Anda di halaman 1dari 16

TUGAS INDIVIDU

METODOLOGI SEJARAH

Perkembangan GAPI dalam Masa Pergerakan Nasional Indonesia


(1939-1943)

Dosen pengampu : Drs. H. Ragil Agustono ,M.Pd

Disusun Oleh:

Permadi Saputra
NPM 17220018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2020

1
i
Perkembangan GAPI dalam Masa Pergerakan Nasional Indonesia
(1939-1943)

PROPOSAL

OLEH

PERMADI SAPUTRA

17220018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil
menyelesaikan Proposal ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“Perkembangan GAPI dalam Masa Pergerakan Nasional Indonesia (1939-
1943)”.
Saya menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu saya harapkan demi kesempurnaan Proposal ini. Akhir
kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita.

Metro, Januari 2020

Permadi Saputra

iii
DAFTAR ISI

LOGO ..................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ................................................................................ ii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1


B. Rumusan Masalah....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 6

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian ....................................................................... 7


1. Pengumpulan Sumber (Heuristik) ...................................... 7
2. Kritik sumber ................................................................... 8
3. Interpretasi ...................................................................... 8
4. Penyajian atau Historiografi ............................................. 8

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa penjajahan Belanda yang tidak singkat melahirkan beberapa fase


penting dalam blue print bangsa Indonesia. Salah satu fase penting tersebut
adalah masuknya zaman pergerakan nasional yang dipelopori oleh para
cendekiawan Indonesia. Pergerakan nasional menjadi bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari sejarah bangsa ini. Lahirnya sejarah pergerakan nasional sendiri
berasal dari kebijakan politik etis yang juga bagian dari kolonialisme Belanda.
Politik Etis merupakan kebijakan yang berawal dari rasa ‘hutang budi’
pemerintah kolonial Belanda terhadap Indonesia, khususnya karena telah mengisi
kembali kekosongan kas negara Belanda akibat kerugian dari Perang Diponegoro
dan Perang Kemerdekaan Belgia. Dengan demikian, Van Deventer dalam salah
satu tulisannya yang berjudul “Een Eereschuld”atau “Hutang Kehormatan”
mengatakan bahwa orang Indonesia telah berjasa membantu pemerintah Belanda
memulihkan keuangannya meskipun dengan penuh pengertian. Oleh karena itu
sudah sewajarnyalah bila kebaikan budi orang Indonesia itu dibayar kembali.[1]
Keberhasilan Van Deventer meyakinkan pemerintah Belanda untuk
melaksanakan politik etis yang terdiri dari 3 program (irigasi, migrasi, dan edukasi)
ini sedikit demi sedikit telah membawa perubahan kearah perbaikan nasib dan
usaha untuk melepaskan diri dari penjajahan. Memang tidak dapat dihindari bahwa
kaum moderat Belanda itu sendiri juga sebenarnya merupakan para kapitalis yang
menginginkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan meningkatkan daya beli
dan kesejahteraan penduduk Indonesia. Lahirnya organisasi pergerakan nasional
merupakan tanda dan dorongan berakhirnya kebijakan politik etis Belanda.
Gabungan Politik Indonesia[2] menjadi salah satu organisasi pergerakan
nasional yang lahir untuk memperjuangkan kebebasan Indonesia. Pergerakan
nasional sendiri menjadi fenomena historis yang merupakan hasil dari
perkembangan faktor ekonomi, sosial, politik, kultural, dan religius dan diantara
faktor-faktor itu saling terjadi interelasi. Kata “pergerakan” sendiri merupakan
cakupan semua macam aksi yang dilakukan dengan organisasi modern kearah
kemerdekaan Indonesia. Seperti disinggung diatas bahwa aksi itu tidak terbatas

1
pada aksi politik saja, tetapi juga menyangkut aksi lainnya. Secara spasial aksi itu
tidak hanya terbatas di Jawa saja tetapi juga meliputi aksi-aksi yang terjadi di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan kepulauan Indonesia lainnya.[3] Aksi-aksi
tersebut memiliki satu tujuan akhir yang sama, kebebasan Indonesia dari tangan
penjajah. Maka dari itulah, seperti organisasi pergerakan lainnya, GAPI
mempunyai identifikasi dan motivasi tersendiri. Dengan demikian GAPI juga
mempunyai ciri khas tersendiri dari organisasi pergerakan nasional lainnya.
Bisa dikatakan bahwa GAPI berdiri ditengah situasi dan kondisi politik
Indonesia yang cukup rumit. Tahun 1930-1943 merupakan masa-masa penting
dalam pergerakan nasional Indonesia. Pergolakan antara tokoh-tokoh pergerakan
Indonesia dengan pemerintah kolonial Belanda makin nyata terlihat. Salah satu
penyebabnya tidak lain karena pergerakan para tokoh-tokoh Indonesia dianggap
terlalu revolusioner dan radikal. Maka dari itu pemerintah Belanda mulai
melakukan tindakan tegas mengenai organisasi pergerakan Indonesia.
Hal yang paling tampak dalam upaya Belanda ‘membendung’ semangat
nasionalisme bangsa Indonesia yakni dengan menangkap dan mengasingkan
para pemimpin organisasi. Puncaknya yaitu penangkapan dan pengasingan ketua
PNI, Ir. Soekarno ke Boven Digul pada Februari 1934. Bahwasanya penangkapan
dan pembuangan tokoh-tokoh nasionalis sebagai pelaksanaan politik keras dan
pembuangan tokoh-tokoh nasionalis sebagai pelaksanaan politik keras dan
reaksioner pemerintah Hindia Belanda mempunyai dampak kuat pada sifat serta
arah perjuangan kaum nasionalis tidak dapat disangsikan lagi. Perjuangan radikal
yang hendak berkonfrontasi dengan penguasa kolonial pasti menemui kegagalan
oleh karena pihak terakhir memiliki prasarana kekerasan. [4] Melihat
kenyataan yang terjadi, pemimpin-pemimpin dari kalangan kooperatif seperti
Soetomo, Thamrin, A.H Salim, A.K. Gani, dan Moh. Yamin bersepakat mengenai
kenyataan bahwa perumusan tujuan organisasi-organisasi baik yang sejak awal
bersikap kooperatif maupun yang semula non-kooperatif, kesemuanya mengarah
pada Indonesia merdeka. Meskipun diakui bahwa ada perubahan sikap dan taktik,
namun fokus perjuangan sudah mantap sehingga titik pengerahan kekuatan
semakin mantap fungsinya sebagai penggemblengan solidaritas nasional.[5]
Kisruh suasana Volksraad setelah dikeluarkannya Petisi Sutardjo pada 15
Juli 1936 semakin meyakinkan tokoh-tokoh Indonesia untuk bersatu padu
menggabungkan kekuatan melawan kolonialisme. Langkah yang dikeluarkan

2
Sutardjo dan rekan-rekannya guna menekan pemerintah Belanda ternyata ditolak.
Berita kekalahan Sutardjo dalam memperjuangkan pribumi di Volksraad bahkan
sampai membuat pers Indonesia bergemuruh. Mereka berseru agar kekalahan
dalam forum Volksraad (perjuangan Petisi Sutardjo) dianggap sebagai cambuk
untuk menuntut dan menyusun barisan kembali dalam suatu wadah persatuan
berupa konsentrasi nasional.
Suatu gagasan untuk membina kerja sama diantara partai-partai politik
dalam bentuk federasi timbul kembali pada tahun 1939. Menurut Mochammad
Husni Thamrin, pendiri federasi itu, pembentukan federasi pada mulanya
dianjurkan oleh PSII pada bulan April 1938 dengan pembentukan Badan Perantara
Partai-partai Politik Indonesia (BAPEPPI).[6] Federasi ini memiliki tujuan untuk
memberi wadah bagi kerja sama partai politik Indonesia yang mempunyai cita-cita
memajukan Indonesia. Sayangnya, nasib badan ini sungguh menyedihkan karena
ternyata prosedur pendiriannya saja telah menimbulkan banyak kontroversi
sehingga ada alasan bagi banyak organisasi untuk tidak masuk, bahkan Gerindo
pun tidak jadi masuk, sedangkan Parindra menjadi sangat pasif sikapnya dalam
BAPEPPI.[7]
Ketidakberhasilan BAPEPPI sebagai pemersatu organisasi-organisasi
Indonesia membuat beberapa tokoh, yang dalam hal ini diprakarsai oleh
pemimpin-pemimpin di Parindra, untuk mengadakan pendekatan dan perundingan
dengan partai-partai dan organisasi lain seperti PSII, Gerindo, PII, Pasundan,
Persatuan Minahasa, dan Partai Katolik untuk membicarakan masa depan
Indonesia. Realisasi kegiatan tersebut terlaksana di Jakarta pada tanggal 21 Mei
1939. Dengan demikian, kecuali PNI-Baru, GAPI dibentuk sebagai suatu wadah
resmi yang lebih solid untuk mewadahi organisasi-organisasi nasional.
Setelah resmi terbentuk, GAPI mengkehendaki adanya parlemen penuh
bagi Indonesia. Dan sebagai langkah awal, pada bulan Desember 1939 GAPI
menyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia. Kongres yang diadakan di Jakarta
ini dianggap sebagai suatu keberhasilan yang besar.[8] Selanjutnya, GAPI
semakin memantapkan diri untuk mengembangkan kemajuan organisasi guna
tercapainya Indonesia merdeka.
Perkembangan GAPI semakin tampak ketika mengadakan suatu program
yang disebut “Indonesia Berparlemen” sebagai tindak lanjut dari Kongres Rakyat
Indonesia. Puncaknya, pada 23 Februari 1940 GAPI menganjurkan pendirian

3
Partai Parlemen Indonesia. Keputusan tersebut langsung didukung oleh Parindra,
PSII, Pasundan, dan lainnya. Ide tersebut terpaksa berhenti ditengah jalan karena
pada awal Mei 1940 Belanda diduduki Jerman dan pecahlah perang.[9]

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pengertian judul di atas, maka penulis mengajukan beberapa


rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana situasi dan kondisi politik di Indonesia pada masa pergerakan


nasional tahun 1939-1943?
2. Bagaimana perkembangan GAPI sebagai salah satu organisasi politik di
Indonesia pada masa pergerakan nasional tahun 1939-1943?
3. Bagaimana peran serta GAPI dalam perkembangannya di dunia politik
Indonesia masa pergerakan nasional tahun 1939-1943?

C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
1. Menerapkan metodologi penulisan sejarah untuk mengkaji sejarah secara
mendalam
2. Menjadi bahan rujukan, melatih dan meningkatkan daya pikir dalam
penulisan sejarah.

b. Tujuan Khusus
1. Memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi politik di Indonesia
pada masa pergerakan nasional tahun 1939-1943.
2. Memberikan gambaran mengenai GAPI sebagai salah satu organisasi
politik di Indonesia pada masa pergerakan nasional tahun 1939-1943.
3. Memberikan gambaran mengenai peran serta GAPI dalam
perkembangannya di dunia politik Indonesia masa pergerakan nasional
tahun 1939-1943.

D. Manfaat Penelitian

4
1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan tentang
Perkembangan GAPI dalam Masa Pergerakan Nasional Indonesia (1939-
1943)”.
2. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi refrensi bagi peneliti yang akan
datang.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Kajian Pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau literatur yang


menjadi landasan pemikiran dalam penelitian.[10] Dalam kajian pustaka dapat
berupa buku yang sesuai dengan topik ataupun majalah. Disini penulis
menggunakan sumber pustaka dalam melakukan penelitian.
Buku yang ditulis oleh Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional : dari Budi
Utomo sampai Proklamasi 1908-1945 ini memaparkan keseluruhan periode
pergerakan nasional di Indonesia. Buku ini tidak hanya membahas latar belakang
munculnya GAPI saja, tapi juga membahas program-program yang akan dan atau
sedang dilakukan GAPI sampai dengan bubarnya organisasi ini.
Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional 1900-
1942 yang ditulis Sartono Kartodirdjo mengemukakan penjelasan yang lebih
gamblang mengenai GAPI. Dalam buku ini Sartono mengatakan bahwa GAPI
sempat mendapat “persaingan” dari GNI yang merupakan suatu kesatuan politik
Dewan Rakyat yang beradi di daerah-daerah luar Jawa. GNI (Golongan Nasional
Indonesia) berdiri pada 10 Juli 1939. Organisasi ini tidak lain diprakarsai oleh Moh.
Yamin, Rasjid, dan Tadjoedin Noer. Tindakan GNI penulis kutip dibawah ini
Sementara itu terjadilah hal yang tidak terduga sama sekali ialah tindakan
GNI untuk menyampaikan petisi kepada Badan Perwakilan Belanda (Staten-
Generaal) untuk memberi suatu parlemen kepada Indonesia. Terlepas dari
motivasi sesungguhnya yang ada di belakang petisi itu, tindakan itu pada
umumnya dianggap sangat merugikan perjuangan kesatuan dan persatuan
Indonesia. Persaingan politik seperti itu menguntungkan pihak Belanda, oleh
karena perpecahan di kalangan kaum nasionalis hanya akan memperlemah
perjuangannya saja. Memang peristiwa itu menimbulkan keresahan dan kericuhan
di kalangan kaum nasionalis; ada kekhawatiran bahwa gerakan nasionalis akan
tidak berdaya sama sekali.
Di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid V : Zaman Kebangkitan
Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (tahun 1900-1942) oleh Tim Penulisan
Sejarah Nasional Indonesia membahas tentang awal kebangkitan fraksi nasional
yang sudah dimulai ketika Petisi Sutardjo hingga masa GAPI.

6
BAB III
Metodologi Penelitian

Metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip


sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif,
menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil dalam bentuk
tulisan.[11]
Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis
rekaman-rekaman dan peninggalan masa lampau.[12] Menurut Kuntowijoyo
dalam kedudukannya sebagai ilmu, sejarah terikat pada prosedur penelitian ilmiah,
sejarah juga terikat pada penalaran yang bersandar pada fakta, kebenaran sejarah
terletak pada kesediaan sejarawan untuk meneliti sumber sejarah secara tuntas
sehingga diharapkan ia akan mengungkap sejarah obyektif.
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan tahapan-tahapan tersebut
sebagai mata rantai yang saling berpengaruh dan sebagai urutan yang harus dikaji
dan analisis secara mendalam dalam penulisan sejarah. Adapun langkah-langkah
tersebut adalah:

1. Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Heuristik merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian sejarah,


yaitu suatu kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan datadata, atau
materi sejarah atau evidensi sejarah.[13] Sumber (Sumber sejarah disebut juga
data sejarah; bahasa Inggris datum bentuk tunggal, data bentuk jamak; menurut
bahasa Latin datum berarti pemberian) yang dikumpulkan harus sesuai dengan
jenis sejarah yang akan ditulis. Sumber menurut bahannya dapat dibagi menajdi
dua yaitu tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan artefak. Kemudian sumber
yang digunakan bisa berupa sumber primer dan sekunder. Dalam penelitian ini
sumber primer menggunakan buku-buku tentang zaman pergerakan nasioanal
dan organisasi GAPI. Sedangkan sumber sekunder yang digunakan dalam
penelitian berupa tambahan jurnal maupun makalah sejarah.

7
2. Kritik sumber

Yaitu kegiatan meneliti apakah jejak-jejak itu sejati, baik bentuk maupun
isinya, sehingga benar-benar merupakan fakta yang dapat dipertanggung
jawabkan. Maka diperlukan kritik intern dan ekstern. Kritik ekstern bertujuan untuk
menentukan autentitas sumber, baik keaslian sumber, tanggal, waktu pembuatan,
serta pengarang. Kritik intern bertujuan untuk menentukan kredibelitas sumber,
baik isi, sumber, atau dokumen, meliputi bahasa dan situasi pengarang, gaya, dan
ide.

3. Interpretasi

Adalah hal menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta


yang diperoleh setelah diterapkan kritik ekstern maupun kritik intern dari data-data
yang didapatkan sehingga memberikan kesatuan berupa bentuk peristiwa lampau,
yang dalam hal ini tentang Perkembangan GAPI dalam Masa Pergerakan
Nasional Indonesia tahun 1939-1943.

4. Penyajian atau Historiografi

Yaitu menyampaikan sintesis yang diperoleh dalam bentuk tulisan atau


dengan kata lain penyampaian laporan hasil penelitian sejarah setelah melalui
tahapan-tahapan di atas dalam bentuk karya sejarah (historiografi).
Kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau dapat dilakukan dengan
heuristic literature, yang tidak berbeda hakikatnya dengan kegiatan bibliografis
yang lain, sejauh menyangkut buku-buku yang tercetak.Selanjutnya sumber yang
telah diperoleh itu dikritik baik secara ekstern maupun intern.Kritik ekstern
bertujuan Kritik ekstern bertujuan untuk menentukan autentitas sumber, baik
keaslian sumber, tanggal, waktu pembuatan, serta pengarang. Kritik intern
bertujuan untuk menentukan kredibilitas sumber, baik isi, sumber, atau dokumen,
meliputi bahasa dan situasi pengarang, gaya, dan ide penulisan.
Langkah berikutnya adalah interpretasi dan sintesis. Pada tahap ini
berbagai fakta yang tersedia dan telah berhasil dikumpulkan dihubungakan antara
satu dengan yang lainnya sehingga membentuk sebuah rangkaian peristiwa yang

8
harmonis.Sungguhpun begitu, semua data yang dikumpulkan tidak semuanya
relevan, maka dari itu perlu diadakannya interpretasi dan sintesis.

9
DAFTAR PUSTAKA

Cahyo Budi Utomo. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari


Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press

Eka Tamara, dkk. 2015. Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dan Indonesia
Berparlemen. Pendidikan Sejarah FIS UNY. Makalah Sejarah.

Ricklefs, MC. 1981. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Sartono Kartodirjo. 2014. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan


Nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Yogyakarta : Penerbit
Ombak.

Sri Pangesti Dewi Murni. 2008. Pergerakan Nasional Indonesia. Jurnal Sejarah.

Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai


Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia Jilid
V : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (tahun
1900-1942). Jakarta : Balai Pustaka.

[1] Suhartono, 1994, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai
Proklamasi 1908-1945, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 16.

[2] Selanjutnya disingkat menjadi GAPI

[3] Ibid, hlm. 4

10
[4] Sartono Kartodirdjo, 2014, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah
Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Yogyakarta
: Penerbit Ombak, hlm. 216.

[5][5] Ibid, hlm. 218.

[6] Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010, Sejarah Nasional Indonesia
Jilid V : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda
(tahun 1900-1942), Jakarta : Balai Pustaka, hlm. 394.

[7] Sartono Kartodirdjo, Op.cit, hlm. 223.

[8] Rickfles, MC, 1981, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta : Gajah Mada
University Press, hlm. 291.

[9] Sartono Kartodirdjo, Op.cit, hlm. 229.

[10] Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah,
(Yogyakarta: Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta, 2013), hlm. 6

[11] Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejara,(Jakarta: Logos Wacana


Ilmu, 1999), hlm. 43-44

[12] Louis Gottschalk, Understanding History: A Primer of Historical Method, a.b.


Nugroho Notosusanto, “Mengerti Sejarah”, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm.
35

[13] Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah Dalam Perspektif Ilmu Sosial, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), hlm. 153

https://risdata.wordpress.com/2016/02/18/contoh-proposal-skripsi-sejarah-metode-
historis-sejarah-indonesia-masa-pergerakan-nasional/

11

Anda mungkin juga menyukai