Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEJARAH

“SUPERSEMAR”

Disusun oleh:
Moh. Rafi Ardiansyah. P

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah yang Maha Kuasa atas segala penciptaan-Nya.
Selayaknya kita panjatkan rasa syukur
kehadirat-Nya yang telah melimpahkan segala bentuk kenikmatan kepada kita semua yang
tiada terhingga. Dan atas segala rahmat dan izin-Nya, maka kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “SEJARAH SUPERSEMAR”.
Meskipun dalam pengerjaan makalah ini, kami selaku penyusun terkadang mengalami
kesulitan, namun banyak pihak yang
membantu kami sehingga kesulitan yang kami hadapi dalam penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami dalam penyusunan tugas ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari sempurna,
dan mungkin juga banyak kesalahan. Oleh karena itu, kami menerima dengan kelapangan
dada atas segala
saran dan kritikan dari pembaca khususnya dari Bapa Guru mata pelajaran Sejarah untuk
perbaikan tugas ini.

Depok, 20 November 2022

2
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………………………………………………….. 1

KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2

DAFTAR ISI................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................. 4

1.3 Tujuan ................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN SUPERSEMAR………………………………………………………………………………. 6

B. ISI DARI SUPERSEMAR…………………………………………………………………………………………. 7

C. TUJUAN SUPERSEMAR…………………………………………………………………………………………. 8

D. DAMPAK DARI SUPERSEMAR……………………………………………………………………………….. 8

E. KONTROVERSI SUPERSEMAR……………………………………………………………………………….. 9

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN & SARAN................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.

Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret merupakan salah satu peristiwa penting
dalam perjalanan bangsa Indonesia. Supersemar merupakan peralihan dari
pemerintahan Orde Lama oleh Presiden Soekarno menuju pemerintahan Orde Baru
oleh Presiden Soeharto.
Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret merupakan surat perintah penyerahan
kekuasaan Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto yang ditandatangani pada
tanggal 11 Maret 1966.
Penyerahan kekuasaan tersebut dilatarbelakangi oleh peristiwa G30S/PKI pada
tanggal 1 Oktober 1965 dini hari.  Tentara menuding Partai Komunis Indonesia (PKI)
sebagai dalang dibalik pembunuhan tujuh jenderal di Lubang Buaya.
Hal ini kemudian memicu amarah para pemuda anti komunis, yang selanjutnya
membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada Oktober 1965. Selain itu,
ada juga Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), KABI, KASI, KAWI, dan KAGI,
yang semuanya tergabung Front Pancasila yang dilindungi tentara.
Mereka kemudian menyuarakan protes kepada Soekarno, yang dianggap tidak
mengusut G30S dan buruknya perekonomian di masa pemerintahannya. Aksi unjuk rasa
semakin kencang saat inflasi pada awal 1966 telah mencapai 600 persen lebih dan
Soekarno masih bergeming. Pada 12 Januari 1966, Front Pancasila melakukan
demonstrasi di halaman Gedung DPR-GR dan melayangkan tiga tuntutan.

1.2 RUMUSAN MASALAH.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana strategi yang dilakukan oleh Ali Moertopo untuk mewujudkan stabilitas politik
Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto (1966-1984)?”. Untuk mengarahkan ruang lingkup
penelitian dan mempermudah penulisan, telah disusun rumusan masalah dalam bentuk
pertanyaan, sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi sosial-politik Indonesia menjelang kepemimpinan Soeharto?
2. Bagaimana peran Ali Moertopo dalam menangani permasalahan politik luar negeri?
3. Bagaimana peran Ali Moertopo dalam menangani permasalahan politik dalam negeri?

4
4. Bagaimana peran Ali Moertopo dalam Operasi Khusus (Opsus) untuk mewujudkan stabilitas
politik?

1.3 TUJUAN.

Setiap penelitian memiliki tujuan yang hendak dicapai. Adapun yang hendak dicapai penulis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan kondisi sosial-politik Indonesia menjelang kepemimpinan Soeharto, yakni sejak
awal dekade 1960-an hingga beralihnya kepemimpinan nasional dari Soekarno ke Soeharto.
2. Mendeskripsikan berbagai upaya yang dilakukan oleh Ali Moertopo dalam menangani
permasalahan politik luar negeri, yang meliputi upaya normalisasi hubungan Indonesia-
Malaysia dan penyatuan Timor Timur dengan Indonesia.
3. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan oleh Ali Moertopo dalam menangani
permasalahan politik dalam negeri, yang meliputi penyederhanaan partai politik, pembatasan
aspirasi politik umat Islam, serta penataan kehidupan pers dan perfilman.
4. Memaparkan peran Ali Moertopo dalam lembaga Operasi Khusus (Opsus) sebagai salah satu
sarana untuk mewujudkan stabilitas politik.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN SUPERSEMAR.

Pada tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965, sebuah kelompok TNI yang
menamakan dirinya Gerakan 30 September membunuh enam jenderal dan satu
perwira Angkatan Darat, merebut kendali sementara di beberapa bagian pusat Jakarta,
dan mengeluarkan sejumlah keputusan melalui Radio Republik Indonesia dalam
percobaan kudeta.[2] Partai Komunis Indonesia (PKI) dituduh sebagai dalang atas
percobaan kudeta tersebut. Tiga hari setelah peristiwa tersebut, Soekarno menunjuk
Soeharto, saat itu sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat,
untuk mengambil langkah memulihkan keamanan negara yang mulai tidak stabil.
Soeharto meresponnya dengan membentuk Kopkamtib dan menggelar operasi untuk
menyingkirkan PKI di berbagai daerah.
Ketika Soekarno melantik Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan di Istana Merdeka, di
tengah-tengah demonstrasi mahasiswa menentang pelantikan, terlihat pergerakan
pasukan tanpa lencana di sekitar Istana. Pasukan ini belakangan diketahui merupakan
Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang hendak menahan
menteri-menteri yang diduga terlibat dalam Gerakan 30 September. Soekarno
disarankan untuk meninggalkan pertemuan dan kemudian melakukannya dengan pergi
ke Istana Bogor, 60 km selatan Jakarta, dengan helikopter. Sore harinya, tiga jenderal
TNI, Mayor Jenderal Basuki Rahmat, Brigadir Jenderal M. Jusuf, dan
Brigjen Amirmachmud mengunjungi Sukarno dan pergi dengan Supersemar yang
ditandatangani yang kemudian mereka berikan kepada Soeharto. Keesokan harinya
Suharto menggunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya untuk melarang PKI, dan
pada tanggal 18 Maret, lima belas menteri yang loyal terhadap Soekarno ditangkap.
Pada Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) memilih untuk
mencabut kekuasaan Sukarno dan menunjuk penjabat presiden Suharto. Pada tahun
1968 MPRS menghapus kata 'penjabat' dan lebih dari dua tahun setelah peristiwa
September 1965 Soeharto menjadi presiden Indonesia. Proses pengalihan kursi
kepresidenan dari Sukarno ke Soeharto memakan waktu selama dua tahun. Suharto
tetap berkuasa sebagai presiden sampai ia mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.

6
B. ISI DARI SUPERSEMAR.

Selama ini, beredar 3 versi Supersemar yang tidak ada satu pun yang asli. Ketiga versi
tersebut datang dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, Sekretariat Negara (Setneg),
dan Akademi Kebangsaan. Meski Supersemar ada berapa versi, terdapat beberapa
pokok pikiran yang diakui Orde Baru dan dijadikan acuan.

Supersemar berisi tentang beberapa hal, sebagai berikut.


 Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan
dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi,
serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi
untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan
dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
 Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima
Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
 Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan
tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

7
C. TUJUAN SUPERSEMAR.

Melihat situasi saat itu, Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto
menitip pesan kepada tiga jenderal. Tiga jenderal tersebut adalah Brigjen Amir
Machmud (Panglima Kodam Jaya), Brigjen M Yusuf (Menteri Perindustrian Dasar), dan
Mayjen Basuki Rachmat (Menteri Veteran dan Demobilisasi), yang hendak menemui
Soekarno. Setelah pesan tersebut sampai, Soekarno langsung menandatangani surat
perintah untuk mengatasi konflik pada 11 Maret 1966 sore. Surat tersebut kemudian
dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar, yang dibuat di Istana Bogor.
Surat Perintah Sebelas Maret bertujuan untuk mengatasi situasi saat itu, yang semakin
memanas. Setelah Supersemar dikeluarkan oleh Soekarno, Soeharto mengambil
sejumlah keputusan lewat SK Presiden No 1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966 atas nama
Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR.

Berikut ini isi keputusan tersebut.


 Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang.
 Penangkapan 15 menteri yang terlibat ataupun mendukung G30S.
 Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan
peranan lembaga itu sesuai UUD 1945.

D. DAMPAK DARI SUPERSEMAR.

 Supersemar menyebabkan kedudukan Soekarno sebagai Presiden RI kian


tergerus, sementara posisi.
 Soeharto kian menguat Soeharto membubarkan PKI dan menangkap para
menteri yang diduga terlibat dalam G30S.
 Status Soekarno yang menjabat sebagai presiden seumur hidup dicabut oleh
MPRS pada 7 Maret 1967.
 Soekarno lengser dari kursi kepresidenan dan Soeharto menjadi presiden pada
27 Maret 1968. Supersemar menjadi tonggak lahirnya Orde Baru yang bertahan
hingga 1998.
 Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat dan Malaysia menguat.
 Indonesia kembali bergabung dengan PBB.

8
E. KONTROVERSI SUPERSEMAR.

 Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya
menerima surat itu, ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan
kembali ke Jakarta, salah seorang perwira tinggi yang kemudian membacanya
berkomentar "Lho ini kan perpindahan kekuasaan". Tidak jelas kemudian naskah
asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini
dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan di mana
karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal
dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar
itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.
 Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan
Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media
massa setelah Reformasi 1998 yang juga menandakan berakhirnya Orde
Baru dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa perwira
tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul
01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang
perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean. Bahkan pada
saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf membawa map berlogo Markas
Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen
Basuki Rahmat menodongkan pistol kearah Presiden Soekarno dan memaksa
agar Presiden Soekarno menandatangani surat itu yang menurutnya itulah Surat
Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo yang saat itu
bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para
jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk
menurunkan pistolnya dan menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian
menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani, Presiden Soekarno
berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan.
Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta.
Presiden Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari
istana. “Saya harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati,” ujarnya
menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama kemudian (sekitar berselang
30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari RPKAD dan Kostrad, Lettu
Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan
di sebuah Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa
kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu
pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M
Panggabean membantah peristiwa itu.
 Menurut Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya "A.M Hanafi Menggugat Kudeta
Soeharto", seorang mantan duta besar Indonesia di Kuba yang dipecat secara
tidak konstitusional oleh Soeharto. Dia membantah kesaksian Letnan Satu
Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa adanya kehadiran Jendral M.

9
Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya (Amirmachmud, M.
Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang
menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu,
Presiden Soekarno menginap di Istana Merdeka, Jakarta untuk keperluan sidang
kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian
besar dari menteri sudah menginap diistana untuk menghindari kalau datang
baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M
Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana Menteri
(Waperdam) Chaerul Saleh. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga
jendral itu tadi mereka inilah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden
Soekarno yang berangkat kesana terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka
bertolak dari istana yang sebelumnya, dari istana merdeka Amir Machmud
menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi Presiden
Soekarno di Bogor, minta izin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada
saksinya-saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang
disebut sekarang Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong,
sebab mereka datang baik-baik. Tetapi di luar istana sudah di kelilingi
demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan istana. Mengingat
situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno menandatangani surat itu.
Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor
tetapi berada di Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi
yangdatang ke Istana Bogor tidak ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean,
yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam, tidak hadir.
 Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut,
masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara
lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen
Resimen Tjakrabirawa.
 Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh
seorang tentara yang pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut
mengemukakan bahwa Supersemar diketik di atas surat yang berkop Markas
besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan. Inilah yang
menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja
dihilangkan.
Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk
mendapatkan kejelasan mengenai surat ini. Bahkan, ANRI telah berkali-kali meminta
kepada Jendral (Purn) M. Jusuf, yang merupakan saksi terakhir hingga akhir
hayatnya 8 September 2004, agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi,
namun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta bantuan Muladi yang ketika itu
menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, dan M. Saelan, bahkan meminta DPR untuk
memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha ANRI itu tidak pernah terwujud. Saksi
kunci lainnya, adalah mantan presiden Soeharto. Namun dengan wafatnya mantan
Presiden Soeharto pada 27 Januari 2008, membuat sejarah Supersemar semakin sulit
untuk diungkap.

10
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN.
Hubungan diantara Ir. Soekarno dan Mayjen Soeharto, dapat dikatakan dimulai dari peristiwa
pembebasan Irian Barat. Soeharto yang pada saat itu diberi tugak sebagai Panglima dalam
Operasi Mandala, mengharuskannya melakukan kontak dengan Presiden Soeharto untuk
melaksanakan langkah-langkah selanjutnya yang harus ditempuh dalam operasi tersebut.

Ketika menghadapi konfrontasi dengan Malaysia, karena negara-negara meliputi Malaya,


Sabah, Serawak, dan Singapura membuat gagasan untuk membentuk suatu negara federasi
Inggris. Gagasan ini ditolak oleh Soekarno, karena ketika membuat negara federasi sama saja
dengan membuat negara boneka.

Membentuk negara federasi Inggris sama saja dengan mempertahankan nilai kolonial yang
merupakan warisan dari bangsa penjajah. Melihat kinerja Soeharto dalam operasi Trikora
pembebasan Irian Barat, kemudian Soekarno mengangkatnya menjadi Panglima Komando
Strategis Angkatan Darat. Tetapi dalam melancarkan operasi Dwikora mengganyang Malaysia,
Soeharto hanya ditunjuk sebagai Wakil Panglima dalam operasi Dwikora. Dan yang menjadi
Panglima Komando Mandala Siaga adalah Laksamana Madya Omar Dhani. Dalam operasi
ganyang Malaysia pemikiran Soekarno dan Soeharto memang mulai bertentangan, menurut
Soeharto operasi ganyang Malaysia adalah operasi untuk melawan saudara serumpun sendiri.
Pada akhir September 1965, pecah sebuah pemberontakan yang diduga merupakan perbuatan
PKI, kemudian peristiwa ini dikenal sebagai G 30 S.

Pada saat itu, telah terjadi penculikan terhadap para jenderal dan berakhir dengan
pembunuhan para jenderal tersebut. Karena peristiwa penculikan ini diduga merupakan
tindakan PKI, maka ketegasan Soekarno sebagai kepala pemerintahan sangat dituntut disini.
Posisi Soekarno pada saat itu yang sangat dekat PKI, membuatnya melakukan tindakan yang
kurang tegas. Tindakan Soekarno ini, dimanfaatkan oleh Soeharto untuk membuat citra
Soekarno sebagai pemimpin dianggap tidak becus. Pada 11 Maret 1966, keluarlah surat yang
bernama SUPERSEMAR.

11
Supersemar ini diserahkan kepada Soeharto, kemudian Soeharto menggunakannya untuk
membubarkan PKI dan membubarkan kabinet Dwikora dengan membuat kabinet baru serta
mengisinya dengan orangorang terdekatnya. Mengenai penggunaan Supersemar untuk
membubarkan PKI Soekarno sama sekali tidak mengetahuinya. Mengenai sikap Soekarno yang
tidak tegas terhadap PKI ini, diadukan oleh Soeharto kepada MPRS kemudian pada tanggal 12
Maret 1967, kekuasaan Soekarno sebagai presiden dicabut melalui TAP MPRS
No.XXXIII/MPRS/1967. Setelah kekuasaannya dicabut, Soekarno pun kemudian dijadikan
tahanan karena dianggap terlibat dalam kasus G 30 S. Selama berada di Wisma Yaso,kondisi
kesehatan Soekarno tidak diperhatikan. Bahkan ketika dalam keadaan sakit Soekarno harus
menjalani pemeriksaan. Kondidi Soekarno semakin memburuk saat ia harus diasingkan dari
rakyat dan keluarganya.

B.SARAN.
Adapun saran-saran yang diajukan sesuai dengan hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Untuk peneliti-peneliti selanjutnya, agar mampu mengupas lebih dalam mengenai hubungan
Ir. Soekarno dan Mayjen Soeharto.

2. Ketika menulis mengenai hubungan Ir. Soekarno dan Mayjen Soeharto, harus objektif agar
tidak terjadi manipulasi sejarah.

3. Bagi penulis selanjutnya setidaknya menggunakan tulisan untuk tambahan referensi


tulisannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Perintah_Sebelas_Maret
https://www.kompas.com/stori/image/2022/03/11/070000679/supersemar-latar-belakang-tujuan-
isi-kontroversi-dan-dampak?page=1
https://www.suara.com/news/2021/03/04/195810/sejarah-supersemar-latar-belakang-isi-tujuan-
dan-fakta-menariknya
https://news.detik.com/berita/d-5978309/supersemar-merupakan-surat-perintah-11-maret-simak-
lagi-sejarahnya

13

Anda mungkin juga menyukai