Anda di halaman 1dari 6

Dengan dikeluarkannya Dekret Presiden pada 5 Juli 1959, Presiden

Soekarno secara resmi menerapkan pemikirannya dengan mengganti sistem


Demokrasi Parlementer menjadi Demokrasi Terpimpin. Melalui sistem ini, Presiden
Soekarno membawa Indonesia ke dalam suasana konflik antar kekuatan politik
yang pada akhirnya melahirkan peristiwa Gerakan 30 September 1965/PKI.
Pemikiran politik Soekarno akhirnya menjepit dirinya dan mengantarkannya
kepada kejatuhan kekuasaan yang dipegangnya sejak 1960.
DINAMIKA POLITIK MASA
DEMOKRASI TERPIMPIN

1. MENUJU DEMOKRASI TERPIMPIN

Kehidupan sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950


hingga 1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional. Kabinet yang
silih berganti membuat program kerja kabinet tidak dapat dijalankan sebagaimana
mestinya. Partai-partai politik saling bersaing dan saling menjatuhkan. Mereka
lebih mengutamakan kepentingan kelompok masingmasing.
Kondisi tersebut membuat Presiden Soekarno berkeinginan untuk
mengubur partai-partai politik yang ada, setidaknya menyederhanakan partaipartai
politik yang ada dan membentuk kabinet yang berintikan 4 partai yang menang
dalam Pemilihan Umum 1955. Dalam konsepsinya Presiden Soekarno menghendaki
dibentuknya kabinet berkaki empat (koalisi) yang anggotanya terdiri dari wakil-
wakil PNI, Masyumi, NU dan PKI. Selain itu Presiden Soekarno juga menghendaki
dibentuknya Dewan Nasional yang anggotanya terdiri dari golongan fungsional di
dalam masyarakat.
Presiden Soekarno menekankan bahwa Demokrasi Liberal yang dipakai
saat itu merupakan demokrasi impor yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat
bangsa Indonesia. Untuk itu ia ingin mengganti dengan suatu demokrasi yang
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi Terpimpin sendiri merupakan suatu sistem pemerintahan yang
ditawarkan Presiden Soekarno pada Februari 1957. Demokrasi Terpimpin juga
merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, kehidupan sosial dan
kehidupan ekonomi. Gagasan Presiden Soekarno ini dikenal sebagai Konsepsi
Presiden 1957. Pokok-pokok pemikiran yang terkandung dalam konsepsi tersebut,
Pertama, dalam pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem demokrasi
terpimpin yang didukung oleh kekuatan-kekuatan yang mencerminkan aspirasi
masyarakat secara seimbang. Kedua, pembentukan kabinet gotong royong
berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat yang terdiri atas wakil partai-partai
politik dan kekuatan golongan politik baru yang diberi nama oleh Presiden
Soekarno golongan fungsional atau golongan karya.
Upaya untuk menuju Demokrasi Terpimpin telah dirintis oleh Presiden
Soekarno sebelum dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959. Langkah pertama
adalah pembentukan Dewan Nasional pada 6 Mei 1957. Langkah selanjutnya yang
dilakukan oleh Presiden Soekarno adalah mengeluarkan suatu keputusan pada
tanggal 19 Februari 1959 tentang pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dalam rangka
kembali ke UUD 1945.
Pada tanggal 3 Juli 1959, Presiden Soekarno memanggil Ketua DPR, Mr.
Sartono, Perdana Menteri Ir. Djuanda, para menteri, pimpinan TNI, dan anggota
Dewan Nasional (Roeslan Abdoel Gani dan Moh. Yamin), serta ketua Mahkamah
Agung, Mr. Wirjono Prodjodikoro, untuk mendiskusikan langkah yang harus
diambil. Setelah melalui serangkaian pembicaraan yang panjang mereka
bersepakat mengambil keputusan untuk memberlakukan kembali UUD 1945.
Pertemuan tersebut juga menyepakati untuk mengambil langkah untuk
melakukannya melalui Dekret Presiden.
Lembaga berikutnya yang dibentuk oleh Presiden Soekarno melalui
Penetapan Presiden No. 2/1959 tanggal 31 Desember 1959 adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dengan Chairul Saleh (tokoh Murba)
sebagai ketuanya dan dibantu beberapa orang wakil ketua. MPRS dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya tidak sejalan dengan apa yang diamanatkan
dalam UUD 1945, namun diatur melalui Penpres No. 2/1959, dimana fungsi dan
tugas MPRS hanya menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Sementara itu,
untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil Pemilihan Umum 1955 tetap
menjalankan tugasnya dengan landasan UUD 1945 dengan syarat menyetujui
segala perombakan yang diajukan pemerintah sampai dibentuknya DPR baru
berdasarkan Penetapan Presiden No. 1/1959.

2. PETA KEKUATAN POLITIK


NASIONAL

Antara tahun 1960-1965, kekuatan politik pada waktu itu terpusat di


tangan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasaan
negara dengan TNI AD dan PKI di sampingnya. Kekuatan politik lainnya adalah
PKI. PKI sebagai partai yang bangkit kembali pada tahun 1952 dari puing-puing
pemberontakan Madiun 1948. PKI kemudian muncul menjadi kekuatan baru pada
Pemilihan Umum 1955. Dengan menerima Penetapan Presiden No. 7/1959, partai
ini mendapat tempat dalam konstelasi politik baru. Kemudian dengan menyokong
gagasan Nasakom dari Presiden Soekarno, PKI dapat memperkuat kedudukannya.
Sejak saat itu PKI berusaha menyaingi TNI dengan memanfaatkan dukungan yang
diberikan oleh Soekarno untuk menekan pengaruh TNI AD.
PKI berusaha untuk mendapatkan citra yang positif di depan Presiden
Soekarno. PKI menerapkan strategi “menempel” pada Presiden Soekarno. Secara
sistematis, PKI berusaha memperoleh citra sebagai Pancasilais dan pendukung
kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno yang menguntungkannya. PKI mampu
memanfaatkan ajaran Nasakom yang diciptakan Soekarno sebaik-sebaiknya,
karena lewat Nasakom inilah PKI mendapat tempat yang sah dalam konstelasi
politik Indonesia. Kedudukan PKI semakin kuat dan respektabilitasnya sebagai
kekuatan politik sangat meningkat. PKI pun melakukan berbagai upaya untuk
memperoleh dukungan politik dari masyarakat.

3. PEMBEBASAN IRIAN BARAT

Salah satu isu politik luar negeri yang terus menjadi pekerjaan rumah
kabinet RI adalah masalah Irian Barat. Wilayah ini telah menjadi bagian RI yang
diproklamasikan sejak 17 Agustus 1945. Akan tetapi dalam perundingan KMB
tahun 1950 masalah penyerahan Irian Barat ditangguhkan satu tahun. Upaya yang
dilakukan sesuai dengan piagam penyerahan kedaulatan adalah melalui konferensi
uni yang dilakukan secara bergilir di Jakarta dan di Belanda. Namun upaya
penyelesaian secara bilateral ini telah mengalami kegagalan dan pemerintah kita
mengajukan permasalahan ini ke Sidang Majelis Umum PBB. Namun upaya-upaya
diplomasi yang dilakukan di forum PBB terus mengalami kegagalan. Indonesia pun
kemudian mengambil jalan diplomasi aktif dan efektif yang puncaknya
dilakukannya Konferensi Asia Afrika.
Karena jalan damai yang telah ditempuh selama satu dasa warsa tidak
berhasil mengembalikan Irian Barat, pemerintah Indonesia memutuskan untuk
menempuh jalan lain. Upaya ini telah dilakukan Indonesia sejak tahun 1957, jalan
lain yang dilakukan adalah melancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat, dimulai
pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda di Indonesia oleh kaum buruh.
Hubungan Indonesia-Belanda semakin memuncak ketegangan pada 17 Agusus
1960, ketika Indonesia akhirnya memutuskan hubungan diplomatik dengan
pemerintah Kerajaan Belanda.
Setelah upaya merebut kembali Irian Barat dengan diplomasi dan
konfrontasi politik dan ekonomi tidak berhasil, maka pemerintah RI menempuh
cara lainnya melalui jalur konfrontasi militer. Dalam rangka persiapan kekuatan
militer untuk merebut kembali Irian Barat, pemerintah RI mencari bantuan senjata
ke luar negeri. Pada awalnya usaha ini dilakukan kepada negara-negara Blok
Barat, khususnya Amerika Serikat, namun tidak membawa hasil yang memuaskan.
Kemudian upaya ini dialihkan ke negaranegara Blok Timur (komunis), terutama ke
Uni Soviet.
Perebutan kembali Irian Barat merupakan suatu tuntutan konstitusi, sesuai
dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, segala
upaya telah dilakukan dan didukung oleh semua kalangan baik kalangan politisi
maupun militer. Oleh karena itu, dalam rangka perjuangan pembebasan Irian
Barat, Presiden Soekarno, pada tanggal 19 Desember 1961, di depan rapat raksasa
di Yogyakarta, mengeluarkan suatu komando untuk berkonfrontasi secara militer
dengan Belanda yang disebut dengan Tri Komando Rakyat (Trikora)

4. KONFRONTASI TERHADAP MALAYSIA

Masalah ini berawal dari munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari
persekutuan Tanah Melayu dan Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk
menyatukan kedua negara tersebut menjadi Federasi Malaysia. Rencana
pembentukan Federasi Malaysia mendapat tentangan dari Filipina dan Indonesia.
Filipina menentang karena memiliki keinginan atas wilayah Sabah di Kalimantan
Utara. Filipina menganggap bahwa wilayah Sabah secara historis adalah milik
Sultan Sulu. Pemerintah Indonesia pada saat itu menentang karena menurut
Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari
rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara.
Untuk meredakan ketegangan di antara tiga negara tersebut kemudian
diadakan Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philipina dan Indonesia) di Filipina pada
tanggal 31 Juli-5 Agustus 1963. Konferensi Maphilindo menghasilkan tiga dokumen
penting, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila dan Komunike Bersama. Inti
pokok dari tiga dokumen tersebut adalah Indonesia dan Filipina menyambut baik
pembentukan Federasi Malaysia jika rakyat Kalimantan Utara menyetujui hal itu.
Ditengah berlangsungnya Konfrontasi Indonesia Malaysia, Malaysia
dicalonkan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Kondisi ini
mendorong pemerintah Indonesia mengambil sikap menolak pencalonan Malaysia
sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Sikap Indonesia ini langsung
disampaikan Presiden Soekarno pada pidatonya tanggal 31 Desember 1964. Dari
pidato tersebut terlihat bahwa keluarnya Indonesia dari PBB adalah karena
masuknya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Ketika
tanggal 7 Januari 1965 Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB, dengan spontan Presiden Sokearno menyatakan
“Indonesia keluar dari PBB”.
TUGAS !!!

1. Jelaskan isi dekrit presiden tanggal 5 juli 1959


2. Jelaskan isi dari Trikora
3. Jelaskan akibat keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB
4. Jelaskan tentang Dwikora
5. Jelaskan tentang konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia

Catatan:
Soal dikerjakan di buku tugas, kemudian difoto dikumpulkan ke ketua kelas untuk
dijadikan 1 file (bentuk word).
Ketua kelas mengirim tugas kepada guru mapel melalui WA

Anda mungkin juga menyukai