Anda di halaman 1dari 18

Singgih Mustapa

XII-MIPA 1/ 32
PENDALAMAN UKBM 3.5/4.5/5/1-1

Masa Orde Baru merupakan masa kedua periode pembangunan Indonesia. Fase kedua ini diawali dengan
dinamika politik yang luar biasa. Selanjutnya menuju kepada usaha normalisasi kehidupan bernegara, berbangsa.
Pada klimaksnya di akhir masa Orde Baru banyak yang menyatakan kondisi “salah urus”. Kelebihan dan
kekurangan pasti ada, dan harus diberlakukan sesuai kondisinya. Silahkan melaksanakan poin-poin kegiatan
dibawah ini untuk mengetahui sejarah Indonesia masa Orde Baru:

1. Buatlah Timeline sejarah masa Orde Baru dari tahun 1965 sampai 1998!
2. Bagaimana pendapatmu tentang SUPERSEMAR, berkaitan dengan fakta peristiwa dan nilai- nilai positif
d a n negatif?
3. Buatlah paparan kronologi peristiwa berdirinya Orde Baru!
4. Dalam masa Orde Baru terdapat kebijakan ekonomi dengan istilah PJP dan REPELITA, berikan penjelasan!
5. Dalam masa Orde Baru terdapat 3 kebijakan politik yang popular yaitu:
a. Fusi Partai Politik
b. Dwi fungsi ABRI
c. Eka Prasetya Panca Karsa
Berikan penjelasan masing-masing!
6. Pemerintahan Orde Baru dalam rangka pembangunan di Indonesia memberikan sumbangsih atas
berkembangnya negara Indonesia. Berikan penjelasan tentang jasa-jasa Orde Baru atas Indonesia!
7. Pemerintahan Orde Baru dalam masa pemerintahannya di Indonesia terdapat beberapa kekurangan.
Berikanpenjelasan tentang kekurangan Orde Baru atas Indonesia!
8. Orde Baru pada masa akhir pemerintahannya menghadapi krisis ekonomi, bagaimana strategi pemerintahan
OrdeBaru dalam menghadapinya!
9. Orde Baru pada masa akhir pemerintahannya menghadapi isu Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN),
berikandeskripsi kondisi ini berdasar literatur yang ada!
10. Pada 21 Maret 1998 presiden Soeharto menyatakan pengunduran diri, yang menandai akhir masa
pemerintahanOrde Baru. Bagaimanakah kronologi proses kejatuhan orde baru?

CATATAN:
1) KERJAKAN BERSAMA, DENGAN MEMANFAATKAN MEDIA TI/INTERNET.
2) CANTUMKAN SUMBER LITERATURNYA/ALAMATNYA/PENYUSUNNYA PADA MASING - MASING
POIN
1. Timeline sejarah masa Orde Baru dari tahun 1965 sampai 1998
2. Bagaimana pendapatmu tentang SUPERSEMAR, berkaitan dengan fakta peristiwa dan nilai-
nilai positif dan negatif?

Surat Perintah Sebelas Maret ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966 di Bogor. Latar
belakang Supersemar yakni situasi negara secara umum dalam keadaan kacau dan genting, untuk mengatasi situasi
yang tidak menentu akibat pemberontakan G30S, untuk menyelamatkan NKRI, serta memulihkan keadaan dan
wibawa pemerintah. Supersemar pada intinya merupakan pemberian mandat kepada Letjen Soeharto selaku
Menteri Panglima Angkatan Darat dan Pangkopkatib untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah.
Surat Perintah Sebelas Maret dikeluarkan dengan tujuan untuk menghapuskan Partai Komunis Indonesia pada
saat itu.

Keberadaan Supersemar memiliki peran penting di Indonesia pada masa Orde Lama-Orde Baru. Terdapat
banyak kejanggalan dalam peristiwa SUPERSEMAR, surat asli SUPERSEMAR tidak diketahui keberadaannya.
Isi pidato Soekarno pada 17 Agustus 1966 menegaskan bahwa surat perintah 11 Maret hanya mandat untuk
pengamanan negara bukan untuk mengambil kekuasaan. Namun, terlepas dari kejanggalan tersebut
SUPERSEMAR merupakan titik balik Demokrasi terpimpin sekaligus pintu gerbang pemerintahan militer Orde
baru. Baik atau buruk SUPERSEMAR kita harus tetap menerimanya sebagai kepingan fakta sejarah yang menjadi
bagian masa lalu Bangsa Indonesia. Walaupun masih ada perdebatan tentang keberadaan naskah asli Supersemar,
tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa Supersemar memiliki banyak sekali dampak. Adapun dampak yang
diberikannya sebagai berikut :

 Dampak positif
Pemberantasan dan pembubaran komunisme (PKI)
Pada akhir pemerintahan Soekarno, Komunis sangat berpengaruh di Indonesia baik itu dalam
bidang politik dan militer. Komunis pada masa itu dapat berbuat seenaknya terhadap masyarakat
Indonesia. Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi tidak aman. Keluarnya Supersemar
ini menandakan pemerintah tidak mentolerir lagi segala tindakan komunis dan menjadikan partai
komunis menjadi partai terlarang di Indonesia.
Pergantian presiden
Pada akhir pemerintahan Soekarno, Indonesia mengalami hiperinflasi yang menyebabkan
perekonomian turun secara drastis. Turunnya perekonomian ini menjadi salah satu kekecewaan
masyarakat Indonesia, sehingga Masyarakat Indonesia menginginkan pergantian Presiden agar
Indonesia bisa membuka lembaran baru.
Berhasil mempertahankan Pancasila dan hilangnya pengaruh dari Blok Timur.

 Dampak negatif
Penangkapan sepihak
Pada saat keluarnya Supersemar, Soeharto sebagai pemimpin operasi militer pada masa itu
menangkap anggota komunis dan yang bekerja sama dengan komunis baik itu di militer atau pejabat
pemerintahan. Pemerintah juga melakukan penangkapan pada masyarakat yang pro atau membela
presiden Soekarno.
Pembunuhan massal
PKI memiliki anggota yang sangat banyak mulai dari perkotaan dan pedesaan. Dibawah perintah
Soeharto, Angkatan darat menangkap semua anggota Komunis dan yang diduga anggota komunis.
Penangkapan yang dilakukan Angkatan Darat ini diperkirakan lebih dari 1 juta jiwa. Orang-orang
yang ditangkap ini dihukum mati dengan cara ditembak oleh personil angkatan darat dan Korban
Hukuman Mati ini dikuburkan secara massal.
Perpindahan kekuasaan secara tiba-tiba dari Soekarno ke Soeharto
Indonesia mulai condong ke Blok Barat
Warisan budaya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang dimulai dari zaman Orde Baru

Sumber :
 https://roboguru.ruangguru.com/question/dampak-dari-dikeluarkannya-supersemar-adalah-_QU-
A0409Z18
 https://brainly.co.id/jawaban-buku/q-jelaskan-latar-belakang-lahirnya-pemerintahan-orde-baru-
9a75sd?source=qa-qp-match#q-menurut-pendapat-dampak-positif-negatif-dikeluarkannya-supersemar
 https://pelajaransekolahdi.blogspot.com/2021/01/isi-pokok-supersemar.html
 https://ruangguru.onelink.me/blPk/990f1a34
3. Bagaimana pendapatmu tentang SUPERSEMAR, berkaitan dengan fakta peristiwa dan nilai-
nilai positif dan negatif?

Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam kondisi yang relatif tidak
stabil. Bahkan setelah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik
maupun ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompok Supersemar politik.
Keputusan Soekarno untuk mengganti sistem parlemen dengan Demokrasi Terpimpin memperparah kondisi ini
dengan memperuncing persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia, yang kala itu
berniat mempersenjatai diri. Sebelum sempat terlaksana, peristiwa Gerakan 30 September terjadi dan
mengakibatkan diberangusnya Partai Komunis Indonesia dari Indonesia. Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno
perlahan-lahan mulai melemah.

Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966, yang
kemudian menjadi dasar legalitasnya. Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, Sidang
Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sedang berlangsung. Di tengah-
tengah acara, ajudan presiden melaporkan bahwa di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil
Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. Johannes Leimena dan berangkat menuju Istana Bogor, didampingi oleh
Waperdam I Dr Subandrio, dan Waperdam III Chaerul Saleh. Leimena sendiri menyusul presiden segera setelah
sidang berakhir.

Di tempat lain, tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal M.
Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bertemu dengan Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima
Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk
meminta izin menghadap presiden. Segera setelah mendapat izin, pada hari yang sama tiga perwira tinggi ini
datang ke Istana Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di ibu kota Jakarta meyakinkan Presiden Soekarno
bahwa ABRI, khususnya AD, dalam kondisi siap siaga. Namun, mereka juga memohon agar Presiden Soekarno
mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan ini.

Menanggapi permohonan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada
Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan dalam rangka
menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik
Indonesia. Surat perintah inilah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.

Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret, Letnan Jenderal Soeharto mengambil
beberapa tindakan. Pada tanggal 12 Maret 1966, ia mengeluarkan surat keputusan yang berisi pembubaran dan
larangan bagi Partai Komunis Indonesia serta ormas-ormas yang bernaung dan berlindung atau senada dengannya
untuk beraktivitas dan hidup di wilayah Indonesia. Keputusan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan
Presiden/Pangti ABRI ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966.

Pada tanggal 18 Maret 1966, Soeharto mengamankan 15 orang menteri yang dinilai tersangkut dalam
Gerakan 30 September dan diragukan etika baiknya yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal
18 Maret 1966. Ia kemudian memperbaharui Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan membersihkan lembaga
legislatif, termasuk MPRS dan DPRGR, dari orang-orang yang dianggap terlibat Gerakan 30 September.
Keanggotaan Partai Komunis Indonesia dalam MPRS dinyatakan gugur. Peran dan kedudukan MPRS juga
dikembalikan sesuai dengan UUD 1945, yakni di atas presiden, bukan sebaliknya. Di DPRGR sendiri, secara total
ada 62 orang anggota yang diberhentikan. Soeharto juga memisahkan jabatan pimpinan DPRGR dengan jabatan
eksekutif sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberi kedudukan sebagai menteri.

Pada tanggal 20 Juni hingga 5 Juli 1955, diadakanlah Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai berikut:

 Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.


 Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 mengatur Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan
Daerah.
 Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.
 Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
 Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Tap. MPRS yang Bertentangan dengan
UUD 1945.
 Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang-
undangan di Indonesia.
 Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Pernyataan
Partai Komunis Indonesia dan Ormas-Ormasnya sebagai Organisasi Terlarang di Indonesia.

Hasil dari Sidang Umum IV MPRS ini menjadi landasan awal tegaknya Orde Baru dan dinilai berhasil
memenuhi dua dari tiga tuntutan rakyat (tritura), yaitu pembubaran Partai Komunis Indonesia dan pembersihan
kabinet dari unsur-unsur Partai Komunis Indonesia. Selain dibubarkan dan dibersihkan, kader-kader Partai
Komunis Indonesia juga dibantai khususnya di wilayah pedesaan-pedesaan di pulau Jawa. Pembantaian ini tidak
hanya dilakukan oleh angkatan bersenjata, namun juga oleh rakyat biasa yang dipersenjatai. Selain kader, ribuan
pegawai negeri, ilmuwan, dan seniman yang dianggap terlibat juga ditangkap dan dikelompokkan berdasarkan
tingkat keterlibatannya dengan Partai Komunis Indonesia. Sebagian diasingkan ke Pulau Buru, sebuah pulau kecil
di wilayah Maluku. Pada tanggal 30 September setiap tahunnya, pemerintah menayangkan film yang
menggambarkan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi yang keji.

Dalam rangka memenuhi tuntutan ketiga Tritura, Soeharto dengan dukungan Ketetapan MPRS No.
XIII/MPRS/1966 membentuk kabinet baru yang diberi nama Kabinet Ampera yang bertugas untuk menciptakan
stabilitas ekonomi dan stabilitas politik, atau dikenal dengan nama Dwidarma Kabinet Ampera. Program kerja
yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu:

1. memperbaiki peri kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan;


2. melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam Ketetapan MPRS No.
XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968);
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional sesuai dengan Ketetapan
MPRS No. XI/MPRS/1966;
4. melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan anti kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.

Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, namun pelaksanaannya dilakukan oleh Presidium
Kabinet yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Akibatnya, muncul dualisme kepemimpinan yang menjadi kondisi
kurang menguntungkan bagi stabilitas politik saat itu.

Soekarno kala itu masih memiliki pengaruh politik, namun kekuatannya perlahan-lahan dilemahkan.
Kalangan militer, khususnya yang mendapatkan pendidikan di negara Barat, keberatan dengan kebijakan
pemerintah Soekarno yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia. Mengalirnya bantuan dana dari Uni Soviet
dan Tiongkok pun semakin menambah kekhawatiran bahwa Indonesia bergerak menjadi negara komunis.

Akhirnya pada 22 Februari 1967, untuk mengatasi situasi konflik yang semakin memuncak kala itu,
Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto. Penyerahan ini tertuang dalam
Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI Tanggal 20 Februari 1967. Pengumuman
itu didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan,
pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden. Pada 4 Maret 1967,
Jenderal Soeharto memberikan keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRHR mengenai terjadinya
penyerahan kekuasaan. Namun, pemerintah tetap berpendirian bahwa sidang MPRS perlu dilaksanakan agar
penyerahan kekuasaan tetap konstitusional. Karena itu, diadakanlah Sidang Istimewa MPRS pada tanggal 7-12
Maret 1967 di Jakarta, yang akhirnya secara resmi mengangkat Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia
hingga terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

Sumber:
 https://id.m.Wikipedia.org/wiki/Orde_Baru
 https://www.kompas.com/stori/read/2022/01/04/090000779/latar-belakang-lahirnya-orde-baru#page2
4. Dalam masa Orde Baru terdapat kebijakan ekonomi dengan istilah PJP dan REPELITA, berikan
penjelasan!

Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka dalam memberlakukan
kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan (Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat; Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.). Bukan tanpa dasar, Trilogi Pembangunan dibuat karena Indonesia mengalami
inflasi yang sangat tinggi pada awal tahun 1966, kurang lebih sebesar 650% setahun. Indonesia pernah mendapat
julukan sebagai macan Asia salah satunya karena keberhasilan Repelita dalam swasembada beras pada tahun
1980. Pada awal kelahirannya, Orde Baru memang memfokuskan programnya terhadap pembangunan ekonomi.
Hal ini didasarkan kepada kondisi ekonomi Indonesia diawal Orde Baru yang cukup memprihatinkan, sehingga
fokus ekonomi harus berdasarkan pada amanat Pancasila untuk menciptakan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam programnya pemerintahan Orde Baru menetapkan dua kebijakan ekonomi, yakni jangka panjang dan
jangka pendek.

 PJP (Program Jangka Pendek)

Presiden Soeharto pada awal pemerintahannya dihadapkan pada masalah yang cukup sulit dibidang
ekonomi. Berbagai permasalahan terjadi seperti inflasi yang mencapai 650% berakibat melonjaknya harga-
harga kebutuhan. Selain itu alat-alat produksi mengalami kerusakan terutama di sektor pertanian. Permasalah
tersebut berakibat pada kurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Rehabilitasi dan stabilitas
ekonomi menjadi kebijakan awal pemerintahan Orde Baru dalam memulihkan kondisi tersebut. Rehabilitasi
dimaksudkan dengan perbaikan fisik terhadap prasarana-prasarana dan alat produksi. Sedangkan, stabilitas
dimaksudkan dengan pengendalian inflasi supaya harga tidak melonjak terus menerus. Berikut adalah
penjelasan bagaimana kebijakan jangka pendek pemerintahan Orde Baru :

Program stabilitas dan rehabilitasi ekonomi yang dilakukan pemerintahan Orde Baru menumbuhkan hasil
yang cukup baik. Tingkat inflasi semula mencapai 650% berhasil ditekan menjadi 120 pada tahun 1969.
Kerusakan sarana prasaran mulai diperbaiki dan diremajakan. Pemerintah Orde Baru siap melaksanakan
program jangka panjang khususnya dibidang pertanian.

 Program Jangka Panjang / Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun)

Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun merupakan satuan perencanaan yang dibuat oleh
pemerintah Orde Baru yang dilaksanakan selama 30 tahun masa jabatan Soeharto. Repelita dirintis di bawah
arahan Widjojo Nitisastro, saat artsitek utama ekonomi Orde Baru itu tengah memimpin Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) di tahun 1967.

Pada 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk pembangunan yang disebut sebagai Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita I (1969) tersebut fokus pada rehabilitasi prasarana penting
dan pengembangan iklim usaha dan investasi. Repelita II (1974-1979) dan Repelita III (1979-1984) fokus
pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan penekanan
pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Fokus Repelita IV
(1984-1989) dan Repelita V (1989-1994), selain berusaha mempertahankan kemajuan di sektor pertanian,
juga mulai bergerak menitik beratkan pada sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang
ekspor, industri yang menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan industri yang dapat
menghasilkan mesin-mesin industri.
a. Repelita I (1 April 1969 hingga 31 Maret 1974)

Menitikberatkan pada pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, pada saat itu mayoritas
penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Sasaran utamanya adalah pangan, sandang,
perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Tujuan dari
Repelita I yaitu untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya. Pada saat itu pertumbuhan ekonomi berhasil naik 3 sampai 5,7%
sedangkan tingkat inflasi menurun menjadi 47,8%. Namun, muncul peristiwa Marali (Malapetaka Lima
belas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka
ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang
agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar
di Indonesia. Terjadilah pengerusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.

b. Repelita II (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979)

Menitikberatkan pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah
menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya. Sasaran utamanya adalah
tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, menyejahterakan rakyat dan memperluas
kesempatan kerja. Tujuan dari Repelita II adalah untuk meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain
Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi
mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat
Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%. Kemajuan yang paling pesat terlihat dalam Repelita II ada di bidang
pendidikan, baik dalam hal pembangunan sekolah, pengangkatan guru, penyediaan buku belajar, dan
peningkatan mutu pendidikan.

c. Repelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984)

Menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang
mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya menekankan bidang industri padat karya untuk
meningkatkan ekspor. Repelita III juga menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan
pada asas pemerataan. Selama program berjalan sampai 31 Maret 1984, Repelita III secara keseluruhan
berhasil mencapai tujuannya. Pemasaran komoditas perdagangan yang semula ke Eropa dan Amerika
Serikat dapat diperluas hingga ke kawasan Asia dan Asia Pasifik. Pertumbuhan perekonomian periode ini
dihambat oleh resesi dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecenderungan harga
minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Menghadapi ekonomi
dunia yang tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, baik
dari penggalakan ekspor maupun pajak-pajak dalam negeri.

d. Repelita IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989)

Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan
dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin- mesin industri sendiri, baik industri
ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita-Repelita selanjutnya yang meletakkan landasan
yang kuat bagi tahap selanjutnya. Tujuan Repelita IV adalah untuk menciptakan lapangan kerja baru dan
industri. Guna menunjang pembangunan industri, disusunlah Standar Industri Indonesia (SII), sebagai
sarana perlindungan konsumen serta peningkatan efisiensi industri. Pada awal tahun 1980 terjadi resesi
yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan
moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

e. Repelita V (1 April 1989 hingga 31 Maret 1994)

Menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan dan menitikberatkan juga pada sektor
pertanian untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga
kerja, dan mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri. Pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan tetap
bertumpu pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan
tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat. Tujuan
dari Repelita V sesuai dengan GBHN tahun 1988 adalah pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan
dan kesejahteraan seluruh rakyat yang makin merata dan adil; kedua, meletakkan landasan yang kuat
untuk tahap pembangunan berikutnya. Dalam Repelita V, kondisi ekonomi di Indonesia sudah sangat
membaik, di mana pertumbuhan ekonomi mencapai 6,8 persen.

f. Repelita VI (dimulai pada 1 April 1994)

Dimulai tanggal 1 April 1994, pembangunan berfokus pada industri sektor ekonomi, industri,
pertanian dan peningkatan sumber daya manusia. Sayangnya, pada Repelita VI, terjadi krisis moneter,
tahun 1998, sehingga mengganggu perekonomian Indonesia.

Sumber:

 https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Orde%20Baru-BB/Topik-2.html
 https://www.ruangguru.com/blog/sejarah-kelas-12-kehidupan-politik-dan-ekonomi-masa-orde-baru
 https://id.scribd.com/document/355159108/repelita-1-2-3-4-5-6-7
 https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/29/090000479/rencana-pembangunan-lima-tahun-
repelita?page=all
5. Berikan penjelasan tentang Fusi Partai Politik, Dwi fungsi ABRI, dan Eka Prasetya Panca Karsa
A. Fusi Partai Politik

Fusi partai pada tahun 1973 merupakan salah satu kebijakan politik pada masa orde baru di bawa pimpinan
Presiden Soeharto. Fusi partai merupakan kebijakan politik untuk menyederhanakan partai politik di
Indonesia dengan cara menggabungkan beberapa partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik atas dasar
adanya kesamaan tujuan dan program. Berikut ini merupakan tiga kekuatan sosial politik hasil dari kebijakan
fusi partai tahun 1973:

1. PPP (Partai Persatuan Pembangunan) merupakan penggabungan partai-partai politik Islam, yang
terdiri dari NU, Parmusi, PERTI dan PSII.
2. PDI (Partai Demokrasi Perjuangan) merupakan penggabungan partai-partai selain 4 partai politik
Islam, yang terdiri dari PNI, Partai Murba, Partai Katolik, Parkindo dan IPKI.
3. Partai Golkar (Golongan Karya), dimana partai ini merupakan satu-satunya partai yang tidak melebur
atau menggabungkan diri.

Meskipun tujuan Fusi Parpol adalah untuk menstabilkan politik, Fusi Parpol justru memberikan dampak
baru, yaitu konflik dalam tubuh partai politik baik secara intern maupun ekstern. Ditambah lagi dengan adanya
UU RI No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya dimana parpol tidak dapat menjalankan
fungsi mereka sebagaimana mestinya.

Pelaksanaan fusi partai pada tahun 1973 ini menimbulkan beberapa masalah baru, yaitu adanya konflik
internal maupun eksternal pada setiap partai dan partai politik yang tidak dapat menjalankan fungsi secara
semestinya.

Sumber:

 http://gurupintar.com/threads/jelaskan-tentang-fusi-partai-pada-tahun-1973.2383/
 https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/12/090000079/fusi-partai-politik-1973?page=all#page2

B. Dwi fungsi ABRI

Dwifungsi ABRI adalah doktrin yang diterapkan oleh Pemerintahan Orde Baru yang menyebutkan bahwa
TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang
kekuasaan dan mengatur negara. Dwifungsi sekaligus digunakan untuk membenarkan militer dalam
meningkatkan pengaruhnya di pemerintahan Indonesia, termasuk kursi di parlemen hanya untuk militer, dan
berada di posisi teratas dalam pelayanan publik nasional secara permanen.

Singkatnya, Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) adalah gagasan yang diterapkan
oleh Pemerintahan Orde Baru yang menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga
keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Adanya Dwifungsi
ABRI membuat TNI secara tidak langsung menjadi pusat kekuatan militer dan politik.

Konsep Dwifungsi ABRI digagas oleh Abdul Haris Nasution pada tanggal 13 November 1958. Gagasan
ini dibuat untuk memberikan dampak yang lebih luas dari para tentara pasca perang kemerdekaan sehingga
dengan masuknya tentara di bidang politik ini diharapkan mereka mampu memberikan kontribusinya
terbaiknya pada masa Revolusi. Meski demikian, campur tangan militer dibatasi agar tidak mencederai
demokrasi yang ada di Indonesia.

Dengan demikian, Dwifungsi ABRI merupakan gagasan yang diterapkan pada masa Orde Baru dimana
TNI memiliki dua peranan, yakni dalam bidang militer dan politik.

 Tujuan Dwi fungsi ABRI


o Menjaga keamanan negara
o Menjaga keutuhan negara
o Menjaga kedaulatan negara
o Melindungi keselamatan bangsa
o Melindungi negara dari berbagai ancaman internal maupun eksternal.
Kedudukan ABRI di DPR dan MPR didapatkan tanpa melalui pemilu karena berfungsi sebagai
stabilisator dan dinamisator pemerintahan Indonesia.
 Fungsi ABRI dalam konsep dinamisator adalah sebagai berikut:
o ABRI untuk secara nyata membimbing, menggugah, dan mendorong masyarakat
untuk lebih giat melakukan partisipasi dalam pembangunan.
o ABRI dapat berfungsi sebagai penyalur aspirasi-aspirasi dan pendapat-pendapat rakyat.
o Penyaluran disiplin ABRI yang bersumber dari Saptamarga sehingga ABRI dapat berbuat banyak
dalam rangka pembinaan serta peningkatan disiplin nasional.
o ABRI untuk memelopori usaha-usaha modernisasi karena didukung kemampuan ABRI dalam
penguasaan ilmu dan teknologi serta peralatan canggih.
 Fungsi ABRI dalam konsep stabilisator adalah sebagai berikut:
o ABRI menjadi salah satu jalur penting dalam rangka pengawasan sosial karena didukungkemampuan
berkomunikasi dan memahami aspirasi rakyat.
o ABRI sebagai lter pengaruh asing yang bersifat negatif karena didukung kesadaran nasional yang
tinggi dimiliki oleh setiap Prajurit ABRI.
o Sifat ABRI yang realistis dan fragmatis dapat mendorong masyarakat agar dalam menanggulangi
masalah-masalah secara tepat waktu, menentukan prioritas-prioritas permasalahan dan sasaran-
sasaran yang diutamakan.
o Kemampuan ABRI berbaur dengan masyarakat menyebabkan gejolak-gejolak dan keresahan-
keresahan yang melanda masyarakat akan dengan cepat dinetralisir sehingga pembangunan nasional
tidak terganggu.

Sumber:
 https://roboguru.ruangguru.com/question/apa-yang-dimaksud-dengan-dwifungsi-abri-_QU-
X3OJKTW8
 https://arvendomahardika.com/blog/tentang-dwifungsi-abri-tni-yang-lagi-ramai/
 https://www.gurugeografi.id/2019/03/sejarah-dwi-fungsi-abri-era-orde-baru.html
 https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/31/121151169/apa-arti-dwifungsi-abri?page=all#page2

C. Eka Prasetya Panca Karsa

Eka prasetya pancakarsa dicetuskan oleh Soeharto pada tahun 1978. Soeharto menerbitkan Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 1978 tentang penataran Pancasila yang disebut Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4). P4 dikenal dengan istilah Ekaprasetia Pancakarsa.

Berasal dari bahasa Sanskerta, 'eka' yang artinya satu/tunggal, 'prasetia' yang artinya janji atau tekad,
'panca' yang artinya lima, dan 'karsa' yang artinya kehendak. Dapat diartikan sebagai janji atau tekad tunggal untuk
melaksanakan lima kehendak yang kuat, yaitu kehendak untuk melaksanakan kelima sila Pancasila, atau dengan
kata lain yaitu satu pernyataan setia terhadap lima keinginan.

Eka prasetya pancakarsa dibentuk dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia
Pancakarsa, yang menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman
praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Produk hukum ini tidak berlaku lagi karena Ketetapan MPR No. II/MPR/1978
telah dicabut dengan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 dan termasuk dalam kelompok Ketetapan MPR yang
sudah bersifat final atau selesai dilaksanakan menurut Ketetapan MPR No. I/MPR/2003.

Dalam perjalanannya 36 butir Pancasila dikembangkan lagi menjadi 45 butir oleh BP7. Tidak pernah
dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.

Sila pertama

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Sila kedua

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan
suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

Sila ketiga

1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila keempat

1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan
dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.

Sila kelima

1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Sumber:
 Ekaprasetia Pancakarsa: Arti, Pelaksanaan, dan Penghapusan P4 (detik.com)
 "EKA PRASETYA PANCAKARSA” - SERIKAT PEKERJA NASIONAL (spn.or.id)
 P4: Eka Prasetya Pancakarsa - Yousosial
6. Pemerintahan Orde Baru dalam rangka pembangunan di Indonesia memberikan sumbangsih
atas berkembangnya negara Indonesia. Berikan penjelasan tentang jasa-jasa Orde Baru atas
Indonesia
Pada pertengahan tahun 1960-an, kondisi ekonomi Indonesia telah mencapai keadaan yang sangat buruk
karena kekacauan politik yang dipicu oleh Presiden Soekarno. Masalah-masalah ekonomi tidak menjadi perhatian
utama bagi Soekarno yang menghabiskan masa hidupnya untuk berjuang di arena politik. Beberapacontoh dari
kebijakan-kebijakannya yang memberikan dampak negatif pada perekonomian adalah pemutusan hubungan
dengan negara-negara Barat dan deficit spending melalui pencetakan uang yang menyebabkan hiperinflasi yang
berada di luar kendali. Namun, setelah Suharto mengambil alih kekuasaan dari Soekarno di pertengahan 1960-an,
kebijakan-kebijakan ekonomi mengalami perubahan arah yang radikal. Pembangunan ekonomi Indonesia selama
pemerintahan Orde Baru Suharto bisa dibagi dalam tiga periode, yaitu sebagai berikut.
1) Pemulihan ekonomi (1966-1973)
Pemerintah Orde Baru Soeharto memiliki misi dasar, yaitu pembangunan ekonomi. Langkah pertama
adalah reintegrasi Indonesia ke dalam ekonomi dunia dengan cara bergabung kembali dengan International
Monetary Fund (IMF), Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Bank Dunia dalam pertengahan akhir tahun
1960-an. Langkah kedua adalah memerangi hiperinflasi. Suharto mengandalkan sekelompok teknokrat
ekonomi (sebagian besar dididik di Amerika Serikat) untuk membuat rencana pemulihan ekonomi. Di akhir
1960-an, stabilitas harga diciptakan melalui kebijakan yang melarang pendanaan domestik dalam bentuk
utang domestik ataupun pencetakan uang.
2) Pertumbuhan ekonomi secara cepat dan intervensi Pemerintah yang semakin kuat (1974-1982)
Sampai tahun 1982, pertumbuhan ekonomi tahunan yang cepat di atas minimum 5% dijaga. Fakta lain yang
juga penting adalah Indonesia diuntungkan secara siginifikan dari dua oil boom yang terjadi di tahun 1970-
an. Oil boom yang pertama terjadi di tahun 1973/1974 ketika Organization of Petroleum-Exporting
Countries (OPEC), yang anggotanya termasuk Indonesia, memotong ekspornya dengan drastis dan
menyebabkan kenaikan harga minyak yang besar. Oil boom kedua terjadi di tahun 1978/1979 ketika
Revolusi Iran mengganggu produksi minyak dan kembali terjadi kenaikan harga yang besar. Karena kedua
oil boom ini, pendapatan ekspor Orde Baru dan pendapatan Pemerintah meningkat tajam dan
memungkinkan sektor publik untuk melakukan investasi-investasi publik yang penting dalam
pembangunan daerah, pembangunan sosial, infrastruktur dan pendirian industri-industri. Namun, kemudian
terjadi kerusuhan besar saat kunjungan Perdana Menteri Jepang di tahun 1974 karena anggapan bahwa ada
terlalu banyak proyek-proyek investasi asing di negara ini. Masyarakat Indonesia merasa frustasi karena
orang-orang pribumi tampaknya diabaikan dari menikmati buah-buah perekonomian. Pemerintah merasa
terguncang karena kerusuhan ini (dikenal Peristiwa Malari) dan memperkenalkan aturan-aturan yang lebih
ketat mengenai investasi asing dan menggantinya dengan kebijakan-kebijakan yang memberikan
perlakukan khusus yang menguntungkan penduduk pribumi. Meningkatnya pendapatan pemerintah yang
didapat dari oil boom pertama berarti Pemerintah tidak lagi bergantung pada investasi-investasi asing, dan
karenanya pendekatan intervensionis bisa dimulai.
3) Pertumbuhan didorong oleh ekspor dan deregulasi (1983-1996)
Pada awal 1980-an, harga minyak mulai jatuh dan reposisi mata uang di tahun 1985 menambah utang luar
negeri Indonesia. Pemerintah harus melakukan usaha-usaha baru untuk memulihkan stabilitas
makroekonomi. Nilai rupiah didevaluasi di tahun 1983 untuk mengurangi defisit transaksi berjalan yang
bertumbuh, UU pajak yang baru diterapkan untuk menambah pendapatan dari pajak non-minyak, dan
melakukan tindakan-tindakan deregulasi perbankan. Waktu harga minyak jatuh di pertengahan 1980-an,
pemerintah meningkatkan tindakan-tindakan untuk mendukung pertumbuhan yang didorong oleh ekspor,
seperti pembebasan bea cukai-bea cukai impor dan pengulangan devaluasi rupiah. Perubahan kebijakan-
kebijakan ini mempengaruhi investasi asing di Indonesia.
Sektor lain yang juga terpengaruh oleh tindakan-tindakan deregulasi ini adalah sektor keuangan Indonesia.
Bank-bank swasta baru diizinkan untuk didirikan, bank-bank yang sudah ada bisa membuka cabang-cabang
di seluruh negeri, dan bank-bank asing bebas beroperasi di luar Jakarta. Reformasi finansial ini kemudian
menjadi masalah yang memperkuat krisis di Indonesia pada akhir 1990-an. Namun sebelumnya, tindakan-
tindakan ini juga memiliki dampak positif pada perekonomian Indonesia.

Referensi: https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/ekonomi/keajaiban-orde-baru/item247/
7. Pemerintahan Orde Baru dalam masa pemerintahannya di Indonesia terdapat beberapa
kekurangan. Berikan penjelasan tentang kekurangan Orde Baru atas Indonesia
Dalam melaksanakan pembangunan pemerintah orde baru mendapat kepercayaan dari dalam maupun luar negeri.
Rakyat Indonesia yang sangat menderita sedikit demi sedikit dapat dientaskan. Namun sangat disayangkan
kemajuan Indonesia hanya semu belaka. Hasil pembangunan telah menciptakan kesenjangan antara yang kaya
dan miskin. Hal ini terjadi karena adanya praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang berkembang
dalam kehidupan bangsa Indonesia. Akibatnya terjadi krisis diberbagai bidang.
1) PEMBANGUNAN
● Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan
daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
● Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh
dan Papua
2) BIDANG EKONOMI
● Perekonomian berjalan tidak mulus disebabkan ketidakstabilan politik dalam negeri yang dicerminkan
oleh beberapa pemberontakan di sejumlah wilayah.
● Banyaknya utang Indonesia kepada luar negeri
● Banyak terjadi korupsi
● Sistem perekonomian terpengaruh haluan komunis meskipun Indonesia berdasarkan haluan Pancasila
● Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaan negara dipegang oleh swasta
3) BIDANG SOSIAL
● Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan
pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
● Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
● Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
● Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
● Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan
Misterius” (petrus)
4) BIDANG POLITIK
● Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
● DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan dipilih dari kalangan militer
● Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan
kesejahteraan anak buah
● Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan
yang fatal pada orde baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur
● Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
● Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan
kesejahteraan anak buah.

Sumber: https://prezi.com/3b5p_-_dqvsw/kelemahan-pemerintahan-orde-baru/
8. Orde Baru pada masa akhir pemerintahannya menghadapi krisis ekonomi, bagaimana strategi
pemerintahan Orde Baru dalam menghadapinya
Program atau kebijakan untuk mengatasi permasalahan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru
terdiri dari beberapa kebijakan yaitu program jangka pendek dan jangka panjang.
a. Program Jangka Pendek
Presiden Soeharto pada awal pemerintahannya dihadapkan pada masalah yang cukup sulit di bidang
ekonomi. Berbagai permasalahan terjadi seperti inflasi yang mencapai 650% berakibat melonjaknya harga-
harga kebutuhan. Selain itu alat-alat produksi mengalami kerusakan terutama di sektor pertanian. Permasalah
tersebut berakibat pada kurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Rehabilitasi dan stabilitas
ekonomi menjadi kebijakan awal pemerintahan Orde Baru dalam memulihkan kondisi tersebut. Rehabilitasi
maksudnya perbaikan fisik terhadap prasarana-prasarana dan alat produksi. Dan stabilitas dimaksudkan
pengendalian inflasi supaya harga tidak melonjak terusmenerus. Untuk lebih jelas bagaimana kebijakan jangka
pendek pemerintahan Orde Baru,
Program stabilitas dan rehabilitasi ekonomi yang dilakukan pemerintahan Orde Baru menumbuhkan
hasil yang cukup baik. Tingkat inflasi semula mencapai 650% berhasil ditekan menjadi 120 pada tahun 1969.
Kerusakan sarana prasarana mulai diperbaiki dan diremajakan. Pemerintah Orde Baru siap melaksanakan
program jangka panjang khususnya dibidang pertanian.

b. Program Jangka Panjang


Pada 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk pembangunan yang disebut sebagai
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita I (1969) tersebut fokus pada rehabilitasi prasarana
penting dan pengembangan iklim usaha dan investasi. Repelita II (1974-1979) dan Repelita III (1979-1984)
fokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan
penekanan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Fokus
Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (1989-1994), selain berusaha mempertahankan kemajuan di sektor
pertanian, juga mulai bergerak menitikberatkan pada sektor industri khususnya industri yang menghasilkan
barang ekspor, industri yang menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan industri yang
dapat menghasilkan mesin mesin industri.
Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka dalam
memberlakukan kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan.
 Stabilitas nasional yang dinamis
 Pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
 Pemerataan pembangunan dan hasilnya ditujukan kepada terciptanya keadilan sosial bagiseluruh
rakyat Indonesia.

Bukan tanpa dasar, Trilogi Pembangunan dibuat karena Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi
pada awal tahun 1966, kurang lebih sebesar 650% setahun. Beberapa kebijakan ekonomi yangdikeluarkan
pada masa orde baru adalah.

1. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)


Pada April 1969, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang bertujuan
untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang dan pangan. Repelita ini
akan dievaluasi selama lima tahun sekali.
 Repelita I
(1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, papan,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pertumbuhan ekonomi berhasil naik 3 sampai
5,7% sedangkan tingkat inflasi menurun menjadi 47,8%. Namun, kebijakan pada masa Repelita I
dianggap menguntungkan investor Jepang dan golongan orang-orang kaya saja. Hal ini memicu
timbulnya peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari).
 Repelita II
(1 April 1974 - 31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah
bahan mentah menjadi bahan baku.
 Repelita III
(1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan
pada asas pemerataan.
 Repelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian menuju
swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri.
 Repelita V (1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk memantapkan
swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga kerja, dan mampu
menghasilkan mesin-mesin sendiri.
 Repelita VI dimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada mesin mesin sektor ekonomi,
industri, pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.

2. Revolusi Hijau
Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional
(peasant) ke cara modern (farmers). Untuk meningkatkan produksi pertanian umumnya dilakukan empat
usaha pokok, yang terdiri dari:
 Intensifikasi, yaitu penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian untuk
memanfaatkan lahan yang ada guna memperoleh hasil yang optimal; Perubahan ini dilakukan melalui
program Panca Usaha Tani yang terdiri dari:
pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan
penyakit tanaman, dan pengairan atau irigasi yang baik.
 Ekstentifikasi, yaitu perluasan lahan pertanian untuk memperoleh hasil pertanian yang lebihoptimal.
 Diversifikasi (keanekaragaman usaha tani).
 Rehabilitasi (pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis).

Sumber : https://www.ruangguru.com/blog/sejarah-kelas-12-kehidupan-politik-dan-ekonomi-masa-orde-baru/
9. Orde Baru pada masa akhir pemerintahannya menghadapi isu Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN),
berikan deskripsi kondisi ini berdasar literatur yang ada

Pada akhir 1990-an, yaitu pada akhir masa orde baru pemerintahan Indonesia menghadapi isu Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN). KKN tersebut bergulir hingga pada tahun 2000. Rezim Orde Baru ditandai dengan
pertumbuhan ekonomi mengesankan yang cepat dan berkelanjutan, tetapi juga terkenal karena sifat korup
Soeharto. Soeharto memanfaatkan sistem patronase untuk mendapatkan loyalitas bawahannya, anggota elit
nasional dan kritikus terkemuka. Dengan Angkatan Bersenjata dan pendapatan sumber daya nasional sangat besar
yang dia gunakan, dia meraih kedudukan puncak dalam sistem politik dan ekonomi nasional, menyerupai
kekuatan patrimonial penguasa tradisional di masa pra-kolonial dulu.

Dalam membuat kebijakan ekonomi, Suharto mengandalkan saran dan dukungan dari sekelompok kecil
orang kepercayaan di sekitarnya. Kelompok ini terdiri dari tiga kategori: (1) para teknokrat yang dilatih di
Amerika Serikat (USA-trained technocrats), (2) para nasionalis ekonomi dan (3) para kroni kapitalis (yang terdiri
dari anggota keluarga dan beberapa konglomerat etnis Cina kaya). Kadang-kadang, semua kategori tersebut
dituduh korup namun sebagian besar penekanan mengarah ke lingkaran kecil kroni kapitalis (terutama anak-anak
Suharto) yang merupakan penerima manfaat utama dari skema privatisasi negara - maka mereka tidak disukai
oleh pengusaha nasional dan masyarakat - dan sering menjalankan monopoli bisnis besar.

Salah satu karakteristik penting korupsi selama Orde Baru Suharto adalah korupsi tersebut agak terpusat
dan dapat diprediksi. Investor dan pengusaha bisa memprediksi jumlah uang yang harus mereka sisihkan untuk
biaya-biaya 'tambahan' dan mereka mengetahui mana orang-orang yang akan perlu mereka suap. Atau ada taktik
lain, yaitu memasukkan kroni Suharto dalam kegiatan bisnis untuk mengurangi ketidakpastian yang disebabkan
oleh birokrasi yang amat ruwet. Pola yang sama ini ada di tingkat lokal di mana gubernur dan komandan militer
setempat menikmati hak istimewa yang sama seperti di pusat namun selalu sadar bisa kena hukuman dari pusat
jika mereka mendorongnya (sogokan) terlalu jauh.

Selain itu, kekuasaan memungkinkan praktik Neopotisme dan Kolusi: keputusan atau kebijakan yang
memihak sebagai balasan atas jasa yang di berikan, pemberian jabatan politik sebagai hadiah untuk individu atau
kelompok yang disukai, pembuatan kebijakan yang ditujukan untuk memperoleh kekayaan pribadi atau pengaruh.
Hasil dari praktik Kolusi dan Nepotisme ada 2 : Pertama, ia menimbulkan suatu pemerintahan yang memerintah
berdasarkan kepentingan-kepentingan yang sempit dan memihak dengan mengorbankan kepentingan lainnya.
Kedua, ia menumbuhkan sinisme dalam masyarakat yang akan menghalangi pemerintahan yang baik.

Maraknya praktik KKN pada masa itu membuat pemerintah harus memikirkan strategi apa saja untuk
memberantas korupsi. Namun, pemberantasan korupsi tersebut tidak lebih dari sekadar retorika politik belaka.
Retorika itu diawali dengan pidato Soeharto di depan DPR/MPR pada tanggal 16 Agustus 1967 yang menyatakan
akan membasmi korupsi hingga ke akar-akarnya. Kemudian dibentuklah TPK (Tim Pemberantasan Korupsi),
tetapi seperti yang diduga banyak kalangan, TPK tidak memiliki keberanian untuk membongkar korupsi yang
sudah mewabah hingga akhirnya terjadi demonstrasi mahasiswa dan pelajar secara besar-besaran di tahun 2970
yang menuntut dan mendesak Soeharto memenuhi janjinya untuk lebih serius memberantas korupsi, terutama di
Pertamina, Bulog, dan Departemen Kehutanan. Hal inilah yang kemudian memunculkan inisiatif dibentuknya
lembaga “Komite Empat”. Namun, adanya lembaga ini juga tidak mampu menjalankan tugasnya untuk
memberantas korupsi sehingga pemerintah Orde Baru menggerakkan operasi yang diberi nama “ OPSTIB”
(Operasi Tertib) yang dipimpin oleh Laksamana Sudomo. Namun, semua usaha untuk memberantaskan kasus
KKN tersebut tetaplah gagal. Kegagalan pemberantasan korupsi yang semakin nyata di era Rezim Orde Baru
diwarnai oleh lahirnya sebagai peraturan perundangan yang sengaja dibuat untuk melindungi tindakan para
koruptor agar bebas dari jeratan hukum.

Di Era Orde Baru, sejumlah proses peradilan kasus korupsi sampai ditingkat Mahkamah Agung memberi
gambaran rapuhnya indenpedensi peradilan dan bayang-bayang praktik Kolusi antara hakim dan petugas
pengadilan dengan pencari keadilan ataupun terdakwa.

Sumber:

 https://journal.ugm.ac.id/jkap/article/download/8404/6495
 https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/risiko/korupsi/item235
 http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3495/3/4103009%20_%20Bab%202.pdf
10. Pada 21 Maret 1998 presiden Soeharto menyatakan pengunduran diri, yang menandai akhir masa
pemerintahan Orde Baru. Bagaimanakah kronologi proses kejatuhan orde baru?
Menurut KBBI, reformasi merupakan perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau
agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Dengan kata lain, reformasi merupakan suatu gerakan untuk
mengubah bentuk ataupun perilaku suatu tatanan yang tidak lagi sesuai dengan kebutuhan zaman, baik karena
tidak efisien maupun tidak demokratis. Indonesia, mengalami reformasi pada tahun 1998. Peristiwa tersebut
menjadi catatan penting bagi sejarah bangsa Indonesia sebagai respon terhadap adanya krisis politik, ekonomi,
hukum, sosial dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan Orde Baru. Gerakan reformasi ini terjadi sebagai
bentuk tuntutan rakyat kepada pemerintah atas penyelewengan-penyelewengan yang terjadi, seperti korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN). Sehingga dengan demikian, secara konsekuennya pemerintahan Orde Baru sudah
tidak lagi sesuai dengan Pancasila ataupun Undang-Undang Dasar 1945.
Di masa akhir Orde Baru, krisis politik melanda bangsa Indonesia. Dimana, terjadi nepotisme mengenai
sebagian besar anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang pada kenyataannya telah diatur dan
dirancang berdasarkan ikatan kekeluargaan, bukan secara demokratis. Disamping itu, pada masa Orde Baru telah
dilakukan pemilihan umum sebanyak enam kali. Dalam pelaksanaanya sendiri, Partai Golkar lah yang selalu
mendominasi karena banyak dari elemen pemerintahan yang diharuskan memilih Golkar. Bahkan, banyak media
yang melarang pemberontakan terhadap pemerintah agar aspirasi masyarakat tidak tersalurkan. Kemudian dalam
bidang ekonomi, krisis moneter yang terjadi di Asia Tenggara juga berdampak terhadap Indonesia. Tahun 1997,
terjadi krisis ekonomi di Indonesia dengan merosotnya nilai mata uang Rupiah. Saat krisis tersebut mencapai
puncaknya, ketegangan di kalangan masyarakat pun muncul. Di tahun 1998, terjadi sejumlah kerusuhan anti-Cina
sebagai bentuk kemarahan masyarakat terhadap perekonomian rakyat China yang sangat mendominasi. Akibat
krisis ini, gejolak lainnya pun muncul dan semakin menyebar.
Secara rinci, berikut ini kronologi jatuhnya pemerintahan orde baru:
1. 1-11 Maret 1998: Soeharto kembali terpilih menjadi presiden dan dilantik dalam Sidang Umum MPR 1998.
2. Maret – Mei 1998: Terjadi demonstrasi menuntut mundurnya Soeharto. Demonstrasi tersebut terjadi di
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan lain-lain/
3. 12 Mei 1998: Ada empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tertembak saat terjadi demonstrasi.
4. 14-15 Mei 1998: Kerusuhan terjadi di Jakarta hingga Solo, bahkan terjadi penjarahan di beberapa tempat.
Ribuan mahasiswa mulai bergerak untuk berdemonstrasi mendukung mundurnya Soeharto. Tokoh-tokoh
penting seperti Amien Rais dan Nurcholis Majid mendesak Soeharto untuk mengundurkan diri dan
menyerahkan kekayaan pada negara.
5. 18 Mei 1998: Gedung MPR/DPR diduduki ribuan mahasiswa. Mereka menuntut MPR untuk menggelar
sidang istimewa.
6. 19 Mei 1998: Soeharto mengundang beberapa tokoh untuk membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan.
Saat itu Soeharto masih belum mau mengundurkan diri.
7. 20 Mei 1998: Empat belas menteri dari Kabinet Pembangunan memutuskan untuk mengundurkan diri. Terjadi
long march di Yogyakarta, sedangkan di Jakarta dibatalkan agar tidak terjadi kerusuhan.
8. 21 Mei 1998: Soeharto menyatakan pengunduran diri dari jabatan Presiden RI. Posisinya kemudian diganti
oleh Prof. Dr. Ing. B. J. Habibie.
Setelah Soeharto turun, maka pemerintahan orde baru sudah berakhir dan berganti dengan era Reformasi.
Runtuhnya pemerintahan orde baru membuka lembaran baru bagi Republik Indonesia untuk menata kembali
sistem pemerintahan yang lebih demokratis.

Sumber:

 http://gurupintar.com/threads/jelaskan-kronologi-jatuhnya-pemerintahan-orde-baru.1379/
 https://guruakuntansi.co.id/runtuhnya-orde-baru/
 https://ghiarendrias.blogspot.com/2015/01/kronologi-peristiwa-penting-ordebaru.html
 https://brainly.co.id/jawaban-buku/q-7-pemerintahan-orde-baru-tumbang-masa-reformasi?source=qa-qp-
match

Anda mungkin juga menyukai