Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH SEJARAH :

DINAMIKA POLITIK MASA DEMOKRASI TERPIMPIN :


PETA KEKUATAN POLITIK NASIONAL

KELOMPOK 2 :

1. AGUNG ABDULHADY
2. ANDI AISHA FAADHILAH PATUNRU
3. DANENDRA MAULANA
4. HANASTASYA ROCHBEIND
5. MUH AFDHOL ISNAN
6. MUHAMMAD TAUFIQ NAGARA ANDI NAKKO
7. NURUL FITRIAH

SMAN 11 MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Peta Dinamika Politik Masa
Demokrasi Terpimpin : 1. Menuju Demokrasi Terpimpin 2. Peta Kekuatan Politik Nasional”.

Penulisan makalah ini merupakan salah tugas yang diberikan pada mata pelajaran
Sejarah Kelas XII. Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan baik
dalam materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan untuk menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini
sebagai ibadah, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Makassar, November 2019

Tim Penulis
BAB I

PENDAHUAN

1.1. Latar Belakang


Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan
rentetan peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959,
akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah
muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas
kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara
resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran
Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem
demokrasi yakni Demokrasi Terpimpin.
Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959
mendapatkan sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu sangat
menantikan kehidupan negara yang stabil. Latar belakang dicetuskannya sistem
demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
1. Dari Segi Keamanan Nasional : Banyaknya Gerakan Separatis Pada Masa
Demokrasi Liberal, Menyebabkan Ketidakstabilan Negara.
2. Dari Segi Perekonomian : Sering Terjadinya Pergantian Kabinet Pada Masa
Demokrasi Liberal Menyebabkan Program-Program Yang Dirancang Oleh
Kabinet Tidak Dapat Dijalankan Secara Utuh, Sehingga Pembangunan
Ekonomi Tersendat.
3. Dari Segi Politik : Konstituante Gagal Dalam Menyusun UUD Baru Untuk
Menggantikan UUDS 1950.

Soekarno berpendapat bahwa sistem Demokrasi Terpimpin adalah jawaban terhadap


kegagalan sistem Demokrasi Parlementer yang memunculkan pergolakan,
pembangkangan dan instabilitas politik. Pendapat Presiden Soekarno ini wujud
ketidakpuasan terhadap sistem demokrasi yang dianut pemerintah masa demokrasi
liberal.

Perlu kamu ketahui, dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959,
Presiden Soekarno secara resmi menerapkan pemikirannya dengan mengganti sistem
Demokrasi Parlementer menjadi Demokrasi Terpimpin. Melalui sistem ini, Presiden
Soekarno membawa Indonesia ke dalam suasana konflik antar kekuatan politik yang
pada akhirnya melahirkan Gerakan 30 September 1965. Pemikiran politik Soekarno
akhirnya menjepit dirinya dan mengantarkan kepada kejatuhan kekuasaan yang
dipegangnya sejak 1960.

1.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari uraian ini, diharap kalian dapat:
1. Memahami perkembangan politik pada masa Demokrasi Terpimpin mulai dari
Menuju Demokrasi Terpimpin, Peta Kekuatan Politik Nasional, Perjuangan
Pembebasan Irian Barat (Trikora) dan Konfrontasi Malaysia (Dwikora).
2. Memahami kebijakan dan sistem ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin terkait
dengan Dewan Perancang Nasional, Devaluasi Mata Uang, Deklarasi Ekonomi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peta Kekuatan Politik Nasional

Demokrasi Terpimpin diawali sejak dikeluarkannnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli


1959 yang ditandai oleh kekuasaan Soekarno yang hampir tidak terbatas. Era Demokrasi
Terpimpin ditandai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai
politik yang paling dominan dan TNI AD sebagai kekuatan Hankam dan sosial politik.
Demokrasi terpimpin merupakan penyeimbangan kekuasaan antara kekuatan politik
militer Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia, dan Presiden Soekarno sebagai
penyeimbang diantara keduanya. Ada tiga kekuatan politik pada masa demokrasi
terpimpin yaitu Presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan TNI AD.

Hubungan antara PKI dan Soekarno pada masa Demokrasi terpimpin merupakan
hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan
massa. Ketika MPRS mengangkat Soekarno menjadi presiden seumur hidup PKI
memberikan dukungannya. Sementara itu TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan
yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Apalagi setelah TNI-Angkatan
Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya
untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk dapat
ditunggangi.

Sejak kabinet Djuanda diberlakukan S.O.B, pemberontakan PRRI dan Permesta pada
tahun 1958, TNI mulai memainkan peranan penting dalam bidang politik.
Dihidupkannya UUD 1945 merupakan usulan dari TNI dan didukung penuh dalam
pelaksanaannya. Menguatnya pengaruh TNI AD, membuat Presiden Soekarno berusaha
menekan pengaruh TNI AD, terutama Nasution dengan dua taktik, yaitu Soekarno
berusaha mendapat dukungan partai-partai politik yang berpusat di Jawa terutama PKI
dan merangkul angkatan-angkatan bersenjata lainnya terutama angkatan udara.

Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Dengan menyokong
gagasan Nasakom dari Presiden Soekarno, PKI dapat memperkuat kedudukannya. Sejak
saat itu PKI berusaha menyaingi TNI. PKI berusaha memperoleh citra sebagai
Pancasilais dan pedukung kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno yang
menguntungkannya.

PKI pun melakukan berbagai upaya untuk memperoleh dukungan politik dari
masyarakat. Berbagai slogan disampaikan oleh pemimpin PKI. Ketika Presiden
Soekarno gagal membentuk kabinet Gotong Royong (Nasakom) pada tahun 1960 karena
mendapat tentangan dari kalangan Islam dan TNI AD, PKI mendapat kompensasi
tersendiri dengan memperoleh kedudukan dalam MPRS, DPRGR, DPA dan Pengurus
Besar Front Nasional serta dalam Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR).

Ketika TNI AD mensinyalir adanya upaya dari PKI melakukan tindakan pengacauan
di Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, pimpinan
TNI AD mengambil tindakan berdasarkan UU Keadaan Bahaya mengambil tindakan
terhadap PKI dengan melarang terbitnya Harian Rakyat dan dikeluarkan perintah
penangkapan Aidit dan kawan-kawan, namun mereka berhasil lolos. Tindakan TNI AD
tidak disetujui oleh Presiden Soekarno dan memerintahkan segala keputusan dicabut
kembali.

Pada akhir tahun 1964, PKI disudutkan dengan berita ditemukannya dokumen rahasia
milik PKI tentang Resume Program Kegiatan PKI Dewasa ini. Namun pimpinan PKI,
Aidit, menyangkal dan menyebutnya sebagai dokumen palsu. Presiden Soekarno
menyelesiakan masalah ini dengan membuat kesepakatan untuk menyelesaikan
permasalahan secara musyawarah karena sedang menjalankan proyek Nekolim,
konfrontasi dengan Malaysia. Kesepakatan tokoh-tokoh partai politik ini dikenal sebagai
Deklarasi Bogor Merasa kedudukannya yang semakin kuat PKI berusaha untuk
memperoleh kedudukan dalam kabinet. Berbagai upaya dilakukan PKI mulai dari aksi corat-
coret, pidato-pidato dan petisi-petisi yang menyerukan pembentukan kabinet Nasakom.
Mereka juga menuntut penggantian pembantu-pembantu Presiden yang tidak mampu
merealisasikan Tri Program Pemerintah, serta mendesak supaya segera dibentuk Kabinet
Gotong-Royong yang berporoskan Nasakom. Terhadap TNI AD pun, PKI melakukan
berbagai upaya dalam rangka mematahkan pembinaan teritorial yang sudah dilakukan oleh TNI
AD. Seperti peristiwa Bandar Betsy (Sumatera Utara), Peristiwa Jengkol. Upaya
merongrong ini dilakukan melalui radio, pers, dan poster yang menggambarkan setan
desa yang harus dibunuh dan dibasmi. Tujuan politik PKI disini adalah menguasai desa
untuk mengepung kota.

Soekarno tetap bertahan terhadap ide Nasakom (Nasionalis, Agamis dan Komunis)
yang mengatakan bahwa kekuatan politik di Indonesia pada saat itu terdiri dari tiga
golongan ideologi besar yaitu golongan yang berideologi nasionalis; golongan yang
berideologi dengan latar belakang agama; serta golongan yang berideologi komunis. Tiga-
tiganya merupakan kekuatan yang diharapkan tetap bersatu untuk menyelesaikan masalah
bangsa secara bersama-sama.
Otoritas dan kedudukan Soekarno sebagai penentu kebijakan-kebijakan politik
menjadikannya sebagai ajang perebutan dua kekuatan politik antara TNI dan PKI untuk
saling mendekati dan mempengaruhi presiden. Tentara sangat mewaspadai kedekatan
Soekarno dengan PKI yang digunakan PKI sebagai sarana pendukung demi gagasan
Nasakomisasi sistem Demokrasi Terpimpin. Namun sebaliknya PKI senantiasa
memanfaatkan proyek nasakomisasi untuk masuk kedalam pemerintahan dan lembaga
nonstruktural yang dianggap penting sekali.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang
seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya .
Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan
konstitusi di bawah dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante yang
ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan
diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan “Kembali ke
UUD’ 45″. Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para
jendral militer ke posisi-posisi yang penting.
PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan
bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme,
agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.
NASAKOM telah menjadi NASA yang pada waktu antaranya kom-nya telah musnah
dan pernah digantikan kaum militer. Memang dari empat golongan ideologi yang pernah
ada di Indonesia: golongan nasionalis, golongan agamis, golongan komunis, dan
golongan militer hanya golongan agamis yang belum pernah menonjol dalam
menjalankan pemerintahan eksekutif. Mungkin momentumnya telah tiba, apabila
memang golongan agamis bisa menunjuknan dirinya sebagai partai yang bersih, tidak
terkontaminasi penyakit korupsi (masalah utama bangsa kita). Mungkin partai dengan
haluan agamis akan menjadi pilihan alternatif dikarenakan partai-partai besar yang ada
saat ini telah gagal mengantarkan Indonesia menjadi negara yang seperti diamanatkan
pada pembukaan UUD ’45: suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

3.2. Sumber
www.google.com
http://blogkuapadanya.blogspot.co.id/2013/06/makalah-masa-sistem-
demokrasi-terpimpin.html
http://onnaed.blogspot.co.id/2015/02/makalah-sejarah-dan-masa-depan-
dinamika.html
http://www.mikirbae.com/2016/05/peta-kekuatan-politik-nasional-masa.htm

Anda mungkin juga menyukai