Anda di halaman 1dari 3

Nama : Haswin Nuhung

Kelas : XII MIPA 2

Tugas :PPKN

Jawaban :

Hari ini genap 56 tahun sejak Soeharto menerima Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada
1966 silam. Riwayat Supersemar diliputi dugaan pemalsuan sejarah yang diyakini menjadi awal
peralihan kekuasaan Sukarno ke Soeharto. Supersemar diklaim sebagai surat mandat dari Presiden
Sukarno kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang dirasa perlu dalam mengatasi keamanan
dan stabilitas pemerintahan ketika itu.

Penerbitan Supersemar tidak lepas dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang diduga
melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Begitu Supersemar terbit, penangkapan dan
pembantaian terhadap kader serta simpatisan PKI terjadi di berbagai daerah. Pada tahun1965, PKI
menghadapi perselisihan dengan TNI AD. Perselisihan itu disebabkan oleh persoalan kepemimpinan
selanjutnya ketika Sukarno dikabarkan sakit. Sebelum tahun itu, PKI dan TNI AD sudah berselisih
paham mengenai pembentukan Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh tani yang dipersenjatai. TNI
AD tak setuju dengan keputusan tersebut.

Kemudian, muncul pula isu Dewan Jenderal bentukan petinggi TNI AD yang ingin merebut kursi
presiden dari Sukarno pada 1965. Letjen Ahmad Yani selaku Menteri Panglima Angkatan Darat kala
itu pun ikut terseret isu yang tak diketahui kebenarannya. Pada malam 30 September atau 1 Oktober
1965 dini hari, sejumlah perwira tinggi TNI AD dibunuh dan diculik di Jakarta. Operasi itu dipimpin
oleh anggota Resimen Cakrabirawa pasukan pengawal presiden yang setia pada Sukarno, yakni
Letkol Untung.

Petinggi TNI AD yang diculik dan dibunuh di antaranya yaitu Letjen Ahmad Yani, Mayjen Suprapto,
Mayjen M.T. Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan, dan Brigjen Sutoyo Siswomiharjo.
Ada pula beberapa orang lainnya yang juga turut menjadi korban, yakni Bripka Karel S. Tubun dan
Ade Irma Suryani Nasution yang merupakan putri Jenderal A.H. Nasution. Selain itu, Kolonel Katamso
Darmokusumo serta Letkol Sugiyono Mangunwiyoto juga menjadi korban operasi di Yogyakarta.

Pasukan yang dipimpin Letkol Untung sempat menguasai Radio Republik Indonesia dan menyiarkan
berita bahwa Dewan Revolusi, yang merupakan kelompok perwira menengah AD, telah terbentuk
untuk meringkus Dewan Jenderal. Namun, di hari yang sama yakni 1 Oktober 1965, pasukan TNI
sudah menguasai kembali Jakarta. PKI dituding menjadi dalang dari Gerakan 30 September tersebut.

Peristiwa itu pun memicu protes dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa dan tentara. Selain
itu, krisis ekonomi kala itu juga menghantam Indonesia dengan sejumlah kekacauan di mana-mana.
Atas peristiwa tersebut, memasuki tahun 1966, golongan mahasiswa menyampaikan Tri Tuntutan
Rakyat (Tritura). Tiga tuntutan itu antara lain :

1. meminta pembubaran PKI yang dituding menjadi penyebab G30S


2. perombakan Kabinet Dwikora
3. dan penurunan harga.

Sidang kabinet 100 menteri pada 11 Maret 1966 pun menjadi rapat terakhir yang dipimpin Sukarno.
Tak lama setelah sidang dilakukan, Sukarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana
Menteri (Waperdam) II Leimana. Ajudan Sukarno, Kol Pol Sumirat mendapat nota dari Komandan
Cakrabirawa Brigjen Sabur yang meminta presiden segera mengamankan diri. Bung Karno kemudian
bertolak mengamankan diri ke Istana Bogor menggunakan helikopter.

Sehari sebelumnya, pada 10 Maret, Soeharto mengadakan pertemuan dengan Pangdam Jaya Amir
Mahmud, Menteri Veteran Brigjen Basuki Rahmat, dan Menteri Perindustrian M. Jusuf.Soeharto
menyatakan bahwa ia siap menerima mandat penuh dari Sukarno untuk mengatasi krisis negara,
termasuk dalam hal ini masalah keamanan dan politik. Ketiga Jenderal itu menyetujui Soeharto.

Beberapa saat setelah sidang 100 kabinet ditutup, Amir Mahmud, Basuki Rahmat, dan M. Jusuf
menemui Soeharto di rumahnya. Soeharto kemudian menitipkan pesan untuk Sukarno yang tengah
mengungsi di Istana Bogor. Mereka kemudian mendatangi Sukarno dan menyampaikan pesan
Soeharto. Saat itulah Sukarno disodorkan Supersemar dan diminta untuk menandatangani dan di
saat itu juga Soeharto ditodong pistol untuk dipaksa menandatangani surat Supersemar tersebut.

Tiga poin penting isi Supersemar, yaitu:

1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan
ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin
keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin
Besar Revolusi/Mandataris M.P.R.S. demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik
Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain
dengan sebaik-baiknya.
3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung
jawabnya seperti tersebut di atas.

Saat penandatanganan itu terjadi salah seorang pengawal Bung Karno, Wilardjito mengatakan
sebenarnya bukan 3, melainkan ada 4 jenderal yang menemui Sukarno kala itu. Satu jenderal yang
dimaksud yakni M. Panggabean. Dia mengaku melihat Panggabean menodongkan pistol kepada
Sukarno agar lekas menandatangani Supersemar. Kesaksian Wilardjito banyak dibantah lantaran
saat itu masih berpangkat rendah.
Sehari setelah penandatanganan surat, Soeharto langsung membubarkan PKI dengan Surat
Keputusan Presiden Nomor 113 tahun 1966. Saat membacakannya, Soeharto menyebut surat itu
telah ditandatangani Sukarno.

Enam hari berikutnya, 15 menteri Sukarno ditangkap dengan tuduhan terlibat dalam peristiwa G30S,
termasuk Subandrio dan Chaerul Saleh. Tidak hanya itu, pasca-pembubaran PKI, terjadi pembantaian
terhadap anggota PKI, keluarganya, simpatisan, hingga orang yang tidak berkaitan dengan PKI terjadi
di mana-mana. Soeharto juga menggunakan Supersemar untuk menertibkan keadaan dan keamanan
dalam rangka menjalankan pemerintahan dan kehidupan sosial. Termasuk melenyapkan segala yang
dianggap menyimpang dan mengembalikan situasi yang semestinya. Kemudian, pada 7-12 Maret
1967 MPRS mengadakan Sidang Istimewa. Berdasarkan ketetapan tersebut, secara resmi kekuasaan
Presiden Sukarno pun berakhir dan digantikan oleh Soeharto. Hal tersebut merupakan peralihan
kekuasaan presiden yang pertama dalam sejarah Ketatanegaraan Indonesia.

Dampak adanya Supersemar:

1. Supersemar menyebabkan kedudukan Soekarno sebagai Presiden RI kian tergerus,


sementara posisi Soeharto kian menguat
2. Soeharto membubarkan PKI dan menangkap para menteri yang diduga terlibat dalam G30S
3. Status Soekarno yang menjabat sebagai presiden seumur hidup dicabut oleh MPRS pada 7
Maret 1967
4. Soekarno lengser dari kursi kepresidenan dan Soeharto menjadi presiden pada 27 Maret
1968
5. Supersemar menjadi tonggak lahirnya Orde Baru yang bertahan hingga 1998
6. Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat dan Malaysia menguat
7. Indonesia kembali bergabung dengan PBB

KESIMPULAN ADANYA SUPERSEMAR :

Jadi, peralihan kekuasaan politik dari Soekarno ke Soeharto diawali dengan Supersemar yang
memberikan kekuasaan bagi Soeharto dalam menertibkan situasi negara yang sedang rentan pasca
G-30S/PKI dengan membubarkan PKI dan menangkap para partisipannya. Supersemar disahkan
dalam TAP MPRS No. IX/1966 dan gelar Soekarno sebagai presiden seumur hidup dicabut. Pada
tanggal 5 Juli 1966, MPRS memberikan wewenang kepada Soeharto untuk membentuk kabinet baru.
Soeharto ditetapkan sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 setelah pertanggungjawaban
Presiden Soekarno ditolak oleh MPRS. Soeharto berhasil menjadi presiden sesuai hasil Sidang Umum
MPRS (TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968.

Anda mungkin juga menyukai