Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI


INDONESIA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)

Disusun Oleh:
1. Ardi Restu F 4. Naufal Sutarto

2. Fadli Diaz A.P 5. Popy Apriani A

3. Hanan Arju R 6. Radit Oktario R

XII IIS 1
Pembimbing:
Nana Artiyani, S.Pd

SMA NEGERI 5 BATANGHARI


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Berkat rahmatnya serta karunia-Nya sehingga makalah “SISTEM
DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER (1950-1959)”
dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas semester 1 kelas XII dari Ibu Nana pada bidang
Sejarah Indonesia. Selain itu, penyusun makalah ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan dampak
dari tugas ini.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Nana. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat
menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan.
Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan ibu temukan dalam
makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini.

Bajubang, 29 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................11
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia.........................................................................3
1. Latar Belakang Lahirnya Demokrasi Terpimpin........................................................................3
2. Masa berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)............................................................4
3. Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah
sebagai berikut..............................................................................................................................5
B. Perkembangan Politik, Ekonomi dan Budaya Pada Masa Demokrasi.......................................6
1. Perkembangan Politik Pada Masa Demokrasi Terpempin.......................................................6
2. Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin...................................................7
3. Perkembangan Sosial Budaya Pada Masa Demokrasi Terpimpin............................................7
4. Kondisi Pertahanan dan Keamanan Bangsa Indonesia Pada Masa Demokrasi
Terpimpin....................................................................................................................................10
PENUTUP..........................................................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................................................15
B. Saran...........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante danrentetan
peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959,

Akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah
muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut,
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka,
mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD
1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni Demokrasi Terpimpin.

Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan
sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan kehidupan
negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat
dari sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-
unsur penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.1 Dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959, diganti dengan Kabinet Kerja.
Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir.
Djuanda bertindak sebagai menteri pertama.

PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI
mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam)
dankomunisme yang dinamakan NASAKOM.

Antara tahun 1959 dan tahun1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk
bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di “Suara Pemuda
Indonesia”: Sebelum akhirtahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon
angkatanbersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun
1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telahdilatih di AS, dan ratusan perwira
angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan Internasional di Amerika
pernah sekalimengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan untuk mendukung Sukarno dan
bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira angkatanbersenjata dan orang sipil yang
mau membentuk kesatuan militer untukmembuat Indonesia sebuah “Negara bebas”.

Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan
penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukungpenekanan terhadap perlawanan penduduk
adat.Era “Demokrasi Terpimpin”, yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakanindependen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalahpolitis dan ekonomi yang mendesak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia ?
2. Bagaimana perkembangan politik, ekonomi dan social budaya pada masa Demokrasi
Terpimpin?

C. Tujuan
1. Agar siswa mengetahui pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia

1
2. Agar siswa mengetahui perkembangan politik, ekonomi dan sosial budaya pada masa
Demokrasi Terpimpin

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia
1. Latar Belakang Lahirnya Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan Sukarno. Latar belakang
dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Soekarno:

a. Dari segi keamanan:

Banyaknya gerakan sparatis pada masa Demokrasi Liberal, menyebabkan ketidakstabilan di


bidang keamanan.

b. Dari segi perekonomian:

Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan


program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh,
sehingga pembangunan ekonomi tersendat.

c. Dari segi politik:

Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950 (Undang –
Undang Dasar Sementara 1950).

Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh
anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah
UUD’45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante.
Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante.
Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan
Presiden Soekarno tersebut.

Hasil voting menunjukan bahwa :

 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945 (Undang – Undang Dasar 1945).
 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945 (Undang – Undang Dasar 1945).

Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD’45 tidak dapat direalisasikan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3
bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari hal tersebut,
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

1) Tidak berlaku kembali UUDS 1950.


2) Berlakunya kembali UUD 1945.
3) Dibubarkannya konstituante.
4) Pembentukan MPRS dan DPA.

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli
1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Program Kabinet meliputi keamanan dalam negeri, pembebasan
Irian Jaya, dan sandang pangan. Dengan Penetapan Presiden No.2 tahun 1959, dibentuk Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh
Presiden dengan memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

3
1) Setuju kembali kepada UUD 1945,
2) Setia kepada perjuangan RI, dan
3) Setuju dengan Manifesto Politik.

Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah
dan wakil-wakil golongan. Tugas MPRS adalah menetapkan garis-garis besar haluan negara sesuai
pasal 2 UUD 1945.

Presiden juga membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketuai oleh Presiden
sendiri, mempunyai kewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan
usul kepada Pemerintah (pasal 16 ayat 2 UUD 1945). DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959.
DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955 tetap menjalankan tugasnya dengan landasan UUD 1945 dan
dengan menyetujui segala perombakan yang dilakukan oleh pemerintah, sampai tersusun DPR baru.
Semula nampaknya anggota DPR lama akan mengikuti saja kebijaksanaan Presiden Sukarno, akan
tetapi ternyata kemudian mereka menolak Anggaran Belanja Negara tahun 1960 yang diajukan oleh
pemerintah. Penolakan Anggaran Belanja Negara tersebut menyebabkan dikeluarkannya Penetapan
Presiden No.3 tahun 1960, yang menyatakan pembubaran DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955.
Tindakan itu disusul dengan usaha pembentukan DPR baru. Peraturan-peraturan dan tata-tertibnya
juga ditetapkan oleh Presiden. Tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manipol, merealisasikan Amanat
Penderitaan Rakyat, dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 5 Januari 1961 Presiden
Sukarno menjelaskan lagi kedudukan DPR-GR yaitu bahwa DPR-GR adalah pembantu
Presiden/Mandataris MPRS dan memberi sumbangan tenaga kepada Presiden untuk melaksanakan
segala sesuatu yang ditetapkan oleh MPRS. Presiden Sukarno pada upacara bendera Hari Proklamasi
pada tanggal 17 Agustus 1959 mengucapkan pidato yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita.
Dalam sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan kepada
pemerintah agar pidato Presiden tanggal 17 Agustus tersebut dijadikan garis-garis besar haluan
negara, dan dinamakan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Pada akhir bulan Maret 1960
Liga tersebut mengeluarkan satu pernyataan yang antara lain menyebutkan: supaya dibentuk DPR
yang demokratis dan konstitusional. Oleh sebab itu, hendaknya rencana pemerintah untuk
membentuk DPR-GR yang telah diumumkan tersebut, ditangguhkan. Adapun sebagai alasan
dikemukakan antara lain:

1) Perubahan perimbangan perwakilan golongan-golongan dalam DPR-GR, memperkuat


pengaruh dan kedudukan suatu golongan tertentu.
2) DPR yang demikian pada hakekatnya adalah DPR yang hanya akan meng-ia-kan saja,
sehingga tidak dapat menjadi soko guru negara hukum dan demokrasi yang sehat.
3) Pembaharuan dengan cara pengangkatan sebagaimana yang dipersiapkan itu adalah
bertentangan dengan azas-azas demokrasi yang dijamin oleh undang-undang.
Kegiatan Liga Demokrasi tersebut hanya nampak pada waktu Presiden Sukarno berada di
luar negeri. Setibanya Presiden di tanah air, beliau segera melarang Liga Demokrasi. Tindakan
Presiden Sukarno selanjutnya adalah mendirikan Front Nasional, yaitu suatu organisasi massa yang
memperjuangkan cita-cita Proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Front
Nasional itu diketuai oleh Presiden Sukarno sendiri. Presiden juga membentuk Musyawarah
Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR).
2. Masa berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)
Periode 1959 – 1965 sering juga disebut dengan Orde Lama, yaitu masa dimana negara
Indonesia menggunakan dasar UUD 1945 dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Menurut UUD 1945
presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR berada di bawah MPR. Pengertian
demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

4
permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan
terletak di tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”.Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan
presiden.

a. Pandangan Umum pada Periode ini yaitu sebagai berikut :


 Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
 Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan
pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
b. Tugas Demokrasi terpimpin ialah sebagai berikut :
 Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil
sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap dan stabil.
 Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer atau Liberal.
Hal ini disebabkan karena: Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden
hanya terbatas sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan
oleh partai.
c. Dampaknya terhadap situasi Politik :

Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan
stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan
presiden). Era “Demokrasi Terpimpin” diwarnai kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan
kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani Indonesia. Kolaborasi ini tetap gagal memecahkan masalah-masalah politis dan
ekonomi yang mendesak Indonesia kala itu.Pendapatan ekspor Indonesia
menurun,cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi kaum birokrat dan militer
menjadi wabah sehingga situasi politik Indonesia menjadi sangat labil dan memicu
banyaknyademonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari kalangan buruh, petani, dan
mahasiswa.

d. Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :


 Pada masa Demokrasi Terpimpin kebebasan partai dibatasi.
 Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan.
 Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
 Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.

3. Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai


berikut.
a. Kedudukan Presiden

Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi,
kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden.
Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS.

b. Pembentukan MPRS

Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959.
Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945
pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan
umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk
di MPR.

5
c. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak
RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan
pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden.

d. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.

Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden


No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas
satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang
wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan
mengajukan usul kepada pemerintah.

e. Pembentukan Front Nasional

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional
merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-
cita yang terkandung dalam UUD 1945.

B. Perkembangan Politik, Ekonomi dan Budaya Pada Masa Demokrasi


1. Perkembangan Politik Pada Masa Demokrasi Terpempin
Dalam periode Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha
menempatkan dirinya sebagai golongan yang Pancasilais. Kekuatan politik pada Demokrasi
Terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya. Ajaran
Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) ciptaan Presiden Soekarno sangat menguntungkan PKI.
Ajaran Nasakom menempatkan PKI sebagai unsur yang sah dalam konstelasi politik Indonesia.
Dengan demikian kedudukan PKI semakin kuat, PKI semakin meningkatkan kegiatannya dengan
berbagai isu yang memberi citra sebagai partai yang paling manipolis dan pendukung Bung Karno
yang paling setia. Selama masa Demokrasi Terpimpin, PKI terus melaksanakan program-programnya
secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai konstelasi politik. Puncak kegiatan PKI adalah
melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada tanggal 30 September 1965.

a. Lahirnya PKI (Partai Komunis Indonesia)

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di
luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5
juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh
yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang
mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan
artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah. Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional,
maka ada satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai
Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan
yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran
mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada

6
masa ini tidak dapat dilepaskan. PKI di bawah pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan
Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan segala cara, baik secara etis maupun tidak.
Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI
menjadi sebuah partai besar pada akhir periode Demokrasi Terpimpin.

b. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri
atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan
Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima
Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu
golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.

c. Penataan Kehidupan Partai Politik

Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa.
Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan
presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota
yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai.

d. Arah Politik Luar Negeri

Bahasan Umum: Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif sesuai
yang mengabdi pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok
(barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia. Pada masa
demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati negara-negara
blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat.

2. Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin


Pada dasarnya tujuan pemerintah Indonesia menjalankan prinsip ekonomi terpimpin ialah
mewujudkan masyarakat sosialis Indonesia. Dalam pelaksanaannya kebijakan ekonomi terpimpin
berubah menjadi sistem yang bernama “Sistem Lisensi”. Dalam sistem ini orang-orang yang dapat
melaksanakan kegiatan perekonomian, terutama impor hanyalah orang-orang yang mendapat
Lisensi atau ijin khusus dari pemerintah. Untuk mengatasi “Sistem Lisensi “ tersebut presiden
mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (DEKON) pada tanggal 23 Maret 1963. Dari deklarasi ini
dikeluarkannya peraturan tentang ekspor-impor dan masalah penetapan harga. Namun, pada
akhirnya DEKON juga tidak berdaya mengatasi kesulitan ekonomi Indonesia. Seiring dengan
perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin.
Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas
ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari
pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai
berikut. Pada masa Kabinet Djuanda pada tahun 1958, pemerintah membuat sebuah undang-
undang perencanaan untuk membentuk badan perekonomian untuk meningkatkan taraf ekonomi
bangsa. Badan ini dinamakan Dewan Perancang Nasional (DEPERNAS) yang dipimpin oleh
Mohammad Yamin sebagai wakil kepala menteri .

3. Perkembangan Sosial Budaya Pada Masa Demokrasi Terpimpin


a. Dalam Bidang Pendidikan

Murid-murid sekolah lanjutan pertama dan tingkat atas pada tahun 1950-an jumlahnya
melimpah dan berharap menjadi mahasiswa. Mereka ini adalah produk pertama dari system
pendidikan setelah kemerdekaan. Universitas baru didirikan di ibukota propinsi dan jumlah

7
fakultas ditambah meskipun kekurangan tenaga pengajar. Perguruan tinggi swasta semakin
banyak terutama tahun 1960. Eksplosi pendidikan tinggi ini disebabkan meluasnya aspirasi
untuk menjadi mahasiswa. Untuk memenuhi keinginan golongan islam didirikan Institut
Agama Islam Negeri (IAIN). Sedangkan umat Kristen dan katolik didirikan sekolah Tinggi
Theologia serta seminari-seminari. Sistem penerimaan mahasiswa yang mudah dan
pembebasan biaya kuliah menyebabkan peningkatan jumlah mahasiswa besar-besaran.
Penambahan mahasiswa mencapai seratus ribu dengan perguruan tinggi 181 buah pada
tahun 1961.

Sejak tahun 1959 dibawah menteri P dan K Prof. Dr. Prijono disusun suatu rencana
pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tama, yang meliputi :

a) Penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen P dan K,


b) Meningkatkan seni dan olahraga,
c) Mengharuskan usaha halaman ,dst.

Sejak tahun 1962 sistem pendidikan SMP dan SMA mengalami perubahan dalam kurikulum
SMP baru di tambahkan mata pelajaran ilmu administrasi dan kesejahteraan masyarakat.
Sistem pendidikan SMA di lakukan penjurusan mulai kelas II jurusan di bagi menjadi kelas
budaya, soiial, ilmu pasti dan alam. Melihat pembagian di SMA seperti itu menunjukkan
mereka dipersiapkan untuk memasuki peguruan tinggi. Tentang penyelenggaraan seni dan
olah raga ditentukan kewajiban mempelajari dan menyanyikan 6 lagu nasional selain lagu
kebangsaan Indonesia Raya. Olah raga sepak bola dan bola volley banyak dikembangkan.
Yang dimaksud Usaha halaman adalah usaha yang dapat dilakukan di halaman sekolah maupun
rumah, yang hasilnya dapat dibuat sebagai penambah pangan. Usaha halaman sekolah
berlaku untuk semua tingkat sekolah negeri maupun swasta. Gerakan menabung bagi setiap
murid dilakukan pada bank tabungan pos, kantor pos, kantor pos pembantu. Cara
penabungan di atur oleh departemen P dan K bersama dengan Direksi Bank Tabungan Pos.
usaha ini untuk mendidik anak berhemat selain untuk pengumpulan dana masyarakat.
Gerakan koperasi sekolah juga digiatkan. Murid aktif dalam penyelenggaraan koperasi.
Kepala sekolah dan guru sebagai pengawas dan penasehat koperasi. Suatu kelas masyarakat yang
waktu pendidikannya 2 tahun dibentuk untuk menampung lulusan sekolah rakyat yang
karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan sekolah. Mereka dididik dalam kelas masyarakat ini
untuk mendapat ketrampilan. Sekitar tahun 1960-an dikalangan pendidikan muncul masalah yakni
usaha PKI untuk menguasai organisasi profesi guru “Persatuan Guru Replubik Indonesia”
(PGRI). Hal ini menimbulkan perpecahan dikalangan guru dan PGRI. Perpecahan PGRI
bertepatan dengan dilancarkannya system pendidikan baru oleh menteri PP dan K. system
baru itu adalah Pancasila dan Pancawardhana. Adapun sistem Pancawardhana atau lima
pokok penjabarannya :

I.Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral


nasional/internasional/keagamaan.
II. Perkembangan intelegensi.
III. Perkembangan nasional-artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir dan batin.
IV. Perkembangan keprigelan (kerajinan tangan).
V. Perkembangan jasmani.
b. Komunikasi Massa

Surat kabar dan majalah yang tidak seirama dengan Demokrasi Terpimpin, harus menyingkir
dan tersingkir. Persyaratan untuk mendapatkan Surat Ijin Terbit dan Surat Ijin Cetak (SIT)

8
diperketat. Sejak tahun 1960, semua penerbit wajib mengajukan permohonan SIT dengan
dicantumkan 19 pasal yang mengandung pertanggungjawaban surat kabar/majalah
tersebut. Pedoman resmi untuk penerbitan surat kabar dan majalah diseluruh Indonesia,
dikeluarkan pada tanggal 12 Oktober 1960 yang ditanda tangani oleh Ir. Juanda selaku Pejabat
Presiden. Pedoman yang berisi 19 pasal tersebut mudah digunakan penguasa untuk menindak
surat kabar/majalah yang tidak disenangi. Maka satu demi satu penerbit yang menentang
dominasi PKI di cabut SITnya. Yakni, Harian Pedoman, Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, Star
Weekly dan sebagainya. Surat kabar Abadi lebih memilih menghentikan penerbitan daripada
menandatangani persyaratan 19 pasal itu. Dengan semakin sedikitnya pers Pancasila yangb
masih hidup, dapat digambarkan betapa merajalelanya Surat Kabar PKI seperti Harian
Rakyat, Bintang Timur, dan Warta Bhakti. Melalui Harian Rakyat surat kabar resminya, pimpinan PKI
memimpin propaganda untuk menyingkirkan lawan politiknya. Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) satu-satunya organisasi profesi wartawan yang ada dan diakui pemerintah,
didominasi oleh golongan komunis dan satelit-satelitnya. Karena itu wartawan diluar kubu
komunis tidak bisa bergerak karena terkepung. Bahkan Departemen Penerangan akhirnya
dapat digiring kepada sikap mendukung garis yang diajukan PKI. Sayuti Melik
menyebarluaskan ajaran-ajaran Bung Karno yang murni (belum dipengaruhi oleh
komunisme) dalam tulisan-tulisan yang dimuat dalam surat kabar dengan jdul tulisan “Belajar
Memahami Soekarnoisme”. Isi pokok tulisan Sajuti Melik ialah “Tidak setuju Nasakom”,
melainkan setuju Nasasos. Maksudnya ialah untuk mengingatkan berbagai pihak akan ajaran-
ajaran Bung Karno yang semula. Dengan demikian diharapakan untuk membendung
penyimpangan- penyimpangan oleh PKI terhadap ajaran-ajaran itu. Pada mulanya tulisan itu di muat
oleh Suluh Indonesia, Koran PNI, dan dari Koran itu di kutip oleh harian dan majalah lain. Tapi
setelah ada protes keras dari PKI, maka dihentikan pemuatannya oleh Suluh Indonesia.

c. Kehidupan Budaya

Sesuai dengan semboyan PKI “ politik adalah panglima” maka seluruh kehidupan
masyarakat diusahakan untuk berada di bawah dominasi politiknya. Kampus diperpolitikkan
mahasiswa yang tidak mau ikut dalam rapat umumnya, appel-appel besarnya dan demonstrasi-
demonstrasi revolusionernya di caci maki dan dirongrong oleh unsur Consentrasi Gerakan
Mahasiswa Indonesia (CGMI) atau satelit-satelitnya. Wartawan yang ikut BPS dimaki-maki
sebagai antek Nekolim atau agen CIA. Bahkan para budayawan maupun seniman juga tak
luput dari raihan tangan mereka. Realisme sosialis sebagai doktrin komunis dibidang seni
dan sastra diusahakan untuk menjadi doktrin di Indonesia juga. Akan tetapi pelaksanaan doktrin
tersebut lebih represif dari pada persuasive seperti adanya larangan bagi pemusik-pemusik
pop untuk memainkan lagu-lagu ala imperialis barat. Peristiwa yang paling diingat oleh
masyarakat pada bidang budaya adalah heboh mengenai Manifes Kebudayaan dan
Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). Sesungguhnya isi dari Manifes Kebudayaan
itu tidaklah baru atau luar biasa. Yang diungkap adalah konsepsi humanisme universal yang
timbul dalam masyarakat liberal yang menekankan kebebasan individu untuk berkarya secara
kreatif. PKI tidak serta merta menyerang manifes tersebut akan tetapi berselang 4 bulan setelah
kemunculannya baru mulai angkat senjata. Hal ini terjadi karena para sastrawan Pancasilais
baik yang mendukung manifes kebudayaan maupun tidak sedang menyiapkan rencana
untuk menyelenggarakan Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). PKI menganggap
bahwa sebuah manifest saja bukanlah ancaman bagi mereka akan tetapi suatu pengelompokan
yang terorganisasi merupakan bahaya yang harus segera ditumpas sebelum berkembang lebih
besar. Para sastrawan yang sudah menyiapkan KKPI memiliki perencanaan yang matang.
Mereka sudah melakukan pengaman secukupnya baik berupa konsepsi maupun dukungan

9
dari pejabat-pejabat dan kekuatan-kekuatan pancasilais. Setelah kemunculan Persatuan
Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI) barulah PKI mulai mengadakan kampanye untuk
mengidentifikasi KKPI dan PKPIdengan manifest kebudayaan untuk sama-sama dihancurkan.
Serangan terhadap manifest kebudayaan terus dilancarkan melalui tulisan yang semakin
tajam dalam Harian Rakyat, Bintang Timur dan Zaman Baru. PKI menganggap manifest
kebudayaan sebagai bentuk penyelewengan dari revolusi Indonesia yang berporos pada
soko guru tani, buruh dan prajurit. Di lain sisi PKI mendukung penuh gagasan manifest politik
karena dalam ide-ide tersebut terdapat penyesuaian gagasan sikap politik budaya dari
perjuangan komunisme. Manifes kebudayaan dianggap mengesampingkan manifest politik
karena memisahkan antara politik dan kebudayaan. Propaganda PKI yang hebat sedikit
banyak telah mempengaruhi massa, serangan-serangan terhadap pendukung manifest
kebudayaan dan KKPI tidak ada hentinya dalam harian, pidato, tokoh-tokoh PKI maupun aksi
politik. Serangan lewat media mass media, aksi turun kejalanberdemonstrasi dilakukan oleh
penyokong PKI. Aksi-aksi tersebut mengundang presiden Soekarno sehingga pada ulang
tahun Departemen Perguruan Tinggi dan ILmu Pengetahuan (PTIP) yang ke-3 menyampaikan
pidato yang mendesak mahasiswa revolusioner dan molotan untuk menggeser guru-guru besar dan
sarjana anti manifest politik. Pidato Presiden Soekarno tentang Manipol-Usdek yang
dimanfaatkan PKI untuk pentrapan bagi konsumsi rakyat. Dalam pidato ini Presiden
soekarno mengecam adanya kebudayaan barat yang diasosiasikan dengancita-cita imperialism
barat. Kekuatan Pki setelah tahun 1963sangat besar dan berpengaruh sekali, Bahkan PKI dapat
keluar masuk istana secara mudah. Sehingga Presiden soekarno mengeeluarkan larangan
terhadap manifest kebudayaan karena manifesto politik republic Indonesia sebagai
pancaran pancasila telah menjadi garis besar haluan negara tidak mungkin didampingi
manifesto lain apalagi kalau manifesto itu menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi dan
member kesan berdiri disampingnya. Pernyataan Presiden Soekarno yang menganggap
pendukung manifest kebudayaan bertentangan dengan manipol merupakan suatu tuduhan yang
sangat berbahasa pada saat itu. Pencetus utama manifest kebudayaan H.B Jassin, wiratmo
Sukitodan Trisno sumardjo merasakan ahwa mereka harus membuat suatu pernyataan
berkenaan dengan perintah pelarangan dari Presiden soekarno untuk menjelaskan posisi
manifesto kebudayaan, membersihkan diri mereka dari massa yang digerakkkan PKI. Oleh
sebab itu pada tanggal 11 Mei 1964 ketiga tokoh tersebut menanggapi larangan Presiden Soekarno.
Pernyataan ini dibuat agar angka korban yang jatuh akibat dukungan kepada manifest
kebudayaan tidak meningkat.

4. Kondisi Pertahanan dan Keamanan Bangsa Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin
a. Perpecahan Militer

Kebijakan-kebijakan Soekarno tersebut hanya memberikan Soekarno beberapa teman dan


lebih banyak musuh di negara-negara Barat. Musuh ini terutama mencakup Amerika Serikat
dan Inggris Raya, yang mana para investornya semakin marah dengan kebijakan Soekarno
menasionalisasi aset tambang mineral, pertanian, dan energi. Karena membutuhkan
Indonesia sebagai sekutu dalam Perang Dinginmelawan Uni Soviet, Amerika Serikat
menciptakan sejumlah hubungan dengan para perwira militer TNI melalui pertukaran dan
transaksi senjata. Hal ini memupuk perpecahan di jajaran TNI, dengan Amerika Serikat dan
sekutunya mendukung sebuah faksi sayap kanan TNI yang berseberangan terhadap faksi
sayap kiri TNI yang mendukung Partai Komunis Indonesia. Ketika Soekarno menolak bantuan
pangan dari USAID, sehingga memperburuk kondisi kelaparan, faksi sayap kanan TNI
mengadopsi struktur komando regional di mana mereka bisa menyelundupkan bahan
pangan untuk memenangkan loyalitas penduduk pedesaan. Dalam upaya untuk membatasi

10
kekuasaan sayap kanan TNI yang meningkat, Partai Komunis Indonesia dan faksi sayap kiri
TNI membentuk sejumlah organisasi massa petani dan lainnya.

b. Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Pada tahun 1963, kebijakan Konfrontasi terhadap Federasi Malaysia yang baru terbentuk
diumumkan oleh rezim Soekarno. Hal ini semakin memperburuk perpecahan antara faksi TNI
sayap kiri dan sayap kanan, dengan faksi sayap kiri TNI dan Partai Komunis mengambil
bagian dalam serangan gerilya di perbatasan antara Kalimantan dengan Malaysia, sementara faksi
sayap kanan TNI sebagian besar absen dari konflik (tidak jelas apakah karena pilihan atau
perintah Soekarno). Politik konfrontasi ini selanjutnya semakin mendorong Blok Barat untuk
mencari cara untuk menggulingkan Soekarno, yang dipandang sebagai ancaman terhadap
stabilitas regional Asia Tenggara (begitu pula Vietnam Utara dalam pandangan Teori Domino
Blok Barat). Mendalamnya konflik bersenjata ini mendekati perang terbuka antara Indonesia
dan Malaysia pada tahun 1965, meningkatkan ketidakpuasan dunia terhadap rezim
Soekarno dan memperkuat peluang kekuasaan para jenderal TNI faksi sayap kanan yang
pasukannya masih dekat dengan pusat kekuasaan di Jakarta.

c. Runtuhnya sistem Demokrasi Terpimpin

1) Gerakan 30 September ( G30S/PKI )

Sebagai Mayor Jenderal, Soeharto (di kanan muka) menghadiri pemakaman umum para
jenderal yang tewas dalam G30S, tanggal 5 Oktober 1965 (Foto olehDepartemen
Penerangan Indonesia). Pada malam 30 September - 1 Oktober 1965, enam jendral senior TNI
diculik dan dieksekusi di Jakarta oleh batalyon tentara dari Resimen Tjakrabirawa(Pengawal
Presiden) dalam sebuah aksi yang kemudian disebut oleh Soeharto sebagai "percobaan
kudeta". Faksi sayap kanan TNI yang membawahi enam jenderal tersebut hancur, termasuk
Panglima Staf Angkatan Darat yang paling berkuasa,Ahmad Yani. Sekitar 2.000 personil tentara
dari kelompok tersebut menempati tiga sisi Lapangan Merdeka, dan menduduki Istana Merdeka,
kantor Radio Republik Indonesia, dan pusat telekomunikasi, tetapi tidak menempati sisi
timur, tempat markas Kostrad. Menyebut diri mereka "Gerakan 30 September" (disingkat "G30S"),
kelompok ini mengumumkan di radio RRI sekitar pukul 7:00 WIB bahwa mereka mencoba
menghentikan kudeta militer yang didukung oleh Central Intelligence Agency (CIA) Amerika
Serikat yang direncanakan untuk menghapus Soekarno dari kekuasaan. Mereka
mengumumkan telah menangkap beberapa jenderal yang tergabung dalam konspirasi
tersebut, yaitu anggota "Dewan Jenderal", yang telah merencanakan kudeta militer
terhadap pemerintahan Presiden Soekarno. Mereka kemudian menyatakan bahwa kudeta ini
sejatinya akan berlangsung pada "Hari Angkatan Bersenjata" (5 Oktober) dengan dukungan
dari CIA, dan bahwa Dewan Jenderal kemudian akan membentuk sebuah junta militer yang
memegang tampuk kekuasaan Indonesia. Setelah itu, kelompok ini memproklamasikan
berdirinya sebuah "Dewan Revolusi" yang terdiri dari berbagai perwira TNI terkenal dan
pemimpin sipil yang akan menjadi otoritas tertinggi di Indonesia. Selain itu, mereka menyatakan
bahwa Kabinet Dwikora Presiden Soekarno sebagai "demisioner" ("tidak valid").

2) Perebutan kekuasaan internal militer

Pembunuhan para jenderal TNI faksi sayap kanan tersebut membuat pengaruh militer jatuh
untuk personil tentara yang lebih bersedia untuk menentang Soekarno dan musuh mereka di
faksi sayap kiri TNI. Setelah pembunuhan para jenderal tersebut, perwira berpangkat

11
tertinggi dalam militer Indonesia dan tertinggi ketiga dalam keseluruhan rantai-komando
adalah Menteri Pertahanan dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Abdul Haris Nasution,
anggota dari kubu TNI sayap kanan. Pada tanggal 2 Oktober, Soeharto menerima perintah
dari Soekarno untuk mengambil kendali tentara, tapi dengan syarat bahwa hanya Soeharto yang
memiliki otoritas untuk memulihkan ketertiban dan keamanan. Tanggal 1 November
dibentuklah Kopkamtib ("Komando Operasi Pemulihan Keamanan Dan Ketertiban"), sebagai
bentuk resmi otoritas Soeharto ini. Namun pada 5 Oktober, Soekarno berpindah
mempromosikan Mayjen Pranoto Reksosamudro, yang dianggap sebagai loyalis Soekarno,
sebagai Kepala Staf TNI AD menggantikan Jenderal Nasution. Setelah pengangkatan Pranoto
tersebut, The New York Times melaporkan bahwa sebuah "laporan diplomatik" Barat yang
tidak disebutkan namanya menyatakan bahwa Pranoto adalah mantan anggota PKI. Dugaan
komunisme Pranoto, serta pengangkatannya, membuat media tersebut berpandangan
bahwa PKI dan Soekarno bersekongkol untuk membunuh para jenderal tersebut untuk
mengkonsolidasikan genggaman mereka pada kekuasaan. Namun bagaimanapun, pasca
peristiwa G30S, Mayor Jenderal Soeharto dan unit KOSTRAD-nya adalah yang paling dekat
dengan Jakarta. Secara otomatis, Soeharto menjadi jenderal lapangan yang bertanggung
jawab untuk mengusut G30S. Kemudian, atas desakan Jenderal Nasution, Soekarno melepas
Pranoto dari jabatan yang diberikannya dan Soeharto dipromosikan menjadi Kepala Staf TNI
Angkatan Darat pada 14 Oktober 1965.

3) Pembersihan berdarah anti-komunis

Dua pria sedang menanti kematiannya, seorang tentara di belakang mereka menusukkan
bayonetnya ke mayat-mayat di bawah kakinya dalam sebuah eksekusi kilat terhadap para
terduga komunis. Pada awal Oktober, kampanye propaganda militer mulai menyapu
Indonesia, dan berhasil meyakinkan baik masyarakat Indonesia dan internasional bahwa
peristiwa Gerakan 30 September adalah sebuah "kudeta Komunis", dan bahwa pembunuhan
jenderal faksi sayap kanan TNI tersebut adalah kekejaman pengecut terhadap para
pahlawan Indonesia. Dalam kampanye tersebut, Gerakan 30 September disebut "Gestapu"
(dari "Gerakan September Tigapuluh"). Tentara, bertindak atas perintah Soeharto dan diawasi
oleh Nasution, memulai kampanye agitasi dan hasutan untuk melakukan kekerasan berdarah di
kalangan warga sipil Indonesia yang ditujukan untuk masyarakat pendukung dan simpatisan
ideologi Komunis, dan bahkan terhadap Presiden Soekarno sendiri. Penyangkalan PKI
tentang keterlibatan mereka dalam G30S memiliki pengaruh yang kecil. Rezim Soekarno
dengan cepat menjadi tidak stabil, dengan Angkatan Darat menjadi satu-satunya kekuatan yang
tersisa untuk menjaga ketertiban. Pada pemakaman Ade Irma, putri Nasution yang meninggal
dalam peristiwa G30S, Komandan Angkatan Laut Laksamana Martadinata memberi sinyal pada
para ulama dan pemimpin Muslim untuk menyerang Komunis. Pada tanggal 8 Oktober, kantor
pusat PKI dijarah dan dibakar habis saat petugas pemadam kebakaran hanya berdiri diam.
Mereka kemudian berdemonstrasi masal menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia.
Rumah-rumah tokoh senior partai, termasuk ketua PKI D.N. Aidit, M.H. Lukman dan Nyoto
juga dibakar. Tentara kemudian memimpin kampanye untuk membersihkan masyarakat
Indonesia, pemerintah dan angkatan bersenjata dari elemen partai komunis dan organisasi
massa berhaluan kiri lainnya. Para pemimpin dan anggota PKI segera ditangkap, beberapa
langsung dieksekusi mati tanpa pengadilan apapun. Pada tanggal 18 Oktober, sebuah
deklarasi dibacakan melalui semua stasiun radio yang dikendalikan militer, menyatakan
bahwa Partai Komunis Indonesia adalah partai terlarang. Larangan tersebut termasuk partai
PKI sendiri dan semua "onderbouw"-nya (sayap organisasi) seperti organisasi pemuda dan
perempuan, asosiasi petani, intelektual dan kelompok mahasiswa, dan serikat buruh SOBSI.

12
Pada saat itu, tidak jelas apakah larangan ini hanya diterapkan terhadap Jakarta (yang saat
itu dikuasai oleh TNI Angkatan Darat), atau seluruh Republik Indonesia. Namun, larangan itu
segera digunakan sebagai dalih oleh Tentara Nasional Indonesia untuk pergi di seluruh
Indonesia melaksanakan hukuman di luar hukum, termasukpenangkapan massal dan
eksekusi kilat, terhadap siapapun yang dicurigai pendukung kelompok kiri atau komunis, dan
loyalis Soekarno. Saat penyebaran kekerasan berdarah tersebut, Soekarno mengeluarkan perintah
untuk mencoba menghentikannya, tapi ia diabaikan. Dia juga menolak untuk menyalahkan
PKI untuk peristiwa "kudeta" tersebut, apalagi melarangnya seperti yang dituntut oleh TNI
Angkatan Darat. Namun, meski Soeharto dan Nasution semakin curiga tentang peran
Soekarno dalam peristiwa itu, TNI Angkatan Darat enggan untuk menghadapi Soekarno
langsung karena popularitasnya yang masih luas. Dimulai pada akhir Oktober 1965, dan
dipanas-panasi oleh kebencian masyarakat yang terpendam, TNI dan sekutu sipilnya (
terutama kelompok vigilanteMuslim) mulai membunuhi orang-orang yang ada hubungan
dengan PKI maupunonderbouw-nya, baik yang hanya diduga maupun yang memang betul.
Pembunuhan dimulai di ibukota, Jakarta, menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan
kemudian Bali. Meskipun pembunuhan terjadi di seluruh Indonesia, yang terburuk berada di
kubu PKI Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatra utara. Pembantaian mencapai
puncaknya selama sisa tahun 1965, sebelum mereda pada bulan-bulan awal tahun 1966.
Perkiraan jumlah korban tewas dari berbagai kekerasan ini berkisar dari lebih dari 100.000
sampai 3 juta, namun kebanyakan sejarawan menerima figur sekitar 500.000. Banyak orang
lain juga dipenjara dan selama sepuluh tahun ke depan, orang-orang masih ditangkap dan
dipenjarakan sebagai tersangka. Diperkirakan bahwa sebanyak 1,5 juta orang dipenjarakan
atas dasar dugaan pendukung komunisme pada satu saat di masa tersebut. Sebagai hasil
dari pembersihan tersebut, salah satu dari tiga pilar pendukung Soekarno, Partai Komunis
Indonesia, telah secara efektif dihilangkan oleh dua lainnya, yaitu militer dan politik Islam.

4) Demonstrasi

Pada Oktober 1965, mahasiswa di Jakarta membentuk KAMI ("Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia"), yang menyerukan pelarangan PKI. Organisasi ini segera dimasuki sejumlah
organisasi serupa yang terdiri dari siswa SMA, pekerja, seniman, buruh dan sejenisnya.
Target lainnya untuk para demonstran adalah kenaikan harga dan inefisiensi pemerintah. Mereka
juga berdemonstrasi menentang Subandrio, menteri luar negeri dan kepala badan intelijen
BPI dan orang nomor dua di pemerintahan. Pada 10 Januari 1966, para demonstran,
termasuk KAMI, berdemonstrasi di depan gedung DPR dan mengumumkan apa yang dikenal
sebagai "Tri Tuntutan Rakyat" (Tritura): ·Pembubaran PKI dan organisasi-organisasi
massanya. Pengusiran elemen PKI dari kabinet dengan adanya perombakan ·Harga kebutuhan
pokok yang lebih rendah dan perbaikan ekonomi Pada bulan Februari 1966 saat demonstrasi anti-
komunis terus berlanjut, Soekarno mencoba menenangkan Soeharto dengan
mempromosikan dirinya. Pada tanggal 21 Februari, Soekarno mencoba untuk mendapatkan
kembali prakarsa pemerintahan dengan mengumumkan kabinet baru, yang termasuk
mantan kepala TNI Angkatan Udara Omar Dhani, yang telah mengeluarkan pernyataan pada
1 Oktober 1965 awalnya mendukung "kudeta" G30S. Lebih provokatif lagi, Soekarno kemudian
memecat Jenderal Nasution dari pos kabinetnya. Kabinet baru ini segera menjadi dikenal
sebagai "Kabinet Gestapu", dari singkatan yang diciptakan oleh militer untuk Gerakan 30
September. Dua hari setelah pengumuman Soekarno tersebut, sebuah kerumunan besar
berusaha menyerbu istana presiden. Pada tanggal 17 Agustus, dalam pidato hari
kemerdekaan tahunan, Soekarno menyatakan bahwa Indonesia tidak mau mengakui Malaysia atau
bergabung kembali dengan PBB. Ia juga menyatakan bahwa ia tidak memindahkan

13
kekuasaan kepada Soeharto. Ini memicu reaksi marah dalam bentuk demonstrasi, dan
Indonesia memang akhirnya bergabung kembali dengan PBB pada bulan September,
berpartisipasi dalam Majelis Umum pada tanggal 28 September. Pada 10 Januari 1967, Soekarno
menulis kepada MPRS, melampirkan dokumen yang dikenal sebagai "Nawaksara",
memberikan versinya tentang peristiwa seputar Gerakan 30 September. Di dalamnya, ia
mengatakan bahwa penculikan dan pembunuhan para jenderal TNI tersebut adalah sebuah
"kejutan tak terduga" kepadanya, dan bahwa ia sendiri tidak bertanggung jawab atas masalah-
masalah moral dan ekonomi bangsa. Hal ini menyebabkan demonstran menyerukan
Soekarno untuk digantung. Pimpinan MPRS kemudan bertemu pada tanggal 21 Januari dan
menyimpulkan bahwa Soekarno telah gagal untuk memenuhi kewajiban konstitusionalnya. Dalam
resolusi yang disahkan pada 9 Februari, DPR-GR menolakNawaksara dan meminta MPRS
untuk mengadakan sidang khusus. Pada tanggal 12 Maret 1967, sidang khusus MPRS dimulai.
Setelah perdebatan sengit, sidang ini setuju untuk melucuti Soekarno dari kekuasaan dan
jabatannya. Pada tanggal 12 Maret Soeharto diangkat penjabat Presiden Republik Indonesia
yang baru. Soekarno kemudian dimasukkan sebagai tahanan rumah secarade facto di
kediamannya di Bogor. Setahun kemudian, pada tanggal 27 Maret 1968 sidang lain dari
MPRS kembali menunjuk Soeharto sebagai presiden kedua Republik Indonesia. Jenderal Nasution
sendiri diyakini telah berusaha mendapatkan kekuasaan pada tanggal 16 Desember 1965,
ketika dia ditunjuk sebagai Komando Operasi Tertinggi, dan memegang sebagian dari hirarki
militer yang umumnya dipegang oleh orang sipil. The New York Times melaporkan bahwa
Nasution lebih suka membentuk sebuah junta untuk menggantikan pemerintahan Soekarno.

14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstituante yang diharapkan mampu menghasilkan UUD ternyata gagal,sehingga tanggal 5
Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante,
menyatakan kembali ke UUD 1945, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Keluarnya Dekrit Presiden
menjadi tonggak lahirnya Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan
keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Liberal menjadi lebih
mantap/stabil. Namun pada pelaksanaannya masa Demokrasi Terpimpin mengalami berbagai
macam bentuk penyimpangan. Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan
politik pada Presiden Soekarno. Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi beberapa penyimpangan
terhadap Pancasila, dan UUD 1945 termasuk kebijakan politik luar negeri. Pembubaran DPR hasil
pemilu, pengangkatan presiden seumur hidup, terbentuknya poros Jakarta-Peking, konfrontasi
dengan Malaysia, sampai keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB merupakan sejumlah contoh
dari penyimpangan tersebut. Demokrasi terpimpin di Indonesia diakhiri sejak dikeluarkannya Surat
Perintah Sebelas Maret pada tanggal 11 maret 1966. Demokrasi terpimpin di Indonesia dimaksudkan
oleh Sukarno sebagai demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa, yang berbeda dengan
system demokrasi liberal yang merupakan produk dari barat, tetapi pada pelaksanaannya,
Demokrasi Terpimpin mengalami bentuk macam penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik pada Presiden Soekarmo. Era tahun 1959
sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika keijakan-kebijakan Presiden Soekarno
sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia.Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada
tahun 1958 dibentuk undang-undang mengenai pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya
adalah mempersiapkan rancangan undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana, menilai
penyelenggara pembangunan itu. Pada massa demokrasi terpimpin Indonesia melakukan kredit luar
negeri dan melakukan kerja sama perdangan dengan Cina yang memberikan keuntungan materi dan
politik.

B. Saran
Makalah ini, penulis berharap supaya kita sebagai bangsa Indonesia dapat mengetahui
tentang Demokrasi Terpmpin yang pernah ada dan berlaku di Indonesia dan system Pelaksanaannya.
Penulis juga menyadari bahwasanya dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
baik dari segi penulisan materi, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya
membangun dari rekan-rekan pembaca terutama siswa MA Ahlussunnah Waljamaah untuk
kesempurnaan makalah yang selanjutnya. Dan dengan adanya makalah ini penulis hanya bisa
menyarankan kepada pembaca, khususunya bagi siswa MA.Ahlussunnah Waljamaah Ambunten
dapat membangun kehidupan bersama, dan bekerja sama satu sama lain. Karena kita adalah
makhluk sosial yang saling ketergantungan antara sesama . Tidak lupa untuk terus menggali ilmu
pengetahuan di berbagai mata pelajaran, khususunya dalam mata pelajaran sejarah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dari Buku:

- Yahya A. Muhaimin.2005.”cetakan ketiga; Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia


1945-1966”. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

- Prof.Miriam Budiarjo.2008.”Edisi Revisi; Dasar-dasar Ilmu Politik”. Pt Gramedia Pustaka


Utama:Jakarta

- Karim, Rusli. 1993. Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret Pasang-Surut. Jakarta:
Rajawali Pers.

- Maarif, Ahmad Syafii. 1996. Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin
(1959—1965). Jakarta: Gema Insani Press.

- Marwati Djoened Poesponegoro dkk. 1993 Sejarah Nasional Indonesia jilid VI, Jakarta: Depdikbud-
Balai Pustaka

16

Anda mungkin juga menyukai