Anda di halaman 1dari 4

Aktivitas Kelompok 1

1. Mengapa lahirnya pemerintahan Orde Baru tidak dapat dilepaskan dengan kondisi
sosial politik pada waktu itu?
2. Mengapa Presiden Soekarni menyerahkan pimpinan sidang Kabinet Dwikora yang
berlangsung pada tanggal 11 Maret 1966 di Istana Negara kepada Waperdam II
Dr. J. Leimena?

Jawab :

1. Lahirnya pemerintahan orde baru tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial politik di
masa itu. Pasca penumpasan G/30/SPKI, pemerintah ternyata belum sepenuhnya
berhasil melakukan penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut. Kondisi ini
membuat situasi politik tidak stabil. Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden
Soekarno semakin menurun.

Tanggal 25 Oktober 1965para mahasiswa di Jakarta membentuk organisasi federasi


yang dinamakan KAMI dengan anggota antara lain terdiri dari HMI, PKRI, PMII, dan
GMNI. Pemuda dan mahasiswa memiliki peran penting dalam transisi pemerintahan
yang terjadi pada masa ini. Tokoh tokoh seperti Abdul Ghafur, Cosmas Batubara,
Subhan ZE, Hari Tjan Silalahi dan Subastono menjadi penggerak aksi-aksi yang
menuntut Soekarno agar segera menyelesaikan kemelut politik yang terjadi.

Adanya peristiwa G/30/SPKI menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia. Keamanan


dan keadilan politik negara menjadi kacau, perekonomian memburuk, sedangkan
upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan bahan pokok
menyebabkan timbulnya keresahan dalam maysrakat. Hal tersebut menjadi pemicu
para pemuda, mahasiswa dan pelajar untuk membentuk aksi gerakan
(KAPPI,KAMI,KAPI). Selain itu juga muncul KABI, KASI, KAWI dan KAGI.
Kessatuan aksi tersebut gigih menuntut penyelesaian politis terhadap pelaku yang
terlibat dalam G/30/SPKI. 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi tersebut
merapatkan satu barisan yang disebut dengan Front Pancasila.

Situasi yang tidak menentu membuat para pemuda dan mahasiswa mengajukan tri
tuntutan rakyat ata yang disebut dengan TRITURA. 12 Februari 1966, Front Pancasila
mendatangi DPR-GR dan mengajukan tiga tuntutan tersebut. Adapun isi tritura, sbb :
1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya
2. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur PKI
3. Penurunan harga/perbaikan ekonomi

Pada tanggal 21 Februari 1966, Presiden Soekarno mengumumkan susunan kabinet


Dwikora yang telah disempurnakan. Kabinet Ini terdiri atas 100 menteri sehingga
terkenal dengan sebutan Kabinet 100 Menteri. Susunan Kabinet tersebut ternyata
tidak memenuhi tuntutan rakyat karena masih ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam
G 30 S/PKI menjadi menteri. Pada tanggal 24 Februari 1966 Presiden Soekarno akan
melantik Kabinet Dwikora yang disempurnakan di Istana Negara. Kesatuan-kesatuan
aksi berusaha menggagalkan pelantikan kabinet tersebut dengan jalan mengempeskan
ban-ban kendaraan yang akan menuju ke Istana Negara. Saat berdemonstrasi
kesatuan-kesatuan aksi harus berhadapan dengan pasukan Cakrabirawa yang
bersenjata sehingga bentrokan tidak dapat dihindarkan. Dalam bentrokan tersebut
gugur seorang mahasiswa Ul yang bernama Arief Rahman Hakim.

Resimen Cakrabirawa merupakan kesatuan pasukan gabungan dari TNI AD, AL, Au
dan Kepolisian yang bertugas khusus menjaga keamanan Presiden RI pada zaman
pemerintahan Soekarno. Sayangnya, sebagian anggota resimen ini kemudian berhasil
dipengaruhi PKI dan ikut terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Diantara
mereka yang terlibat, adalah Letkol Untung Syamsuri, slah seorang komandan
Cakrabirawa yang justru menjadi pimpinan G30S/PKI saat melakukan penculikan
terhadap para perwira tinggi AD dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Pada zaman
pemerintahan Soeharto, resimen in dibubarkan. Untuk mengawal Presiden, dibentuk
kemudian kesatuan baru Pasampres (Pasukan Pengaman Presiden).

2. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengadakan Sidang Paripurna


Kabinet Dwikora yang disempurnakan. Ketika sidang baru berjalan beberapa saat,
Presiden Soekarno mendapat laporan dari pengawal istana bahwa di sekitar istana
terdapat pasukan liar dengan kekuatan satu kompi akan mengepung istana.

Mendengar laporan tersebut Presiden Soekarno kemudian menyerahkan pimpinan


sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. J Leimena. Presiden
Soekarno meninggalkan sidang kabinet, kemudian dengan menggunakan pesawat
helikopter terbang ke Istana Bogor yang diikuti oleh Waperdam I, Dr. Subandrio dan
Waperdam III, Chaerul Saleh.

Sidang Kabinet terus dilanjutkan dipimpin oleh Waperdam II, Dr. J. Leimena. Setelah
sidang kabinet ditutup, tiga perwira tinggi TNI yaltu Mayor Jenderal Basuki Rahmat,
brigadir Jenderal Amir Mahmud, dan Brigadir Jenderal M. Yusuf melaporkan situasi
yang terjadi di Istana Negara kepada Letnan Jenderal Suharto selaku panglima
Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib). Letnan Jenderal
Suharto tidak dapat menghadiri Sidang Kabinet karena sedang menderita sakit.
Kepada ketiga perwira tinggi TNI tersebut, Letnan Jenderal Suharto memerintahkan
untuk menyusul ke Istana Bogor dan menyampaikan pesan bahwa TNI khususnya
Angkatan Darat masih sanggup menata keadaan, menjaga keamanan negara dan
pribadi Presiden apabila masih diberi kepercayaan.

Di Istana Bogor ketiga perwira tinggi TNI tersebut menyampaikan pesan Letnan
Jenderal Suharto. Mereka mencoba meyakinkan Presiden Soekarno bahwa satu-
satunya orang yang dapat menguasai situasi saat ini adalah Letnan Jenderal Suharto.
Mereka mengajukan saran agar presiden memberi wewenang kepada Letnan Jenderal
Suharto untuk mengambil langkah-langkah pengamanan dan penertiban keadaan.

Setelah diadakan pembicaraan dan pembahasan secara mendalam, Presiden Soekarno


memutuskan untuk memberikan surat perintah kepada Letnan Jenderal Suharto.
Konsep surat pemberian wewenang kemudian dirumuskan oleh tokoh yang hadir di
situ yaitu Dr. Subandrio, Dr. Chaerul Saleh, Dr. J. Leimena, Brigadir Jenderal Subur,
Mayor Jenderal Amir Mahmud dan Brigadir Jenderal M. Yusuf. Akhirnya tersusunlah
pada tengah malam hari surat Presiden yang kemudian terkenal dengan sebutan Surat
Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Isi pokok Supersemar adalah memerintahkan
kepada Letnan Jenderal Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang
dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya
pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan
kewibawaan presiden.

Berdasarkan Supersemar maka pada tanggal 12 Maret 1966, Letnan Jenderal Suharto
atas nama Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Panglima Tinggi TNI mengeluarkan
Surat Keputusan Nomor 1/3/1966 tentang pembubaran PKI termasuk semua
organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta organisasi seasas,
berlindung dan bernaung di bawahnya serta menyatakan PKI sebagai organisasi
terlarang di seluruh Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18 Maret 1966 pengemban
Supersemar mengambil tindakan pengamanan terhadap Menteri-menteri Kabinet
Dwikora yang disempurnakan yang diragukan itikad baiknva. Untuk memenuhi
tuntutan rakyat, pada tanggal 27 Maret1966 dibentuk Kabinet Dwikora yang
disempurnakan lagi oleh pengemban Supersemar. Tokoh-tokoh yang duduk dalam
kabinet tidak terlibat dalam G 30 S/PKI. Setelah kabinet bersih dari oknum PKI,
Letnan Jenderal Suharto kemudian membersihkan MPRS dan DPR-GR dari oknum
PKI.
TUGAS SEJARAH
AKTIVITAS KELOMPOK 1

Disusun oleh :

1. Adelia Nava Ulfa M (01)


2. Adeliana Puspitasari (02)
3. Adila Retno Pratiwi (03)
4. Adita Nanda Ferdiana (04)

Kelas XII APK 1

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PONOROGO


SMK NEGERI 1 PONOROGO
Jalan Jendral Sudirman Nomor 10 Kode Pos 63416 Telp (0352) 481293
PONOROGO
Tahun Pelajaran 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai