Anda di halaman 1dari 27

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK-EKONOMI INDONESIA

MASA ORDE BARU (1966-1998)


Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Sejarah Indonesia

Pembina Bidang Studi Sejarah :


Dra. Hendriyati, M.Pd.

Disusun Oleh:
Najwa Fadhilah (22)

SMA NEGERI 1 BEKASI

Jl. KH. Agus Salim No.181, RT.010/RW.007, Bekasi Jaya, Kec. Bekasi Timur, Kota
Bekasi, Jawa Barat 17112 (021) 8802538 021 8803854 www.sman1bekasi.sch.id.
info@sman1bekasi.sch.id. smanegeri1bekasi@yahoo.com
ABSTRAK

Najwa Fadhilah. Perkembangan Sistem dan Struktur Politik - Ekonomi Indonesia


Masa Orde Baru (1966-1998). Bekasi: Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bekasi.
2022.

Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan


antara kekuasaan masa Soekarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Orde baru
lahir sebagai upaya untuk mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada
masa Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni. Beberapa
aksi yang dilakukan pada awal masa orde baru Aksi-Aksi Tritura, Surat Perintah
Sebelas Maret, serta Dualisme Kepemimpinan Nasional. Stabilisasi politik dan
rehabilitasi ekonomi pada masa orde baru meliputi Stabilisasi Politik dan
Keamanan sebagai Dasar Pembangunan, stabilisasi penyeragaragaman, penerapan
dwi fungsi ABRI, dan rehabilitasi ekonomi pada masa orde baru. Berbagai dampak
juga sangat terlihat baik negtaif maupun positif.

Kata kunci : sistem ekonomi Indonesia, kebijakan sosial, masa orde baru (1966-
1998).

I
ABSTRACT

Najwa Fadhilah. The Development of Political-Economic Systems and


Structures in Indonesia during the New Order (1966-1998). Bekasi: State High
School 1 Bekasi. 2022.

The New Order is a term used to separate the power of the Sukarno era (Old
Order) from the Suharto era. The New Order was born as an effort to correct the
total deviations carried out during the Old Order, to reorganize all aspects of life,
the nation and the state of Indonesia, to implement Pancasila and the 1945
Constitution in a pure manner. Several actions were carried out at the beginning of
the new order, the Tritura Actions, the Eleven March Order, and the Dualism of the
National Leadership. Political stabilization and economic rehabilitation during the
new order included Political and Security Stabilization as the basis for
development, stabilization of uniformity, implementation of the dual functions of
ABRI, and economic rehabilitation during the new order. Various impacts are also
very visible, both negative and positive.

Keywords : Indonesian economic system, social policy, the new order era (1966-
1998).

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdullilah serta puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan yang


Maha Esa atas segala rahmat serta karunia-Nya, laporan mata pelajaran Sejarah
yang berjudul “Sistem dan Struktur Politik-Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru
(1966-1998)” dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan praktikum ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi siswa-siswi


SMAN 1 Bekasi untuk menambah khasanah dan wawasan baru khususnya dalam
pemahaman mengenai sejarah dan bagaimana situasi politik-ekonomi di Indonesia
pada masa orde baru.

Akhir kata, peneliti ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak,
terutama Ibu Hendriyati selaku guru Sejarah Indonesia dan guru pembimbing, orang
tua peneliti dan teman-teman kelas XII MIPA 2, yang telah membantu baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini. Tak ada gading
yang tak retak. Besar harapan peneliti, agar para pembaca dapat memberikan saran
dan kritik untuk penyempurnaan kegiatan membuat karya tulis ilmiah seperti ini di
masa mendatang. Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin…

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bekasi, 20 Oktober 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...............................................................................................................i
ABSTRACT .............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 3
D. Manfaat Penulisan ............................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
A. Masa Orde Baru ............................................................................... 4
B. Sejarah Lahirnya Masa Orde Baru ................................................... 4
C. Stabilisasi Politik dan Rehabilitasi Ekonomi ................................... 9
D. Dampak Masa Orde Baru ............................................................... 13
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15
A. Kesimpulan..................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk
memisahkan antara kekuasaan masa Soekarno (Orde Lama) dengan masa
Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah
pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai
upaya untuk mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa
Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan
stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.

Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret


(Supersemar) pada tahun 1966, yang kemudian menjadi dasar legalitasnya.
Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.

Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada

tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, Sidang Kabinet Dwikora yang


disempurnakan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sedang
berlangsung. Di tengah-tengah acara, ajudan presiden melaporkan bahwa
di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan
sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. Johannes
Leimena dan berangkat menuju Istana Bogor, didampingi oleh Waperdam
I Dr Subandrio, dan Waperdam III Chaerul Saleh. Leimena sendiri
menyusul presiden segera setelah sidang berakhir.

1
Di tempat lain, tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki
Rachmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir
Machmud bertemu dengan Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri
Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk meminta izin
menghadap presiden. Segera setelah mendapat izin, pada hari yang sama
tiga perwira tinggi ini datang ke Istana Bogor dengan tujuan melaporkan
kondisi di ibu kota Jakarta meyakinkan Presiden Soekarno bahwa ABRI,
khususnya AD, dalam kondisi siap siaga Namun, mereka juga memohon
agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan ini.

Menanggapi permohonan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan


surat perintah yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku
Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan dalam
rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi
keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. Perumusan surat perintah
ini sendiri dibantu oleh tiga perwira tinggi ABRI, yaitu Mayor Jenderal
Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, Brigadir Jenderal Amir
Machmud, dan Brigadir Jenderal Sabur, Komandan Pasukan Pengawal
Presiden Cakrabirawa. Surat perintah inilah yang kemudian dikenal sebagai
Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah lahirnya masa orde baru?
2. Apa yang melatar belakangi lahirnya masa orde baru?
3. Bagaimana keadaan ekonomi masyarakat pada masa orde baru?
4. Bagaimana keadaan sosial politik Indonesia pada masa orde baru?
5. Apa dampak dari kebijakan politik dan ekonomi yang diterapkan
pada masa orde baru?

2
C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui latar belakang terjadinya masa orde baru.


2. Mengetahui stabilisasi politik dan rehabilitasi ekonomi pada masa orde
baru.
3. Mengetahui apa saja yang terjadi pada masa orde baru.
4. Mengetahui berbagai dampak positif dan negatif dari masa orde baru.

D. Manfaat Penelitian
1. Memperdalam materi mengenai Sistem dan Struktur Politik-Ekonomi
Indonesia Masa Orde Baru (1966-1998).
2. Menambah pengetahuan siswa/siswi tentang latar belakang, keadaan,
dan dampak dari kebijakan Sistem dan Struktur Politik-Ekonomi
Indonesia Masa Orde Baru (1966-1998).
3. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi mengenai Sistem dan
Struktur Politik-Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru (1966-1998).

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Orde Baru


Masa orde baru merupakan konstitusi terlama yang pernah berlaku
di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pemerintahan orde
baru merupakan sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto yang
berlangsung dari tahun 1966 sampai tahun 1998. Lahirnya Orde Baru
diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
1966.

Indonesia mengalami pembangunan nasional yang berkembang


dengan pesat pada masa pemerintahan orde baru. Namun masa orde baru
juga banyak memiliki banyak masalah dan kekurangan. Beberapa
kekurangan pada sistem pemerintahan orde baru meliputi
korupsi/kolusi/nepotisme yang merajalela, pembangunan tidak merata,
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada masyarakat non pribumi,
dan beberapa masalah lain. Selama masa orde baru mengalami pergantian
wakil presiden sebanyak 6 kali dengan presiden yang sama.

B. Sejarah Lahirnya Masa Orde Baru


1. Masa Transisi 1966 - 1967
Lahirnya pemerintahan Orde Baru tidak bisa dilepaskan dari
kondisi sosial politik di masa itu. Pasca penumpasan G 30 S PKI,
pemerintah ternyata belum sepenuhnya berhasil melakukan
penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut. Kondisi ini membuat
situasi politik tidak stabil. Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden
Soekarno semakin menurun. Tanggal 25 Oktober 1965 para mahasiswa
di Jakarta membentuk organisasi federasi yang dinamakan KAMI
dengan anggota antara lain terdiri dari HMI, PMKRI, PMII, dan GMNI.
Pimpinan KAMI berbentuk Presidium dengan ketua umum Zamroni
(PMII).

Pemuda dan mahasiswa memiliki peran penting dalam transisi


pemerintahan yang terjadi pada masa ini. Tokoh-tokoh seperti Abdul
Ghafur, Cosmas Batubara, Subhan ZE, Hari Tjan Silalahi dan
Sulastomo menjadi penggerak aksi-aksi yang menuntut Soekarno agar
segera menyelesaikan kemelut politik yang terjadi.

2. Aksi-Aksi Tritura
Naiknya Letnan Jenderal Soeharto ke kursi kepresidenan tidak
dapat dilepaskan dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G 30
S PKI. Ini merupakan peristiwa yang menjadi titik awal berakhirnya
kekuasaan Presiden Soekarno dan hilangnya kekuatan politik PKI dari
percaturan politik Indonesia. Peristiwa tersebut telah menimbulkan
kemarahan rakyat. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi
kacau, keadaan perekonomian makin memburuk di mana inflasi
mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi
rupiah dan kenaikan menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.

Aksi-aksi tuntutan penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap


pelaku G30 S PKI semakin meningkat. Gerakan tersebut dipelopori
oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda, mahasiswa dan pelajar (KAPPI,
KAMI KAPI), kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI (sarjana),
KAWI (wanita), KAGI (guru) dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi
tersebut dengan gigih menuntut penyelesaian politis yang terlibat G-
30S/PKI, dan kemudian pada tanggal 26 Oktober 1965 membulatkan
barisan mereka dalam satu front, yaitu Front Pancasila.

Tuntutan rakyat banyak agar Presiden Soekarno membubarkan


PKI ternyata tidak dipenuhi Presiden. Untuk menenangkan rakyat
Presiden Soekarno mengadakan perubahan Kabinet Dwikora menjadi
Kabinet 100 Menteri, yang ternyata belum juga memuaskan hati rakyat
karena di dalamnya masih bercokol tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa G 30 S/PKI. Pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri pada
tanggal 24 Februari 1966, para mahasiswa, pelajar dan pemuda
memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu dihadang oleh
pasukan Cakrabirawa sehingga menyebabkan bentrok antara pasukan
Cakrabirawa dengan para demonstran yang menyebabkan gugurnya
mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim.
Sebagai akibat dari aksi itu keesokan harinya yaitu pada tanggal 25
Februari 1966 berdasarkan keputusan Panglima Komando Ganyang
Malaysia (Kogam) yaitu Presiden Soekarno sendiri, KAMI dibubarkan.

Protes terhadap pembubaran KAMI juga dilakukan oleh Front


Pancasila, dan meminta kepada pemerintah agar meninjau kembali
pembubaran KAMI. Dalam suasana yang demikian, pada 8 Maret 1966
para pelajar dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi menyerbu dan
mengobrak-abrik gedung Departemen Luar Negeri, selain itu mereka
juga membakar kantor berita Republik Rakyat Cina (RRC), Hsin Hua.
Aksi para demonstran tersebut menimbulkan kemarahan Presiden
Soekarno.

Pada hari itu juga Presiden mengeluarkan perintah harian


supaya agar seluruh komponen bangsa waspada terhadap usaha-usaha
“membelokkan jalannya revolusi kita ke kanan”, dan supaya siap sedia
untuk menghancurkan setiap usaha yang langsung maupun tidak
langsung bertujuan merongrong kepemimpinan, kewibawaan, atau
kebijakan Presiden, serta memperhebat “pengganyangan terhadap
Nekolim serta proyek “British Malaysia”.

3. Surat Perintah Sebelas Maret


Supersemar berisi pemberian mandat kepada Letjen Soeharto
selaku Panglima Angkatan Darat dan Pangkopkamtib untuk
memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Dalam
menjalankan tugas, penerima mandat diharuskan melaporkan segala
sesuatu kepada presiden. Mandat itu kemudian dikenal sebagai Surat
Perintah 11 Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap
sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.

Tindakan pertama yang dilakukan oleh Soeharto keesokan


harinya setelah menerima Surat Perintah tersebut adalah membubarkan
dan melarang PKI beserta organisasi massanya yang bernaung dan
berlindung ataupun seasas dengannya di seluruh Indonesia, terhitung
sejak tanggal 12 Maret 1966. Pembubaran itu mendapat dukungan dari
rakyat, karena dengan demikian salah satu di antara Tritura telah
dilaksanakan.

Selain itu Letjen Soeharto juga menyerukan kepada pelajar dan

mahasiswa untuk kembali ke sekolah. Tindakan berikutnya berdasarkan


Supersemar adalah dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 5 tanggal
18 Maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang diduga terkait
dengan pemberontakan G-30-S PKI ataupun dianggap memperlihatkan
itikad tidak baik dalam penyelesaian masalah itu.

Demi lancarnya tugas pemerintah, Letjen Soeharto mengangkat


lima orang menteri koordinator ad interim yang menjadi Presidium
Kabinet. Kelima orang tersebut ialah Sultan Hamengkubuwono IX,
Adam Malik. Dr Roeslan Abdulgani, Dr. K.H. Idham Chalid dan Dr. J.
Leimen.

4. Dualisme Kepemimpinan Nasional


Meskipun Soekarno masih memimpin sebagai pemimpin
kabinet, tetapi pelaksanaan pimpinan dan tugas harian dipegang oleh
Soeharto. Kondisi seperti ini berakibat pada munculnya “dualisme
kepemimpinan nasional”, yaitu Soekarno sebagai pimpinan
pemerintahan sedangkan Soeharto sebagai pelaksana pemerintahan.
Presiden Soekarno sudah tidak banyak melakukan tindakan-tindakan
pemerintahan, sedangkan sebaliknya Letjen. Soeharto banyak
menjalankan tugas-tugas harian pemerintahan. Adanya “Dualisme
kepemimpinan nasional” ini akhirnya menimbulkan pertentangan
politik dalam masyarakat, yaitu mengarah pada munculnya pendukung
Soekarno dan pendukung Soeharto. Hal ini jelas membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam Sidang MPRS yang digelar sejak akhir bulan Juni sampai
awal Juli 1966 memutuskan menjadikan Supersemar sebagai Ketetapan
(Tap) MPRS. Dengan dijadikannya Supersemar sebagai Tap MPRS
secara hukum Supersemar tidak lagi bisa dicabut sewaktu-waktu oleh
Presiden Soekarno. Bahkan sebaliknya secara hukum Soeharto
mempunyai kedudukan yang sama dengan Soekarno, yaitu Mandataris
MPRS.
Dalam Sidang MPRS itu juga, majelis mulai membatasi hak
prerogatif Soekarno selaku Presiden. Secara eksplisit dinyatakan bahwa
gelar “Pemimpin Besar Revolusi” tidak lagi mengandung kekuatan
hukum. Presiden sendiri masih diizinkan untuk membacakan pidato
pertanggungjawabannya yang diberi judul “Nawaksara”.

Pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik menjadi


pejabat Presiden Republik Indonesia oleh Ketua MPRS Jenderal Abdul
Haris Nasution. Setelah setahun menjadi pejabat presiden, Soeharto
dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret
1968 dalam Sidang Umum V MPRS. Melalui Tap No.
XLIV/MPRS/1968, Jenderal Soeharto dikukuhkan sebagai Presiden
Republik Indonesia hingga terpilih presiden oleh MPR hasil pemilu.
Pengukuhan tersebut menandai berakhirnya dualisme kepemimpinan
nasional dan dimulainya pemerintahan Orde Baru.
C. Stabilisasi Politik dan Rehabilitasi Ekonomi pada Masa Orde Baru
Terbentuknya pemerintahan Orde Baru yang diawali dengan
keputusan Sidang Istimewa MPRS tanggal 12 Maret 1967 yang
menetapkan Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden. Kedudukannya itu
semakin kuat setelah pada 27 Maret 1968, MPRS mengukuhkannya
sebagai presiden penuh. Pengukuhan tersebut dapat dijadikan indikator
dimulainya kekuasaan Orde Baru dalam Stabilisasi Untuk Politik Dan
Rehabilitasi Dari Ekonomi.

Setelah memperoleh kekuasaan sepenuhnya, pemerintah Orde Baru


mulai menjalankan kebijakan-kebijakan politik dan Ekonomi yang telah
ditetapkan oleh Sidang MPRS tahun-tahun sebelumnya, seperti Stabilitas
Politik Keamanan (Tap MPRS No.IX/1966), Stabilitas ekonomi (Tap
MPRS No.XXIII/19 66), dan Pemilihan Umum (Tap MPRS No.XI/1966).

Pemerintahan Orde Baru memandang bahwa selama Orde Lama


telah terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan UUD 1945 danPancasila.
Diantara penyimpangan tersebut adalah pelaksanaan DemokrasiTerpimpin
dan pelaksanaan politik luar negeri yang cenderung memihak blok
komunis (Blok Timur). Sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh
MPRS, maka pemerintahan Orde Baru segera berupaya menjalankan UUD
1945 dan Pancasila secara konsekuen dengan melakukan rehabilitasi dan
stabilisasi politik dan keamanan (polkam). Tujuan dari rehabilitasi dan
stabilisasi tersebut adalah agar dilakukan pembangunan ekonomi bagi
kesejahteraan rakyat Indonesia.

Orde Baru mencanangkan berbagai konsep dan aktivitas


pembangunan nasional yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Langkah pertama melaksanakan
pembangunan nasional tersebut adalah dengan membentuk Kabinet
Pembangunan I pada 6 Juni 1968. Program Kabinet Pembangunan I
dikenal dengan sebutan Pancakrida Kabinet Pembangunan, yang berisi:

a. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak


berhasilnya pelaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita) dan Pemilihan Umum (Pemilu);
b. Menyusun dan merencanakan Repelita;
c. Melaksanakan Pemilu selambat-lambatnya pada Juli 1971;
d. Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan
mengikis habis sisa-sisa G 30/S/PKI dan setiap bentuk rongrongan
penyelewengan, serta pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD
1945;
e. Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh
aparatur negara baik di pusat maupun di daerah dari unsur-unsur
komunisme.

1. Stabilisasi Penyeragaman
Depolitisasi parpol dan ormas juga dilakukan oleh
pemerintahan Orde Baru melalui cara penyeragaman ideologis melalui
ideologi Pancasila. Dengan alasan Pancasila telah menjadi konsensus
nasional, keseragaman dalam pemahaman Pancasila perlu
disosialisasikan. Gagasan ini disampaikan oleh Presiden Soeharto pada
acara Hari Ulang Tahun ke-25 Universitas Gadjah Mada di
Yogyakarta, 19 Desember 1974. Kemudian dalam pidatonya
menjelang pembukaan Kongres Nasional Pramuka pada 12 Agustus
1976, di Jakarta, Presiden Soeharto menyerukan kepada seluruh rakyat
agar berikrar pada diri sendiri mewujudkan Pancasila dan mengajukan
Eka Prasetia bagi ikrar tersebut dalam Stabilisasi Untuk Politik Dan
Rehabilitasi Dari Ekonomi.
Presiden Soeharto mengajukan nama Eka Prasetia Pancakarsa
dengan maksud menegaskan bahwa penyusunan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dipandang sebagai janji
yang teguh, kuat, konsisten, dan tulus untuk mewujudkan lima cita-cita
yaitu (1) takwa kepada Tuhan YME dan menghargai orang lain yang
berlainan agama/kepercayaan; (2) mencintai sesama manusia dengan
selalui ingat kepada orang lain, tidak sewenangwenang; (3) mencintai
tanah air, menempatkan kepentingan negara diatas kepentingan
pribadi;(4) demokratis dan patuh pada putusan rakyat yang sah; (5)
suka menolong orang lain, sehingga dapat meningkatkan kemampuan
orang lain (Referensi Bahan Penataran P4 dalam Anhar Gongong ed,
2005: 159).

Presiden kemudian mengajukan draft P4 ini kepada MPR,


Akhirnya, pada 21 Maret 1978 rancangan P4 disahkan menjadi Tap
MPR No.II/MPR/1978. Setelah disahkan MPR, pemerintah
membentuk komisi Penasehat Presiden mengenai P4 yang dipimpin
oleh Dr. Roeslan Abdulgani. Sebagai badan pelaksananya dibentuk
Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksana P4 (BP7) yang berkedudukan
di Jakarta. Tugasnya adalah untuk mengkoordinasi pelaksanaan
program penataran P4 yang dilaksanakan pada tingkat nasional dan
regional.

2. Penerapan Dwi Fungsi ABRI


Konsep Dwifungsi ABRI sendiri dipahami sebagai “jiwa, tekad
dan semangat pengabdian ABRI, untuk bersama-sama dengan
kekuatan perjuangan lainnya, memikul tugas dan tanggung jawab
perjuangan bangsa Indonesia, baik di bidang hankam negara maupun
di bidang kesejahteraan bangsa dalam
rangka penciptaan tujuan nasional, berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.” Berangkat dari pemahaman tersebut, ABRI memiliki keyakinan
bahwa tugas mereka tidak hanya dalam bidang hankam namun juga
non-hankam. Sebagai kekuatan hankam, ABRI merupakan suatu unsur
dalam lingkungan aparatur pemerintah yang bertugas di bidang
kegiatan “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia.” Sebagai kekuatan sosial, ABRI adalah suatu unsur
dalam kehidupan politik di lingkungan masyarakat yang bersama-sama
dengan kekuatan sosial lainnya secara aktif melaksanakan kegiatan-
kegiatan pembangunan nasional.

Dwifungsi ABRI, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya


diartikan bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagai pusat
kekuatan militer Indonesia dan juga fungsinya di bidang politik. Dalam
pelaksanaannya pada era Soeharto, fungsi utama ABRI sebagai
kekuatan militer Indonesia memang tidak dapat dikesampingkan,
namun pada era ini, peran ABRI dalam bidang politik terlihat lebih
signifikan seiring dengan diangkatnya Presiden Soeharto oleh MPRS
pada tahun 1968 , Stabilisasi Untuk Politik Dan Rehabilitasi Dari
Ekonomi.

3. Rehabilitasi Ekonomi Orde Baru


Seperti yang telah diuraikan di atas, stabilisasi polkam
diperlukan untuk pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat.
Kondisi ekonomi yang diwarisi Orde Lama adalah sangat buruk. Sektor
produksi barang-barang konsumsi misalnya hanya berjalan 20% dari
kapasitasnya. Demikian pula sektor pertanian dan perkebunan yang
menjadi salah satu tumpuan ekspor juga tidak mengalami
perkembangan yang berarti. Hutang yang jatuh tempo pada akhir
Desember 1965, seluruhnya berjumlah 2,358 Juta dollar AS. Dengan
Perincian negara-negara yang memberikan hutang pada masa Orde
Lama adalah blok negara komunis (US $ 1.404 juta), negara Barat (US
$ 587 juta), sisanya pada negara-negara Asia dan badan-badan
internasional.

Program rehabilitasi ekonomi Orde Baru dilaksanakan


berlandaskan pada Tap MPRS No.XXIII/1966 yang isinya antara lain
mengharuskan diutamakannya masalah perbaikan ekonomi rakyat di
atas segala soal-soal nasional yang lain, termasuk soal-soal politik.
Konsekuensinya kebijakan politik dalam dan luar negeri pemerintah
harus sedemikian rupa hingga benar-benar membantu perbaikan
ekonomi rakyat.

D. Dampak Masa Orde Baru

1. Dampak Positif
a. Masa pemerintahan yang lama membuat pembangunan menjadi
berkesinambungan. Program pemerintah bernama Pelita atau
Pembangunan Lima Tahun, terus menerus menyambung mulai dari
Pelita I hingga Pelita VI sehingga hasilnya bisa dirasakan oleh
masyarakat.
b. Pembangunan Lima Tahun selama 32 tahun banyak menitik beratkan
pada sektor pertanian mengingat negara Indonesia adalah negara
agraris, hal ini sempat membuahkan hasil manis dimana Indonesia bisa
berswasembada beras.
c. Dampak dari swasembada beras ini adalah makin sejahteranya para
petani di desa. Hal ini otomatis menurunkan angka kemiskinan di
Indonesia.
d. Penyebaran Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas di hampir
semua wilayah di Indonesia membuat masyarakat mudah mendapat
pelayanan kesehatan.
2. Dampak Negatif
a. Pemerintah bersifat otoriter sehingga semua kegiatan
masyarakat diatur oleh tindakan pemerintah orde
baru dalam politik luar negeri akibatnya masyarakat
tidak bisa leluasa dalam berkarya.
b. Pada masa Orde Baru atmosfir politiknya tidak sehat
karena hanya ada satu partai lambang kekuasaan
absolut sedangkan yang dua hanya sebagai tambahan
saja agar Indonesia disebut sebagai negara
demokrasi. Hal ini berdampak pada gagalnya
pendidikan berpolitik pada masa itu.
c. Perwakilan rakyat hanya sebagai lambang saja,
karena pada dasarnya hanya untuk melanggengkan
kekuasaan saat itu, dampaknya rakyat Indonesia
tidak bisa memilih presiden yang sesuai dengan hati
nuraninya.
d. Di bidang ekonomi, orang-orang tertentu yang
berada dilingkungan sekitar para penguasa akan bisa
menikmati kemudahan berbisnis hingga menggurita.
Korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela dimana-
mana. Dampaknya orang-orang menghalalkan
berbagai cara agar tujuannya tercapai.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru
ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan politik di
dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita tahu
bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun
pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam
militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya
menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan
memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.
Itulah beberapa sekelumit cerita tentang dan Orde Baru, tentang
bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang
kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya
Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR yang
akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah
demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat itu
perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.

B. Saran
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat
politik yang efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde
baru, birokrasi sipil maupun militer secara terang-terangan mendukung
pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih
terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa
kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu
bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu
dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari
sebelumnya, harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset
Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses
pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi
kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Fahri. 2022. “Kehidupan Politik dan Ekonomi Masa Orde Baru | Sejarah
Kelas 12”. https://www.ruangguru.com/blog/kehidupan-politik-dan-
ekonomi-masa-orde-baru (diakses tanggal 7 Oktober 2022).

Abdurakhman, Arif Pradono, Linda Sunarti dan Susanto Zuhdi. 2018. Sejarah
Indonesia Kelas XII SMA/MA/SMK/MAK. Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud

Akbar, Akhmad Zaini. 1990. Beberapa Aspek Pembangunan Orde Baru, Esei-esei
dari Fisipol Bulaksumur. Solo: Ramadhani.

Budiardjo, Miriam. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Musthofa, Suryandri, dkk. 2009. Sejarah. Jakarta: Erlangga

Nugroho, Tjahyadi. 1984. Soeharto Bapak Pembangunan Indonesia. Semarang:


Yayasan Telapak Tangan.

Anda mungkin juga menyukai