DISUSUN OLEH :
Riska Junianti
Mahendra
Rendi Darmawan
Reza Fathurrohman
Khaeril Anam
Rioni
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
Demokrasi merupakan suatu sitem Negara yang dimana kewenagan berada ditangan
rakyat, sehingga suatu pemerintahan tidak mempunyai kewenangan penuh terhadap
keputusan pemerintahan. Demokrasi terbentuk menjadi suatu system pemerintahan sebagai
respon kepada masyarakat umum yang ingin menyuarakan pendapat mereka. Dengan adanya
system demokrasi, kekuasaaan absolute satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan
pemerintahan otoriter lainnya dapat dihindari. Demokrasi memberikan kebebasan
berpendapat bagi rakyat.
Indonesia telah mengalami enam kali pergantian kepala Negara dan beberapa kali
pergantian sistem pemerintahan. Kita bisa menilik berbagai macam periodesasi sejarah di
Indonesia dan membandingkannya satu sama lain. Dari berbagai macam perbandingan
tersebut tentunya kita bisa menilai masa mana yang paling demokratis meskipun penilaian
kita entah bersifat subjektif atau objektif. Perbandingan bisa dilakukan antara Orde Lama
(demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin), Orde Baru, dan masa reformasi.
1.2 Tujuan
1. Memahami perkembangan politik pada masa Demokrasi Terpimpin mulai dari Menuju
Demokrasi Terpimpin, dan Peta Kekuatan Politik Nasional
2. Memahami Kebijakan dam sistem ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin terkait
dengan Dewan Perancang Nasional, Devaluasi Mata Uang, dll.
Demokrasi Terpimpin merupakan era politik Indonesia setelah berakhirnya era Demokrasi
Parlementer.Sistem demokrasi terpimin lahir setelah konstituante gagal merancang UUD tetap,
dibubarkan dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 (Mahfud,2012;159). Dekrit Presiden ini
ditetapkan sendiri oleh presiden Sukarno di kala situas politik Indsonesia kacau setelah konstituante
tidak mampu menyelesaikan tugas mereka membuat undang-undang. Undang-undang yang berlaku
pada masa demokrasi parlementer adalah UUDS 1950 (Undang-undang Dasar Sementara 1950). Pada
masa itu, kabinet berganti sebanyak 7 kali selama 9 tahun meskipun sukses menyelenggarakan
Pemilu 1955 secara tertib dan adil sampai diklaim sebagai pemilu yang paling bersih dalam sejarah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Menuju Demokrasi Pemimpin
Kehidupan sosial politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950 hingga
1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional. Kabinet yang silih berganti
membuat program kerja kabinet tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Partai-
partai politik saling bersaing dan saling menjatuhkan. Mereka lebih mengutamakan
kepentingan kelompok masing-masing.
Di sisi lain, Dewan Konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum 1955
tidak berhasil menyelesaikan tugasnya menyusun UUD baru bagi Republik Indonesia.
Padahal Presiden Soekarno menaruh harapan besar terhadap Pemilu 1955, karena bisa
dijadikan sarana untuk membangun demokrasi yang lebih baik. Hal ini seperti yang
diungkapkan Presiden Soekarno bahwa “era ‘demokrasi raba-raba’ telah ditutup”. Namun
pada kenyataanya, hal itu hanya sebuah angan dan harapan Presiden Soekarno semata.
Kondisi tersebut membuat Presiden Soekarno berkeinginan untuk mengubur
partai-partai politik yang ada, setidaknya menyederhanakan partai-partai politik yang ada
dan membentuk kabinet yang berintikan 4 partai yang menang dalam pemilihan umum
1955. Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, pada tanggal 21 Februari 1957, di
hadapan para tokoh politik dan tokoh militer menawarkan konsepsinya untuk
menyelesaikan dan mengatasi krisis-krisis kewibawaan pemerintah yang terlihat dari
jatuh bangunnya kabinet.
Presiden juga menekankan bahwa Demokrasi Liberal yang dipakai saat itu
merupakan demokrasi impor yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat bangsa
Indonesia. Untuk itu ia ingin mengganti dengan suatu demokrasi yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Demokrasi Terpimpin.
2
Upaya untuk menuju Demokrasi Terpimpin telah dirintis oleh Presiden Soekarno
sebelum dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Langkah pertama adalah
pembentukan Dewan Nasional pada 6 Mei 1957. Sejak saat itu Presiden Soekarno
mencoba mengganti sistem demokrasi parlementer yang membuat pemerintahan tidak
stabil dengan demokrasi terpimpin. Melalui panitia perumus Dewan Nasional, dibahas
mengenai usulan kembali ke UUD 1945.Presiden Soekarno mengumumkan dekrit yang
memuat tiga hal pokok yaitu :
1. Dampak Positif :
Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan
negara.
Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga
tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen
tertertunda pembentukannya.
2. Dampak Negatif :
Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
UUD yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan
pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong
belaka.
Memberi kekuasaan yang besar pada presiden, MPR, dan lembaga tinggi
negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut
sampai Orde Baru.
Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak
Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang
disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa
sampai sekarang.
3
Sistem Politik Demokrasi Terpimpin
Dengan berlakunya UUD 1945 dan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno langsung
memimpin pemerintahan & segera mengambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
Kabinet Kerja
Pada tanggal 22 Juli 1959 keluar penetapan Presiden No. 1 tahun 1959
yang menetapkan bahwa sebelum terbentuk DPR berdasarkan UUD 1945, maka
DPR yang telah dibentuk berdasarkan UU No. 37 tahun 1953 menjalankan
4
tugasnya sebagai DPR. Tetapi penolakan DPR terhadap RAPBN tahun 1960
mengakibatkan Presiden membubarkan lembaga tersebut berdasarkan penetapan
Presiden No. 3 Tahun 1960, tanggal 5 Maret 1960. Pada tanggal 24 Juni 1960
DPR diganti dengan DPR-GR yang anggotanya berasal dari tiga partai besar
(PNI, NU, PKI). Ketiga partai ini dianggap telah mewakili semua golongan
seperti nasional, agama dan Komunis yang sesuai dengan konsep Nasakom.
Tugas pokok DPR-GR melaksanakan Manipol, merealisasikan amanat
penderitaan rakyat dan melaksanakan demokrasi terpimpin.
FRONT NASIONAL
5
yang berpusat di Jawa terutama PKI dan merangkul angkatan–angkatan bersenjata
lainnya terutama angkatan udara.
Kekuatan politik baru lainnya adalah PKI. PKI sebagai partai yang bangkit
kembali pada tahun 1952 dari puing–puing pemberontakan Madiun 1948. PKI kemudian
muncul menjadi kekuatan baru pada pemilihan umum 1955. Dengan menerima penetapan
Presiden No. 7 1959, partai ini mendapat tempat dalam konstelasi politik baru. Kemudian
dengan menyokong gagasan Nasakom dari Presiden Soekarno, PKI dapat memperkuat
kedudukannya. Sejak saat itu PKI berusaha menyaingi TNI dengan memanfaatkan
dukungan yang diberikan oleh Soekarno untuk menekan pengaruh TNI AD.
PKI berusaha mendapatkan citra yang positif di depan Presiden Soekarno. Pki
menerapkan strategi “menempel” pada Presiden Soekarno. Secara sistematis, PKI
berusaha memperoleh citra sebagai pancasilais dan pendukung kebijakan–kebijakan
Presiden Soekarno yang menguntungkannya. Seperti yang diungkapkan D.N. Aidit
bahwa melaksanakan Manipol secara konsekuen, sama halnya dengan melaksanakan
program PKI. Hanya kaum Manipolis munafik dan kaum reaksionerlah yang berusaha
menghambat dan menyabot manipol. Apa yang diungkapkan Aidit ini merupakan upaya
untuk memperoleh citra sebagai pendukung Soekarno.
PKI memanfaatkan ajaran Nasakom ciptaan Soekarno dengan baik, karena lewat
Nasakom PKI mendapat tempat yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Kedudukan
PKI dan respektabilitasnya sebagai kekuatan politik menjadi semakin kuat, terlihat ketika
Presiden Soekarno akan membubarkan partai melalui penetapan presiden. Konsep aal
adalah membubarkan partai yang memberontak. Namun pada keputusan final, Presiden
Soekarno merubahnya menjadi “sedang memberontak”, sehingga rumusan berbunyi
“sedang memberontak karena para pemimpinnya turut dalam pemberontakan…” .
sehingga calon partai yang dibubarkan hanya Masyumi dan PSI, sedangkan PKI yang
memberontak pada tahun 1948 terhindar dari pembubaran.
6
Ketika TNI AD mensinyalir adanya upaya dari PKI melakukan tindakan
pengacauan di Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi
Selatan, pimpinan TNI AD mengambil tindakan berdasarkan UU Keadaan Bahaya
mengambil tindakan terhadap PKI dengan melarang terbitnya Harian Rakyat dan
dikeluarkan perintah penangkapan Aidit dan kawankawan, namun mereka berhasil lolos.
Kegiatan-kegiatan PKI-PKI di daerah juga dibekukan. Namun tindakan TNI AD ini tidak
disetujui oleh Presiden Soekarno dan memerintahkan segala keputusan dicabut kembali.
Presiden Soekarno melarang Peperda mengambil tindakan politis terhadap PKI.
Pada akhir tahun 1964, PKI disudutkan dengan berita ditemukannya dokumen
rahasia milik PKI tentang Resume Program Kegiatan PKI Dewasa ini. Dokumen tersebut
menyebutkan bahwa PKI akan melancarkan perebutan kekuasaan. Namun pimpinan PKI,
Aidit, menyangkal dengan berbagai cara dan menyebutnya sebagai dokumen palsu.
Peristiwa ini menjadi isu politik besar pada tahun 1964. Namun hal ini diselesaikan
Presiden Soekarno dengan mengumpulkan para pemimpin partai dan membuat
kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan diantara unsur-unsur di dalam negeri
diselesaikan secara musyawarah karena sedang menjalankan proyek Nekolim,
konfrontasi dengan Malaysia.
Kesepakatan tokoh-tokoh partai politik ini dikenal sebagai Deklarasi Bogor.
Namun PKI melakukan tindakan sebaliknya dengan melakukan sikap ofensif dengan
melakukan serangan politik terhadap Partai Murba dengan tuduhan telah memecah belah
persatuan Nasakom, dan akan mengadakan kudeta serta akan membunuh ajaran dan
pribadi Presiden Soekarno. Upaya-upaya PKI ini membawa hasil dengan ditangkapnya
tokohtokoh Murba, diantaranya Soekarni dan partai Murba dibekukan oleh Presiden
Soekarno.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demokrasi secara umum merupakan system pemerintahan yang segenap rakyat turut
serta memerintah dengan perantara wakil-wakilnya. Namun ada juga yang menyatakan suatu
system politik yang dimana kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-
wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminya
kebebasan politik.
Dalam demokrasi kebijakan rakyat menjadi prioritas suatu sistem, di Indonesia sistem
demokrasi yang digunakan adalah demokrasi pancasila dengan mengedepankan adanya
prinsip musyawarah. Dengan bermusyawarah diharapkan dapat memuaskan semua pihak
yang berbeda pendapat, suatu harapan yang sebenarnya sangat sulit dapat diwujudkan dalam
praktek berbangsa dan bernegara.
Di masa Demokrasi Terpimpin, peranan lembaga eksekutif jauh lebih kuat bila
dibandingkan dengan peranannya di masa sebelumnya. Peranan dominan lembaga eksekutif
tersentralisasi di tangan Presiden Soekarno. Lembaga eksekutif mendominasi sistem politik,
dalam arti mendominasi lembaga-lembaga tinggi negara lainnya maupun melakukan
pembatasan atas kehidupan politik. Partai politik dibatasi dengan hanya memberi peluang
berkembangnya partai-partai berideologi nasakom.