Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH SEJARAH

MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN SOEHARTO PADA ORDE BARU (REFORMASI)

DISUSUN OLEH: Kelompok : 4


Miftah Izharuddin
Lutfhi Zakki Jauhari
Muhammad Aznur
Muh Fiqih Hamda
Muflihun Naim

Kelas: XII IPA 3

MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, serta
shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sehingga kami dapat
menyalesaikan makalah yang berjudul “Masa Pemerintahan Orde Baru” dari tugas Sejarah
ini dengan tepat pada waktunya.

Makalah ini berisikan tentang sejarah bangsa Indonesia, khususnya sejarah Indonesia pada
Masa Orde Baru diharapkan makalah ini dapat menambahkan pengetahuan kita semua,
bagaimana kehidupan masyarakat dan system pemerintahan pada masa itu.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu dengan penuh kerendahan hati, kami berharap bagi para pembaca berkenan
untuk memberikan kritik dan sarannya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kita semua. Amin

Penyusun

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.Salah satu penyebab
yang melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam
negeri yang tidak kondusif pada masa Orde Lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa
pemberontakan G30S/PKI. Hal ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat kepada
Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui surat perintah sebelas
maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang
dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Dalam jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi
bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara
rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

Kekuasan Soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat Perintah SebelasMaret
(SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di
dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar
berdampak semakin besarnya kepercayaan rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil
memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno dan
mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS
mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno.
12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
1. Latar belakang lahirnya orde baru.
2. Bagaimana Perkembangan kekuasaan orde baru
3. Apa saja kebijakan pemerintah Presiden Soeharto pada orde baru?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya orde baru
2. Untuk mengetahui perkembangan kekuasaan orde baru
3. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah orde baru

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan yang dapat diperoleh bagi penulis dan pembaca yaitu:
1. Bagi Pembaca
1) Dapat menambah wawasan tentang masa pemerintahan orde baru dan perkembang
serta kebijakan pada masa itu.

2. Bagi Penulis
1) Sebagai moment latihan dalam membuat makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ORDE BARU

2.1 Latar Belakang Lahirnya Orde Baru

Lahirnya era orde baru dilatarbelakangi oleh runtuhnya orde lama. Tepatnya pada saat runtuhnya
kekuasaan Soekarno yang lalu digantikan oleh Soeharto. Salah satu penyebab yang melatarbelakangi
runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negri yang tidak
kondusif pada masa orde lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G30S PKI. Hal
ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan
kegiatan pengamanan di indonesia melalui surat perintah sebelas maret atau Supersemar.

Latar belakang lahirnya Orde Baru lainnya ialah:

1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.

2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September
1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.

3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya
pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya
keresahan masyarakat.

4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran
yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi
Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.

5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung membentuk


Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk
menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.

6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan
tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi : ü Pembubaran PKI berserta Organisasi
Massanya ü Pembersihan Kabinet Dwikora ü Penurunan Harga-harga barang.

7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri
tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk

8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan
meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub)

9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak
juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang
ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi
keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
Kronologis Lahirnya Orde Baru

a. Pada tanggal 30 September 1965, enam perwira paling senior TNI tewas dalam sebuah aksi yang
disebut "Gerakan 30 September", sebuah kelompok dari dalam TNI sendiri. Aksi ini kemudian dicap
oleh pemerintahan Soeharto sebagai "percobaan

b. kudeta". Dalam beberapa jam, Mayor Jenderal Soeharto memobilisasi pasukan di bawah
komandonya dan menguasai Jakarta. Golongan anti-komunis, yang awalnya mengikuti
perintah TNI, melanjutkan pembersihan berdarah dari komunis di seluruh negeri,
diperkirakan menewaskan setengah juta orang, dan menghancurkan PKI, yang secara resmi telah
dipersalahkan atas krisis tersebut oleh Soeharto.

c. Pada tanggal 11 Maret 1966, Letjen Soeharto menerima Supersemar dari presiden Soekarno
untuk melakukan pengamanan

d. Dengan memegang Supersemar, Soeharto Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang
diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966 Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di
Indonesia.

e. Pada tanggal 22 Februari 1967, Soeharto menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari
presiden Soekarno

f. Pada tanggal 7 Maret 1967, melalui sidang istimewa MPRS, Soeharto ditunjuka sebagai pejabat
presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil

pemilu

g. Pada tanggal 12 Maret, Jenderal Soeharto dilantik menjadi presiden Indonesia kedua sekaligus
menjadi masa awal mula lahirnya era orde baru.
B. SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDEN SOEHARTO(1966-1998)
A. Biografi Soeharto

Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8
Juni 1921. Dia adalah anak ketiga Kertosudiro dengan Sukirah yang dinikahinya setelah lama
menduda. Dengan istri pertama, Kertosudiro yang menjadi petugas pengatur air desa atau ulu-ulu,
dikaruniai dua anak. Perkawinan Kertosudiro dan Sukirah tidak bertahan lama. Keduanya bercerai
tidak lama setelah Soeharto lahir. Sukirah menikah lagi dengan Pramono dan dikaruniai tujuh anak,

Belum genap 40 hari, bayi Soeharto dibawa ke rumah Mbah Kromo (adik kakek Sukirah). Mbah Kromo
kemudian mengajari Soeharto kecil untuk berdiri dan berjalan. Soeharto juga sering diajak ke sawah.
Sering, kakeknya memberi komando pada kerbau saat membajak sawah. Karena dari situlah,
Soeharto belajar menjadi pemimpin.

Ketika semakin besar, Soeharto tinggal bersama kakeknya, Mbah Atmosudiro, ayah dari ibunya.
Soeharto sekolah ketika berusia delapan tahun, tetapi sering berpindah. Semula disekolahkan di
Sekolah Dasar (SD) di Desa Puluhan, Godean. Lalu, pindah ke SD Pedes (Yogyakarta) lantaran ibu
dan ayah tirinya, Pramono pindah rumah ke Kemusuk Kidul. Kertosudiro kemudian memindahkan
Soeharto ke Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah. Soeharto dititipkan di rumah bibinya yang menikah
dengan seorang mantri tani bernama Prawirowihardjo. Soeharto diterima sebagai putra paling tua dan
diperlakukan sama dengan putra-putri Prawirowihardjo. Soeharto kemudian disekolahkan dan
menekuni semua pelajaran, terutama berhitung. Dia juga mendapat pendidikan agama yang cukup
kuat dari keluarga bibinya.

Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada
tahun 1941.Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.Pada tahun 1947, Soeharto
menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.

Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo.
Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti
Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala
Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Pada 1 Maret 1949, ia ikut serta dalam serangan umum yang berhasil menduduki Kota Yogyakarta
selama enam jam. Inisiatif itu muncul atas saran Sri Sultan Hamengkubuwono IX kepada Panglima
Besar Soedirman bahwa Brigade X pimpinan Letkol Soeharto segera melakukan serangan umum di
Yogyakarta dan menduduki kota itu selama enam jam untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia
(RI) masih ada.

Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya.
Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA,
komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.

Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI.Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan


Darat.Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh
Presiden Soekarno.Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari
Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-
ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno Karena situasi politik yang memburuk setelah
meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat
Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga
dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.

Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR
dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun
setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina
(RSPP), Jakarta. Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru,
Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan
menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari
2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ. Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan
Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng,
Jakarta.Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan
kerabat serta pengawal.Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu
bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.Di sepanjang
jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang
membawa jenazah Pak Harto.Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa
jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).
Sementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan
sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan,
menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta,
Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan
Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.

B. Keadaan Pemerintahan Orde Baru dalam Segala Aspek

1. Pertahanan dan Keamanan

Pada pemerintahan Presiden Soeharto pemerintahan yang diktator tetapi aman dan damai. Terdapat
dwi fungsi ABRI. Dalam hal ini manunggalnya ABRI dengan rakyat dan mantapnya dwi fungsi ABRI
merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan selama PJP I sampai pertengahan
pelaksanaan Repelita VI sekarang ini. Pembangunan pertahanan keamanan terus dilakukan sesuai
dengan Sishankamrata, dan dengan terus memperkuat kemampuan ABRI dalam melaksanakan kedua
fungsinya.

2. Sosial

Adanya kesenjangan sosial yang mencolok antara orang kaya dan orang miskin.Namun, ada
kebijakan-kebijakan yang baik seperti transmigrasi dan keluarga berencana, adanya gerakan
memerangi buta huruf, munculnya gerakan Wajib Belajar dan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh.
Pengembangan hukum adat sebagai hukum nasional bertolak dari paham Savignian yang
menganggap bahwa hukum itu tak mungkin dibuat dan dibebankan dari atas (sebagai atau tidak
sebagai sarana perekayasa sosial) melainkan akan dan harus tumbuh berkembang seiring dengan
berkembangnya masyarakat itu sendiri. Namun justru dengan konsep ini para ahli hukum adat
rupanya kesulitan ketika harus menyatukan hukum-hukum adat yang ada di Indonesia mengingat
banyaknya latar belakang sosial budaya masyarakat

Indonesia.Dan sampai saat penyusunan konsep suatu sistem hukum nasional, para ahli hukum adat
baru siap dengan statement bahwa “Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk
memperoleh bahan-bahan bagi Pembangunan Hukum Nasional yang menuju kepada unifikasi hukum”.
Akan tetapi dalam kehidupan sosial mereka mulai membuka diri dan mau peduli terhadap lingkungan
di sekitarnya.Mereka tidak lagi menolak apabila terpilih menjadi Ketua RT/RW dan secara aktif ikut
dalam penyelengaraan Pemilu di lingkungan tempat tinggalnya.

3. Politik

Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar legalitas dimulainya
pemerintahan Orde Baru di Indonesia.Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Dan juga dapat dikatakan bahwa Orde Baru merupakan koreksi terhadap penyelewangan
pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan
stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa. Melalui Ketetapan MPRS
No.XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk membentuk Kabinet
Ampera.Akibatnya muncul dualisme kepemimpinan nasional. Berdasarkan Keputusan Presiden No.
163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap
sebagai presiden dan sekaligus menjabat sebagai pimpinan kabinet. Tetapi ketika kabinet Ampera
dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, jabatan Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen
Soeharto diangkat sebagai perdana menteri yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera
yang disempurnakan. Sesuai dengan Ketetapan MPRS No.XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan
pemerintahan di tangan Soeharto semakin besar sejak awal tahun 1967. Pada 10 Januari 1967,
Presiden Soekarno menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban presiden yang disebut
Pelnawaksara, tidak diterima oleh MPRS berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan
pada tanggal 20 Februari diumumkan tentang penyerahan kekuasaan kepada pengemban Ketetapan
MPRS No.IX/MPRS/1966.Sebagai tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Ketetapan
No.XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh kekuasaan
pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden
Republik Indonesia.Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang telah
menyebabkan terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi.Dan pada tanggal 27 Maret 1968
Soeharto diangkat sebagai presiden Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XLIV/MPRS/1968, sampai presiden lama.Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

1. PENATAAN KEHIDUPAN POLITIK

Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar legalitas dimulainya
pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Dan juga dapat dikatakan bahwa Orde Baru merupakan koreksi terhadap penyelewangan
pada masa lampau, dan berusaha untuk menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan
stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.

Melalui Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk
membentuk Kabinet Ampera. Akibatnya muncul dualisme kepemimpinan nasional. Berdasarkan
Keputrusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet Ampera.

Dalam kabinet baru tersebut Soekarno tetap sebagai presiden dan sekaligus menjabat
sebagai pimpinan kabinet. Tetapi ketika kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966,
jabatan Presiden tetap dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto diangkat sebagai perdanamenteri
yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang disempurnakan.

Sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan pemerintahan


di tangan Soeharto semakin besar sejak awal tahun 1967. Pada 10 Januari 1967 Presiden Soekarno
menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban presiden yang disebut PelNawaksara, tidak
diterima oleh MPRS berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967. Dan pada tanggal 20
Februari diumumkan tentang penyerahan kekuasaan kepada pengemban Ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966. Sebagai tindak lanjut lembaga tertinggi Negara ini mengeluarkan Ketetapan No.
XXXIII/MPRS/1967 tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi mencabut seluruh kekuasaan
pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden
Republik Indonesia.

Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang telah menyebabkan
terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi. Dan pada tanggal 27 Maret 1968 Soeharto
diangkat sebagai presiden Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

1.1. Pembentukan Kabinet Pembangunan

Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya
Dwi Darma Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitasekonomi sebagai
persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet Ampera terkenal dengan
nama Catur Karya Kabinet Ampera yakni :

Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan


Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juli 1968
Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional
Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya

Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden RI untuk masa
jabatan lima tahun, maka dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang meliputi:

Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi


Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September
Membersihkan aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.

1.2. Pembubaran PKI dan Organisasi massanya

Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto


sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:

Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No
IX/MPRS/1966

Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia

Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30
September 1965.
1.3. Penyederhanaan Partai Politik

Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru
pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik
menjadi tiga kekuatan social politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan
pada kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan social politik itu adalah:

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PERTI
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba,
IPKI, dan Parkindo
Golongan Karya

Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam upaya
menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengalaman sejarah pada masa
pemerintahan sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde
Lama, karena adanya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman persepsi serta pemahaman
Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.

1.4. Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu
tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama
masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.
Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar
memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP memperoleh 5,43 %dengan
peroleh 27 kursi. Dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11 kursi. Hal
disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi
PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP.

Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah
menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi Pemilu
berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun dalam kenyataannya
Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar
yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di
mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah
memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada
masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan
Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa
catatan.

1.5. Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI

Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda kepada
ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan Dwi
Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI
adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah
sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu.
Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai
stabilitator dan dinamisator.Peran dinamisator sebanarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang
Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan,
walaupun pimpinan pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang
dilakukanSoeharto ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S PKI,
yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh dikatakan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada
posisiyang terhormat dalam percaturan politik bangsa selama ini.

1.6. Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman
untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa
atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978
pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.

Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi


Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui
penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde
Baru. Dan sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dan kehidupan
berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak
Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan
Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat
Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh karenanya maka semua
prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers
Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Dan Pancasila dianggap
memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.

2. PENATAAN POLITIK LUAR NEGERI

Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan. Dan
MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan kepada kepentingan nasional, seperti
pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.

2.1. Kembali Menjadi Anggota PBB

Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa
banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964.
Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya bahkan
oleh PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB
untuk masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga memulihkanhubungan dengan sejumlah negara
seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat renggang akibat politik
konfrontasi Orde Lama.

2.2. Normalisasi Hubungan dengan Negara lain

2.2.1. Pemulihan Hubungan dengan Singapura

Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia
dengan Singapura berhasil dipulihkan kembali. Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah Indonesia
menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Dan
pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan
diplomatik dengan Indonesia.
2.2.2. Pemulihan Hubungan dengan Malaysia

Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan


di Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok. Isi perjanjian tersebut
adalah:

Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai
kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.

Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.

Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan


Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul Razak
(Malaysia).

2.2.3. Pembekuan Hubungan dengan RRC

Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan


diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dilakukan karena RRC telah
mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan cara memberikan bantuan kepada G 30 S PKI
baik untuk persiapan, pelaksanaan, maupun sesudah terjadinya pemberontakan tersebut. Selain itu
pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan tindakan teror yang dilakukan orang-orang Cina
terhadap gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Besar Republik Indonesia di Peking.
Pemerintah RRC juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S PKI di luar negeri,
serta secara terang-terangan menyokong bangkitnya kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah
melakukan kampanye menyerang Orde Baru. Dan pada 30 Oktober 1967 Pemerintah Indonesia secara
resmi menutup Kedutaan Besar di Peking.

3. PENATAAN KEHIDUPAN EKONOMI

3.1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi

Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama,
pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:

1) Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh
Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.

2) MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program


stabilisasi dan rehabilitasi.

Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama


stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan
inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan
secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem
ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera
yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah Mendobrak kemacetan ekonomi dan
memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya
kemacetan ekonomi tersebut adalah:

Rendahnya penerimaan negara.

Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.


Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru


menempuh cara-cara :

Mengadakan operasi pajak


Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun kekayaan
dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi
bagi perusahaan Negara.
Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membentung laju inflasi. Dan pemerintah Orde
Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kebutuhan
pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah
mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang
khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu ekonomi nasional relatif stabil,
sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan
pemerintah.

Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.


Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan
dan kerusakan pada prasarana social dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan
perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan
tertentu. Dampaknya lembaga (negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun
perbaikan tata kehidupan rakyat.

3.1.1. Kerjasama Luar Negeri

Pertemuan Tokyo

Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga
mewariskan utang luar negeri yang sangat besar yakni mencapai 2,2 - 2,7 miliar, sehingga
pemerintah Orde Baru meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali
utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia mengadakan
perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo.Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha
bahwa devisa ekspor yang diperoleh Indonesia akan digunakan untuk membayar utang yang
selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat tanggapan baik dari
negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan
sebagai berikut :

1.Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun, dari tahun 1970 sampai dengan 1999.
2. Pembayaran dilaksanakan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama besarnya.
3. Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga.
Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif, baik terhadap negara
kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.

Pertemuan Amsterdam

Pada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang
bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan
pemberian bantuan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental
Group for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi
kebutuhannya guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta
persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan bantuan luar negeri tersebut,
pemerintah juga berusaha dan telah berhasil mengadakan penangguhan serta memperingan syarat-
syarat pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama. Melalui pertemuan
tersebut pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri.

3.1.2. Pembangunan Nasional

Trilogi Pembangunan

Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya
yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan
nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek
dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan
Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode
25-30 tahun.

Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi
seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional dilaksanakan
dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:

-Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia


-Meningkatkan kesejahteraan umum
-Mencerdaskan kehidupan bangsa
-Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial

Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman


pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi
Trilogi Pembangunan adalah :
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:

Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
Pemerataan pembagian pendapatan.
Pemerataan kesempatan kerja
Pemerataan kesempatan berusaha
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan
kaum wanita.
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Pelaksanaan Pembangunan Nasional

Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional direalisasikan melalui


Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek
dirancang melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah
telah melaksanakan enam Pelita yaitu:

a) Pelita I

Pelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan awal
pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang,
perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik
beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

b) Pelita II

Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979. Sasaran utama
Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan
rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada
awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan
menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.

c) Pelita III

Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984. Pelaksanaan Pelita
III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.

d) Pelita IV

Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini
adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu
awal tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi,
pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat
berlangsung terus.
e) Pelita V

Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan
pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang
baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding
sebelumnya.

f) Pelita VI

Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini
ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak
pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga
menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.

4. KELEBIHAN SISTEM PEMERINTAHAN ORDE BARU


-Sukses transmigrasi
-Sukses KB
-Sukses memerangi buta huruf
-Sukses swasembada pangan
-Pengangguran minimum
-Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
-Sukses Gerakan Wajib Belajar
-Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
-Sukses keamanan dalam negeri
-Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
-Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

5. KRISIS FINANSIAL ASIA

Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia, disertai
kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang
semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah
gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan
setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden,
B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

2.2 Perkembangan kekuasaan Orde Baru

Dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Soeharto mengatasi keadaan yang serba tidak
menentu dan sulit terkendali. Setelah peristiwa G30S/PKI, Negara Republik Indonesia dilanda
instabilitas politik akibat tidak tegasnya kepemimpinan Presiden Soekarno dalam mengambil
keputusan atas peristiwa itu. Sementara itu, partai-partai politik terpecah belah dalam kelompok-
kelompok yang saling bertentangan, antara Penentang dan pendukung kebijakan Presiden
Soekarno. Selanjutnya terjadilah situasi konflik yang membahayakan persatuan dan keutuhan
bangsa.
Melihat situasi konflik antara pendukung Orde Lama dengan Orde Baru semakin bertambah gawat,
DPR-GR berpendapat bahwa situasi konflik harus segera diselesaikan secara konstitusional. Pada
tanggal 3 Februari 1967 DPR-GR menyampaikan resolusi dan memorandum yang berisi anjuran
kepada Ketua Presidium Kabinet Ampera agar diselenggarakansidangIstimewaMPRS.

Pada tanggal 20 Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada
Soeharto. Penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Soeharto dikukuhkan di dalam
Sidang Istimewa MPRS. MPRS dalam Ketetapannya No. XXXIII/MPRS/1967 mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden
Republik Indonesia. Dengan adanya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang merupakan sumber
instabilitas politik telah berakhirsecarakonstitusional.

Sekalipun situasi konflik berhasil diatasi, namun kristalisasi Orde Baru belum selesai. Untuk mencapai
stabilitas nasional diperlukan proses yang baik dan wajar, agar dapat dicapai stabilitas yang dinamis,
yang mendorong dan mempercepat pembangunan. Proses ini dimulai dari penataan kembali
kehidupan politik yang berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945. dengan adanya peralihan
kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto sebagai pemegang tampuk pemerintahan di Indonesia,
maka dimulailah babak baru yaitu sejarahOrdeBaru.

Pada hakikatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan Negara yang
diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 , atau sebagai koreksi terhadap
penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di masa lampau. Di samping itu juga berupaya
menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat pembangunan bangsa.

Perjuangan dalam rangka meluruskan kembali jalan yang telah diselewengkan, dicetuskan dalam
tuntutannya yang dikenal dengan sebutan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada hakikatnya tuntutan itu
mengungkapkan keinginan-keinginan rakyat yang mendalam untuk melaksanakan kehidupan
bernegara sesuai dengan aspirasi kehidupan dalam situasi kongkret. Jawaban dari tuntutan itu
terdapat dalam ketetapan sebagai berikut :

1. Pengukuhan tindakan Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret yang membubarkan PKI beserta
organisasi massanya pada sidang MPRS dengan Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1966 dan Ketetapan
MPRS No. IX/MPRS/1966.

2. Pelarangan faham dan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia dengan Tap MPRS No.
XXV/MPRS/1966.

3. Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum dengan Tap MPRS
No. XX/MPRS/1966.

Usaha penataan kembali kehidupan politik ini dimulai pada awal tahun 1968 dengan penyegaran DPR-
GR. Penyegaran ini bertujuan menumbuhkan hak-hak demokrasi dan mencerminkan kekuatan-
kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Komposisi anggota DPR terdiri dari wakil-wakil partai politik
dan golongan karya. Taha selanjutnya adalah penyederhanaan kehidupan kepartaian, keormasan, dan
kekaryaan dengan cara pengelompokkan partai-partai politik dan golongan karya. Usaha ini dimulai
tahun 1970 dengan mengadakan serangkaian konsultasi dengan pimpinan partai-partai politik.
2.3 Kebijakan Pemeritah Orde Baru

1. Kebijakan ekonomi, yaitu:

1) Dikeluarkannya beberapa peraturan pada 3 oktober 1966, Kebijakan ini antara lain :
a. Menerapkan anggaran belanja berimbang (balanced budget). Fungsinya adalah untuk
mengurangi salah satu penyebab terjadinya inflasi
b. Menerapkan kebijakan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha-usaha sector
produktif, seperti sector pangan, ekspor, prasarana dan industry
c. Menerapkan kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri (re-scheduling), serta
berusaha untuk mendapatkan pembiayaan atau kredit luar negeri baru
d. Menerapkan kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar
negeri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia

2) Dikeluarkannya peraturan 10 februari 1967 tentang persoalan harga dan tariff

3) Dikeluarkannya peraturan 28 juli 1967. Kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan stimulasi
kepada para pengusaha agar mau menyerahkan sebagian dari hasil usahanya untuk sektor pajak dan
ekspor Indonesia

4) Menerapkan UU no.1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing

5) Mengesahkan dan menerapkan RUU APBN melalui UU no.13 tahun 1967

a. Soeharto juga menerapkan kebijakan ekonomi yang berorientasi luar negeri, yaitu dengan
melakukan permintaan pinjaman dari luar negeri
b. Indonesia juga tergabung ke dalam institusi ekonomi internasional, seperti International Bank
for Rescontruction and Development (IBRD), International Monetary Fund (IMF), International
Development Agency (IDA) dan Asian Development Bank (ADB)

2. Kebijakan Pembangunan

1) Trilogi Pembangunan

a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan


sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

2) Asas-asas Pembangunan

a. Asas manfaat;
b. Asas usah ebersama dan kekeluargaan;
c. Asas demokrasi;
d. Asas adil dan merata;
e. Asas perikehidupan dalam keseimbangan;
f. Asas kesadaran; dan
g. Asas kepercayaan pada diri sendiri.
3) Modal Dasar Pembangunan

a. Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa;


b. Kedudukan geografi;
c. Sumber-sumber kekayaan alam;
d. Jumlah penduduk;
e. Modal rohani dan mental;
f. Modal budaya;
g. Potensi efektif bangsa;
h. Angkatan bersenjata.

4) Faktor-faktor dominan dalam pembangunan

a. Faktor demografi dan sosial budaya


b. Faktor geografi, hidrografi, geologi, dan topografi
c. Faktor klimatogi
d. Faktor flora dan fauna
e. Faktor kemungkinan pengembangan

3. Kebijakan Luar Negeri

1) Indonesia kembali menjadi anggota PBB


2) Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia
3) Pembentukan ASEAN
4) Konsep SEANWFZ
5) Keikutsertaan Indonesia dalam Berbagai Organisasi Internasional

a. Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC)


b. Organisasi Konferensi Islam
c. Consultative Group on Indonesia (CGI)
d. Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Dan lahirnya era
Orde Baru dilatar belakangi oleh runtuhnya Orde Lama, tepatnya pada saat runtuhnya kekuasaan Ir.
Soekarno yang lalu digantikan oleh Soeharto.

Untuk kronologinya dimulai dari :

1. Terjadinya pemberontakan yang di lakukan oleh pertai komunis Indonesia pada 30 September
yang sering disebut dengan sebutan G 30 S/PKI yang terjadi mulai tanggal 30 september 1965,
kemudian

2. Munculnya surat perintah 11 maret 1966 yang sering disebut dengan istilah (SUPERSEMAR) dari
presiden Soekarno kepada Letnan Jendral Soeharto, yang kemudian dapat membuat PKI dapat di
tumpas dan di bubarkan, setelah itu

3. Adanya penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden Soekarno kepada presiden Soeharto
yang dimana setelah itu mulai terjadinya system pemerintahan orde baru.

3.2 Saran

Maju mundurnya suatu negara tergantung bagaimana pemimpinnya. Jadi saran kami yaitu kepada
setiap pemimpin janganlah cuma mementingkan kebutuhan pribadi saja, tapi cobalah berfikir untuk
mengambil gagasan yang sifatnya bisa merubah dan membuat orang yang dipimpin menjadi lebih
maju dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA

http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesia-masa-orde-baru/

http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto

http://www.indonesiaindonesia.com/f/2390-indonesia-era-orde-baru/

http://adypato.wordpress.com/2010/06/16/kondisi-ekonomi-indonesia-pada-masa-orde-baru/

http://anisamaulina.blogspot.com/2012/03/kebijakan-ekonomi-pada-masa-orde-baru.html

http://politik.kompasiana.com/2012/01/26/mengenang-trilogi-pembangunan/

http://24bit.wordpress.com/2010/03/30/perkembangan-bidang-ekonomi-pada-masa-orde-baru/

Notosusanto, Nugraha. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 6, Jakarta : Balai Pustaka.

M.C Rickleft, 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2400. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta.

Rina, 2008. Dinamika Kehidupan Poltik, Ekonomi, Sosial masa Orde Baru . [serial on line].
http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesia-masa-orde-baru/. [13 februari 2013]

Anda mungkin juga menyukai