Jum’at pagi,11 Maret 1966,kota Jakarta terasa gerah.Sejak pagi sudah terasa indikasi bahwa
hari itu akan menjadi hari yang panjang dan melelahkan.Pertarungan kekuasaan antara kubu
Presiden Soekarno dan Angkatan Darat ( di bawah kendali Letjen Soeharto) kian
memuncak.Masyarakat mengikuti perkembangan situasi politik dan ekonomi nasional
melalui siaran radio .Gerakan 30 September telah enam bulan ditumpas oleh Angkatan
Darat,tetapi belum semua pelakunya dapat diringkus dan dijebloskan ke penjara.Banyak
aktivis PKI (Partai Komunis Indonesia) yang masih bergerak di bawah tanah.Menurut,
rencana hari itu akan dilangsungkan Sidang Kabinet Dwikora yang Disempurnakan – sebuah
kabinet yang di desain oleh presiden untuk mengakomodasi perubahan peta politik yang
begitu cepat sejak Tradegi 1 Oktober 1965.Untuk mengantisipasi perkembangan situasi yang
tak terkendali,sejak pagi pengawal istana ( Resimen Cakrabi-rawa) telah bersiap dengan
kesiagaan ekstra.
Surat perintah 11 Maret 1966 atau yang dikenal dengan Supersemar menjadi tonggak
sejarah lahirnya Pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Surat Perintah tersebut berisi perintah
Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto (Pangkostrad), yang diawali oleh tragedi nasional
terbunuhnya 7 putera putera terbaik bangsa oleh Gerakan 30 September/PKI 1965, yang
kemudian dikenal dengan sebutan G 30 S/PKI. Gerakan tersebut diawali dengan
dihembuskan isu adanya Dewan Jendral oleh pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI)
Letkol Untung. Letkol Untung saat itu menjabat Komandan Bataliyon Cakrabirawa, yaitu
pasukan khusus pengawal pribadi Presiden. Menurutnya Dewan Jendral merupakan
kelompok jendral-jendaral Angkatan Darat (AD), yang akan malakukan Coup D’etat
(kudeta) terhadap pemerintahan yang sah (Presiden Soekarno). Upaya komunis pertamatama
dengan melakukan pendekatan terhadap Presiden Soekarno, dengan selalu memuji dan
mentaati segala perintah presiden. Setelah Presiden Soekarno berada di atas angin, Letkol
Untung dan tokoh-tokoh komunis lainnya mulai bergerak sejak Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Gerakan tersebut dilakukan dengan merekomendasikan
penggantian orang-orang yang duduk di lembaga-lembaga Negara (dengan alasan
membayakan), seperti: di Kabinet, DPR, MPRS sebagainya, sehingga sebagian besar anggota
lembaga tersebut didominasi oleh orang-orang komunis. Gerakan ideologis dan pendekatan
PKI terhadap pemerintahan mampu meninabubukkan Presiden Soekarno menjadi terlena,
sehingga Sidang Umum MPRS mengeluarkan ketetapan untuk mengangkat Soekarno
menjadi presiden seumur hidup melalui ketetapan No:III/ MPRS/1963.
Daftar Referensi :