Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Presiden Soekarno meninggalkan sidang dan pergi ke Bogor.
Sementara itu memang para demonstran terus meningkatkan kegiatannya.
Keamanan negara semakin tidak terkendali. Angkatan bersenjata sendiri
tidak dapat berbuat lebih banyak, karena tidak mendapat kepercayaan
penuh dari presiden.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menertibkan keadaan, pada
tanggal 11 Maret 1966, Presiden mengeluarkan Surat Perintah yang
ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto. Surat perintah ini kemudian
dikenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah didalam makalah ini diantaranya sebagai
berikut
1. Apa yang melatar belakangi lahirnya Surat Perintah 11 Maret ?
2. Apa yang melatar belakangi lahirnya orde baru ?
3. Siapakah dalang dari G30SPKI ?

C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini yaitu agar dapat memahami
tentang Surat Perintah Sebelas Maret atau SUPERSEMAR beserta
kronologi Lahirnya Orde Baru dan sub pokok yang terdapat di dalamnya
yaitu penumpasan sisa sisa G30SPKI dan dalang dari G30SPKI.

1
BAB I
PEMBAHASAN

A. Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR)


Pada tanggal 11 Maret 1966, berlangsung Sidang Kabinet
Dwikora. Sidang bertujuan mencari pemecahan dari krisis politik yang
samakin memuncak. Tetapi sidang ini macet dan tidak berhasil
mendapatkan jalan keluar yang lebi bagus dalam memecahkan krisis.
Presiden Soekarno meninggalkan sidang dan pergi ke Bogor.
Sementara itu memang para demonstran terus meningkatkan
kegiatannya. Keamanan negara semakin tidak terkendali. Angkatan
bersenjata sendiri tidak dapat berbuat lebih banyak, karena tidak
mendapat kepercayaan penuh dari presiden.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menertibkan keadaan,
pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden mengeluarkan Surat Perintah
yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto. Surat perintah ini
kemudian dikenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret atau
Supersemar.
Isi pokok dari Supersemar ini adalah memberikan kekuasaan penuh
kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk memulihkan keamanan dan
ketertiban negara.
Kemudian dengan berpegangan pada Supersemar, Letnan Jenderal
Soeharto segera mengambil tindakan tegas, yakni:
1. Pada tanggal 12 Maret 1966, PKI dengan ormas-ormasnya
dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di
Indonesia.
2. Pada tanggal 18 Maret 1966, beberapa menteri yang ada tanda-
tanda terlibat G 30 S PKI, diamankan

B. Lahirnya Orde Baru


Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat,
bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan

2
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap
dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional
dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.
Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat
Perintah 11 Maret 1966. Dengan demikian Surat Perintah 11 Maret
(Supersemar) sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.

Usaha melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan


konsekuen menjadi tujuan utama pembentukan pemerintahan Orde
Baru. Namun, kehati-hatian pemerintah Orde Baru terhadap bahaya
komunis menyebabkan peran negara sangat besar dan mendominasi
kehidupan masyarakat.
Istilah Orde Baru dalam sejarah politik Indonesia dicetuskan
oleh pemerintahan Soeharto dan merujuk kepada masa pemerintahan
Soeharto (1966-1998). Istilah ini digunakan untuk membedakan
dengan Orde Lama pemerintahan Soekarno. Setelah kejatuhan
Soeharto, Orde Baru digantikan dengan Orde Reformasi (1999-
sekarang).
Orde Baru inilah merupakan orde tatanan kehidupan yang ingin
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Jadi, Orde Baru ini sebagai koreksi atas penyelewengan-
penyelewengan yang terjadi di masa orde lama..

C. Penumpasan G 30 S/PKI
Hanya sehari setelah PKI mencetuskan pemberontakannya,
penumpasan terhadap mereka pun dimulai. Penumpasan PKI dimulai
di Jakarta kemudian Penumpasan di Daerah – daerah.
1. Penumpasan PKI di Jakarta

3
Pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, G 30 S/PKI masih
menguasai studio RRI dan Kantor Telekomunikasi. Melalui RRI,
Letnan Kolonel Untung mengumumkan dekrit
pembentukan Dewan Revolusi sebagai sumber kekuasaan negara
dan mendemisionerkan Kabinet Dwikora. Upaya PKI untuk
merebut pemerintahan RI tersebut segera dihadang oleh kekuatan
yang setia kepada Pancasila dan senantiasa waspada terhadap
tindakan PKI. Di Jakarta, kekuatan itu berada dibawah Panglima
Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad),
Mayor Jendral Soeharto. Setelah mengetahui bahwa negara dalam
keadaan bahaya, Panglima Kostrad bertindak dengan cepat untuk
memulihkan kekuasaan pemerintahan di ibu kota.
Tindakan yang pertama diambilnya adalah mengadakan
koordinasi. Ia mencoba menghubungi Presiden Soekarno, tetapi
tidak berhasil. Koordinasi kemudian dilanjutkan dengan
menghubungi Menteri/Panglima Angkatan Laut dan
Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian. Menteri/Panglima
Angkatan Udara tidak berhasil dihubungi, karena mereka memihak
kepada PKI. Setelah melakukan koordinasi, Pangkostrad
memutuskan untuk segera mengadakan penumpasan terhadap
pemberontak.
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai pada sore hari
tanggal 1 Oktober 1965. Dalam waktu singkat ABRI yang
dipimpin oleh Mayor Jendral Soeharto berhasil menyelamatkan
Republik Indonesia dari ancaman komunisme.
Hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa Pancasila mampu
membuktikan diri sebagai kekuatan yang besar dan dijunjung
tinggi oleh bangsa indonesia.
Malam harinya, melalui RRI, Mayor Jendral Soeharto menjelaskan
kepada rakyat Indonesia tentang adanya perebutan kekuasaan
negara oleh kelompok yang menamakan dirinya Gerakan Tiga

4
Puluh September. Ia juga menambahkan bahwa masyarakat
diharapkan tenang dan waspada.
Pidato itu mematahkan semangat para pemberontak. Setelah
keadaan ibu kota dapat dikuasai kembali, penumpasan langsung
ditujukan kebasis utama G 30 S/PKI yang berada disekitar
pangkalan udara Halim Perdanakusuma. Tanpa mengalami
kesulitan, pada pagi hari, tanggal 2 Oktober 1965, Pangkalan
Udara Halim Perdanakusumadapat dikuasai.
Selanjutnya, ABRI mengadakan pencarian terhadap perwira
– perwira Angkatan Darat yang diculik oleh PKI ke kampung
Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pencarian ketempat itu dilakukan
atas petunjuk seorang polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman
mengetahui tempat itu karena sebelumnaya ia memang ikut
tawanan oleh PKI dan dibawa ketempat itu. Akan tetapi, ia berhasil
melarikan diri.
Di desa Lubang Buaya itulah jenazah para perwira tinggi
angkatan darat itu dikubur dalam sebuah sumur tua yang bergaris
tengah kurang dari satu meter dengan kedalaman 12 meter. Luka –
luka yang terdapat pada jenazah itu menunjukan bahwa mereka
disiksa dengan kejam sebelum dibunuh. Pengangkatan jenazah
dilakukan pada tanggal 4 Oktober. Keesokan harinya, bertepatan di
Hari Ulang Tahun ABRI tanggal 5 Oktober 1965, para perwira
Angkatan Darat itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata. Para korban di anugerahi Pahlawan Revolusi dan
diberikan kenaikkan pangkat satu tingkat lebih tinggi secara
anumerta.
Untuk penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI dan
pemulihan keamanan akibat pemberontakan itu, pemerintah
membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib). Mayor Jendral Soeharto ditunjuk sebagai
Panglima Kopkamtib.

5
2. Penumpasan di Daerah – Daerah
Keadaan di Jawa Tengah juag gawat karena ditempati ini
PKI juga melakukan pemberontakan dengan kekuatan bersenjata,
seperti halnya di Jakarta. Di Semarang, Kolonel Suhirman, Asisten
l Kodam VII/Diponegoro, menyatakan dukungannya kepada
pemberontak G 30 S/PKI. Pemberontak G 30 S/PKI menguasai
Markas Kodam VII/Diponegorodan dijadikan sebagai pusat
gerakan.
Di Yogyakarta, pemberontak G 30 S/PKI menculik
Komandan Korem 072/Pamungkas, Kolonel Katamso, dan Kepala
Staf Korem 072, Letnan Kolonel Sugiono. Kedua Perwira itu
dibunuh dengan kejam.
Pengumuman RRI Jakata bahwa Jakarta telah dikuasai
kembali oleh ABRI menimbulkan dampakyang besar. Untuk
menumpas dan membersihkan sisa – sisa G 30 S/PKI secara lebih
intensif Mayor Jendral Soeharto mengirim pasukan RPKAD
dibawah pipinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Pasukan G 30
S/PKI di Jawa Tengah mulai patah semangat. Akhirnya, pimpian
pemberontak di Semarang, Kolonel Suhirman, dan kawan –
kawannya melarikan diri keluar kota. Kesatuan yang mendukung
PKI dapat diinsyafkan.
Selanjutnya, satu demi satu kota – kota yang tadinya
dikuasai oleh pemberontak G 30 S/PKI berhasil direbut kembali.
Sejak tanggal 5 Oktober 1965 secara fisik militer keamanan dalam
jajaran Kodam VII/Diponegoro telah pulih kembali. Akan tetapi,
setelah kekuatan militer PKI dapat dihacurkan, di Jawa Tengah
timbul gerakan pengacauan berupa sabotase dan pembunuhan yang
dilakukan oleh massa PKI terhadap rakyat. Berkat kerja sama
ABRI dan rakyat, keamanan dan ketertiban dapat dijaga.
Sementara itu, pemimpin – pemimpin PKI yang belum
tertangkap berusaha mengadakan konsolidasi. Mereka

6
mempersiapkan pemberontakan bersejata dengan dukungan para
petani. Untuk melaksanakan rencan itu, secar diam – diam dan
rahasia mereka menyusun kompro – kompro (komite proyek)
sebagai basis kembalinya PKI. Salah satu kompro yang paling
besar adalah Kompro Blitar Selatan. Di sini PKI berhasil
mempengaruhi rakyat. Namun, ABRI segera mencium usaha PKI
itu. Penumpasan terhadap Kompro Blitar Selatan dilakukan dengan
sebuah operasi yang dinamakan Operasi Trisula sejak tanggal 3
Juli 1968. Operasi itu berhasil membongkar basis pertahanan PKI.
Penumpasa pemberontakan G 30 S/PKI di tempat – tempat
lain di Indonesia dilakukan dengan melakukan operasi teritorial.
Usaha penangkapan terhadap tokoh – tokoh PKI dilakukan karena
umumnya pendukung G 30 S/PKI tidak sempat melakukan gerakan
perebutan kekuasaan. Di daerah Jawa Timur dan Bali memang
terjadi kekacauan penculikan dan pembunuhan, tetapi dalam waktu
singkat keadaan dapat ditertibkan kembali.
Penyelesaian aspek politik mengenai pemberontakan G 30
S/PKI akan ditangani secara langsung oleh Presiden Soekarno.
Namun, karena berlarut – larut dan tidak ada ketegasan timbullah
aksi – aksi yang menuntut penyelesaian secara politis bagi mereka
yang terlibat G 30 S/PKI.
Pada tanggal 26 Oktober 1965, semua kekuatan yang anti
komunis mengkokohkan diri dalam satu barisan, yaitu Front
Pancasila. Setelah itu, muncul gelombang demonstrasi yang
menuntut agar PKI dibubarkan. Aksi – aksi itu dipelopori oleh
kesatuan aksi pemuda, mahasiswa dan pelajar. Dan akhirnya G 30
S/PKI dapat di tumpas dan Indonesia memasuki Orde Baru.

D. Dalang Dari G30S PKI


Ada tiga versi dalang G30S PKI

7
1. Soeharto
Secara sederhana saya katakan bahwa yang menjadi dalang
gerakan kudeta merangkak Gerakan 30 september ini adalah
jenderal-jenderal Pro CIA atau pro Blog Barat, dapat disebutkan
disini yang menjadi dalang Utamanya adalah Jenderal Besar
Soeharto [yang paling diuntungkan dalam gerakan ini]. Yang
menjadi target dari gerakan ini adalah Presiden Soekarno dan
Partai Komunis Indonesia, kenapa presiden soekarno mau
digulingkan, Karena gerakan ini bukan gerakan nasional, tetapi
gerakan internasional atau gerakan blog barat yang ingin
menggulingkan Bung Karno yang sedang membangun gerakan
yang ingin menyaingi Blok Barat.[sebenarnya bung Karno bukan
pro blog Timur, tetapi ingin membangun Blok tersendiri [diluar
blok timur] yang ingin menyaingi blog barat yang congkak.] Blok
yang ingin dibangun oleh bung karno ini, kita sebut saja Blok
Marhaenesia, sayang blok yang akan menyaingi blok Barat ini layu
sebelum berkembang di “cabut” oleh blok Barat.
Fakta lain kenapa saya katakan Bung karno dan PKI adalah
korban keganasan Gerakan 30 September atau kudeta berdarah 30
S/PKI [dengan embel-embel PKI] adalah Bung karno Sendiri yang
jatuh dari tampuk kekuasaan setelah peristiwa ini terjadi, yang
kedua adalah PKI, lihatlah hampir seluruh fungsionaris PKI
dibunuh bak maling ayam, lihatlah para simpatisan PKI sebagian
besar di Pulau Jawa dan Bali jadi korban sia-sia oleh keganasan
tentara dan ormas anti PKI [korban yang meninggal diperkirakan
belasan juta orang yang dibantai antara tahun 1965 – 1967].
Jadi kesimpulannya singkat saja, yang menjadi dalang gerakan ini
adalah Militer ,Pro CIA/Amerika Serikat/Blok Barat yang diketuai
oleh Soeharto. yang menjadi korban dari gerakan kudeta 30
september ini adalah soekarno dan Partai Komunis Indonesia.

8
2. Soekarno
Sebuah penafsiran sejarah atas peristiwa kudeta berdarah
Gerakan 30 September PKI kembali muncul. Menurut sebuah buku
terbaru, peristiwa G30S PKI didalangi oleh Presiden Soekarno.
Mayjen Soeharto, saat itu menjabat Panglima Komando Strategis
Angkatan Darat, tidak terlibat. Pandangan ini muncul dari penulis
buku “Sukarno File, Kronologis Suatu Keruntuhan”, Antonie C.A.
Dake, dalam peluncurkan bukunya di sebuah rumah makan di
Wisma Kodel, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan,
Kamis (17/11/2005). “Mastermind dari peristiwa tersebut adalah
Soekarno,” kata Dake tegas saat menjawab pertanyaan salah
seorang peserta diskusi dalam peluncuran bukunya. Acara
peluncuran buku ini dihadiri salah satu putri Bung Karno,
Sukmawati Soekarnoputri. Juga hadir mantan Ketua DPR Akbar
Tandjung, FachryAli, Budiman Sudjatmiko, serta beberapa peneliti
dari Sugeng Sarjadi Syndicate sebagai penyelenggara acara.
Menurut Dake, Presiden Soekarno telah mengetahui dua hari
sebelumnya bahwa 1 Oktober pukul 04.00 adalah hari kudeta.
Soekarno telah mengetahui jenderal TNI Angkatan Darat mana
yang menjadi sasaran dan apa yang akan terjadi terhadap mereka.
“Saya tidak menemukan bukti-bukti yang dapat mengatakan bahwa
Soeharto terlibat. CIA juga tidak terlibat. Cerita sebenarnya jauh
lebih sederhana dan kurang meriah setelah arsip Amerika dibuka
setelah sekian tahun,” paparnya. Tuduhan kepada Soeharto sebagai
dalang peristiwa G30S PKI, menurut Dake, tidak beralasan.
Alasannya, tindakan yang diambil Soeharto adalah reaksi atas
tragedi yang menimpa pada jenderal. Lalu dijelaskan Dake, pada 4
Agustus 1965 Soekarno pernah memanggil beberapa orang ke
Istana, salah satunya Untung. Untung cs itu diminta untuk
menindak para jenderal yang dianggap tidak loyal karena menolak
pembentukan angkatan kelima. Untung, yang merupakan salah satu

9
perwira pengawal Presiden Soekarno, menjawab, “Jika bapak
membiarkan kita menindak para jenderal, saya akan melaksanakan
perintah apa pun dari pemimpin besar.” Sebelum diterbitkan dalam
Bahasa Indonesia, buku Dake telah diterbitkan dalam Bahasa
Belanda.Buku setebal 549 halaman ini diterbitkan Aksara Karunia,
November 2005. Rencananya buku “Sukarno File” juga akan
diterbitkan dalam Bahasa Inggris. Buku ini merupakan hasil
penelitian Dake selama enam tahun. Untuk penelitian ini Dake
banyak menggunakan dokumen rahasia di Amerika Serikat yang
kini bisa diakses publik. Di Eropa, Dake dikenal sebagai
kriminolog.

3. PKI

PKI yang menjadi dalang peristiwa Gerakan 30 September 1965.


Dimana peristiwa itu mengigatkan kita bahwa PKI selalu berusaha
mencari kesempatan untuk melakukan Kudeta (perebutan kekuasaan).
Dalam buku tersebut juga disebutkan bahwa Aidit menugaskan
Kamaruzaman alias Syam sebagai Ketua Biro Khusus PKI untuk
merancang dan mempersiapkan perebutan kekuasaan. Kemudian biro
ini melakukan pembinaan terhadap perwira-perwira ABRI diantaranya
adalah Brigjen Supardjo dan Letkol Untung dari TNI AD, Kolonel
Sunardi dari TNI AL dan Letkol Anwas dari Kepolisian. PKI
menyadari bahhwa hambatan untuk mencapai tujuannya adalah TNI
AD. Oleh karena itu pada tanggal 30 September 1965 sebelum subuh
tanggal 1 Oktober 1965 upaya penculikan dan pembunuhan terhadap
para perwira tinggi TNI AD dilancarkan. Di buku tersebut juga
dipaparkan bahwa penumpasan pemberontakan G30S/PKI dilakukan
oleh ABRI dan rakyat yang setia kepada Pancasila. Mayjen Soeharto
sebagai Panglima Kostrad (Komando Strategi Angkatan Darat)
mengambil langkah-langkah untuk memulihkan kembali keadaan.

10
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Surat perintah sebelas maret ( supersemar ) yang dimandatkan
presiden soekarno kepada soeharto merupakan tonggak lahirnya orde
baru,mengingat terancamnya stabilitas dan keamanan negara,dilihat
dari kabinet dwikora yang disempurnakan banyak diduduki oleh para
menteri dari PKI,sehingga masa dari barisan front pancasila
melakukan demonstrasi dan mendesak dengan tuntutan rakyat
(trikora ). Dengan itu soeharto mengambil alih kekuasaan untuk
melaksanakan stabilitas dan keamanan negara dari supersemar.

B. Saran
Sebaiknya perlun ditinjau kembali mengenai surat perintah

sebelas maret ( supersemar ) yang isinya merupakan mandat dari

presiden soekarno kepada jenderal soeharto dalam rangka melakukan

stabilitas keamanan negara yang dipercayakan kepada TNI AD.Namun

ada penafsiran dengan pengalihan kekuasaan diambil alih sehingga

soeharto menjadi presiden.

11

Anda mungkin juga menyukai