Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

Indonesia pada Masa Orde Baru

95966655 =

Nama : A’sila Rizki Akifan

Kelas : XII IPS 1

No.Absen : 01

MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN 7)


JAKARTA SELATAN 2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Indonesia pada masa Orde Baru" dengan tepat
waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah Indonesia. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang kondisi negara Indonesia pada masa Orde
Baru bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Endang selaku guru Mata Pelajaran Sejarah
Indonesia. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, 4 Oktober 2021


DAFTAR ISI

JUDUL..................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................................6
BAB II...................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................................7
2.1 Kebijakan politik Presiden Soeharto ketika menjabat..................................................................7
2.2 Dampak dari peran negara terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara...................................8
2.3 Krisis yang terjadi pada masa akhir Orde Baru di bidang politik, ekonomi, dan hukum............10
BAB III................................................................................................................................................13
KESIMPULAN...................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orde Baru adalah tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan Negara Republik
Indonesia yang diletakkan kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Orde
Baru merupakan suatu reaksi dan koreksi prinsipil terhadap praktik-praktik penyelewengan
yang telah terjadi pada masa lampau, yang lazim disebut zaman Orde Lama. Pengertian Orde
Baru yang terpenting adalah suatu Orde yang mempunyai sikap dan tekad mental dan itikad
baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat, mengabdi kepada kepentingan nasional
yang dilandasi falsafah Pancasila dan yang menjunjung tinggi azas dan Undang- Undang
Dasar 1945.

Masa pemerintahan orde baru dimulai pada tahun 1967. Presiden Soekarno secara resmi
menyerahkan mandatnya kepada jenderal Soeharto melalui Supersemar (Surat Perintah
Sebelas Maret). Latar belakang dikeluarkannya Supersemar adalah akibat peristiwa Gerakan
30 September 1965 (Gestapu, Gestok, atau G30S / PKI), yaitu aksi kudeta PKI (Partai
Komunis Indonesia) yang menculik dan membunuh beberapa perwira TNI AD dan beberapa
orang penting lainnya.

Kejadian ini memicu kekacauan negara. Pembantaian anggota PKI terjadi di mana-mana, dan
keamanan negara menjadi tidak terkendali. Rakyat Indonesia melakukan demo besar-besaran
yang menuntut pembubaran PKI dan pengadilan bagi tokoh-tokoh PKI.

Melalui bantuan Angkatan ’66, masyarakat Indonesia mengajukan Tritura atau Tiga Tuntutan
Rakyat, yaitu:

1. Menuntut pemerintah untuk membubarkan PKI beserta organisasi-organisasi


pendukungnya, seperti Gerwani, Lekra, BTI, Pemuda Rakyat, dan sebagainya.

2. Menuntut pemerintah untuk melakukan pembersihan kabinet Dwikora (Dwi Komando


Rakyat) dari unsur-unsur PKI, seperti wakil Perdana Menteri I, Drs. Soebandrio.
3. Menuntut pemerintah untuk menurunkan harga bahan pokok dan memperbaiki
ekonomi. Kondisi ekonomi Indonesia tidak stabil sejak era kemerdekaan, dan makin
memburuk pada pertengahan tahun 60-an.

Presiden Soekarno menanggapi tuntutan tersebut dengan melakukan reshuffle pada kabinet


Dwikora. Namun reshuffle tersebut dinilai kurang memuaskan karena masih terdapat unsur
PKI di dalamnya.

Saat itu negara mengalami masa-masa genting dan kekuasaan presiden semakin lemah.
Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno menandatangani surat penunjukan Soeharto
sebagai presiden RI ke-2, yang dikenal dengan nama Supersemar.

Soeharto secara resmi diangkat sebagai presiden RI ke-2 pada 22 Februari 1967, melalui
Ketetapan MPRS No. XV / MPRS / 1966 dan sidang istimewa MPRS (Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada tanggal 7 – 12 Maret 1967.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa kebijakan politik Presiden Soeharto ketika menjabat?

2. Apa dampak dari peran negara terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara?

3. Apa krisis yang terjadi pada masa akhir Orde Baru di bidang politik, ekonomi, dan
hukum?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Sebagai sarana untuk mengembangkan daya berfikir kritis, logis, dan analisis.

b. Sebagai sarana efektif untuk mengaplikasikan metodologi penelitian sejarah

c. Melatih daya kritis objekif dan analitis dalam penulisan karya sejarah serta kepekaan
pada peristiwa masa lampau untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk melangkah ke
masa depan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan politik Presiden Soeharto ketika menjabat

Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari perlintasan yang ditempuh Soekarno
pada penghabisan masa jabatannya.

Aib satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi
anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia "bermaksud kepada melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada
tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang paling tegas. Orde Lama atau Orde Baru.
Pengucilan politik - di Eropa Timur sering dinamakan lustrasi - dilakukan terhadap orang-
orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan
menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa kepada mengadili pihak yang dikonstruksikan
Soeharto bagi pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
"dibuang" ke Pulau Buru.

Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melewati pembuatan aturan


administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan kepada menyeleksi daya lama ikut
dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).

Orde Baru memilihkan pilihan perbaikan dan perkembangan ekonomi bagi tujuan utamanya
dan melalui kebijakannya melewati susunan administratif yang didominasi
militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih
dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan
aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang tidak
sewenang-wenang karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya mesti disetor
kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan selang pusat dan kawasan.
Soeharto siap dengan pemikiran pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966
dan pemikiran akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik
pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang daya Golkar, TNI,
dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu membuat sistem
politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

Eksploitasi sumber daya Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan


pengeksploitasian sumber daya dunia secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang akbar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, banyak orang
yang kelaparan diturunkan dengan akbar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

2.2 Dampak dari peran negara terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara

Pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif
tercatat dalam bentuk penurunan angka kemiskinan absolut yang diikuti dengan perbaikan
indikator kesejahteraan rakyat secara rata-rata seperti penurunan angka kematian bayi dan
angka partisipasi pendidikan terutama pendidikan tingkat dasar yang semakin meningkat.

Dampak negatif adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber
daya alam, perbedaan ekonomi antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam
masyarakat terasa tajam.

Pembangunan yang menjadi ikon pemerintah Orde Baru ternyata menciptakan kelompok
masyarakat yang terpinggirkan (marginalisasi sosial) di sisi lain. 

Di pihak lain pembangunan di masa Orde Baru menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang
syarat dengan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Pembangunan hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi dan sosial yang
demokratis dan berkeadilan. Meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi
secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh

Di bidang politik, pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang
baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Pada masa Orde Baru, Golkar menjadi mesin politik
guna mencapai stabilitas yang diinginkan. 
Sementara dua partai lainya yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara Demokrasi.
Peleburan (fusi) parpol diciptakan tidak lain agar pemerintah bisa mengontrol parpol.

Dengan menguatnya peran negara pada masa Orde Baru berdampak terhadap kehidupan
masyarakat. Dampaknya sebagai berikut.

1.  Dampak dalam Bidang Politik

 Adanya Pemerintahan yang Otoriter: Presiden mempunyai kekuasaan yang sangat


besar dalam mengatur jalannya pemerintahan.

 Dominasi Golkar: Golkar merupakan mesin politik Orde Baru yang paling diandalkan
dalam menjadi satu-satunya kekuatan politik di Indonesia yang paling dominan.

2.  Dampak dalam Bidang Ekonomi

 Adanya Kesenjangan Ekonomi dan Sosial: Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi


dengan terbukanya akses dan distribusi yang merata sumber-sumber ekonomi kepada
masyarakat. Hal ini mengakibatkan kesenjangan sosial di masyarakat.

 Munculnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

 Konglomerasi

Pola dan kebijakan perekonomian yang ditempuh pemerintah Orde Baru berdampak pada
munculnya konglomerasi di seluruh sektor usaha di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru pada
awalnya memperkirakan bahwa konglomerasi ini akan menjadi penggerak ekonomi nasional,
namun pada kenyataannya pada konglomerat lebih mementingkan bisnisnya daripada negara.

2.3 Krisis yang terjadi pada masa akhir Orde Baru di bidang politik, ekonomi, dan
hukum
Telah terjadi krisis hukum di zaman Orde Baru. Krisis tersebut terjadi akibat terdapat banyak
ketidakadilan yang terjadi dalam pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru.
Seperti kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif).
Namun pada saat itu, kekuasaan kehakiman dibawah kekuasaan eksekutif. Hakim juga sering
dijadikan sebagai alat pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi
rekayasa dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa, keluarga
kerabat, atau para pejabat negara.

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan


politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih
banyak dipegang oleh para penguasa. Pasal 2 UUD 1945 telah menyebutkan bahwa
“Kedaulatan adalah di tangan raktay dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada
dasarnya secara de jure (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR
sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara dde facto (dalam kenyataan) anggota MPR
sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan
ikatan kekeluargaan (nepotisme).

Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi
pemerintahan, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya
gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala
bidang, termasuk keanggotaan DPR dan MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.

Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap lima paket undang-
undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, yaitu sebagai berikut.

1. UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum (Pemilu)

2. UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang


DPR/MPR.

3. UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik, dan Golongan Karya.

4. UU No. 4 Tahun 1985 tentang Referendum.

5. UU No. 5 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.


Perkembangan ekonomi dan pembangnan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan
ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi,
tidak mampu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi
dan situasi politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada
tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam
internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya
menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, melainkan masyarakat menuntut adanya
reformasi baik di dalam kehidupan masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam
kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi
sangat besar, terutama terlihat pada perlakukan keras terhadap setiap orang atau kelompok
yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau
dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar ditetapkan tentang
pembatasan masa jabatan presiden.

Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu
munculnya kerusuhan baru, yaitu konflik antaragama dan etnik berbeda. Menjelang akhir
kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang masih
banyak memakan korban jiwa.

Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak, Golkar
yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terdapat pencalonan kembali Soeharto
sebagai presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Adapun di kalangan
masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk
menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai presiden. Dalam sidang umum MPR bulan
Maret 1998, Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden Republik Indonesia dan B.J Habibie
sebagai Wakil Presiden. Hal ini menimbulkan tekanan terhadap kepemimpinan Presiden
Soeharto yang datang dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.

Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia,
ditemani kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas
ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan
modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, memohon
pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya kepada masa
bakti ketujuh. Soeharto kesudahan memilihkan pilihan sang Wakil Presiden, B. J. Habibie,
kepada menjadi presiden ketiga Indonesia.
BAB III

KESIMPULAN

Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru,
terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Pemerintah Orde
Baru yang di pimpin oleh Presiden Soeharto selama 32 tahun , ternyata tidak konsisten dan
konsekuen terhadap tekan awal munculnya Orde Baru. Tekad awal Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila & UUD 1945 secara
murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal
ini menimbulkan akses – akses negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru
tersebut. Akhirnya berbagai macam penyelewengan dilakukan, penyimpangan dari nilai –
nilai pancasila & ketentuan – ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan
oleh pemerintah Orde Baru. Pelaksanaan pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak
ketidakadilan. Misalnya, kekuasaan kehakiman yanga di nyatakan pada pasal 24 UUD 1945
bahwa kehakiman memiliki kekusaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah
(eksekutif ).
DAFTAR PUSTAKA

https://p2k.itbu.ac.id/ind/3059-2950/Orde-Baru_29568_itbu_orde-baru-itbu.html

https://www.mindautama.com/artikel/masa-orde-baru-pengertian-latar-belakang-tujuan-
sejarah-kebijakan

http://p2k.unhamzah.ac.id/id1/3073-2970/Era-Orde-Baru_29568_p2k-
unhamzah.html#Krisis_finansial_Asia

Anda mungkin juga menyukai