Anda di halaman 1dari 17

HASIL PEMIKIRAN DOKTOR SOETOMO PADA MASA PERGERAKAN

NASIONAL

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual

Dosen Pengampu :

Dra.Hj.Rochgiyanti,M.Si,M.Pd

Sriwati M.Pd

Disusun oleh : Kelompok 8

Muhammad Wafi 1810111320006

Ida Rahmawati 1810111320003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN 2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT  atas rahmat, taufik dan
hidayat-Nya, sehinggapenyusun dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang
membahas tentang Peran Pengembangan Kurikulum Pendidikan padamata kuliah
kajian kurikulum Pendidikan dengan lancar.
            Penyusun mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas segala
bimbingan, nasehat serta bantuan baik dari dosen pengampu, yang telah
membimbing kami dalam proses pembuatan makalah ini. Juga seluruh anggota
kelompok yang telah membantu dalam menyelesaikannya.
            Penyusun juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak memiliki kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun, khususnya dan pembaca yang umumnya. Demikian,
semoga pembuatan laporan ini bermanfaat bagi penyusun maupun para pembaca.

Banjarmasin,12 Oktober 2020

Penyusun Kelompok 8

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
2.2 Biografi Soetomo...........................................................................................5
2.2 Mengapa Doktor Utomo mendirikan Parindra,Budi Utomo dan
Indonesische Studi Club.......................................................................................7
1) Budi Utomo...............................................................................................7
2) Indonesische studi club.............................................................................7
3) Persatuan Bangsa Indonesia (PBI)............................................................8
4) Parindra.....................................................................................................9
2.3 Hasil Pemikiran Doktor Soetomo Pada Masa Pergerakan Nasional..............9
BAB III PENUTUP..............................................................................................14
3.I Kesimpulan...................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Soetomo adalah salah seorang dari sekian banyak tokoh intelektual pribumi
Jawa yang muncul pada masa pergerakan. Bahkan ia kerap digadang-gadang
sebagai bapak pergerakan nasional. Meskipun berprofesi sebagai dokter, namun
jiwa humanisnya telah menyeretnya ke dalam kancah pergerakan nasional. Ia
sering disebut sebagai tokoh sentral pergerakan nasional yang ikut andil dalam
membentuk corak kehidupan bangsa Indonesia.Membahas tentang Soetomo,tidak
lepas dari organisasi-organisasi yang didirikannya pada masa pergerakan
Nasional,Seperti Budi Utomo,Prindra dan Indonesische Studi Club.Dalam
Makalah ini kami akan membahas tentang hasil-hasil pemikiran Doktor Soetomo
pada Masa pergerakan Nasional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Siapa Doktor Soetomo ?
2. Mengapa Doktor Utomo mendirikan Parindra,Budi Utomo dan Indonesische
Studi Club ?
3. Bagaimana Hasil Pemikiran doktor soetomo pada masa Pergerakan Nasional ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui siapa Doktor Soetomo itu ?
2. Untuk Mengetahui Mengapa Doktor Soetomo mendirikan Budi
Utomo,Indonesiche Studi Club, PBI , dan Parindra ?
3. Bagaimana Hasil Pemikiran Dokter Soetomo Pada masa Pergerakan Nasional ?

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Biografi Soetomo
Soetomo (bernama asli Subroto) lahir di Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa
Timur, pada 30 Juli 1888 Ia terlahir dari keluarga yang terbilang mapan. Masa
kecilnya dikenal dengan nama Subroto. Masa kecil Soetomo banyak dihabiskan
bersama neneknya, Singowidjojo di Ngapeh. Karena sewaktu kecil sang Ibu
menyapihnya sampai dengan usia enam tahun. Hal ini yang kemudian
membuatnya lebih dekat dengan nenek dan eyangnya daripada orang tuanya
sendiri. Bahkan dalam otobiografinya ia mengatakan secara terang-terangan
bahwa ia lebih menyayangi embah dan eyangnya, ia tidak begitu menaruh rasa
sayang pada orang tuanya, melainkan hanya rasa hormat.43 Di lingkungan
neneknya, Soetomo kecil hidup dalam suasana kebatinan Jawa yang sangat kuat,
meskipun hal tersebut nampaknya tidak tidak terlalu mempengaruhi jiwa
Soetomo.
Soetomo muda tumbuh pada masa pemerintah kolonial Belanda menerapkan
sistem ekonomi liberal, yang membuka masuknya modal-modal asing ke
Nusantara. Sistem tersebut kemudian terbukti hanya membuat masyarakat
primbumi semakin menderita, karena kekayaan dan tenaga masyarakat terus
dikuras. Penderitaan rakyat Jawa yang disebabkan sistem ekonomi tersebut
menjadi pemandangan sehari-hari Soetomo muda. Secara perlahan situasi
tersebutlah yang kemudian membentuk jiwa humanis Soetomo, yang
berpengaruh dalam orientasi berpikir dan arah serta haluan pergerakan yang
diambilnya.
Pada 10 Januari 1903 Soetomo mendaftarkan diri ke sekolah kedokteran
STOVIA di Batavia. Soetomo masuk sekolah kedokteran karena ayahnya
melarang dirinya untuk menjadi ambtenaar (pamong praja). Selain itu, sejak awal
nampaknya Soetomo juga tidak begitu tertarik menjadi seorang pamong. Pada
waktu belajar di STOVIA (Sekolah Dokter) ia sering bertukar pikiran dengan
pelajar-pelajar lain tentang penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Di
STOVIA Soetomo muda kemudian memulai kiprah politiknya melalui diskusi-

5
diskusi dengan sesama temannya. Meskipun ia sebagai seorang yang menempuh
pendidikan dokter, namun ia juga aktif dalam diskusi-diskusi yang membicarakan
permasalahan ekonomi, sosial, dan pendidikan. Soetomo berhasil lulus dari
STOVIA pada tahun 1911, dan kemudian ia diangkat menjadi dokter di
kresidenan Semarang.
Kemudian pada tahun Soetomo 1919 ia melanjutkan studinya ke negeri
Belanda. Di sana ia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia. Selama empat
tahun Soetomo menempuh pendidikannya di negeri Belanda. Setelah itu ia
kembali ke Indonesia dan memulai karier di bidang kedokterannya. Namun, hasrat
berpolitik yang didasari jiwa sosialnya seakan tidak bisa dibendung. Ia selalu
ingin turut andil dalam memikirkan rakyat Indonesia. Karena pada saat itu
keadaan ekonomi pribumi semakin melemah karena sistem ekonomi kolonial,
sehingga hal itu kemudian menggugah jiwa Soetomo untuk bercita-cita
mengangkat martabat masyarakat pribumi.
untuk memajukan pendidikan sebagai jalan untuk membebaskan bangsa dari
penjajahan, pada 20 Mei 1908 para pelajar STOVIA mendirikan Budi Utomo,
organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia dan Soetomo diangkat sebagai
ketuanya. Tujuan organisasi itu ialah memajukan pengajaran dan kebudayaan.

Pada tahun 1924 dr. Soetomo mendirikan Indonesische Studie Club (ISC)
yang merupakan wabah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan
sekolah tenun, bank kredit, koperasi dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC
berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinan
Soetomo PBI cepat berkembang. Sementara itu, tekanan-tekanan dari Pemerintah
Belanda terhadap pergerakan nasional semakin keras, oleh karena itu, pada
Desember 1935 Budi Utomo dan PBI digabungkan menjadi satu dengan nama
Parindra. Soetomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai
Indonesia merdeka. Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, ia giat pula
di bidang kewartawanan dan memimpin berbagai surat kabar.

Pada bulan April 1938 Soetomo jatuh sakit, dan pada tanggal 30 Mei 1938
Soetomo menghembuskan nafas terakhirnya. Kepergian Soetomo merupakan

6
sebuah kehilangan besar bagi sebuah bangsa yang kala itu tengah dengan giat
mengusahakan kemerdekaannya. Meskipun ia tidak sempat merasakan hingar-
bingarnya kemerdekaan, namun perjuangannya dalam merumuskan sebuah dasar
kebangsaan telah sangat berpengaruh pada masa berikutnya.

2.2 Mengapa Doktor Utomo mendirikan Parindra,Budi Utomo dan


Indonesische Studi Club
1) Budi Utomo
Budi Utomo merupakan sebuah organisasi pelajar yang didirikan oleh
Dr.Sutomo dan para mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding voor
Inlandsche Arsten) yaitu Goenawan, Dr. Cipto Mangoenkeosoemo dan Soeraji
serta R.T Ario Tirtokusumo, yang didirikan di Jakarta pada 20 Mei 1908.
Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Organisasi ini
didirikan atas dasar untuk mengangkat martabat rakyat Jawa, yang kala itu
tengah tertindas karena sistem ekonomi kolonial.
Dalam karyanya Akira Nagazumi menegaskan bahwa berdirinya Budi
Utomo tak bisa lepas dari peran Dr. Wahidin Sudirohusodo. Walaupun bukan
pendiri Budi Utomo, namun beliaulah yang telah menginspirasi Dr. Sutomo
dan kawan-kawan untuk mendirikan organisasi pergerakan nasional ini.
Budi utomo sebagai organisasi pelajar yang baru muncul ini, secara samar-
samar merumuskan tujuannya untuk kemajuan Hindia, dimana yang jangkauan
gerak semulanya hanya terbatas pada Pulau Jawa dan Madura yang kemudian
diperluas untuk penduduk Hindia seluruhnya dengan tidak memperhatikan
perbedaan keturunan, jenis kelamin dan agama.
2) Indonesische studi club
Pada 12 Juli 1924 Doktot Soetomo mendirikan Indonesische Studie Club
di Surabaya. Selanjutnya organisasi ini lebih dikenal dengan nama Studie Club.
Di dalam Studie Club inilah sebenarnya karir politik Soetomo baru dimulai.
Studie Club memang sejak awal dirancang untuk menjadi wadah bagi forum-
forum diskusi para pelajar di Surabaya. Di organisasi inilah Soetomo aktif
menuangkan pikiran-pikirannya dalam majalah Suluh Indonesia yang terbit

7
bulanan. Di dalam Studie Club ini Soetomo bersama kawan-kawannya juga
banyak melakukan aktivitas sosial, politik, dan eknomi, semisal mendirikan
rumah Pemondokan Perempuan, Sekolah Tenun, dan Bank Nasional.
Studie Club yang didirikan oleh Soetomo memilki hubungan yang baik
dengan beberapa organisasi pergerakan lain, terutama Sarekat Islam di bawah
H.O.S Tjokroaminoto. Sarekat Islam sangat bersimpati dengan direkrutnya
para intelektual setempat dalam Studie Club. Bagi Tjokroaminoto, Studie Club
memiliki corak perjuangan yang relatif sama, yang enggan untuk bersikap
kooperatif dengan pemerintah kolonial.
Soetomo juga memiliki kedekatan dengan organisasiorganisasi Islam lain
seperti Muhammadiyah dan NU. Bahkan ia sempat diangkat menjadi penasihat
Muhammadiyah. Selain Itu, ia juga memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh
Tionghoa, Arab, dan Belanda. Soetomo sendiri sebenarnya adalah tokoh yang
fleksibel, dan disukai oleh tokoh-tokoh lintas kalangan.
Dalam rangka memperkuat pergerakan politik kaum pribumi, pada akhir
tahun 1927 dilakukan fusi partai-partai, organisasi, dan beberapa Studie Club
dalam sebuah wadah organisasi politik gabungan kaum pribumi. Di antaranya
yang turut bergabung adalah, Partai Nasional Indonesia, Syarekat Islam,
Sumatranen Bond, Serikat Kaum Betawi, Indonesesche Studi Club, dan
Algemene Studie Club yang diketuai oleh Soekarno. Fusi tersebut dinmakan
Majelis Permufakatan Perkumpulan-Perkumpulan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI). Soetomo ditunjuk sebagai ketua majelis dalam organisasi
gabungan ini.
3) Persatuan Bangsa Indonesia (PBI)
Pada tanggal 16 Oktober 1930 Soetomo mendirikan sebuah partai bernama
Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Partai ini merupakan penjelmaan dari
Indonesesche Studie Club di bawah Soetomo. Menurut Soetomo Studie Club
ini sudah harus menjelma menjadi organisasi yang tidak hanya bergerak untuk
kepentinganpelajar saja, tapi lebih luas lagi. Partai ini harus bergerak atas nama
sebuah bangsa dengan dasar nasionalisme bangsa Indonesia. Dalam organisasi
ini Soetomo enggan untuk bersikap kooperatif dengan pemerintah kolonial. Ia

8
lebih suka bergerak langsung bersentuhan dengan masyarakat dengan
mendirikan koperasi rakyat, lembagalembaga kursus, dan poliklinik. Hal ini
menurutnya lebih dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat.
Di dalam partai ini, Soetomo juga menyelenggarakan pembentukan surat
kabar dengan bahasa Jawa dan Madura yang diberi nama Suara Umum.
Memang, untuk gerakan tingkat nasional sekaliber PBI nampaknya agak
kurang etis jikalau bahasa yang digunakan dalam surat kabar ini hanya
menggunakan bahasa Jawa dan Madura, sedangkan apa yang dikenal sebagai
bangsa Indonesia lebih dari hanya kedua pulau itu. Melalui surat kabar inilah
Soetomo banyak menuangkan gagasan-gagasannya terkait permasalahan
ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, dan pendidikan.
4) Parindra
Parindra didirikan oleh dr. Sutomo dan kawan-kawan pada tahun 1935 di
Surabaya dan merupakan fusi dari partaipartai politik, antara lain: Budi Utomo,
Paguyuban Pasundan, Serikat Betawi, Serikat Ambon, Serikat Minahasa,
Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), dan Sumateranen Bond. Di dalam Parindra-
lah golongan cerdik-cendekiawan priyayi Jawa yang diwakili PBI dan
golongan birokratis konservatif priyayi Jawa yang diwakili feodal Budi Utomo
dapat digabungkan dengan serasi ke dalam satu barisan dan mampu bekerja
bersama secara politik. Parindra merupakan partai politik yang berdasarkan
nasionalisme Indonesia Raya dan bertujuan Indonesia Mulya dan Sempurna.

2.3 Hasil Pemikiran Doktor Soetomo Pada Masa Pergerakan Nasional


Soetomo adalah salah seorang dari sekian banyak tokoh intelektual
pribumi Jawa yang muncul pada masa pergerakan. Bahkan ia kerap digadang-
gadang sebagai bapak pergerakan nasional. Meskipun berprofesi sebagai
dokter, namun jiwa humanisnya telah menyeretnya ke dalam kancah
pergerakan nasional. Ia sering disebut sebagai tokoh sentral pergerakan
nasional yang ikut andil dalam membentuk corak kehidupan bangsa Indonesia.
Soetomo telah memberikan corak baru bagi pertumbuhan semangat
kebangsaan Indonesia dalam berbagai aspek. Beberapa gagasan mengenai
dasar pembentukan bangsa telah dirumusakan oleh beberapa kalangan.

9
Contohnya adalah Tjokroaminoto, yang menjadikan Islam sebagai gagasan
utama dan dasar perjuangannya. Sementara nasionalisme Jawa-Madura
diusung oleh para golongan tua di Budi Utomo. Begitupun dengan Soetomo
yang mengusung nasionalisme-demokrat sebagai gagasannya. Maka, kala Budi
Utomo masih sibuk hanya mengurusi urusan Jawa dan Madura, Soetomo sudah
mencoba merumuskan sebuah konsep kebangsaan yang lebih luas lebih dari
sekedar Jawa dan Madura, yakni nasional. Selain itu, Gagasannyamengenai
bagaimana dan dengan apa bangsa ini harus dibentuk, menjadi satu aspek
penting yang mendapat perhatian. Soetomo juga menawarkan pemikirannya
terkait konsep kebudyaan dan sistem pendidikan yang sekiranya cocok untuk
bangsa Indonesia.
Pada saat Soetomo mengenyam pendidikan di STOVIA kiprah politik
dan pola pikirnya dalam membangun kesejahteraan pada diri manusia terutama
pada kaum Pribumi yang pada saat itu dipandang sebagai kaum yang tertindas
akibat dari sistem ekonomi Kolonial. Meskipun Soetomo mengenyam
pendidikan Dokter, dia dan teman-temannya tetap melakukan diskus-diskusi
yang membicarakan tentang ekonomi, sosial, dan pendidikan. Pada tahun 1908
Soetomo dengan teman-temannya membangun sebuah organisasi bernama
Budi Utomo yang bergerak dibidang sosial, ekonomi, dan pendidikan, lalu
tujuan dibentuknya organisasi Budi Utomo yaitu untuk mengangkat martabat
masyarakat Jawa.
Doktor Soetomo tidak lama bersama dengan Budi Utomo sebab adanya
perbedaan pendapat dengan golongan tua. Setelah keluar dari Budi Utomo
Soetomo kembali melanjutkan pendidikannya di Belanda. Pada tanggal 12 Juli
1924 Soetomo kembali ke Indonesia dan membuat sebuah organisasi
Indonesische Studie Club di Surabaya. Selanjutnya organisasi ini lebih dikenal
dengan nama Studie Club. Soetomo mulai terpatri jiwa nasionalisme lintas
etnis, agama, dan wilayah dalam dirinya. Meskipun ia berasal dari golongan
elit Jawa rendahan, ia ingin asas yang diperjuangkan itu tidak hanya pada
kalangan orang-orang Jawa. Maka tidak berlebihan nampaknya jika kita

10
mengatakan bahwa Soetomo adalah seorang peletak dasar nasionalisme bangsa
Indonesia dari kalangan elit Jawa kala itu.
Di organisasi inilah Soetomo aktif menuangkan pikiran-pikirannya dalam
majalah Suluh Indonesia yang terbit bulanan. Di dalam Studie Club ini
Soetomo bersama kawan-kawannya juga banyak melakukan aktivitas sosial,
politik, dan eknomi, semisal mendirikan rumah Pemondokan Perempuan,
Sekolah Tenun, dan Bank Nasional.
Pada tanggal 16 Oktober 1930 Soetomo mendirikan sebuah partai
bernama Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Partai ini merupakan penjelmaan
dari Indonesesche Studie Club di bawah Soetomo. Menurut Soetomo Studie
Club ini sudah harus menjelma menjadi organisasi yang tidak hanya bergerak
untuk kepentinganpelajar saja, tapi lebih luas lagi. Partai ini harus bergerak
atas nama sebuah bangsa dengan dasar nasionalisme bangsa Indonesia. Dalam
organisasi ini Soetomo enggan untuk bersikap kooperatif dengan pemerintah
kolonial. Ia lebih suka bergerak langsung bersentuhan dengan masyarakat
dengan mendirikan koperasi rakyat, lembagalembaga kursus, dan poliklinik.
Hal ini menurutnya lebih dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat.
Di dalam partai ini, Soetomo juga menyelenggarakan pembentukan surat
kabar dengan bahasa Jawa dan Madura yang diberi nama Suara Umum.
Memang, untuk gerakan tingkat nasional sekaliber PBI nampaknya agak
kurang etis jikalau bahasa yang digunakan dalam surat kabar ini hanya
menggunakan bahasa Jawa dan Madura, sedangkan apa yang dikenal sebagai
bangsa Indonesia lebih dari hanya kedua pulau itu. Melalui surat kabar inilah
Soetomo banyak menuangkan gagasan-gagasannya terkait permasalahan
ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, dan pendidikan.
Selanjutnya pada Desember tahun 1931 Soetomo memprakarsai
penyelengaraan Kongres Indonesia Raya yang pertama. Kongres ini bertujuan
untuk mempererat persatuan di kalangan para intelektual zaman pergerakan.
Pada bulan Desember 1935 Soetomo memprakarsai pengabungan antara partai
yang dipimpinnya, PBI dan Budi Utomo. Fusi kedua partai ini selanjutnya

11
diberi nama Partai Indonesia Raya atau disingkat Parindra. Soetomo terpilih
menjadi ketua dari partai gabungan ini.
Bahkan melalui surat kabar Suara Umum Soetomo pernah terlibat
perang pemikiran dengan Sutan Takdir Alisjahbana yang kita kenal sebagai
”polemik kebudayaan”. Perang pemikiran tersebut diakibatkan oleh Soetomo
dan beberapa tokoh Budi Utomo sangat mungkin karena pengaruh K.H.
Dewantara, pendiri sekolah Taman Siswa dengan suara bulat menyatakan
penolakan terhadap “onderwijs Barat (pengajaran intelektual) dan
menganjurkan opvoeding (pendidikan pekerti) Timur”. Bersamaan dengan itu,
dia menekankan bahwa “Indonesia semestinya senantiasa berada dalam
suasana sistem nilai dunia Timur yang bersadarkan pada kolektivisme,
spiritualisme, dan anti-materialisme”.
Sebenarnya perdebatan yang disebut dengan polemik kebudayaan tersebut
merupakan acuan sebagai dasar untuk membangun dan menyatukan pola
pendidikan apa yang ideal untuk Indonesia. Hal pertama yang diperdebatkan
saat itu iyalah ketidak setujuan Sutan Takdir dengan hasil Kongres Perguruan
Indonesia, yang dinilainya anti-intektualisme, anti-egoisme, anti-
individualisme, dan anti-materialisme yang merupakan peroduk Barat. Saat itu
Sutan Takdir condong ke dunia kebarat-baratan dan menganggap dunia timur
tidak mampu bersaing dengan dunia barat, lalu menganggap Sejarah dan
kebudayaan tidak perlu menjadi acuan dalam membangun dan menyatukan
bangsa yang ideal.
Kemudian Soetomo tampil sebagai salah seorang tokoh tedepan yang
menanggapi tanggapan Sutan Takdir. Bahkan perdebatan sengit terjadi di
antara keduanya. Soetomo berbeda pendapat dengan Sutan Takdir mengenai
dasar kebudayaan yang harus dijadikan acuan untuk kemajuan bangsa
Indonesia. Meskipun pernah mengenyam pendidikan Barat, bahkan ia sempat
menjajaki dunia Barat, Soetomo tidak tertarik pada kebudayaan Barat yang
dikampenyakan Sutan Takdir. Soetomo lebih memilih menjadikan kebudayaan
lokal sebuah bangsa sebagai dasar pijakan dan acuan untuk merumuskan sistem
kebangsaan dan pola pendidikan yang ideal. Pendidikan sesunggunya bukan

12
saja perkara menekankan pada ketajaman akal alias kecerdasan semata. Namun
pendidikan juga berpengaruh terhadap pengembangan jiwa dan juga dapat
memberikan manfaat bagi nusa dan bangsa. Mengambil pelajaran dari Barat
memang perlu, tapi lebih baik jika mengawinkan pola kemajuan Barat dengan
kebudayaan lokal seperti halnya Jepang yang mampu bersaing dengan dunia
barat walaupun Jepang berasal dari dunia timur.
Perdebatan ini sebenarnya dipuji oleh berbagai tokoh lintas kalangan,
karena dilakukan dengan sopan meskipun kelihatannya sangat berapi-api.
Walapun pada akhirnya perdebatan ini akhirnya menimbulkan silang pendapat
yang tegas antara Sutan Takdir dan Soetomo. Atau terlebih lagi menimbulkan
sentimen di antara keduanya dan akhirnya berbicara tidak pada konteks dan
lebih cenderung menyerang keperibadian satu sama lain. Namun jelas pada
masa ini berbagai tokoh pergerakan kita telah sadar akan rumusan
penyelenggaran pendidikan dan kebangsaan yang sesuai dengan bangsa
Indonesia. Mereka tanpa lelah mencoba meramu rumus-rumus guna
mencerdaskan bangsa dan mencarikan solusi yang terbaik untuk bangsa. Sutan
Takdir dengan pendidikan ala baratnya, Soetomo dengan sistem pendidikan
budaya Timur. Terlepas dari segala perselisihan dan silang pendapat yang
timbul, perdebatan tersebut menunjukan bahwa para tokoh-tokoh masa awal
pergerakan telah dengan sepenuh hati menunjukan pengabdinnya dan
mencurahkan segala fikirannya untuk kemajuan bangsa, khususnya dalam
bidang kebudayaan.

13
BAB III
PENUTUP

3.I Kesimpulan
Seotomo bukan saja seorang dokter, namun lebih dari itu, ia adalah putra
bangsa yang telah memberikan perhartian besar pada berbagai aspek seperti
pendidikan, kebudayaan, ekonomi, dan kesehatan. Tidak berlebihan nampaknya
sandangan sebagai bapak pergerakan yang diberikan kepadanya. Di saat
sebagian besar tokoh pergerakan masih berkutat pada asas perjuangan yang
bersifar primordial, Soetomo menghadirkan konsep kebangsaan dengan dasar
kebangsaan lintas golongan. Tidak sampai di situ, Soetomo juga bersumbangsih
besar memikirkan konsep pendidikan yang ideal untuk bangsa ini.
Meskipun ia adalah didikan Barat, hal itu tidak membuatnya begitu
terpesona terhadap Barat. Ia mengakui bahwa Barat dan sistem pendidiknya
telah menghasilkan lulusan-lulusan yang cerdas. Konsep intelektualisme,
individualisme, egoisme, dan mateialisme adalah peroduk Barat yang sangat
berpengaruh. Namun, di saat sebagian besar orang menengadahkan wajahnya ke
Barat, Soetomo tetap konsisten berpegang teguh pada nilai-nilai luhur
kebudayaan bangsa Indonesia.
Soetomo yang menempuh pendidikannya melalui pendidikan barat
merasakan ada yang tidak sempurna dari konsep pendidikan Barat yang
diterapkan di Indonesia. Barat dengan konsep intelektualisme, individualisme,
egoisme, dan metrialisme hanya menciptakan manusia-manusia cerdas tanpa
memilki sifat ingin berkorban atau apa yang ia sebut dengan altruisme. Selain itu,
ia juga melihat kebobrokan-kebobrokan para lulusan sekolah dasar Belanda yang
tidak mampu mengirim para lulusannya ke tingkat berikutnya. Mengambil
pelajaran dari Barat memang perlu. Soetomo juga tidak menolak secara mentah-
mentah konsep pendidikan Barat. Ia dapat berkiprah sejauh ini adalah jasa dari
didikan Barat. Dan ia juga tidak ingin menutup mata bagi konsep yang ditawakan
barat. Hanya saja, Soetomo beranggapan bahwa konsep Barat harus dipadukan
dengan akar kebudayaan luhur bangsa ini.

14
Sebagai implemntasi dari corak pemikirannya yang memadukan antara
pendidikan barat dengan kebudayaan Indonesia, ia mendukung konsep pendidikan
yang ditawarkan Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswanya. Menurutnya,
dengan memadukan antara pola pendidikan ala barat dengan sistem pendidikan
lokal, tidak hanya menjadikan seorang anak menjadi cerdas, namun perlahan
tumbuh rasa keikhlasan dan kecintaan di hati mereka terhadap bangsanya.

15
DAFTAR PUSTAKA
Kacung Marijan,Nono Adya Supriyanto,2015 : Tokoh Pemikiran Karakter
Bangsa.Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/
5cff5f5fb646044330d686d0/7baea64d618ec72da8cde5971f374b54.pdf .
Diakses tanggal 12 Oktober 2020 pukul 21:14
http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/
download/80/36. Diakses tanggal 12 Oktober 2020 pukul 21:14
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JHIS/article/download/6440/4693/. Diakses
tanggal 12 Oktober 2020 pukul 21:14
http://journals.mindamas.com/index.php/sipatahoenan/article/download/41/39.
Diakses tanggal 12 Oktober 2020 pukul 21:14

16
17

Anda mungkin juga menyukai