Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) 1966 meruakan tonggak sejarah paling penting
rezim Soeharto. Namun, tidak tepat kalau dikatakan surat tersebut diberikan Presiden Soekarno
dengan sukarela. Meskipun tanpa todongan senjata, masuk akal kalau pembuatan surat tersebut
dilakukan oleh Soekarno di bawah tekanan tiga perwira tinggi yang disuruh Soeharto. 1

Pada bidang politik, sistem pemerintahan demokrasi terpimpin yang diterapkan Ir.Sukarno
seperti membuat suatu pemerintahan yang otoriter di Indonesia. Selain itu,bung karno membuat
konsep NASAKOM yang berarti nasionalis,agama dan komunis. Kebijakan itulah yang akhirnya
membawa perpecahan karena dalam nasionalis, agama dan komunis terdapat perbedaan-
perbedaan yang bisa memicu konflik di kemudian hari. Sistem pemerintahan demokrasi
terpimpin juga menyebabkan pihak yang bisa mempunyai posisi kuat di pemerintahan bisa
mempunyai kekuatan yang luar biasa.

Pada bidang militer, dwifungsi ABRI yang membuat anggota ABRI bisa menduduki jabatan
di bidang politik dan pemerintahan membuat peran ABRI menjadi tidak lazim karena tentara
tujuan sebenarnya dibentuk untuk keperluan pertahanan negara. Selain itu,konfrontasi Indonesia-
Malaysia yang terjadi pada masa itu membuat pro dan kontra pada pemerintah dari sejumlah
tokoh militer. Dan pada bidang ekonomi Indonesia mengalami inflasi yang mencapai presentase
650 % membuat harga-harga bahan-bahan pokok melambung tinggi sebagai akibat dari berbagai
faktor yang diantaranya kebijakan pemerintah untuk menaikkan gaji tentara.

Klimaks dari berbagai masalah diatas terjadi pada akhir tahun 1965 yaitu sebuah peristiwa
kontroversial yang melibatkan Partai Komunis Indonesia bernama Gerakan 30 September dan
Gerakan Satu Oktober yang lebih dikenal dengan G 30 S/PKI.Hal itu,membuat Indonesia kacau
balau karena terjadi pembunuhan para jendral-jendral penting ABRI sehingga akhirnya ABRI
dibawah Jendral Suharto dan Kolonel Sarwo Edhie dari KOSTRAD berhasil menghentikanya.
Setelah peristiwa itu,maka terjadilah reaksi dari masyarakat berupa Tritura yang berisi Tiga
Tuntutan Rakyat pada Pemerintah Republik Indonesia.Untuk menjaga kestabilan dari Republik
Indonesia maka dikeluarkanlah Surat Perintah pada tanggal 11 Maret 1966.

1
Asvi warman adam, Seabad Kontroversi Sejarah, (Jakarta: Ombak, 2007), Hal. 2.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Keluarnya Supersemar ?
2. Bagaimana Hubungan antara Supersemar dan Pertarungan politik, militer,
komunis, islam, dan nasionalis ?
3. Mengapa terdapat Kontroversi dalam supersemar ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah Keluarnya Supersemar.
2. Untuk mengetahui Hubungan antara Supersemar dan Pertarungan politik,
militer, komunis, islam, dan nasionalis.
3. Untuk mengetahui Kontroversi yang terdapat dalam supersemar.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya SUPERSEMAR (Surat Perintah 11 Maret 1966)
Pada tanggal 11 Maret 1966 Kabinet Dwikora mengadakan sidang paripurna di Istana
Negara, tetapi sidang tidak berlangsung lama karena Presiden Soekarno dengan pertimbangan
keamanan segera meninggalkan sidang. Tindakan itu diketahui oleh Waperdam I Dr.Soebadrio,
dan Waperdam III Dr. Chaerul Saleh yang bersama-sama presiden segera menuju ke Bogor
dengan helikopter. Sidang kemudian ditutup oleh Waperdam II Dr. Leimena yang kemudian juga
menyusul ke Bogor dengan menggunakan kendaraan.2

Sementara itu, tiga orang perwira tinggi TNI-AD yaitu Mayjen TNI Basuki Rachmat
(Menteri Urusan Veteran dan Demobilisasi), Brigjen TNI M.Jusuf (Mentri Perindustria), dan
Brigjen TNI Amirmachmud (Pangdam V/Djakarta) yang atas perintah lisan Presiden Soekarno
berada dalam ruang sidang paripurna Kabinet sepakat untuk menyusul Presiden Soekarno ke
Bogor. Maksud Kunjungan Mereka kepada Presiden Soekarno adalah agar tidak merasa terpencil
dan supaya yakin bahwa ABRI khususnya TNI AD tidak ada masalah dengan Presiden
Soekarno. Sebelum berangkat, ketiga perwakilan tinggi itu meminta izin kepada Men/Pangad,
Letjen Soeharto yang juga merangkap Pangkopkamtib yang pada waktu itu sedang sakit
dandiharuskan beristirahat dikediaman nya. Niat ketiga perwira tinggi yang juga merangkap
Pangkopkamtib yang pada waktu itu sedang sakit dan diharuskan beristirahat di kediaman nya.
Niat ketiga perwira tinggi tersebut untuk menyusul Presiden Soekarno disetujui nya. Ketika
Mayjen TNI Basuki Rachmat bertanya, bahwa apakah ada pesan khusus dari beliau untuk
Presiden Soekarno, Letjen TNI Soeharto menjawab, Sampaikan saja bahwa saya tetap pada
kesanggupan saya. Beliau akan mengerti.3

Latar belakang ucapan itu ialah bahwa sejak tanggal 2 Oktober 1965, setelah terjadi nya
pemberontakan Gerakan 30 September, antara Presiden Soekarno dan Mayjen TNI Soeharto
sering dilakukan pembicaraan mengenai apa kunci bagi usaha meredakan pergolakan pada waktu
itu. Menurut Mayjen TNI Soeharto pergolakan rakyat tidak akan reda sebelum rasa keadilan bagi
rakyat terpenuhi dan rasa ketakutan rakyat dihilangkan, yaitu dengan membubarkan PKI yang

2
Sekertariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar
Belakang Aksi dan Penumpasan nya, (Jakarta : Sekertariat Negara Republik Indoneisa, 1994), hlm.138.
3
Ibid, hlm.138.

3
telah melakukan pemberontakan. Sebaliknya, Presiden Soekarno menyatakan tidak mungkin
membubarkan PKI sebab hal itu dianggap mengingkari doktrin NASAKOM yang telah
disuarakan keseluruh dunia. Dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan, perbedaan pemikiran
tersebut selalu muncul.4
Pada suatu ketika Mayjen TNI Soeharto menyatakan bersedia menjadi bumper dalam
membubarkan PKI untuk meredakan pergolakan, asal diberi kebebasan bertindak oleh Presiden.
Pesan Letjen TNI Soeharto yang disampaikan kepada ketiga perwira tinggi yang akan berangkat
ke Bogor itu pada dasarnya berkaitan dengan kesanggupan tersebut.5
Di istana Bogor, setelah membahas situasi bersama dengan ketiga perwira tinggi tersebut,
serta bagaimana cara mengatasinya. Presiden Soekarno memerintahkan Brigjen TNI Sabur, dan
Men Tjakrabirawa untuk membuat konsep Surat Perintah bagi Letjen TNI Soeharto. Presiden
Soekrno dengan didampingi Waperdam I Dr. Soebandrio, Waperdam II Dr.J.Leimena, dan
Waperdam III Dr. Chaerul Saleh, bersama empat periwra tinggi tersebut kemudian mengadakan
pembahasan terhadap konsep yang telah disusun. Setelah mereka sepakat, Presiden Soekarno
menandatangani konsep itu menjadi Surat Perintah Kepada Letjen TNI Soeharto. Karena
dikeluarkan pada tanggal 11 Maret 1966, surat perintah itu kemudian dikenal dengan sebutan
Surat Perintah 11 Maret 1966 atau disingkat Supersemar.6
Adapun Isi Supersemar tersebut antara lain, adalah agar Letjen TNI Soeharto atas nama
Presiden/Pangti mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan
ketertiban serta kestabilan jalan nya pemerintahan dan revolusi Indonesia, serta menjalanai
keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden demi keutuhan bangsa dan Negara Republik
Indonesia dengan mengadakan koordnasi bersaama Panglima Angkatan lain nya.7
Berdasarkan kewenangan yang bersumber pada Supersemar, dengan menimbang masih
adanya kegiatan sisa-sisa G30S/PKI serta memperhatikan hasil-hasil pengadilan dan keputusan
Mahkamah Militer Luar Biasa terhadap tokoh-tokoh G30S/PKI, pada tanggal 12 Maret 1966,
Letjen TNI Soeharto atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS
menandatangani Surat Keputusan Presiden/Pangti/Mandataris MPRS/PBR No.1/3/1966, yaitu
pembubaran PKI dan organisasi-organisasi yang bernaung dan berlindung dibawah nya serta

4
Sekertariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar
Belakang Aksi dan Penumpasan nya, (Jakarta : Sekertariat Negara Republik Indoneisa, 1994), hlm.138.
5
Ibid, hlm.139.
6
Ibid, hlm.139.
7
Ibid, hlm.139.

4
menyatakan nya sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah kekuasaan Negara Republik
Indonesia.8
Tiga Jendral Berangkat ke Bogor
Ketika para menteri satu per satu berjalan ke luar dari Istana, Brigjen M.Jusuf bercakap-
cakap serius dengan Mentri Veteran dan Demobilisasi Mayjen Basuki Rahmat. Mereka berdua
sama sekali tidak tahu soal pengerahan pasukan, apalagi soal memo Brigjen Sabur yang
menyebut adanya pasukan liar karena tanpa memakai identitas. Mereka mencoba menganalisa
apa yang sebetulnya terjadi beberapa hari terakhir ini. Dalam biografi M. Jusuf yang berjudul,
Jendral M.Jusuf-Panglima Para Prajurit oelh tmadji ditutrkan :
Kemudian kami berdua membicarakan nya secara mendalam dan saling mufakat untuk
menghadap dan melaporkan kepada Pak Harto yang sedang dalam keadaan sakit di kediaman
Jl.H.Agus Saim. Beberap saat kemudian tiba-tiba Pangdam V Jaya Brigjen Amir Mahmud
datang memasuki ruangan dimana setelah kami persilhakan untuk duduk bersama, beliau
menjelaskan bahwa baru saja bung Karno berangkat dengan Helikopter dari halaman depan
Istana menuju Bogor. Selesai mendengarkan uraian Pangdam V Jaya ini, maka kami bertiga
bermufakat bersama untuk berangkat menghadap Pak Harto dan melaporkan hal-hal yang terjadi
saat itu.9
Tetapi Amir Mahmud dalam biografi nya mengatakan bahwa setelah sidang berakhir mereka
bertiga berjalan menuruni tangga istana dan membicarakan situasi yang terjadi. Pada saat itu
Jusuf mengusulkan agar mereka menyusul Presiden ke Bogor. Tujuan nya adalah untuk Bung
Karno tidak merasa ditinggal oleh Angkatan Darat. Seingat Jusuf ia tidak mengucapkan kalimat
itu, karena menurut nya yang penting adalah menenangkan Presiden, dan untuk melakukan hal
itu tidak semua Jendral bisa diterima oleh Bung Karno, lebih-lebih dalam suasana seperti pada
hari itu. Mereka bertiga juga sepakat bahwa rencana itudibicarakan dulu dengan Pak Harto yang
pada hari itu masih terbaring dirumah sakit.10
Pada hari Jumat, tanggal 11 Maret 1966, situasi ibu kota berbeda dari biasa nya. Jalan-jalan
disekitar Itana Negara penuh dengan mahasiswa yang sejak pagi-pagi buta telah berada dideoan
Istana. Jalan-jalan menuju Medan Merdeka praktis lumpuh, Kampus Universitas Indonesia yang

8
Sekertariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia Latar
Belakang Aksi dan Penumpasan nya, (Jakarta : Sekertariat Negara Republik Indoneisa, 1994), hlm.139.
9
Noor Johan Nuh, Bung Karno, Pak Harto, dan Surat Perintahn 11 Maret 1966, (Jakarta : Yayasan Kajian Citra
Bangsa, 2013), hlm.142.
10
Ibid, hlm142.

5
semula dijaga ketat oleh Kesatuan Kostrad kini tampak sepi dan sunyi, ditinggalkan oleh
penjaganya. Mulut Jakarta dan Jalan Menteng Raya sangat sunyi dan Medan Merdeka Timur
ditutup untuk umum.Pasukan Cakrabirawa dalam keadaan siaga tempur di Sekita Istana. Situasi
Kota Jakarta sangat mencekam, sewaktu-waktu bisa pecah insiden dan pertumpahan darah.11
Pada hari itu, di Istana akan diadakan sidang cabinet paripurna cabinet Dwikora yang
disempurnakan. Sidang Kabinet ini menjadi istimewa karena merupakan sidang pertama Kabinet
Dwikora yang disempurnakan sejak para menteri nya dilantik pada 24 Februari 1966. Jalan di
blokir oleh mahasiswa dan ban mobil para menteri yang akan mengahdiri sidang dikempesi.
Pada waktu itu mobil dinas menteri adalah sedan Dodge Dart bercat hitam, dan mudah dikenali
karena nomer polisinya dua angka.12
Sementara itu, presiden dan para wakil perdana menteri setelah memberi pengarahan kepada
pimpinan partai-partai politik yang dipanggil ke Istana pergi menuju Bogor. Pada pukul 07.30,
Komandan Pasukan Cakrabiraa Brigjen Sabur yang juga merupakan ajudan presiden, dari istana
Bogor menelpon Pangdam V Brigjen Amir Mahmud untuk mengkonfirmasikan keadaan Jakarta
aman bagi presiden. Amir Machmud menyatakan keadaan Jakarta aman sehingga presiden dapat
memasuki Ibu Kota. Presiden Soekarno bersama tiga orang Waperdam tiba di Istana meredeka
pada pukul 09.00. Ia memanggil Amir Mahmud sebagai penanggung jawab keamanan ibu kota
dan salah seorang yang dipercaya untuk menanyakan keadaan para demonstran yang menunggu
kelangsungan sidang cabinet. Jumlah dmeonstran yang Presiden lihat dari helikopter demikian
besar. Akan tetapi Amir Mahmud memberikan jaminan keamanan nya. Adapun diruang sidang
telah hadir hmpir semua menteri kecuali Men Pangad Jenderal Soeharto dan Menteri Perkebunan
Frans Seda. Amir Machmud kemudian memohon izin meninggalkan tempat sidang karena ia
bukan menteri. Akan tetapi presiden memerintahkan agar ia tetap berada dalam ruangan.13
Ada dua pertimbangan mengenai ketidak hadiran Soeharto dalam sidang tersebut. Pertama
pertimbangan bahawa Soeharto mengetahui scenario yang merencanakan untuk menangkap
dirinya. Kedua, pertimbangan bahwa keadaan yang sudah berpihak kepada dirinya jangan

11
Dr.Restu Gunawan, Ensiklopedia Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2013),
hlm.15.
12
Ibid, hlm.15
13
Ibid, hlm.15

6
sampai berulah oleh karena suatu kemungkinan PKI menjadi benar, yang berarti Dewan Jendral
itu ada.14
Tatkala presiden Soekarno berpidato dalam sidang yang baru berlangsung kurang 10 menit
itu, Amir Mahmud menerima nota dari Jendral sabur. Is nota meminta agar Amir Mahmud keluar
sebentar dari ruang sidang cabinet karena diluar ada pasukan tanpa tanda pengenal. Oleh karena
merasa tidak sopan meninggalkan ruangan ketika presiden sedang berpidato, Amir menolak. Ia
yakin tidak ada bahaya yang mengancam, berbeda dengan penilaian Sabur. Kemudian Sabur
mengirim nota yang kedua dengan catatan Urgent yang meminta agar Amir Machmud keluar
dari ruang sidang. Oleh karena Sabur tidak berani mengambil resiko, ia langsung
menyampaikan nota tersebut kepada Presiden melalui ajudan presiden Bambang Widjonarko.15
Menurut Jendral Polisi Soejipto Joedodihardjo, nota Sabur berisi : Ada unidentified force
dari arah Glodok menuju Istana. Demi keamanan bapaj supaya meninggalkan sidang. Presiden
menghentikan pidato nya dan berkata, Perkembangan baru telah terjadi. Surat itu disampaikan
oleh Wakil Perdana Menteri Soebandrio dan secara beranting diterima Menteri/Panglima
Angkatan dan diteruskan kepada para Waperdam Peerima terakhir nota itu adalah Mentri
Panglima Angkatan Kepolisian Soejipto Joedodiharjo. Pimpinan sidang selanjutnya diserahkan
kepada Wapedam III Dr.Leimana. Taktakala presiden berjalan meninggalkan ruang sidang, Amir
Machmud merasa bertanggung jawab. Ia berdiri dan mengejar Presiden. Ditangga Istana, Amir
Machmud memegang tangan presiden Soekarno. Presiden berkata, Mir, kemana Bapak harus
berjalan?, Amir Machmud menjawab, Bapak mau kemana sekarang? Bapak tidak usah bingung
karena ada perintah tegas dari pak Harto untuk menjaga keselamatan Bapak dan tidak boleh ada
satu peluru pun mengenai Bapak. Jadi bapak harus tenang. Kemudian Amir Machmud
menyarankan agar presiden Soekarno beristirahat di Bogor.16
Presiden didampingi oleh Amir Machmud, Sabur, dan Mangil menuju helikopter yang
terparkir dideoan Istana. Dengan dikawal Sabur dan Mangil, presiden masuk ke helikopter dan
terbang menuju utara untuk menghindari kemungkinan ditembak oleh pasukan liar tanpa tanda

14
Dr.Restu Gunawan, Ensiklopedia Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2013),
hlm.15.
15
Ibid, hlm.15.
16
Ibid, hlm.16.

7
pengenal. Dari helikopter, presiden menyaksikan adanya pasuka yang berbaur dengan
demonstarn yang jumlah nya sekitar satu batalyon.17
Setelah presiden meninggalkan ruangan sidang, Waperdam Dr.Soebandrio mengikutinya
dengan tergesa-gesa. Dalam keadaan panic itu, Soebandrio melihat sepeda dan langsung
dikendarai nya keluar istana. Sampai dibundaran air, ia kembali ke Istana. Kemudian Waperdam
Dr. Soebandrio bersama Waperdam Chairul Saleh dengan menggunakan helikopter menyusul
presiden ke Bogor. Jendral Sabur menyambut kedua Waperdam tersebut dan mempersilhakn
mereka menuju Pavilium.18
Amir Mahmud kembali ke IstanaNegara setelah presiden Soekarno berangkat ke Bogor.
Tiba ditangga sebelah Barat Istana merdeka, ia bertemu dengan Mayjen Basuki Rachmat (Mentri
Veteran dan Demobilisasi) yang berjalan bersama Brigjen M.Jusuf (Mentri Perindustrian
Dasar/Ringan). Tiba-tiba Jusuf mempunyai ide sebaiknya mereka pergi ke Bogor menyusul
presiden dengan maksud berbincang-bincang dengan presiden, agar presiden tidak merasa di
tinggalkan oleh Angkatan Darat. Kedua nya pun setuju.19
Amir menyarankan agar telebih dahulu melapor Soeharto. Kemudian Jendral Jusuf pergi ke
Markas Besar Angkatan Darat (MABAD) bermaksud untuk melapor kepada Jendral Panggabean
dan melapor ingin bertemu dengan Soeharto. Dari MABAD, Jusuf kembali ke Istana. Mereka
bertiga kemudian menuju rumah Soeharto di Jalan Haji Agus Salim no.98 Jakarta. Mereka
diterima Soeharto dikamar tidur. Setelah melaporkan situasi sidang kabinet, mereka meminta
izin akan menghadap presiden Soekarno. Pesan Jendral Soeharto adalah Agar Bung Karno
memberikan kepercayaan kepada saya untuk mengatasi keadaan. Tidak ada perintah lain.
Mreka pun kembali ke Istana, dan meminta helikopter untuk berangkat ke Bogor.20
Kedatangan ketiga perwira tinggi itu di Bogor sekitar pukul 15.00 WIB. Mereka disambut
oleh Mangil, lalu diantar menuju salah satu pabvilium. Mereka berbincang-bincang dengan
Brigjen Sabur, karena presiden sedang beristirahat. Beberapa saat setelah presiden bangun Sabur
melapor. Presiden Soekarno bersedia menerima mereka. Sabur kemudian mempersilahkan ketiga
periwra tinggi itu datang ke Paviliun menghadap Presiden. Presiden langsung menumpahkan
amarahnya kepada Amir Machmud. Setelah amarah nya reda, Basuki Rachmat sebagai perwira

17
Dr.Restu Gunawan, Ensiklopedia Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2013),
hlm.15.
18
Ibid, hlm.16.
19
Ibid, hlm.16.
20
Ibid, hlm.16.

8
senior menyampaikan maksud kedatangan nya dan menyampaikan pesan Jendral Soeharto agar
Soekarno memberikan kepercayaan kepada nya untuk mengatasi keadaan. Kemudian mereka
mnegadakan pembicaraan serius. Hal-hal yang dibicarakan pada pertemuan itu tidak pernah ada
sumber yang menjelaskan. Pembicaraan ketiga perwira tinggi itu dengan Presiden didampingi
oleh Jendral Sabur.21
Ketiga perwira itu dikenal dekat dengan Presiden itu, akhirnya diperintahkan membuat surat
perintah Presiden kepada Jendral Soeharto. Pada saat akan merumuskan draf surat perintah, Amir
Machmud menyarankan agar dibentuk tim yang diketuai oleh Basuki Rachmat. Adapun sabur
ditunjuk sebagai Sekertaris. Amir Machmud meski tidak duduk dalam tim, ikut berperan
memberikan kontibusi pikiran dalam penyusunan draf tersebut. Penyusunan draf dilakukan
diruang tengah pavilion.22
Kira-kira menjelang Maghrib, Jendral Sabur datang ke Paviliun Mangil untuk meminta
mesin ketik dan kertas. Guam au bikin surat perintah nih, Kata Sabur kepada Mangil. Akan
tetapi, Mangil tidak memperhatikan masalah yang diketik Sabur. Sesudang mengetik, Jendral
Sabur kembali ke Paviliun Presiden. Kelihatan nya Sabur bangga,dan dengan langkah terburu-
buru kembali ke Paviliun Presiden.23
Setelah menerima laporan draf surat perintah yang diketik, presiden Soekarno memanggil
ketiga Waperdam. Mereka semua berkumpul diruang makan Paviliun. Dalam pertemuan itu
Ny.Hartini Soekarno ikut hadir. Suasana dalam ruang makan itu sangat santai. Sabur memohon
maaf, karena hasil ketikan draf surat perintah yang terdiri atas dua lembar itu tidak memenuhi
syarat administrative. Amir Machmud menyela bahwa dalam revolusi hal-hal yang tidak prinsipil
tidak perlu diperhatikan.24
Presiden menerima draf surat perintah dari Sabur, dan dibacanya. Kemudian ia menyerahkan
draf itu kepada Waperdam Leimena dan ketika pada giliran Dr.Soebandrio, Presiden bertanya,
Bagaimana, Ban, kau setuju? Pertanyaan itu kemudian diulang Presiden, Setuju?
Dr.Soebandrio menjawab, Bisa berbuat apa saya? Bung Karno berunding tanpa kami, Bung
Karno memotong, Tapi kau setuju? Kalau bisa perintah lisan saja,kata Dr.Soebandrio
memberanikan diri sambil melirik ketiga Jendral yang melotot kearah nya karena geram

21
Dr.Restu Gunawan, Ensiklopedia Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2013),
hlm.17.
22
Ibid, hlm.17.
23
Ibid, hlm.17.
24
Ibid, hlm.17.

9
mendengar kalimat yang terakhir itu. Akan tetapi Soebandrio tidak takut. Ia tahu mereka tidk
bisa berbuat banyak. Suasana santai berubah menjadi tegang. Tiba-tiba Amir Mahmud menyela,
Bapak Presiden tanda tangan sajalah. Bismillah saja, Pak.25
Akhirnya draf surat perintah itu ditandatangani oleh Presiden Soekarno dihadapan Ketiga
Waperdam, empat orang perwira tinggi (Basuki Rahmat, Amir Mahmud, M.Jusuf, dan Sabur),
serta istri Presiden Ny.Hartini Soekarno. Dengan demikian draf surat perintah yang tidak
memenuhi syarat administrative itu sah menjadi surat perintah resmi.26
Adapun isi surat perintah itu intinya memerintahkan kepada Letnan Jendral Soeharto
Menteri/Panglima Angkatan Darat atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar
Revolusi, untuk :
1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjamin nya keamanan dan
keteangan serta kestabilan jalan nya revolusi.
2. Menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima
Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi.
3. Melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.27

25
Dr.Restu Gunawan, Ensiklopedia Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2013),
hlm.18.
26
Ibid, hlm.18
27
Ibid, hlm.18

10
11
Peristiwa ini merupakan tragedi dalam karier politik Soekarno. Soekarno tidak lagi mampu
menghadapi tekanan politik yang begitu dahsyat seorang diri. Kampanye politik yang
direncanakan nya selama tiga hari gagal total. Surat perintah 11 Maret 1966 adalah suatu bentuk
dormal dari resiko kepemimpinan perjuangan yang dipilihnya sebagai perimpin rakyat. 28
Setelah Presiden Soekarno emmandatangani surat perintah tersebut, ketiga perwira tinggi itu
(Basuki Rahmat, Amir Mahmud, M.Jusuf) mohon izin kembali ke Jakarta karena hari mulai
mala. Mereka menolak ketika ditawari makan malam bersama Bung Karno. Perjalanan ketiga
periwra tinggi itu ke Jakarta dengan menumpang mobil ajudan Bambang Widjanarko. Pada
pukul 21.30, ketiga perwira tinggi itu tiba di Jakarta langsung emnuju rumah Jendral Soeharto.
Mereka diterima dikamar tidur. Surat diserahkan kepada Jendral Soeharto, dan dibacanya dengan
teliti. Soeharto kemudian memutuskan akan menerima nya secara resmi dimarkas kostrad.29
Pada malam itu juga, para panglima Daerah yang telah berada di Jakarta, Wapangad
M.Panggabean, dan seluruh jajaran Staf Angkatan Darat dan Kompartemen Hankam dipanggil
ke markas Kostrad untuk menghadiri breafing Men/Pangad Jendral Soeharto. Wakil-wakil dari
Front Pancasila juga diundang hadir, antara lain K.H. Masjkur, Subchan Z.E, Harry Tjan
Silalahi, dan Nuddin Lubis yang dijemput dari rumah masing-masing. Para mahasiswa yang
sedang tidur di markas Kopur II Kostrad di Jalan Kebon Sirih Barat dibangunkan oleh Kemal
Idris. Mereka yang ikut hadir pada saat berfing yaitu Cosmas BATUBARA, Lim Bian Koen,
Abdul Gafur, dan David Napitupulu.30
Jendral Soeharto menyampaikan briefing tentang situasi keamanan Negara. Ia kemudian
mempersilahkan Mayor Jendral Basuki Rachmat untuk membacakan surat perintah Presiden
Soekarno di hadapan yang hadir. Jendral Soeharto kemudian memerintahkan kepada wakil
Panglima Angkatan Darat (Wapangad) Jendral M. Panggabean untuk menyusun draf surat
keputusan presiden/Panglima Tertinggi tentang pembubaran PKI. Pada tengah malam, Jendral
Soeharto menandatangani Surat keputusan presiden/panglima tertinggi no 1/3/1966 tertanggal 12
Maret 1966 tentang pembubaran PKI dan perintah harian dari Jendral Soeharto yang kemudian
disiarkan mellaui Radio Republik Indonesia (RRI). Presiden Soekarno bereaksi keras dan
memanggil semua wakil perdana menteri dan ketiga Jendral perumus surat perintah. Soekarno

28
Dr.Restu Gunawan, Ensiklopedia Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2013),
hlm.18.
29
Ibid, hlm.19.
30
Ibid, hlm.19.

12
kemudian mengutus Waperdam Dr.Leimena menemui Jendral Soeharto untuk menegaskan
bahwa Surat Perintah 11 Maret 1966 sama sekali tidak tersangkut paut diteguh pendirian, ia
menolak mencabut surat keputusan itu. Presiden kemudian memanggil para panglima angkatan
ke Bogor. Jendral Kemal Idris yang mewakili mentri/Panglima Angkatan Darat menyatakan
kedatangan mereka hanya untuk mendengarkan penjelasan presiden bahwa Letnan Jendral
Soeharto telah melakukan hal-hal diluar wewenang yang diberikan. Kepal Staf Kostrad Jendral
Kemal Idris hanya menyampaikan penjelasan dan bantahan dihadapan Presiden bahwa pendapat
itu tidak benar.31
B. Supersemar, dan pertarungan politik, militer, komunis, islam, dan nasionalis
Lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966 merupakan babak akhir dari pertarungan politik
Soekarno melawan Soeharto yang dimulai sejak Oktober 1965 dengan pokok masalah
penyelesaian peristiwa kudeta G30S/PKI dan akibatnya. Presiden Soekarno tidak pernah
memberikan keputusan yang tegas. Setiap penyelesaian nya digantung dengan akibat dari jani
solusi politik yang tidak kunjung tiba, Presiden Soekarno ditinggalkan oleh Angkatan Bersenjata,
terutama Angkatan Darat yang sejak semula mencurigainya sebagai pembela PKI. Sikap
Angkatan Darat kemudian diikuti oleh sejumlah partai politik dan organisasi massa. Tanpa
disadari oleh Soekarno, penundaan solusi politik berarti memberikan ruang dan waktu yang
seluas-luasnya kepada Soeharto melakukan konsolidasi untuk mengubah imbangan kekuatan
melalui hubungan persahabatan dengan partai-partai dan rakyat. Selain itu, Soeharto melakukan
nya dengan operasi sosial politik yang sistematis serta operasi militer yang intensif terhadap sisa
kekuatan PKI yang dianggap sebagai dalang kudeta G30S/PKI. Setelah scenario serangan
balasan Soekarno pada 9-11 Maret 1966 gagal, Soekarno berada dalam posisi tidak memiliki
pilihan lain kecuali menandatangani draf surat perintah yang kemudian menjadi surat perintah
resmi presiden.32
Pembubaran PKI pada 12 Maret 1966 dirayakan dengan pawai besar-besaran di Jakarta.
Angkatan Darat melakukan unjuk kekuatan di Jalan Sudirman, M.H. Thamrin, dan Medan
Merdeka Selatan. Itu merupakan jawaban langsung terhadap janji solusi politik dari Presiden
33
Soekarno yang ditunggu-tunggu oleh rakyat sejak Oktober 1965. Untuk sementara waktu,

31
Dr.Restu Gunawan, Ensiklopedia Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2013),
hlm.20.
32
Ibid, hlm.20.
33
Ibid, hlm.21.

13
Presiden Soekarno tidak mmapu mencabut surat perintah yang telah dikeluarkan. Upaya nya
melalui para panglima angkatan pun sia-sia. Para Panglima angkatan bahkan memerintahkan
konsinyasi pasukan. Mereka harus tetap siaga dibarak masing-masing.
Sementara itu, Partai Nasional Indonesia (PNI) yang sejak Oktober 1965 mengalami
perpecahan antara kelompok yang di indikasikan pengikut dan simpatisan G30S/PKI yaitu Ali
Surachman (A-Su), dan Kelompok anti G30S/PKI yang dipimpin oleh Osa Maliki serta Usep
Ranawijaya, dilakukan konsolidasi dengan di prakasrasi oleh Jendral Soeharto. Pada Maret 1966
diadakan pertemuan diantara mereka. Pada April 1966 PNI melakukan kongres luar biasa di
Bandung. Sekalipun terjadi perdebatan yang sengit dalam kongres, akhirnya terbentuk
kepengurusan dewan pimpinan partai baru. Osa Maliki terpilih sebagai ketua umum dan Usep
Ranawidjaya sebagai sekertaris Jendral. Sejak itu, PNI terkenal dengan sebutan PNI Osa-Usep.
Syarat yang ditentukan oleh sidag adalah PNI/FM harus bersih dari unsur-unsur yang terlibat
G30S/PKI. Dengan konsolidasinya PNI, yang mayoritas pendukung Soekarno ke pihak nya.
Kemudian Jendral Soeharto melanjutkan langkah konsolidasi politik. Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) yang berkantor di Bandung dipindahkan ke Jakrta. Mayjen Wiluyo
Puspoyudo salah seorang wakil ketua MPRS diangkat sebagai caretaker ketua untuk
menyelenggarakan sidang MPRS. Pada Juni 1966, MPRS yang telah dibersihkan dari anggota
nya yang berindikasi G30S/PKI bersidang di Jakarta.34
Adanya penataran p4 (pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila) sebagai gerakan
budaya sebagai upaya untuk menciptakan manusia pancasila, yang kemudian dikuakan dengan
ketetapan MPR NoII/MPR/1978.Untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka
diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru
dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik dan satu Golongan karya.
Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI
Perti),Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi),
Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Organisasi golongan
karya yang dapat ikut sertadalam pemilu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber
Golkar).Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemiluselalu diraih

34
Dr.Restu Gunawan, Ensiklopedia Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2013),
hlm.21.

14
oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan
dan ABRI.Untuk memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak OrdeBaru dan untuk
melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakanfusi partai-partai politik.Fusi partai
dilaksanakan dalam dua tahap berikut:
1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Pertimenggabungkan diri
menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, danIPKI
menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Di samping membina
stabilitas politik dalam negeri, pemerintah OrdeBaru juga mengadakan perubahan-
perubahan dalam politik luar negeri.35

C. Beberapa kontroversi Supersemar


Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat
itu, ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah
seorang perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "Lho ini khan perpindahan
kekuasaan". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian
naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan di mana
karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan,
keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M.
Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.36
Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu
(lettu) Sukardjo Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa
setelah Reformasi 1998 yang juga menandakan berakhirnya Orde Baru dan pemerintahan
Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada
malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira
melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean. Bahkan
pada saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf membawa map berlogo Markas Besar AD
berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan

35
https://sugionosejarah.wordpress.com/2012/06/07/supersemar/. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2017 pukul 08.00
WIB
36
https://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Perintah_Sebelas_Maret. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2017 pukul 08.00
WIB.

15
pistol kearah Presiden Soekarno dan memaksa agar Presiden Soekarno menandatangani surat itu
yang menurutnya itulah Surat Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo
yang saat itu bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para
jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan
menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah
menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera
dikembalikan. Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta.
Presiden Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. Saya harus
keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati, ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno.
Tidak lama kemudian (sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan
dari RPKAD dan Kostrad, Lettu Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian
ditangkap dan ditahan di sebuah Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer.
Beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku
sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah
peristiwa itu.37
Menurut Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya "A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto",
seorang mantan duta besar Indonesia di Kuba yang dipecat secara tidak konstitusional
oleh Soeharto. Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan
bahwa adanya kehadiran Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya
(Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang
menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno
menginap di Istana Merdeka, Jakarta untuk keperluan sidang kabinet pada pagi harinya.
Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah menginap diistana
untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di
Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana Menteri
(Waperdam) Chaerul Saleh. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga jendral itu tadi
mereka inilah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana
terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari istana
merdeka Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi

37
https://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Perintah_Sebelas_Maret. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2017 pukul 08.00
WIB.

16
Presiden Soekarno di Bogor, minta izin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada saksinya-
saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang
Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong, sebab mereka datang baik-baik.
Tetapi di luar istana sudah di kelilingi demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan
istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno menandatangani surat itu.
Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor tetapi berada di
Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yangdatang ke Istana Bogor tidak ada
Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam,
tidak hadir.38
Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak
jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-
AD Ali Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.39
Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh seorang tentara
yang pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar
diketik di atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop
kepresidenan. Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja
dihilangkan.40
Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan mengenai
surat ini. Bahkan, Arsip Nasional telah berkali-kali meminta kepada Jendral (Purn) M. Jusuf,
yang merupakan saksi terakhir hingga akhir hayatnya 8 September 2004, agar bersedia
menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta
bantuan Muladi yang ketika itu menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, dan M. Saelan, bahkan
meminta DPR untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha Arsip Nasional itu tidak
pernah terwujud. Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden Soeharto. Namun dengan
wafatnya mantan Presiden Soeharto pada 27 Januari 2008, membuat sejarah Supersemar semakin
sulit untuk diungkap.41

38
https://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Perintah_Sebelas_Maret. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2017 pukul 08.00
WIB.
39
Asvi warman adam, Seabad Kontroversi Sejarah, (Jakarta: Ombak, 2007), Hal. 76-77.
40
I), Hal. 79
41
https://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Perintah_Sebelas_Maret. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2017 pukul 08.00
WIB.

17
BAB III
PEUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan permaparan materi di atas, kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Klimaks dari berbagai masalah diatas terjadi pada akhir tahun 1965 yaitu sebuah peristiwa
kontroversial yang melibatkan Partai Komunis Indonesia bernama Gerakan 30 September
dan Gerakan Satu Oktober yang lebih dikenal dengan G 30 S/PKI. Hal itu,membuat
Indonesia kacau balau karena terjadi pembunuhan para jendral-jendral penting ABRI
sehingga akhirnya ABRI dibawah Jendral Suharto dan Kolonel Sarwo Edhie dari
KOSTRAD berhasil menghentikanya.Setelah peristiwa itu,maka terjadilah reaksi dari
masyarakat berupa Tritura yang berisi Tiga Tuntutan Rakyat pada Pemerintah Republik
Indonesia.Untuk menjaga kestabilan dari Republik Indonesia maka dikeluarkanlah Surat
Perintah pada tanggal 11 Maret 1966.

2. Lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966 merupakan babak akhir dari pertarungan politik
Soekarno melawan Soeharto yang dimulai sejak Oktober 1965 dengan pokok masalah
penyelesaian peristiwa kudeta G30S/PKI dan akibatnya. Pembubaran PKI pada 12 Maret
1966 dirayakan dengan pawai besar-besaran di Jakarta. Angkatan Darat melakukan unjuk
kekuatan di Jalan Sudirman, M.H. Thamrin, dan Medan Merdeka Selatan. Itu merupakan
jawaban langsung terhadap janji solusi politik dari Presiden Soekarno yang ditunggu-tunggu
oleh rakyat sejak Oktober 1965. Sementara itu, Partai Nasional Indonesia (PNI) yang sejak
Oktober 1965 mengalami perpecahan antara kelompok yang di indikasikan pengikut dan
simpatisan G30S/PKI yaitu Ali Surachman (A-Su), dan Kelompok anti G30S/PKI yang
dipimpin oleh Osa Maliki serta Usep Ranawijaya, dilakukan konsolidasi dengan di
prakasrasi oleh Jendral Soeharto.

3. Mengenai Supersemar meskipun banyak kisah yang kontroversial, tetapi secara umum
dapat disimpulkan bahwa surat tersebut bukanlah dibuat Presiden Soekarno dengan sukarela.
Meskipun tidak ada todongan senjata, dapat dipahami bahwa penulisannya dengan tekanan.
Dalam kup pertama mungkin Soeharto tidak menjadi konseptor peristiwa itu, tetapi ia sudah
mengetahuinya sebelumnya. Dan Soeharto adalah orang yang paling diuntungkan dari
percobaan kudeta yang gagal itu. Pada Kup kedua, mungkin saja ia bisa berdalih tidak

18
memaksa Soekarno, tetapi kenyataannya ketiga Jenderal pembantunya telah membuat Surat
Perintah tersebut yang pada hakikatnya merupakan penyerahan kekuasaan secara de facto.

B. Saran
Berdasarkan dari pemaparan materi tentang supersemar diatas, tentu masih banyak misteri-
misteri yang belum terpecahkan. Oleh karena itu, kami menyarankan untuk pembaca agar
senantiasa mengbangkan dan lebih mencari tentang data-data dan sumber yang relevan yang
berkaitan dengan peristiwa supersemar. Meskipun makalah ini kami buat dengan maksimal,
kami meyakini bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, kami harap pembaca
dapat memberikan saran dan kritik yang membangun agar kami khususnya makalah ini dapat
lebih baik lagi.

19
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Asvi warman adam. 2017. Seabad Kontroversi Sejarah, (Jakarta: Penerbit Ombak).
Noor Johan Nuh. 2013. Bung Karno, Pak Harto, dan Surat Perintahn 11 Maret 1966, (Jakarta :
Yayasan Kajian Citra Bangsa).
Sekertariat Negara Republik Indonesia. 1994. Gerakan 30 September Pemberontakan Partai
Komunis Indonesia Latar Belakang Aksi dan Penumpasan nya, (Jakarta : Sekertariat Negara
Republik Indoneisa).

Ensiklopedia

Dr.Restu Gunawan. 2013. Ensiklopedia Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta : PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve).

Internet
https://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Perintah_Sebelas_Maret. Diakses pada tanggal 7 Oktober
2017 pukul 08.00 WIB.
https://sugionosejarah.wordpress.com/2012/06/07/supersemar/ Diakses pada 7 Oktober 2017
pukul 08.00 WIB

20

Anda mungkin juga menyukai