Koin VOC dicetak pertama kali dicetak tahun 1726 dengan bahan tembaga.
Merupakan pecahan 1 Doit (Satu Duit). Pada salah satu sisi koin tersebut
terdapat lambang VOC dan pada sisi lainnya terdapat lambang provinsi
tempat koin itu dicetak. Ada beberapa jenis koin VOC, antara lain:
1. Holland
2. Utrecht
3. West Friesland
4. Zeeland
5. Gelderland
Karena kebutuhan uang dengan nilai nominal yang lebih kecil, maka tahun
1749 dicetak mata uang tembaga dengan pecahan setengah Doit. Selain dari
tembaga, koin-koin 1 Doit dan ½Doit juga dicetak dengan bahan perak.
Antara tahun 1744 – 1748 VOC mengedarkan mata uang emas yang disebut
Gouden Javase Rupij/ Rupiah Jawa (ditempa di Jawa). VOC juga sempat
mengedarkan mata uang yang disebut Doit dengan logo VOC dengan bahan
campuran tembaga dan timah dan ditempa di Batavia dan Surabaya.
Pada tahun 1800 VOC mengeluarkan mata uang timah yang sisi depannya
terdapat inisial LN dan lambang VOC, sedang sisi belakangnya terdapat
tulisan arab melayu berbunyi “Duyit”. Mata uang ini disebuut Duyit
Javas.Selain itu VOC juga membawa dan mengedarkan mata uang Belanda
ke Indonesia seperti Dukaton/Zilperen Rijder (Pengunggang Kuda)
bergambar penunggang kuda. Gambar depan uang VOC semua sama, yakni
tulisan/lambang VOC dan angka tahun. Adapun bagian belakang koin
berbeda.
Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen
Dari sekian banyak nama Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterzoon Coen merupakan salah
satu orang paling berpengaruh dalam sejarah perjalanan Nusantara dalam cengkeraman
imperialisme Belanda.
Lahir pada 8 Januari 1587, atau tepat hari ini 432 tahun silam, J.P Coen adalah seorang
pendiri imperium di Hindia Timur yang dikenal berpikiran jauh alih-alih megalomania dalam
mengeksploitasi alam Nusantara.
Dilahirkan di kota Hoorn, Belanda, Coen sejak remaja sudah mulai mempelajari ilmu
perdagangan di Roma, Italia dengan magang pada pedagang bernama Joost de Visscher
untuk membukukan aktivitas dagang dan belajar berbagai bahasa asing.
Coen melakukan pelayaran perdananya pada 22 Desember 1607 di bawah arahan armada
kapal Pieter Willemszoon Verhoeff untuk berniaga di wilayah-wilayah Nusantara. Inilah kali
pertama Coen menginjakkan kaki di Nusantara.
Namun, malangnya, Verhoef kemudian terbunuh di Banda akibat perselisihan dengan
masyarakat lokal. Coen yang saat itu dipekerjakan sebagai juru tulis berhasil menyelamatkan
diri dan memimpin armada menuju Banten.
Coen diangkat menjadi Gubernur jendral Hindia pada 1618, menggantikan Laurens Reael
yang mundur dari jabatan karena persaingan dagang dengan Inggris yang bekerja sama
dengan Kesultanan Banten. Pengangkatan Coen baru disahkan setahun kemudian.
Sebagai penentu vital, Coen memiliki misi yang ambisius. Dia ingin menaklukkan Jayakarta
yang menjadi pelabuhan paling sibuk pada waktu itu. Tak heran ia mengintimidasi Heeren
XVII ( 17 Tuan-Tuan) untuk menyiapkan suplai penting baginya di tanah jajahan.
“Tuan-Tuan secepatnya mengirimkan pasukan, kapal dan dana dalam jumlah besar serta
berbagai kebutuhan lain. Jika permintaan ini dipenuhi, semuanya akan baik-baik saja; jika
tidak, Tuan-Tuan akan menyesalinya!” tulis Coen mengutip Susan Blackburn dari Jan Pietersz
Coen: Levens Beschrijving, dalam Jakarta Sejarah 400 Tahun (2011).
Armada tempur Coen sebelumnya memang sempat kalah dari Inggris dalam persaingan
dagang yang sengit antara mereka hingga terjadi perang agregasi terbuka di wilayah
perairan Banten, Jawa Barat pada 1618.
Ambisi Coen untuk menaklukkan Jayakarta terbukti pada 30 Mei 1619, di mana ia berhasil
menaklukkan kota pelabuhan yang tersebut dan merubahnya menjadi Batavia untuk
menghormati leluhur orang Belanda meski namanya baru dikukuhkan dua tahun kemudian.
Pada saat yang hampir bersamaan, tulis Joko Darmawan dalam Sejarah Nasional: Ketika
Nusantara Berbicara (2017) Coen juga mengirimkan 17 kapal perang untuk menyerang
pelabuhan Banten. Belanda pun menang mutlak, Inggris kabur, Banten tunduk, Jayakarta
pun berpindah tangan.
Di masa akhir jabatannya pada tanggal 21 September 1629, Coen meninggal dunia dalam
usia 42 tahun. Sejumlah referensi meyakini pendiri Batavia ini tewas akibat wabah kolera
yang saat itu melanda Batavia, namun versi lain menyebut ia dibunuh oleh intelijen Sultan
Mataram.