Salah satu isu politik luar negeri yang terus menjadi pekerjaan rumah
kabinet RI adalah masalah Irian Barat. Wilayah ini telah menjadi bagian RI yang
diproklamasikan sejak 17 Agustus 1945. Akan tetapi dalam perundingan KMB
tahun 1950 masalah penyerahan Irian Barat ditangguhkan satu tahun. Upaya yang
dilakukan sesuai dengan piagam penyerahan kedaulatan adalah melalui konferensi
uni yang dilakukan secara bergilir di Jakarta dan di Belanda. Namun upaya
penyelesaian secara bilateral ini telah mengalami kegagalan dan pemerintah kita
mengajukan permasalahan ini ke Sidang Majelis Umum PBB. Namun upaya-upaya
diplomasi yang dilakukan di forum PBB terus mengalami kegagalan. Indonesia pun
kemudian mengambil jalan diplomasi aktif dan efektif yang puncaknya
dilakukannya Konferensi Asia Afrika.
Karena jalan damai yang telah ditempuh selama satu dasa warsa tidak
berhasil mengembalikan Irian Barat, pemerintah Indonesia memutuskan untuk
menempuh jalan lain. Upaya ini telah dilakukan Indonesia sejak tahun 1957, jalan
lain yang dilakukan adalah melancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat, dimulai
pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda di Indonesia oleh kaum buruh.
Hubungan Indonesia-Belanda semakin memuncak ketegangan pada 17 Agusus
1960, ketika Indonesia akhirnya memutuskan hubungan diplomatik dengan
pemerintah Kerajaan Belanda.
Setelah upaya merebut kembali Irian Barat dengan diplomasi dan
konfrontasi politik dan ekonomi tidak berhasil, maka pemerintah RI menempuh
cara lainnya melalui jalur konfrontasi militer. Dalam rangka persiapan kekuatan
militer untuk merebut kembali Irian Barat, pemerintah RI mencari bantuan senjata
ke luar negeri. Pada awalnya usaha ini dilakukan kepada negara-negara Blok
Barat, khususnya Amerika Serikat, namun tidak membawa hasil yang memuaskan.
Kemudian upaya ini dialihkan ke negaranegara Blok Timur (komunis), terutama ke
Uni Soviet.
Perebutan kembali Irian Barat merupakan suatu tuntutan konstitusi, sesuai
dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, segala
upaya telah dilakukan dan didukung oleh semua kalangan baik kalangan politisi
maupun militer. Oleh karena itu, dalam rangka perjuangan pembebasan Irian
Barat, Presiden Soekarno, pada tanggal 19 Desember 1961, di depan rapat raksasa
di Yogyakarta, mengeluarkan suatu komando untuk berkonfrontasi secara militer
dengan Belanda yang disebut dengan Tri Komando Rakyat (Trikora)
Masalah ini berawal dari munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari
persekutuan Tanah Melayu dan Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk
menyatukan kedua negara tersebut menjadi Federasi Malaysia. Rencana
pembentukan Federasi Malaysia mendapat tentangan dari Filipina dan Indonesia.
Filipina menentang karena memiliki keinginan atas wilayah Sabah di Kalimantan
Utara. Filipina menganggap bahwa wilayah Sabah secara historis adalah milik
Sultan Sulu. Pemerintah Indonesia pada saat itu menentang karena menurut
Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari
rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara.
Untuk meredakan ketegangan di antara tiga negara tersebut kemudian
diadakan Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philipina dan Indonesia) di Filipina pada
tanggal 31 Juli-5 Agustus 1963. Konferensi Maphilindo menghasilkan tiga dokumen
penting, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila dan Komunike Bersama. Inti
pokok dari tiga dokumen tersebut adalah Indonesia dan Filipina menyambut baik
pembentukan Federasi Malaysia jika rakyat Kalimantan Utara menyetujui hal itu.
Ditengah berlangsungnya Konfrontasi Indonesia Malaysia, Malaysia
dicalonkan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Kondisi ini
mendorong pemerintah Indonesia mengambil sikap menolak pencalonan Malaysia
sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Sikap Indonesia ini langsung
disampaikan Presiden Soekarno pada pidatonya tanggal 31 Desember 1964. Dari
pidato tersebut terlihat bahwa keluarnya Indonesia dari PBB adalah karena
masuknya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Ketika
tanggal 7 Januari 1965 Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB, dengan spontan Presiden Sokearno menyatakan
“Indonesia keluar dari PBB”.
TUGAS !!!
Catatan:
Soal dikerjakan di buku tugas, kemudian difoto dikumpulkan ke ketua kelas untuk
dijadikan 1 file (bentuk word).
Ketua kelas mengirim tugas kepada guru mapel melalui WA