Anda di halaman 1dari 9

Jan Pieterszoon

Coen
Jan Pieterszoon Coen
Jan Pieterszoon Coen adalah Gubernur Jenderal VOC yang
terbilang memiliki banyak keunikan ketimbang gubernur
jenderal lainnya. Beberapa diantaranya ia merupakan salah
satu dari sedikit gubernur jenderal VOC  yang biografinya
tercantum dalam Ensiklopedia Britannica. J.P. Coen juga
satu-satunya petinggi Belanda yang menduduki jabatan
gubernur jenderal sebanyak dua kali. J.P. Coen pun dianggap
oleh banyak sejarawan dari Eropa adalah salah satu tokoh
kontroversial di Hindia Belanda. Tindakan J.P. Coen yang
dianggap kontroversi adalah peristiwa pembantaian rakyat
Banda pada 1621 dan skandal Sarah Specx - Pieter
Coertenhoff di Batavia. Sebagai catatan, peristiwa Banda
pada 1621 adalah tindakan ‘genocide’ pertama yang
dilakukan bangsa Belanda kepada salah satu masyarakat
yang mendiami kawasan Nusantara .
Gubernur Jenderal Jan
Pieterszoon Coen 1619 – 1623
dan 1627 – 1629
J.P.  Coen lahir pada 8 Januari 1587 di kota Hoorn, Belanda. Pada 1601, dia pergi
belajar berdagang di kota Roma. Kemudian Ia bekerja di kantor milik Justus
Pescatore. Pada 1607, J.P. Coen menjadi pegawai VOC dengan menduduki posisi
asisten saudagar (onderkoopman). Lalu ia pergi ke Hindia Belanda  dengan
menumpang kapal “Hoorn”.

Pada 1612, dia naik pangkat menjadi saudagar tinggi (operkoopman) dan
komandan dari kapal Galiasse saat pelayaran ke dua. Pada Oktober 1613, dia
ditunjuk sebagai akuntan jenderal (boekhouder-generaal) yang membawahi
seluruh kantor cabang VOC hingga kantor pusat di Hindia Belanda yang berpusat
di Banten dan Jayakarta, yang nantinya bernama Batavia. Banten adalah pusat
kegiatan administrasi dan pelayanan VOC di Hindia. Antara penguasa Banten
dengan VOC sebetulnya kurang baik karena pihak keraton Banten melihat VOC
sangat dominan dalam mengurus perdagangan dengan pihak asing yang juga
merupakan pelanggan dari Kerajaan Banten.

Pada 1614, J.P. Coen menjabat sebagai Direktur Jenderal, jabatan tertinggi
kedua setelah Gubernur Jenderal. Pada 25 Oktober 1617, Heeren XVII menunjuk
J.P. Coen sebagai Gubernur Jenderal menggantikan Laurens Reael yang telibat
perselisihan dengan mereka. J.P.  Coen menerima penunjukkan itu pada 30 April
1618, serta menjalani masa transisi hingga 21 Maret 1619.
Begitu menjabat sebagai Gubernur Jenderal, langkah pertama J.P.
Coen yang dilakukan adalah membangun sebuah markas besar
(headquarter) VOC yang dapat memenuhi segala kebutuhan dan
kepentingan VOC di Hindia Belanda. Banten tidak menarik bagi J.P.
Coen karena pertentangannya dengan bangsa Cina, Banten dan
 Inggris. Sedangkan Maluku terlalu kecil untuk dijadikan kantor
pusat. selain itu, Coen tetap menginginkan Jawa sebagai kedudukan
kantor pusatnya karena sangat mudah untuk logistik pangan.
Akhirnya J.P.  Coen memilih kota Jayakarta sebagai pusat
pemerintahannya karena di kota pelabuhan ini terdapat gudang dan
loji VOC yang berdiri sejak 1610. Namun karena Pangeran Jayakarta
penguasa Jayakarta tidak menghendaki kehadiran J.P.  Coen di
wilayah kekuasaannya, kemudian Gubernur Jendral ini memperkuat
diri dengan membangun benteng di sekitar Istana Jayakarta. Pada
18 Januari 1621, J.P. Coen dan tentaranya berhasil mengusir
Pangeran Jayakarta dan pengikutnya. Tak sampai disitu, J.P. Coen
pun membumihanguskan kota Jayakarta. Di dekat bekas kota
Jayakarta yang telah hancur itu, J.P. Coen kemudian membangun
sebuah kota baru, dan  merubah nama Jayakarta menjadi Batavia.
Langkah kedua dari J.P.  Coen ini yaitu merealisasikan monopoli
pembelian pala di Hindia Belanda. Pala merupakan komoditas
rempah-rempah yang hanya ada di Kepulauan Banda. Saat itu
penduduk Banda menandatangani persetujuan penjualan pala
kepada VOC dan juga Inggris. Untuk menguasai pala di pulau itu
Coen menggunakan cara keras dan brutal.
Pada 1623, ia menyerahkan kekuasaannya kepada Pieter de
Carpentier dan ia sendiri pulang ke Belanda. Tak lama kemudian
oleh pimpinan Kompeni (VOC), J.P. Coen disuruh kembali ke Hindia
dan menjadi Gubernur Jenderal kembali.  J.P. Coen pun datang ke
Hindia Belanda pada 1627. Pada masa jabatan yang  kedua, J.P.
Coen melalukan peperangan melawan Kesultanan Banten dan
Kesultanan Mataram.  Kesultanan Mataram menyerang
Batavia dua kali, yaitu pada 1628 dan 1629. Namun kedua
serangan itu mengalami kegagalan, namun J.P.  Coen meninggal
secara mendadak pada  21 September 1629. Empat hari setelah
istrinya yaitu  Eva Ment, melahirkan seorang putri kemudian sang
istri pun meninggal.
J.P. Coen dikenang sebagai pendiri Hindia
Belanda di Belanda. Namanya banyak dipakai
sebagai nama-nama jalan dan bahkan di
Amsterdam ada sebuah gedung yang dinamai
dengan namanya (Coengebouw). Sebaliknya, di
Indonesia ia terutama dikenal sebagai seorang
pembesar  VOC yang kejam.
Kematian J.P. Coen menyisakan dua versi yang
berbeda. Menurut versi Belanda, Coen meninggal
karena kolera yang kini lebih dikenal dengan
muntaber (muntah berak), sedangkan versi lainnya
berpendapat bahwa kematian Coen akibat serangan
bala tentara Sultan Agung dari Kesultanan
Mataram. Dari kedua versi ini kemudian diyakini
bahwa Coen meninggal karena terjangkit wabah
kolera yang sengaja disebarkan oleh pasukan
Mataram di Kali Ciliwung setelah peristiwa
Guna mengenang Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon
Coen, pemerintah kolonial Belanda telah mendirikan sebuah
monumen dan patung pendiri Kota Batavia itu. Gubernur
Jenderal VOC (1619-1623 dan 1627-1629) ini, dibuat
patungnya pada 1869, bertepatan dengan 250 tahun usia
kota Batavia oleh Gubernur Jenderal  Pieter Mijer (1866-
1872). Patung Coen yang berdiri dengan angkuh sambil
menunjuk jari telunjuknya dengan mottonya yang terkenal
dengan Dispereet Niet ("pantang berputus asa").
Setelah berdiri selama 74 tahun di depan Gedung Putih
yang kini jadi Gedung Kementrian Keuangan di Lapangan
Banteng, Jakarta Pusat, patung dari tembaga itu pun
dihancurkan pada 7 Maret 1943 ketika pendudukan Jepang.
Di masa kolonial Belanda, ulang tahun Jakarta selalu
diperingati pada 30 Mei 1619, ketika Coen menghancurkan
kota Jayakarta.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai