METODOLOGI SEJARAH
Disusun Oleh:
Permadi Saputra
NPM 17220018
1
i
Perkembangan GAPI dalam Masa Pergerakan Nasional Indonesia
(1939-1943)
PROPOSAL
OLEH
PERMADI SAPUTRA
17220018
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil
menyelesaikan Proposal ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“Perkembangan GAPI dalam Masa Pergerakan Nasional Indonesia (1939-
1943)”.
Saya menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu saya harapkan demi kesempurnaan Proposal ini. Akhir
kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita.
Permadi Saputra
iii
DAFTAR ISI
LOGO ..................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
pada aksi politik saja, tetapi juga menyangkut aksi lainnya. Secara spasial aksi itu
tidak hanya terbatas di Jawa saja tetapi juga meliputi aksi-aksi yang terjadi di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan kepulauan Indonesia lainnya.[3] Aksi-aksi
tersebut memiliki satu tujuan akhir yang sama, kebebasan Indonesia dari tangan
penjajah. Maka dari itulah, seperti organisasi pergerakan lainnya, GAPI
mempunyai identifikasi dan motivasi tersendiri. Dengan demikian GAPI juga
mempunyai ciri khas tersendiri dari organisasi pergerakan nasional lainnya.
Bisa dikatakan bahwa GAPI berdiri ditengah situasi dan kondisi politik
Indonesia yang cukup rumit. Tahun 1930-1943 merupakan masa-masa penting
dalam pergerakan nasional Indonesia. Pergolakan antara tokoh-tokoh pergerakan
Indonesia dengan pemerintah kolonial Belanda makin nyata terlihat. Salah satu
penyebabnya tidak lain karena pergerakan para tokoh-tokoh Indonesia dianggap
terlalu revolusioner dan radikal. Maka dari itu pemerintah Belanda mulai
melakukan tindakan tegas mengenai organisasi pergerakan Indonesia.
Hal yang paling tampak dalam upaya Belanda ‘membendung’ semangat
nasionalisme bangsa Indonesia yakni dengan menangkap dan mengasingkan
para pemimpin organisasi. Puncaknya yaitu penangkapan dan pengasingan ketua
PNI, Ir. Soekarno ke Boven Digul pada Februari 1934. Bahwasanya penangkapan
dan pembuangan tokoh-tokoh nasionalis sebagai pelaksanaan politik keras dan
pembuangan tokoh-tokoh nasionalis sebagai pelaksanaan politik keras dan
reaksioner pemerintah Hindia Belanda mempunyai dampak kuat pada sifat serta
arah perjuangan kaum nasionalis tidak dapat disangsikan lagi. Perjuangan radikal
yang hendak berkonfrontasi dengan penguasa kolonial pasti menemui kegagalan
oleh karena pihak terakhir memiliki prasarana kekerasan. [4] Melihat
kenyataan yang terjadi, pemimpin-pemimpin dari kalangan kooperatif seperti
Soetomo, Thamrin, A.H Salim, A.K. Gani, dan Moh. Yamin bersepakat mengenai
kenyataan bahwa perumusan tujuan organisasi-organisasi baik yang sejak awal
bersikap kooperatif maupun yang semula non-kooperatif, kesemuanya mengarah
pada Indonesia merdeka. Meskipun diakui bahwa ada perubahan sikap dan taktik,
namun fokus perjuangan sudah mantap sehingga titik pengerahan kekuatan
semakin mantap fungsinya sebagai penggemblengan solidaritas nasional.[5]
Kisruh suasana Volksraad setelah dikeluarkannya Petisi Sutardjo pada 15
Juli 1936 semakin meyakinkan tokoh-tokoh Indonesia untuk bersatu padu
menggabungkan kekuatan melawan kolonialisme. Langkah yang dikeluarkan
2
Sutardjo dan rekan-rekannya guna menekan pemerintah Belanda ternyata ditolak.
Berita kekalahan Sutardjo dalam memperjuangkan pribumi di Volksraad bahkan
sampai membuat pers Indonesia bergemuruh. Mereka berseru agar kekalahan
dalam forum Volksraad (perjuangan Petisi Sutardjo) dianggap sebagai cambuk
untuk menuntut dan menyusun barisan kembali dalam suatu wadah persatuan
berupa konsentrasi nasional.
Suatu gagasan untuk membina kerja sama diantara partai-partai politik
dalam bentuk federasi timbul kembali pada tahun 1939. Menurut Mochammad
Husni Thamrin, pendiri federasi itu, pembentukan federasi pada mulanya
dianjurkan oleh PSII pada bulan April 1938 dengan pembentukan Badan Perantara
Partai-partai Politik Indonesia (BAPEPPI).[6] Federasi ini memiliki tujuan untuk
memberi wadah bagi kerja sama partai politik Indonesia yang mempunyai cita-cita
memajukan Indonesia. Sayangnya, nasib badan ini sungguh menyedihkan karena
ternyata prosedur pendiriannya saja telah menimbulkan banyak kontroversi
sehingga ada alasan bagi banyak organisasi untuk tidak masuk, bahkan Gerindo
pun tidak jadi masuk, sedangkan Parindra menjadi sangat pasif sikapnya dalam
BAPEPPI.[7]
Ketidakberhasilan BAPEPPI sebagai pemersatu organisasi-organisasi
Indonesia membuat beberapa tokoh, yang dalam hal ini diprakarsai oleh
pemimpin-pemimpin di Parindra, untuk mengadakan pendekatan dan perundingan
dengan partai-partai dan organisasi lain seperti PSII, Gerindo, PII, Pasundan,
Persatuan Minahasa, dan Partai Katolik untuk membicarakan masa depan
Indonesia. Realisasi kegiatan tersebut terlaksana di Jakarta pada tanggal 21 Mei
1939. Dengan demikian, kecuali PNI-Baru, GAPI dibentuk sebagai suatu wadah
resmi yang lebih solid untuk mewadahi organisasi-organisasi nasional.
Setelah resmi terbentuk, GAPI mengkehendaki adanya parlemen penuh
bagi Indonesia. Dan sebagai langkah awal, pada bulan Desember 1939 GAPI
menyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia. Kongres yang diadakan di Jakarta
ini dianggap sebagai suatu keberhasilan yang besar.[8] Selanjutnya, GAPI
semakin memantapkan diri untuk mengembangkan kemajuan organisasi guna
tercapainya Indonesia merdeka.
Perkembangan GAPI semakin tampak ketika mengadakan suatu program
yang disebut “Indonesia Berparlemen” sebagai tindak lanjut dari Kongres Rakyat
Indonesia. Puncaknya, pada 23 Februari 1940 GAPI menganjurkan pendirian
3
Partai Parlemen Indonesia. Keputusan tersebut langsung didukung oleh Parindra,
PSII, Pasundan, dan lainnya. Ide tersebut terpaksa berhenti ditengah jalan karena
pada awal Mei 1940 Belanda diduduki Jerman dan pecahlah perang.[9]
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
1. Menerapkan metodologi penulisan sejarah untuk mengkaji sejarah secara
mendalam
2. Menjadi bahan rujukan, melatih dan meningkatkan daya pikir dalam
penulisan sejarah.
b. Tujuan Khusus
1. Memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi politik di Indonesia
pada masa pergerakan nasional tahun 1939-1943.
2. Memberikan gambaran mengenai GAPI sebagai salah satu organisasi
politik di Indonesia pada masa pergerakan nasional tahun 1939-1943.
3. Memberikan gambaran mengenai peran serta GAPI dalam
perkembangannya di dunia politik Indonesia masa pergerakan nasional
tahun 1939-1943.
D. Manfaat Penelitian
4
1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan tentang
Perkembangan GAPI dalam Masa Pergerakan Nasional Indonesia (1939-
1943)”.
2. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi refrensi bagi peneliti yang akan
datang.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
BAB III
Metodologi Penelitian
7
2. Kritik sumber
Yaitu kegiatan meneliti apakah jejak-jejak itu sejati, baik bentuk maupun
isinya, sehingga benar-benar merupakan fakta yang dapat dipertanggung
jawabkan. Maka diperlukan kritik intern dan ekstern. Kritik ekstern bertujuan untuk
menentukan autentitas sumber, baik keaslian sumber, tanggal, waktu pembuatan,
serta pengarang. Kritik intern bertujuan untuk menentukan kredibelitas sumber,
baik isi, sumber, atau dokumen, meliputi bahasa dan situasi pengarang, gaya, dan
ide.
3. Interpretasi
8
harmonis.Sungguhpun begitu, semua data yang dikumpulkan tidak semuanya
relevan, maka dari itu perlu diadakannya interpretasi dan sintesis.
9
DAFTAR PUSTAKA
Eka Tamara, dkk. 2015. Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dan Indonesia
Berparlemen. Pendidikan Sejarah FIS UNY. Makalah Sejarah.
Sri Pangesti Dewi Murni. 2008. Pergerakan Nasional Indonesia. Jurnal Sejarah.
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia Jilid
V : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (tahun
1900-1942). Jakarta : Balai Pustaka.
[1] Suhartono, 1994, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai
Proklamasi 1908-1945, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 16.
10
[4] Sartono Kartodirdjo, 2014, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah
Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Yogyakarta
: Penerbit Ombak, hlm. 216.
[6] Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010, Sejarah Nasional Indonesia
Jilid V : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda
(tahun 1900-1942), Jakarta : Balai Pustaka, hlm. 394.
[8] Rickfles, MC, 1981, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta : Gajah Mada
University Press, hlm. 291.
[10] Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah,
(Yogyakarta: Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta, 2013), hlm. 6
[13] Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah Dalam Perspektif Ilmu Sosial, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), hlm. 153
https://risdata.wordpress.com/2016/02/18/contoh-proposal-skripsi-sejarah-metode-
historis-sejarah-indonesia-masa-pergerakan-nasional/
11