Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

JATUHNYA PEMERINTAHAN PRESIDEN SOEKARNO

Disusun Oleh :

Erlinda Melisa Putri

22010037

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS YPPI REMBANG
2023
A. Pendahuluan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal
dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September
atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih
merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian
massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan
Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI
dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena
bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama,
Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan PKI kemudian
melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret
yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah
kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna
menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat
tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi
PanglimaAngkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya
sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar
menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan
kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi
presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban
mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV
MPRS. Pidato tersebut berjudul “Nawaksara” dan dibacakan pada 22 Juni
1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.
Pidato “Pelengkap Nawaskara” pun disampaikan oleh Soekarno pada 10
Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun
yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani
Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan
ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de factomenjadi kepala
pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS
pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar
Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga
diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.
Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah
menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K.
Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal
kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan
tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal
pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah
Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh
Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap
Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan
anggota tim dokter kepresidenan.
B. Latar Belakang Masalah
Sebuah rezim pemerintahan bagaimanapun kuat dan besar
kekuasaannya tidak akan pernah berjaya terus-menerus tanpa ada batasnya.
Suatu saat rezim tersebut kekuasaannya pasti akan melemah dan akhirnya
mengalami keruntuhan. Tidak ada rezim yang mampu bertahan selamanya dan
tidak ada pemimpin yang mampu menggenggam kekuasaannya secara
langgeng dan abadi. Seorang pemimpin, bagaimanapun besar wibawanya dan
piawai memimpin rakyatnya, suatu waktu ia harus rela mundur dan jatuh dari
kekuasaannya. Dalam sejarah bangsa Indonesia, telah beberapa kali
mengalami pergantian pemerintahan dan kepemimpinan. Sejak terbentuknya
negara Indonesia pada 17 Agustus 1945 telah terjadi beberapa kali pergantian
kepala negara. Dari mulai pemerintahan Presiden Soekarno, Soeharto,
Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati, hingga pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono sekarang ini.
Proses berakhirnya sebuah rezim pemerintahan tidak selalu berjalan
dengan mulus. Pergantian kepemimpinan dari rezim yang lama ke rezim yang
baru seringkali diwarnai dengan pergolakan politik, baik yang terjadi
sebelumnya maupun sesudah peralihan itu terjadi. Gejolak politik yang
mengiringi jatuhnya pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto
merupakan peristiwa yang banyak menyita perhatian khalayak ramai, baik
secara lokal maupun internasional. Hal ini dapat dipahami karena pada zaman
pemerintahan kedua Presiden tersebut posisi Indonesia cukup disegani oleh
dunia internasional. Bahkan banyak yang beranalisis bahwa kejatuhan dua
Presiden tersebut tidak terlepas dari konspirasi dan campur tangan dunia
internasional.
Dengan adanya Dekrit Presiden pada 5 Juni 1959 yang secara resmi
mengembalikan Undang-Undang 1945, maka masa Demokrasi Terpimpin pun
dimulai. Soekarno, sebagai presiden, memperkuat posisinya terhadap
parlemen, posisi-posisi penting diberikan kepada para pendukung loyalnya,
sehingga kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sesuai dengan keinginan
Soekarno dapat dilaksanakan tanpa gangguan. Selain Soekarno, masih ada dua
kekuatan lain lagi, yaitu PKI yang mulai masuk dalam pemerintahan dan
ABRI dengan konsep Dwifungsi-nya yang sejak tahun 1958 mengintensifkan
keterlibatan militer dalam administrasi sipil, politik, dan ekonomi Indonesia.
Soekarno berusaha menjaga keseimbangan dari kedua kekuatan itu dengan
menempatkan dirinya di tengah untuk mengontrol semua pihak. Sementara itu,
berpalingnya Soekarno dari negara-negara Barat dengan meninggalkan
kebijaksanaan non-blok dan mengarahkan ke sebuah poros JakartaBeijing-
Pyongyang-Hanoi, membuat Amerika Serikat menjadi semakin khawatir
Indonesia akan menjadi satu lagi negara yang akan jatuh dalam teori domino.
Kondisi tersebut semakin memanas setelah meletusnya peristiwa
Gerakan 30 September 1965. Indonesia mengalami krisis ekonomi, sosial, dan
politik yang cukup parah. Masyarakat umum diliputi kecemasan, unjuk rasa
mahasiswa berlangsung di mana-mana, inflasi meningkat hingga mencapai
650%, dan hargaharga pun membumbung tinggi. Apalagi penyelesaian politik
terhadap peristiwa tersebut belum terlihat ada tanda-tanda akan dilaksanakan
oleh Presiden Soekarno sesuai dengan janjinya. Krisis politik pun semakin
mendalam dan akibatnya mulai terjadi erosi kepercayaan rakyat kepada
Presiden Soekarno dan pemerintahannya. Kekuasaan Presiden Soekarno
merosot drastis sejak dikeluarkannya Supersemar. Pada masa kabinet Ampera
yang disempurnakan yang dibentuk pada tanggal 11 Oktober 1966 ini posisi
dan peran Presiden sama sekali tidak mempunyai arti. Puncaknya, pada Sidang
Umum MPRS tahun 1966 pidato pertanggungjawaban Presiden soekarno yang
dikenal dengan Nawaksara dianggap mengecewakan mendapat penolakan dari
berbagai pihak. Hingga pada akhirnya pada hari Kamis 23 Pebruari 1967
disaksikan oleh Ketua Presidium Kabinet Ampera dan para menteri, Presiden
Soekarno secara resmi menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada Jenderal
Soeharto.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan Pemerintahan Presiden Soekarno kurang
mendapat kepercayaan dari rakyat ?
2. Dimana Presiden Soekarno membacakan Pidato "Nawaskara"?
3. Tanggal Berapa Presiden Soekarno resmi turun dari Jabatannya ?
4. Kapan Presiden Soekarno membentuk Kabinet Ampera ?
5. Bagaimana Kondisi Politik pada waktu munculnya PKI ?
6. Mengapa Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar ?

Anda mungkin juga menyukai