) Otonomi luas yang dibrikan pada Timor Timur.

2) Kebebasan berupa jejak pendapat bagi masyarakat Timor Timur untuk tetap memilih
menjadi bagian Indonesia ataukah memisahkan diri dan merdeka.
3) Kebijakan B.J Habibie dengan memberiakan opsi referendum untuk mencapai solusi final
atas masalah Timor Timur.

2.4 Akhir Masa Orde Baru


Sejarah mencatat bahwa Mei 1998 menghadirkan rangkaian cerita panjang yang
mengakhiri kekuasaan Presiden Soeharto. Setelah berbagai peristiwa panjang, baik itu aksi
demonstrasi yang menuntut Soeharto mundur hingga kerusuhan disertai kekerasan yang
berbasis prasangka rasial, Soeharto pun mengakhiri masa kekuasaannya pada 21 Mei 1998.
Bapak Pembangunan Indonesia lengser keprabon. Angin politik memang tidak berhembus
sejuk ke Jalan Cendana, tempat keluarga Soeharto tinggal di Jakarta, sepanjang Mei 1998.
Padahal, gugatan terhadap kekuasaan Soeharto sebenarnya sudah terjadi sejak periode 1980-an.
Pada pemilu 1982 misalnya, gugatan terhadap hasil pemilu yang memenangkan
Golongan Karya sebagai mesin politik Soeharto mulai terdengar. Dilansir dari arsip Harian
Kompas yang terbit pada 2 Januari 1982, Presiden Soeharto bahkan sudah membantah
anggapan kecurangan pemilu, meskipun pemilu baru berlangsung pada 4 Mei 1982. Saa itu
bahkan Soeharto menjanjikan pemilu yang langsung, umum, bebas, dan rahasia. Periode 1980-
an juga diwarnai sejumlah pelanggaran hak asasi manusia, yang menjadi catatan hitam
kekuasaan Orde Baru. Pelanggaran HAM berat itu di antaranya penembakan misterius alias
petrus, Peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984, penggusuran paksa untuk waduk Kedung
Ombo, juga Peristiwa Talangsari pada 7 Februari 1989.
Tidak hanya pelanggaran HAM, kekuasaan Orde Baru juga disertai dengan catatan
pelanggaran terhadap hak demokrasi. Jurnalisme dibelenggu dengan penerbitan surat izin
usaha penerbitan pers. Kritik terhadap pemerintah, dipastikan menjadi jalan untuk dicabutnya
SIUPP, yang berarti perusahaan pers dipaksa berhenti beroperasi. Belenggu yang dihadirkan
rezim Orde Baru malah menumbuhkan aktivis demokrasi. Sejumlah gerakan perlawanan
muncul, yang kemudian segera dibungkam pemerintah dengan cepat. Salah satu tonggaknya
adalah Tragedi 27 Juli 1996. Setelah peristiwa yang dikenal dengan sebutan Tragedi Kudatuli
itu, dinamika politik semakin panas, apalagi menjelang Pemilu 1997. Periode ini juga ditandai
dengan penculikan sejumlah aktivis demokrasi. Beberapa aktivis bahkan masih hilang hingga
sekarang.

9
Namun, angin kencang yang dapat menggoyang kekuasaan Orde Baru terjadi pada
pertengahan 1997, akibat krisis ekonomi. Dikutip dari buku Detik-detik yang Menentukan.
Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (2006) yang ditulis presiden ketiga Bacharuddin
Jusuf Habibie, krisis moneter itu "berkembang menjadi krisis multidimensional
berkepanjangan di berbagai bidang". Krisis menyebabkan Presiden Soeharto meminta Dana
Moneter Internasional (IMF) untuk ikut membantu. Namun, IMF tidak dapat membantu. Krisis
berlanjut, yang menyebabkan 16 bank harus ditutup. Buku yang ditulis Habibie itu mencatat,
pada akhir Januari 1998, nilai rupiah terpuruk di angka Rp 11.050. Krisis bahan pokok juga
terjadi. Pengangguran pun makin meningkat, dari 4,68 juta pada 1997 menjadi 5,46 juta pada
1998. Krisis itu juga yang menyebabkan rakyat menuntut perubahan kepemimpinan. Wacana
reformasi pun bergulir, bermula dari diskusi dan aksi di dalam kampus, hingga akhirnya
demonstrasi terbuka yang dilakukan mahasiswa di jalan raya.
Demonstrasi mahasiswa semakin membesar, terutama setelah terjadi penembakan
terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi di depan Universitas Trisakti. Penembakan
yang terjadi pada 12 Mei 1998 itu menewaskan empat mahasiswa Trisakti. Tragedi Trisakti itu
disusul terjadinya kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan sejumlah kota besar di Indonesia pada
13 dan 14 Mei 1998. Harian Kompas pada 18 Mei 1998 memberitakan bahwa kerusuhan yang
terjadi di Jakarta saja menyebabkan kerugian fisik hingga Rp 2,5 triliun. Buntut penembakan
Trisakti adalah semakin beraninya mahasiswa melakukan aksi demonstrasi. Hingga pada 18
Mei 1998, mahasiswa mulai masuk ke pelataran halaman DPR dan menduduki kompleks
parlemen tersebut.
Pendudukan gedung DPR/MPR oleh mahasiswa menyebabkan tuntutan mundur tidak
hanya disampaikan arus bawah. Pada 18 Mei 1998, pimpinan DPR yang diketuai Harmoko pun
meminta Soeharto untuk mundur dari jabatannya.

Internal pemerintahan pun goyah, terutama setelah Menteri Pariwisawata, Seni, dan
Budaya Abdul Latief memilih mundur pada 17 Mei 1998. Menurut sumber Kompas, Abdul
Latief mundur karena persoalan keluarga. Presiden Soeharto sebenarnya juga menyiapkan
sejumlah langkah agar transisi kekuasaan berjalan mulus. Salah satunya, rencana pembentukan
Kabinet Reformasi. Namun, rencana itu bahkan tidak didukung sejumlah menteri di kabinet.
Kompas memberitakan, 14 menteri bidang ekonomi, keuangan, dan industri (ekuin),
menyatakan tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi atau Kabinet Reformasi.
Pernyataan dalam Deklarasi Bappenas itu membuat Soeharto merasa terpukul. Hingga pada 21
Mei 1998, pada pukul 09.00 WIB, Soeharto mengumumkan sebuah keputusan bersejarah. Dari
credentials room di Istana Merdeka, Soeharto menyatakan mundur dan menyerahkan
kekuasaan kepada BJ Habibie yang saat itu menjabat wakil presiden. Orde Baru yang dibangun
Soeharto pun berakhir.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah Orde Baru memegang tampuk kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan,
muncul suatu keinginan untuk terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini
menimbulkan ekses-ekses negative, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut.
Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah
Orde Baru.

Kebijakan Politik Dalam Negeri Indonesia pada masa Masa Orde Baru
a. Pelaksanaan pemilu 1971
b. Penyederhanaan partai politik
c. Dwifungsi ABRI
d. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Masa Orde Baru antara lain
a) Indonesia kembali menjadi anggota PBB
b) Pemulihan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura dan pemutusan hubungan
c) Memperkuat Kerja Sama Regional dan Internasional

3.2 Komentar Pribadi


Dari isi sejarah diatas dapat sama-sama kita lihat bahwa Negara kita Indonesia telah
melalui serangkaian kejadian dan tragedi yang sangat panjang hingga akhirnya kita bisa
menikmati Masa yang bisa dibilang Damai seperti saat sekarang ini, tanpa adanya kerusuhan
yang disertai penggulingan kekuasaan. Meski tingkat pengangguran dan kemiskinan masih saja
meningkat setiap tahunnya.

Maka dari itu marilah sama-sama kita isi kemerdekaan, kedaulatan dan kedamaian
Negara kita yang telah diperjuangkan dengan air mata dan darah para pejuang. Dengan sesuatu
yang bermanfaat dan tentunya sesuatu yang dapat membuat Negara kita lebih baik lagi
kedepannya.

11

Anda mungkin juga menyukai