Anda di halaman 1dari 7

A. APAKAH SUPERSEMAR ITU ?

Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi
Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia
Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
23
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi
Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap
perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan
Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia
mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah
supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Bagi bangsa Indonesia Supersemar memiliki arti penting
berikut.
1. Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru.
2. Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil
beberapa tindakan untuk menjamin kestabilan jalannya
pemerintahan dan revolusi Indonesia.
3. Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

B. LAHIRNYA SUPERSEMAR

Ide lahirnya Supersemar pada saat itu bermula dari Mayjen Soeharto yang menugaskan 3
perwira TNI AD,Brigjen M.Jusup ,Brigjen Amir Machmud dan Brigjen Rachmat Basuki untuk
menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor.Ketiga perwira TNI AD itu menyampaikan pesan
bahwa Soeharto mampu mengendalikan dan memulihkan keamanan jika diberikan surat kuasa
yang memberikan kewenangan kepadanya melakukan tindakan untuk memulihkan keamanan
dan ketertiban paska gerakan G-30SPKI.
Yang kemudian muncul sejumlah pertanyaan-pertanyaan seperti Apakah benar pada saat itu
Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar sesuai hati nuraninya atau memang ada tekanan
yang dapat mengancam keselamatan jiwanya ataukah benar Supersemar itu merupakan bagian
strategi Soeharto untuk mengambil kekuasaan dari Presiden Soekarno. Sebab sampai saat ini
publik masih ragu terhadap isi Supersemar yang hingga kini tidak ditemukan surat aslinya
meski berbagai pihak terutama Kearsipan Negara terus berupaya mencari aslinya namun
hingga kini belum mampu menemukannya.Semasa hidupnya pelaku sejarah Jendral
Purn.M.Jusup ,Amir Macmud ,Basuki Rachmat dan terakhir Mantan Presiden Soeharto tidak
pernah menunjukan surat aslinya,apakah memang tidak ada aslinya atau memang sengaja
dihilangkan.
C. LANDASAN HUKUM SUPERSEMAR

Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui Ketetapan
MPRS No. IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966. Dalam melaksanakan langkah-langkah
politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian hari tidak
menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu diberi landasan hukum. Pada tanggal 20 Juni
1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini ketetapan MPRS hasil sidang umum
tersebut.
1. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
2. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambatlambatnya tanggal 5 Juli 1968.
3. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan Kebijaksanaan
Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia
(PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII / MPRS / 1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada
tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang
ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu
menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut Catur Karya,
yang isinya antara lain:
1. Memperbaiki Kehidupan Rakyat Terutama Sandang dan Pangan,
2. Melaksanakan Pemilu,
3. Melaksanakan Politik Luar Negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya.

D. KELUARNYA SUPERSEMAR

Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret
1966, Presiden Soekarno mengadakan siding pelantikan Kabinet Dwikora yang
disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai,
Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima
pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa
melaporkan bahwa banyak "pasukan liar"
atau "pasukan tak dikenal" yang
belakangan diketahui adalah Pasukan
Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral
Kemal Idris yang bertugas menahan orangorang yang berada di Kabinet yang diduga
terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil
Perdana Menteri I Soebandrio.
Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama
Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil
Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke
Bogor dengan helikopter yang sudah
disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang
kemudian menyusul ke Bogor.
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai
Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan
kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang
perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
E. BERBAGAI KONTROVERSI TENTANG SUPERSEMAR

Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu,
ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah seorang
perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "Lho ini khan perpindahan
kekuasaan". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian
naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan dimana
karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan,
keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf
yang disimpan dalam sebuah bank.
Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas.
Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali
Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.
Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh seorang tentara yang
pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di
atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan.
Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan.

F. SUPERSEMAR ADALAH SEJARAH INDONESIA YANG MASIH GELAP

Supersemar terus menjadi misteri karena selain terdapat aneka versi kemunculannya,
juga keberadaannya yang misterius hingga kini. Satu per satu orang-orang yang terlibat
dalam perilisan dokumen penting itu telah meninggal dunia. Yang terakhir justru Soeharto
sendiri. Tiga orang jenderal yang menemui Soekarno di Istana Bogor dan memintanya
menandatangani Supersemar konon dengan paksaan- telah lebih dulu meninggal dunia. Mereka
adalah M.Jusuf, Amir Machmud, dan Basuki Rachmat. Masih konon lagi, menurut Soekardjo
Wilardjito mantan anggota Detasemen Kawal Pribadi ( DKP ) Presiden Soekarno, ada satu
nama lagi yaitu M.Panggabean. Tapi sejarah resmi hanya menyebut tiga nama pertama.
Resmi atau tidak, yang jelas hingga kini keberadaan Supersemar masih gelap.
Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan
mengenai surat ini. Bahkan, Arsip Nasional telah berkali-kali meminta kepada Jendral (Purn)
M. Jusuf, yang merupakan saksi terakhir hingga akhir hayatnya 8 September 2004,
agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun selalu gagal. Lembaga ini juga
sempat meminta bantuan Muladi yang ketika itu menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, dan
M. Saelan, bahkan meminta DPR untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha
Arsip Nasional itu tidak pernah terwujud. Hal ini membuat sejarah Supersemar semakin sulit
untuk diungkap.
Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia
mengatakan bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah
Indonesia yang masih gelap. Inilah salah satu aib republik, membiarkan sejarah yang digelapkan
menjadi narasi sejarah resmi negara. Maka, meminjam istilah Derrida, narasi besar bangsa ini
adalah narasi kepalsuan.
G. HUBUNGAN SUPERSEMAR DENGAN ORDE BARU

Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap
G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat.
Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan
lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front Pancasila. Dalam
kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada
tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang
isinya:
1. Pembubaran PKI,
2. Pembubaran Kabinet dari Unsur-Unsur G 30 S/PKI, dan
3. Penurunan Harga.

Ketika terjadi demonsrasi, presiden merombak kabinet Dwikora menjadi kabinet


Dwikora yang Disempurnakan. Oleh mahasiswa susunan kabinet yang baru ditentang karena
banyak pendukung G 30 S/PKI yang duduk dalam kabinet, sehingga mahasiswa memberi nama
kabinet Gestapu. Saat berpidato di depan sidang kabinet tanggal 11 Maret 1966, presiden
diberitahu oleh Brigjen Subur. Isinya bahwa di luar istana terdapat pasukan tak dikenal.
Presiden Soekarno merasa khawatir dan segera meninggalkan sidang. Presiden bersama Dr.
Soebandrio dan Dr. Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Tiga perwira tinggi TNI AD yaitu
Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud menyusul presiden ke
Istana Bogor.
Oleh Soeharto Supersemar dipakai sebagai alat mengambil alih kekuasaan Soekarno.
Demikian pula dengan Supersemar Soeharto membasmi lawan-lawan politiknya dengan mudah.
Sementara Soekarno yang tahu dirinya tertipu, konon segera mengeluarkan Surat Perintah 12
Maret, sayang tidak pernah keluar dari tembok istana. Ia juga sempat berpidato pada peringatan
17 Agustus 1966 yang menyatakan Surat Perintah 11 Maret bukanlah pengalihan kekuasaan.
Tapi, kekuatan politiknya sudah habis. Ia tidak lagi punya kuasa menghentikan Soeharto yang
konon direstui oleh pihak asing. Dan Soekarno pun habis. Ia dilucuti kekuasaanya meski secara
de jure masih menjabat Presiden hingga Maret 1967. Tapi de facto ia tak lagi punya wewenang.
Soeharto menamakan dirinya Pejabat Presiden sebagai Pengemban Supersemar, dan terus
melanggengkan kekuasaannya dengan kontrol ketat terhadap politik dan demokrasi. Sementara
Soekarno dikenakan tahanan rumah hingga meninggalnya pada 21 Juni 1970 dalam kondisi
terisolir.

PENUTUP
Dalam bab ini kami akan menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran.
a.

Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis dalam makalah ini maka kami mengemukakan kesimpulan
sebagai berikut.
Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi
Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia
Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando
Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang
dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan
Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia
mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah
supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Ide lahirnya Supersemar pada saat itu bermula dari Mayjen Soeharto yang menugaskan 3
perwira TNI AD,Brigjen M.Jusup ,Brigjen Amir Machmud dan Brigjen Rachmat Basuki untuk
menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor.Ketiga perwira TNI AD itu menyampaikan pesan
bahwa Soeharto mampu mengendalikan dan memulihkan keamanan jika diberikan surat kuasa
yang memberikan kewenangan kepadanya melakukan tindakan untuk memulihkan keamanan
dan ketertiban paska gerakan G-30SPKI.
Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret
1966, Presiden Soekarno mengadakan siding pelantikan Kabinet Dwikora yang
disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai,
Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan
bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah
Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orangorang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana
Menteri I Soebandrio.
Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia
mengatakan bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah
Indonesia yang masih gelap. Inilah salah satu aib republik, membiarkan sejarah yang digelapkan
menjadi narasi sejarah resmi negara. Maka, meminjam istilah Derrida, narasi besar bangsa ini
adalah narasi kepalsuan.

SURAT PERINTAH SEBELAS MARET


( SUPERSEMAR )

Kelompok :

Anda mungkin juga menyukai