Anda di halaman 1dari 18

BAB 1 Masa Transisi 1966-1967

● Aksi-aksi Tritura

Naiknya Letnan Jenderal Soeharto ke kursi kepresidenan tidak dapat


dilepaskan dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G 30 S PKI. Ini
merupakan peristiwa yang menjadi titik awal berakhirnya kekuasaan Presiden
Soekarno dan hilangnya kekuatan politik PKI dari percaturan politik
Indonesia.

Peristiwa tersebut telah menimbulkan kemarahan rakyat. Keadaan


politik dan keamanan negara menjadi kacau, keadaan perekonomian makin
memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah
melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan menyebabkan timbulnya keresahan
masyarakat. Aksi-aksi tuntutan penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap
pelaku G30 S PKI semakin meningkat.

Gerakan tersebut dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda,


mahasiswa dan pelajar (KAPPI, KAMI, KAPI), kemudian muncul pula KABI
(buruh), KASI (sarjana), KAWI (wanita), KAGI (guru) dan lain-lain.
Kesatuan-kesatuan aksi tersebut dengan gigih menuntut penyelesaian politis
yang terlibat G-30S/PKI, dan kemudian pada tanggal 26 Oktober 1965
membulatkan barisan mereka dalam satu front, yaitu Front Pancasila.

Setelah lahir barisan Front Pancasila, gelombang demonstrasi yang


menuntut pembubaran PKI makin bertambah meluas. Situasi yang menjurus
ke arah konflik politik makin bertambah panas oleh keadaan ekonomi yang
semakin memburuk. Perasaan tidak puas terhadap keadaan saat itu
mendorong para pemuda dan mahasiswa mencetuskan Tri Tuntunan
Hati Nurani Rakyat yang lebih dikenal dengan sebutan Tritura (Tri
Tuntutan Rakyat).Pada 12 Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan KAPPI,
kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi
DPR-GR mengajukan tiga buah tuntutan yaitu:

1. Pembubaran PKI,

2. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G30S PKI,

1
3. Penurunan harga/perbaikan ekonomi. Tuntutan rakyat banyak agar
Presiden Soekarno membubarkan PKI ternyata tidak dipenuhi
Presiden.

Isi Tritura :

Pada 12 Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan KAPPI, kesatuan-


kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR
mengajukan tiga buah tuntutan yaitu: (1) Pembubaran PKI, (2) Pembersihan
kabinet dari unsur-unsur G30S PKI, dan (3) Penurunan harga/perbaikan
ekonomi.

● Surat Perintah Sebelas Maret

Kekacauan politik yang terjadi membuat presiden sukarno


memerintahkan komandan resimen cakrabirawa , brigjen subur untuk
membuat konsep surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan
keadaan dan kewibawaan pemerintah. Setelah dibahas bersama, akhirnya
Presiden Soekarno menandatangani surat perintah yang kemudian terkenal
dengan nama Surat Perintah 11 Maret, atau SP 11 Maret, atau Supersemar.

Supersemar berisi pemberian mandat kepada Letjen. Soeharto selaku


Panglima Angkatan Darat dan Pangkopkamtib untuk memulihkan keadaan
dan kewibawaan pemerintah.

Mandat itu kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret


(Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya
Orde Baru.

Faktor – faktor yang melatar belakangi lahirnya Supersemar,


diantaranya:

1. Situasi negara secara umum dalam keadaan kacau dan genting.

2. Untuk mengatasi situasi yang tak menentu akibat pemberontakan G


30 S/PKI.

3. Menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Untuk memulihkan keadaan dan wibawa pemerintah.

2
●Dualisame kepemimpinan Nasional

Memasuki tahun 1966 terlihat gejala krisis kepemimpinan nasional


yang mengarah pada dualisme kepemimpinan. Disatu pihak Presiden
Soekarno masih menjabat presiden, namun pamornya telah kian merosot.
Soekarno dianggap tidak aspiratif terhadap tuntutan masyarakat yang
mendesak agar PKI dibubarkan.

Hal ini ditambah lagi dengan ditolaknya pidato


pertanggungjawabannya hingga dua kali oleh MPRS. Sementara itu Soeharto
setelah mendapat Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar dari
Presiden Soekarno dan sehari sesudahnya membubarkan PKI, namanya
semakin populer. Dalam pemerintahan yang masih dipimpin oleh Soekarno,
Soeharto sebagai pengemban Supersemar, diberi mandat oleh MPRS untuk
membentuk kabinet, yang diberi nama Kabinet Ampera.

Meskipun Soekarno masih memimpin sebagai pemimpin kabinet,


tetapi pelaksanaan pimpinan dan tugas harian dipegang oleh Soeharto.
Kondisi seperti ini berakibat pada munculnya “dualisme kepemimpinan
nasional”, yaitu Soekarno sebagai pimpinan pemerintahan sedangkan
Soeharto sebagai pelaksana pemerintahan. Presiden Soekarno sudah tidak
banyak melakukan tindakan-tindakan pemerintahan, sedangkan sebaliknya
Letjen. Soeharto banyak menjalankan tugas-tugas harian pemerintahan.

Adanya “Dualisme kepemimpinan nasional” ini akhirnya


menimbulkan pertentangan politik dalam masyarakat, yaitu mengarah pada
munculnya pendukung Soekarno dan pendukung Soeharto. Hal ini jelas
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam Sidang MPRS yang digelar sejak akhir bulan Juni sampai awal
Juli 1966 memutuskan menjadikan Supersemar sebagai Ketetapan (Tap)
MPRS. Dengan dijadikannya Supersemar sebagai Tap MPRS secara hukum
Supersemar tidak lagi bisa dicabut sewaktu-waktu oleh Presiden Soekarno.

3
Bahkan sebaliknya secara hukum Soeharto mempunyai kedudukan yang
sama dengan Soekarno, yaitu Mandataris MPRS.

Dalam Sidang MPRS itu juga, majelis mulai membatasi hak


prerogatif Soekarno selaku Presiden. Secara eksplisit dinyatakan bahwa gelar
“Pemimpin Besar Revolusi” tidak lagi mengandung kekuatan hukum.
Presiden sendiri masih diizinkan untuk membacakan pidato
pertanggungjawabannya yang diberi judul “Nawaksara”.

Pada tanggal 22 Juni 1966, presiden Soekarno menyampaikan pidato


“Nawaksara” dalam persidangan MPRS. “Nawa” berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti sembilan, dan “Aksara” berarti huruf atau istilah.
Pidato itu memang berisi sembilan pokok persoalan yang dianggap penting
oleh presiden Soekarno selaku mandataris MPR. Isi pidato tersebut hanya
sedikit menyinggung sebab-sebab meletusnya peristiwa berdarah yang terjadi
pada tanggal 30 September 1965.

Pengabaian peristiwa yang mengakibatkan gugurnya sejumlah


jenderal angkatan darat itu tidak memuaskan anggota MPRS. Melalui
Keputusan Nomor 5/MPRS/1966, MPRS memutuskan untuk minta kepada
presiden agar melengkapi laporan pertanggung jawabannya, khususnya
mengenai sebab-sebab terjadinya peristiwa Gerakan 30 September beserta
epilognya dan masalah kemunduran ekonomi serta akhlak.

Pada tanggal 10 Januari 1967 Presiden menyampaikan surat kepada


pimpinan MPRS yang berisi Pelengkap Nawaksara. Dalam Pelengkap
Nawaksara itu presiden mengemukakan bahwa mandataris MPRS hanya
mempertanggungjawabkan pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara
dan bukan hal-hal yang lain. Nawaksara baginya hanya sebagai progress
report yang ia sampaikan secara sukarela. Ia juga menolak untuk seorang diri
mempertanggungjawabkan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September,
kemerosotan ekonomi, dan akhlak.

Sementara itu, sebuah kabinet baru telah terbentuk dan diberi nama
Kabinet Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Kabinet tersebut diresmikan

4
pada 28 Juli 1966. Kabinet ini mempunyai tugas pokok untuk menciptakan
stabilitas politik dan ekonomi. Program kabinet tersebut antara lain adalah
memperbaiki kehidupan rakyat, terutama di bidang sandang dan pangan, dan
melaksanakan pemilihan umum sesuai dengan Ketetapan MPR RI No.
XI/MPRS/1966.

Sesuai dengan UUD 1945, Presiden Soekarno adalah pemimpin


Kabinet. Akan tetapi pelaksanaan pimpinan pemerintahan dan tugas harian
dilakukan oleh Presidium Kabinet yang diketuai oleh Letnan Jenderal
Soeharto. Sehubungan dengan permasalahan yang ditimbulkan oleh
“Pelengkap Nawaksara” dan bertambah gawatnya keadaan politik pada 9
Februari 1967 DPRGR mengajukan resolusi dan memorandum kepada
MPRS agar mengadakan Sidang Istimewa.

Sementara itu usaha-usaha untuk menenangkan keadaan berjalan


terus. Untuk itu pimpinan ABRI mengadakan pendekatan pribadi kepada
Presiden Soekarno agar ia menyerahkan kekuasaan kepada pengemban
ketetapan MPRS RI No. IX/MPRS/1966, yaitu Jenderal Soeharto sebelum
Sidang Umum MPRS. Hal ini untuk mencegah perpecahan di kalangan rakyat
dan untuk menyelamatkan lembaga kepresidenan dan pribadi Presiden
Soekarno.

Salah seorang sahabat Soekarno, Mr. Hardi, menemui Presiden


Soekarno dan memohon agar Presiden Soekarno membuka prakarsa untuk
mengakhiri dualisme kepemimpinan negara, karena dualisme kepemimpinan
inilah yang menjadi sumber konflik politik yang tidak kunjung berhenti. Mr.
Hardi menyarankan agar Soekarno sebagai mandataris MPRS, menyatakan
non aktif di depan sidang Badan Pekerja MPRS dan menyetujui pembubaran
PKI.

Presiden Soekarno menyetujui saran Mr. Hardi. Untuk itu disusunlah


“Surat Penugasan mengenai Pimpinan Pemerintahan Sehari-hari kepada
Pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966. Kemudian, Presiden menulis nota
pribadi kepada Jenderal Soeharto. Pada 7 Februari 1967, Mr. Hardi menemui

5
Jenderal Soeharto dan menyerahkan konsep tersebut. Pada 8 Februari 1967,
Soeharto membahas surat Presiden bersama keempat Panglima Angkatan.

Para panglima berkesimpulan bahwa draft surat tersebut tidak dapat


diterima karena bentuk surat penugasan tersebut tidak membantu
menyelesaikan situasi konflik. Kesimpulan itu disampaikan Soeharto kepada
Presiden Soekarno pada 10 Februari 1967. Presiden menanyakan
kemungkinan mana yang terbaik. Soeharto mengajukan draft berisi
pernyataan bahwa Presiden berhalangan, atau menyerahkan kekuasaan
kepada Pengemban Surat Perintah 11 Maret 1966.

Pada awalnya Presiden Soekarno tidak berkenan dengan usulan draft


tersebut, namun kemudian sikap Presiden Soekarno melunak, ia
memerintahkan agar Soeharto beserta Panglima Angkatan berkumpul di
Bogor pada hari Minggu tanggal 19 Februari 1967, Presiden menyetujui draft
yang dibuat, dan pada tanggal 20 Februari draft surat itu telah ditandatangani
oleh Presiden.

Ia meminta agar diumumkan pada hari Rabu tanggal 22 Februari


1967. Tepat pada pukul 19.30, Presiden Soekarno membacakan pengumuman
resmi pengunduran dirinya. Pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto
dilantik menjadi pejabat Presiden Republik Indonesia oleh Ketua MPRS
Jenderal Abdul Haris Nasution. Setelah setahun menjadi pejabat presiden,
Soeharto dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27
Maret 1968 dalam Sidang Umum V MPRS. Melalui Tap No.
XLIV/MPRS/1968, Jenderal Soeharto dikukuhkan sebagai Presiden Republik
Indonesia hingga terpilih presiden oleh MPR hasil pemilu. Pengukuhan
tersebut menandai berakhirnya dualisme kepemimpinan nasional dan
dimulainya pemerintahan Orde Baru.

BAB 2 Stabilisasi Politik dan Keamanan sebagai dasar Pembangunan

• Orba merencanakan pembangunan nasional, program


membentuk Kabinet Pembangunan I yang bernama “Pancakrida”,
isinya:

6
1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat
suksesnya Repelita dan Pemilu

2. Menyusun dan merencanakan Repelita

3. Melaksanakan Pemilu, selambat-lambatnya Juli 1971

4. Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan


mengikis sisa-sisa PKI

5. Melanjutkan pembersihan araratur negara dari unsur PKI

• Suharto menciptakan politik yang stabil, seperti melakukan pelemahan


Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Kelompok Islam Fundamentalis

• Suharto menciptakan kekuatan politik baru yaitu Golkar

• Pada masa Orba, Pemilu pertama terlaksana tahun 1971

• Partai yang diijinkan ikut seperti : NU, Parmusi, Perti, Partai Kristen
Indonesia, Partai Khatolik, Murba, IPKI dan Golkar

• Pada masa Orba, parpol mengalami penyederhanaan melalui siding


Umum MPR tahun 1973

• NU, Parmusi, Perti, PSII menjadi PPP

• PNI, Katolik, Parkindo, Murba, IPKI menjadi PDI

• Golkar = Golkar

• Orba melarang Parpol mempunyai cabang dan melakukan ketentuan agar


PNS menyalurkan suaranya ke Golkar

• Orba berhasil melaksanakan Pemilu sebanyak 6 kali setiap 5 tahun sekali


1971, 1977, 1987, 1992, dan 1997

• Semua pemilu pada masa Orba di menangkan oleh Golkar. Kekuataan


penyokong Golkar adalah PNS dan ABRI

• Selain Depolitisasi Parpol, masa Orba juga melakukan Depolitisasi


pendidikan apalagi setelah peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari)

7
• Pemerintah Orba menghimpun Trilogi Pembangunan

1. Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis

2. Pertumbuhan Ekonomi yang cukup tinggi

3. Pemerataan pembagunan dan hasil-hasilnya menuju kepada


terciptanya keadilan social bagi seluruh rakyat

Stabilisasi Penyeragaman

• Suharto mengajukan Eka Prasetia Pancakarsa dengan maksud


menegaskan bahwa Penyusunan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) dipandang sebagai janji yang teguh

• Presiden mengajukan p4 kepada MPR yang akhirnya menjadi Tap MPR

• Diadakan juga penataran p4 yang bermaksud membentuk pemahaman


yang sama mengenai demokrasi pancasila

• PNS, termasuk pegawai BUMN,pelajar mulai dari sekolah menengah


sampai PT diharuskan mengikuti penataran p4

• Melalui penataran p4 pemerintah memberikan penekanan pada masalah


suku, agama, ras dan atar golongan ( sara)

Penerapan Dwi Fungsi ABRI

• ABRi mempunyai 2 fungsi, yaitu sebagai pusat kekuatan militer dan


sekaligus berfungsi dibidang politik

• Fungsi ABRi di bidang politik yaitu di tempatkannya militer di DPR,


MPR, DPD tingkat Prov dan Kabupaten

• ABRI di DPRD bertanggungjawab kepada komandan setempat

• ABRI di MPR dan DPR bertanggungjawab kepada panglima ABRI

• Keikutsertaan ABRI atau militer dalam politik bersifat antipartai

8
• Keterlibatan ABRI di eksekutif sangat nyata terutama melalui Golkar
(ABRi mampu menempatkan perwira aktif kedalam dewan pengurus pusat)

• ABRI juga terlibat di sector legislative

• Masa Orba, pelaksanaan negara didominasi oleh ABRI

1. Banyaknya jabatan pemerintahan, bupati, walikota, gubernur

2. Tulangpunggung Golkar

3. Abri diperkenankan mempunyai berbagai usaha

Rehabilitasi Ekonomi Orba

• Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki ekonomi masa Orba adalah


mengendalikan hiperinflasi dengan menyusun APBN berimbang

• Masa Orba harus mennaggung semua hutang piutang yang ditinggalkan


pada masa Orla

• Untuk mennaggulangi utang dilakukan adalah dengan mencari hutangan


baru dan melakukan Diplomasi yang intensif

• Diplomasi yang intensif yaitu dengan mengirimkan tim negosiasinya ke


Paris (Paris Club) untuk merundingkan hutang negara, ke London Inggris
(London Club) untuk merundingkan hutang swasta

• Untuk bersahabat dengan negara donator, Pemerintah Orba melakukan


kesepakatan dengan Belanda mengenai ganti rugi 165 jt dollar terhadap
beberapa perusahaan mereka yang dinasionalisasikan dan begitu juga dengan
Inggris

• Pemerintah juga memberlakukan Penanaman Modal Asing (hal ini


menunjukkan bahwa Orba tidak memusuhi investor asing dan ini juga
membantu tersedianya lapangan pekerjaan)

• Upaya diplomasi ini berhasilo meyakinkan negara-negara tersebut untuk


membantu Indonesia yang sedang terpuruk ekonominya (terbentuknya IGGI)

9
• Selain meminta tolong dana dari luar negeri pemerintah Orba juga
menggalang dana dari dalam negeri yaitu dana masyarakat (bersama BI dan
bank milik negara agar masyarakat mau menabunng)

• Upaya lain adalah dengan mengadakan UUPMDN, dalam penanaman


modal dalam negeri perusahaan Indonesia harus menguasi 51% saham

• Kebijakan yang diambil orba menunjukkan hal positif, hiperinflasi mulai


bisa dikendalikan dan Repelita berjalan

Kebijakan Pembangunan Orde Baru

• Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akibat pelaksanaan pembangunan


tidak akan bermakna apabila tidak diimbangi dengan pemerataan
pembangunan

• Pemerintah Orba mengupayakan 8 pemerataan, al:

1. Pemenuhan kebutuhan pokoki rakyat, khususnya pangan, sandang


dan perumahan

2. Pemerataan pendidikan dan pelayanan kesehatan

3. Pemerataan pembagian pendapatan

4. Pemerataan kesempatan kerja

5. Pemerataan kesempatan berusaha

6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi

7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayan tanah air

8. Pemerataan kesempatan mmeperoleh keadilan

Pertanian

1. Tujuan Pelita I meningkatkan taraf hidup melalui sector pertanian

10
2. Pembangunan di tekankan pada instisusi pedesaan dengan membangun
Bimas (Bimbingam Masal) untuk produksi beras dan koperasi,
pemerintah juga menciptakan Badan Urusan Logistik (BULOG)
3. Pemerintah juga menunjuk Fakultas Pertanian UGM untuki
mengembangkan ekonomi pedesaan maka lahirlah KUD, selain untuk
pangan KUD juga menyalurkan obat-obatan, pupuk, benih
4. Suharto juga mengembangkanj institusi penelitian pertanian yang
berkembang menjadi Inovasi untuki pertanian, yang hasilnya cukup
terkenal yaitu Varietas Unggul Tahan Wereng
5. Pemerintah Orba juga membangun pabrik pupuk, Petro Kimia Gresik,
Sriwijaya di Palembang, Asean Aceh Fertilizer di Aceh
6. Hal-hal yang dilakukan membuat budidaya padi di Indonesia menjadi
terbaik se Asia
7. Masa Orba juga memunculkan Kelompencapir (Pendengar, pembaca,
pemirsa) merupakan wadah temu wicara langsung antara petani,
nelayan, peternak, menteri dan Suharto
8. Ada juga kompetisi cerdas cermatnya, dan ada petani yang berprsetasi

Pendidikan

1. Pada masa Orba ada 3 hal yang penting dalam hal pendidikan,
yaitu: Pembangunan SD Inpres, program wajib belajar dan
pembentukan kelompok belajar (Kejar)
2. Dana pembangunan SD Inpres dari hasil penjualan minyak
bumi, gedung yang dibangun sebanyak 6.000 dan masing-
masing 3 ruang kelas
3. Peningkatan jumlah Sekolah Dasar diikuti juga jumlah
peningkatan guru
4. Untuk Program Wajib Belajar, mewajibkan anak usia 7-12
tahun untuk mengenyam pendidikan SD selama 6 tahun
5. Program wajib belajar ini memang tidka diikuti pembebasan
biaya pendidikan tetapi pemerintah berupaya mmeberikan

11
beasiswa, yang mana dikenal dengan Program Gerakan
Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA)
6. GN-OTA diperuntukkan untuk anak yang tinggal didaerah
terpencil, kurang mampu, anak cacat
7. 10 tahun kemudian, program pemerintah mewajibkan anak
sekolah untuk program 9 tahun atau sampai SMP
8. Program selanjutnya adalah pemberantasan Buta Aksara
dengan membetuk kelompok belajar atau kejar
9. Program ini diikuti pada usia 10-45 tahun, tutormya adalah
masyarakat yang melek aksara
10. Keberhasilan kejar terlihat dari jumlah penduduk yang buta
aksara menurun

Keluarga Berencana (KB)

1. Hampir program KB tersebar luas, mulai dari iklan khususnya


di TVRI, iklan dipinggir jalan dengan semboyan KB yang
terkenal yaitu “ dua anak cukup, laki-laki perempuan sama
saja”
2. Keberhasilan Indonesia dalam pengendalian jumlah penduduk
di puji oleh UNICEF
3. Program KB di Indonesia sebagai salah satu yang paling
sukses di dunia, sehingga menarik perhatian dunia untuk
mengikuti kesuksesan Indonesia
4. Kesehatan Masyarakat, Posyandu
5. Perkembangan Puskesmas bermula dari konsep Bandung Plan
6. Konsep Bandung Plan terus dikembangkan, tahun 1968
diadakan seminar konsep Puskesmas
7. Tahun 1968, puskesmas dikembangkan dengan tipe A, B, C
dengan basic KIA, KB, Gizi Mas, Kesling, P3M, PKM, BP,
PHN, UKS, UHG, UKJ, Lab dan Pencatatan dan pelaporan
8. Tahun 1969 tipe Puskesmas hanya A dan B
9. Tahun 1979 tidak ada penTipean Puskesmas
10. Tahun 1984 dibentuklah Posyandu

12
11. Posyandu dengan 5 programnya yaitu KIA, KB, Gizi,
penanggulangan Diare dan Imunisasi
12. Tidak hanya buntuk balita saja Posyandu juga untuk Ibu hamil
13. Posyandu saat ini menjadi andalah kegiatan masyarakat yaitu
PIN, Campak, dan Vit.A
14. Perkembangn puskesmas menampakkan hasilnya pada Orba,
insikatornya adalah semakin baiknya tingkat kesehatan

BAB 3 Integrasi Timor-Timur

ke dalam wilayah Indonesia tidak terlepas dari situasi politik internasional


saat itu, yaitu perang dingin dimana konstelasi geopolitik kawasan Asia
Tenggara saat itu terjadi perebutan pengaruh dua blok yang sedang bersaing
pada saat itu yaitu Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni
Soviet) . Dengan kekalahan Amerika Serikat di Vietnam pada tahun 1975,
berdasarkan teori domino yang diyakini oleh Amerika Serikat bahwa
kejatuhan Vietnam ke tangan kelompok komunis akan merembet ke wilayah–
wilayah lainnya. Berdirinya pemerintahan Republik Demokratik Vietnam
yang komunis dianggap sebagai ancaman yang bisa menyebabkan jatuhnya
negara-negara di sekitarnya ke tangan pemerintahan komunis.

Kemenangan komunis di Indocina (Vietnam) secara tidak langsung


juga membuat khawatir para elit Indonesia (khususnya pihak militer). Pada
saat yang sama di wilayah koloni Portugis (Timor-Timur) yang berbatasan
secara langsung dengan wilayah Indonesia terjadi krisis politik. Krisis itu
sendiri terjadi sebagai dampak kebebasan yang diberikan oleh pemerintah
baru Portugal di bawah pimpinan Jenderal Antonio de Spinola. Ia telah
melakukan perubahan dan berusaha mengembalikan hak-hak sipil, termasuk
hak demokrasi masyarakatnya, bahkan dekolonisasi.

Di Timor-Timur muncul tiga partai politik besar yang memanfaatkan


kebebasan yang diberikan oleh pemerintah Portugal. Ketiga partai politik itu
adalah:

13
1. Uniao Democratica Timorense (UDT-Persatuan Demokratik Rakyat
Timor) yang ingin merdeka secara bertahap. Untuk tahap awal UDT
menginginkan Timor-Timur menjadi negara bagian dari Portugal.

2. Frente Revoluciondria de Timor Leste Independente (Fretilin-Front


Revolusioner Kemerdekaan Timor-Timur) yang radikal –Komunis dan ingin
segera merdeka.

BAB 4 DAMPAK KEBIJAKAN POLITIK DAN EKONOMI MASA


ORDE BARU

Orde Baru adalah masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia yang


menggantikan Orde Lama pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung
dari tahun 1966 hingga tahun 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan
praktik korupsi yang merajalela. Pendekatan keamanan yang diterapkan Orde
Baru dalam menegakkan stabilisasi nasional secara umum memang berhasil
menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan
ekonomi pun berjalan baik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena
setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik.

Pada masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan


bangsa Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah
meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti
Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi,
Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif dari program ini adalah
terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan
terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan
pemerintah.

Selain keberhasilan yang dapat dicapai oleh Orde baru, di sisi lain
kebijakan politik dan ekonomi pemerintah Orde Baru juga memberi beberapa
dampak yang lain, baik di bidang ekonomi dan politik. Berikut ini dampak
positif dan negatif bidang ekonomi dan politik pada masa orde baru.

14
No. Bidang Dampak Positif Dampak Negatif

1. Politik 1. Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi 1. Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran
kekuasaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat
kuatnya peran Negara dalam masyarakat. Indonesia.

2. Situasi keamanan pada masa ORBA relatif aman dan 2. Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan
terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara
semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan sepihak.
dengan Pancasila.
3. Terbentuk pemerintahan yang bersifat otoriter,
3. Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dominative dan sentralistis.
dapat mengontrol parpol.
4. Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan
4. Keamanan dalam negeri lebih terjamin. cenderung KKN.

5. Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi


kehidupan bebangsa dan benegara.

15
2. Ekonomi 1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program 1. Perbedaan ekonomi antardaerah, dalam masyarakat terasa
pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan semakin tajam.
hasilnya pun dapat terlihat secara konkrit.
2. —Terciptalah kelompok yang terpinggirkan
2. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras (Marginalisasi sosial)
terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras
3. —Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat
sendiri (swasembada beras).
dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
3. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan
4. —Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan
perbaikan kesejahteraan rakyat.
ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi,
4. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi dan sosial.
pendidikan dasar yang semakin meningkat.
5. —Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara
5. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih
6. —Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah
dari AS$1.000.
karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan
6. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia Papua

7. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk 7. —Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para
dalam negeri. transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah.

16
Selain masalah-masalah diatas, pemerintahan Orde Baru juga telah
melakukan tindakan antidemokrasi dan diindikasikan telah melanggar HAM.
Amnesty International misalnya dalam laporannya pada 10 Juli 1991
menyebut Indonesia sebagai pelanggar HAM. meskipun pertumbuhan
ekonomi meningkat tetapi secara fundamental pembangunan tidak merata
tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi
penyumbang terbesar devisa negara seperti di Riau, Kalimantan Timur dan
Irian Barat/Papua. Faktor inilah yang selanjutnya menjadi salah satu
penyebab terpuruknya perekenomian Indonesia menjelang akhir tahun 1997.

17
18

Anda mungkin juga menyukai