Anda di halaman 1dari 15

DWIFUNGSI ABRI

Untuk memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen H. Zaenal Abidin, MM

Disusun Oleh :

1. Rani Rohma Yulivia (18106620005)

2. Siti Linda Khoirun Nikmah (18106620022)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN A

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM BALITAR

BLITAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Pendidikan

Kewarganegaraan dan juga untuk menambah pengalaman penulis.

Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu

kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua informan yang telah

berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami

menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan

kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan

saran untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Dwi Fungsi ABRI

dapat bermanfaat untuk semua siswa dan bisa menjadi inspirasi bagi pembaca.

Blitar, 10 Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2

1.3 Tujuan................................................................................................... 2

BAB II : ISI

2.1 Latar Belakang, Sejarah ABRI............................................................. 3

2.2 Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI pada Masa Orde Baru........................ 4

2.3 Dwi Fungsi ABRI dalam Kenangan.................................................... 8

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................... 10

3.2 Saran..................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dwifungsi ABRI adalah salah satu konsep politik yang menempatkan

ABRI baik sebagai Kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan sosial politik

dalam supra maupun infra struktur politik sekaligus. Struktur politik yang

demikian itu telah diatur melalui peraturan perundang-undangan yang ada.

Struktur yang demikian tidak ditemukan dalam sistem di negara yang

menganut paham demokrasi liberal maupun parlementer. Perbedaan tersebut

tidak hanya pada struktur namun juga pada mekanismenya.

Walaupun Dwifungsi ABRI dalam perkembangannya telah merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari sistem demokrasi Pancasila, harus diakui

secara jujur bahwa masih ada sementara pihak yang mempersoalkan

eksistensinya. Mereka yang menolak Dwifungsi ABRI menganggap bahwa

tidak seharusnya ABRI menempati jabatan-jabatan di luar fungsi Hankam,

karena menganggap bahwa jabatan tersebut merupakan porsi golongan sipil.

Mereka mengemukakan bahwa keberadaan ABRI diluar Hankam disebabkan

oleh adanya keadaan darurat di masa lalu yang dipertahankan. Maka kritik

yang tajam dilontarkan dengan mengatakan bahwa konsep Dwifungsi ABRI

adalah “pembenaran” terhadap keadaan darurat yang hendak dipertahankan

tersebut.

1
Pandangan yang demikian itu tentu tidak sesuai dengan sistem yang

berlaku di Indonesia. Adanya perbedaan sistem tersebut disebabkan karena

adanya perbedaan latar belakang yang melahirkan sistem politik di masing-

masing negara. A.S. S. Tambunan SH. Mengetengahkan adanya empat

landasan pokok yang terpenting untuk dapat mengerti suatu sistem politik

suatu politik negara, ialah: (1) ekologi negara yang bersangkutan, (2) sejarah

bangsanya, (3) struktur sosialnya, dan (4) sistem nilai ideologi bangsanya.

Keempat landasan pokok tersebut sangat mempengaruhi tatacara

pengambilan putusan politik dari negara yang bersangkutan.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam pembahasan materi mengenai “Dwifungsi ABRI” kami

mengangkat rumusan masalah yaitu:

1. Apa latar belakang dan sejarah dari ABRI?

2. Bagaimana pelaksanaan dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru?

3. Bagaimana dwifungsi ABRI dalam kenangan?

1.3 Tujuan Masalah

Dalam pembahasan materi mengenai “Dwifungsi ABRI” kami

mengangkat tujuan yaitu:

1. Untuk mengetahui latar belakang dan sejarah dari ABRI.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru.

3. Untu mngetahui dwifungsi ABRI dalam kenangan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang dan Sejarah ABRI

a. Latar Belakang Dwifungsi ABRI

Dwifungsi pertama kali dilontarkan oleh Abdul Haris Nasution pada

peringatan ulang tahun Akademi Militer Nasional (AMN) pada 12

November 1958 di Magelang, dan istilah “dwifungsi” diperkenalkan pada

rapat pimpinan Polri di Porong 1960. Dwifungsi merupakan istilah untuk

menyebut dua peran militer, yaitu fungsi tempur dan fungsi “Pembina

wilayah” atau Pembina masyarakat. Nasution menganggap, bahwa ”TNI

bukan sekedar sebagai alat sipil sebagaimana terjadi di negara-negara

Barat dan bukan pula sebagai rezim militer yang memegang kekuasaan

negara. Dwifungsi merupakan kekuatan sosial, kekuatan rakyat yang bahu-

membahu dengan kekuatan rakyat lainnya”.

b. Sejarah ABRI

Sejarah berdirinya ABRI berawal setelah Indonesia menyatakan

kemerdekaan, laskar-laskar banyak didirikan oleh para pemuda di tingkat

lokal. Selain bersifat lokal, umumnya keberadan laskar kurang

terorganisir. Awal berdirinya tentara Indonesia adalah Badan Penolong

Korban Perang yang didirikan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI) pada 22 Agustus 1945. Badan tersebut mencakup Badan

Keamanan Rakyat (BKR).

3
Dalam undang-undang pembentukannya, disebut bahwa salah satu fugsi

BKR adalah memelihara keamanan rakyat bersama badan-badan

negara lain yang bersangkutan. Dalam hierarki pemerintah, BKR

ditempatkan dibawah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Sedangkan BKR yang ada di daerah secara paralel juga berada

dibawah Komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah.

Lalu pada tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara

Keamanan Rakyat (TKR). Hari kelahiran TKR kemudian ditetapakan oleh

pemerintah menjadi Hari TNI dan diperingati setiap tahun. Kemudian

Tentara Keamanan Rakyat diganti menjadi Tertara Keselamatan

Rakyat pada 1 Januari 1946 dan sekali lagi menjadi Tentara Rakyat

Indonesia pada 24 Januari 1946. Akhirnya pada tanggal 5 Mei 1947 TRI

dan berbagai kelompok laskar rakyat digabung menjadi TNI.

2.2 Pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada Masa Orde Baru

Yang dimaksud dengan Orde Baru ialah tatanan seluruh kehidupan

masyarakat, bangsa, dan negara yang kita letakkan kembali kepada

kemurniaan pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Orde

Baru di satu pihak telah melakukan koreksi total atas penyelewengan-

penyelewengan di segala bidang yang terjadi pada masa- masa sebelumnya,

di lain pihak berusaha menyusun kembali kekuatan bangsa dan menentukkan

cara- cara yang tepat untuk menumbuhkan stabilitas nasional jangka panjang,

dalam rangka mempercepat proses pembangunan bangsa berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dilihat dari prosesnya, Orde Baru

4
adalah salah satu proses yang panjang, mengingat penyelewengan yang

terjadi pada masa-masa lampau telah berjalan bertahun-tahun, sehingga

hampir menyentuh segala segi kehidupan bangsa. Maka diperlukan

perombakan sikap mental yang mendahulukan kepentingan bersama daripada

kepentingan pribadi atau golongan. Di samping itu juga mengusahakan agar

pola sikap dan pola kerja yang berorientasi kepada program.

Ketika Soeharto ditunjuk sebagai Presiden berdasarkan ketetapan MPR

No.IX/MPRS/1966 Soeharto kemudian menerima penyerahan kekuasaan

pemerintah dari Presiden Soekarno, pada saat sidang istimewa MPRS yang

dilaksanakan pada tanggal 7 sampai dengan 11 Maret 1967. Soeharto ditunjuk

oleh MPRS sebagai pejabat Presiden sampai terpilihnya Presiden oleh MPR

hasil pemilihan Umum. Jendral Soeharto dilantik menjadi Presiden pada

tanggal 27 Maret 1968 dengan berdasarkan TAP MPRS

No.XLIV/MPRS/1968 pada saat sidang istimewa.

Pada perkembangannya ABRI menjadi kekuatan dominan dalam

pemerintahan. Presiden berasal dari ABRI, dan juga banyak mentri dari

ABRI. Bahkan pada kurun waktu 1960 an dan 1970 an hampir semua

Gubenur dan Bupati/Walikota berasal dari ABRI, ditambah pula dengan

KOPKAMTIB (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) yang

mempunyai peranan yang cukup besar pada waktu itu. Partai-partai politik

pun menjadi kurang berpengaruh dan mengalami intervensi dari pihak militer

untuk menjamin agar pemimpin pemimpinya tidak mengganggu stabilitas

politik.

5
Selain itu, pengaruh yang cukup besar dalam implementasi peran sosial

politik ABRI ini juga terasa dalam parlemen. Berawal dari penetapan

Presiden No.4 Tahun 1960 menegenai pembentukan DPR baru yang disebut

DPR-GR (gotong royong). Komposisi DPR-GR adalah 130 orang wakil dari

partai politik dan 152 orang dari perwakilan golongan fungsional (karya)

serta seorang wakil dari Irian Barat. TNI memporel jatah 35 kursi sebagai

bagian dari golongan fungsional (karya) angkatan bersenjata.

Ini merupakan saat pertama TNI memiliki wakil dalam lembaga legislatif.

Posisi ini kemudian di ikuti dengan penempatan wakil TNI di DPRD, baik

daerah tingkat I maupun tingkat II. Pada perkembangan berikutnya, posisi

parlemen semakin kuat. Masa orde baru dibawah Soeharto ini menempatakan

TNI dalam posisi strategis. Pada perkembangan selanjutnya jumlah kursi TNI

di DPR mengalami peningkatan. TNI memperoleh 100 kursi, sedangkan di

DPRD I dan DPRD II memperoleh 20% jatah kursi dari total anggota yang

ada dalam lembaga perwakilan tersebut.

Posisi ABRI yang menjadi mayoritas di parlemen pun mau tidak mau ikut

mempengaruhi dari setiap kebijakan yang dihasilkan.secara tidak langsung

Soeharto mengendalikan lembaga legislatif ini melalui anggota anggota

ABRI yang duduk di Parlemen. Sehingga kebijakan kebijkan yang bisa

mengancam stabilitas pemerintahannya dapat di minimalisir dengan adanya

peran militer di dalamnya. Dengan masuknya ABRI dalam parlemen, maka

semakin memperkokoh kedudukan dan posisi militer, serta pengaruh

militernya dalam bidang sosial politik di Indonesia.

6
Ada beberapa faktor yang menyebabkan militer berperan dalam bidang sosial

politik:

1. Adanya anggapan bahwa militer berperan menegmban tugas sebagai

penyelamat Negara. Anggapan ini muncul karena pada awalnya mereka

dibentuk sebagai alat pertahanan Negara. Oleh karena itu tugas ini pula,

rasa nasionalisme yang melekat pada militer kelihatan lebih kuat.

2. Ada semacam kepercayaan pada golongan militer bahwa mereka

memiliki identitas khusus dalam masyrakat, mereka mengidentifikasikan

dirinya sebagai pelindung kepentingan nasional.

3. Militer mengidentifikasikan dirinya sebagai artiber atau stabilisator bagi

negaranya. Peran ini sering diartikan bahwa jika militer mengambil alih

kekuasaan politik selalu disertai pernyataan pengambil alihan peranan

politik itu bersifat sementara sampai stabilitas dan ketertiban umum

terpenuhi.

4. Militer mengidentifikasi dirinya sebagai pelindung kebebasan umum.

Sama halnya dengan di Indonesia, militer merasa dirinya sangat

mempunyai peran yang terpenting dalam Negara, bukan hanya sebagai

alat pertahanan keamanan saja, tetapi juga pelindung nasional yang

mengintegrasikan dirinya dalam kancah politik di Indonesia. Dengan

kebijkan Dwifungsi ABRI yang dimilikinya, militer merasa bahwa

tindakan-tindakan yang dilakukannya adalah semata-mata untuk

kepentingan rakyat, walaupun pada perjalanannya peran militer

mempunyai perluasan peran yang menjadikan militer sebagai kekuatan

yang mendominasi dalam pemerintahan.

7
2.3 Dwifungsi ABRI dalam Kenangan

ABRI mengemban fungsi kekuatan Hankam dan sekaligus fungsi sebagai

kekuatan sosial politik. ABRI merupakan komponen utama dalam kekuatan

Hankam. Umumnya militer mempunyai kecenderungan memainkan peran

lebih besar dalam politik nasional. Amos Perlmutter (1980) mengutarakan

alasan-alasan campur tangan militer dalam politik adalah antikolonialisme,

nasionalisme, oposisi terhadap rezim sipil nasionalis, Taufik Abdullah (1981)

dalam tulisannya mengenai hubungan sipil militer di dunia ketiga,

menyatakan kemungkinan untuk campur tangan politik tidak hanya

bersumber dari pihak militer itu sendiri.

Penulis lain yang mencoba menjawab dalam politik ialah Harold Crough

(The Military in the Political Development of the New Nations, Chicago

University Press, 1964). Pertama, nilai-nilai dan sikap para perwira militer

terhadap orientasi mereka pada politik dan pandangan mereka terhadap

kekuatan. Kedua, pengaruh eksternal yakni solid ekonomi, situasi politik.

Ketiga, faktor internasional dapat membuat kecenderungan militer melakukan

intervensi dalam politik. Finer (1962) dalam bukunya “The Man of

Houseback” mengemukakan motif-motif yang menyebabkan keterlibatan

militer dalam politik ialah:

1. Nasib para prajurit,

2. Kepentingan nasional,

3. Kepentingan kelas,

4. Kepentingan daerah,

5. Kepentingan Korps Angkatan Bersenjata, dan

8
6. Kepentingan individual.

Mengenai kontribusi militer dalam pembangunan tampak berada dalam

bidang-bidang pembaharuan nilai-nilai, pertumbuhan ekonomi, dan

kesejahteraan sosial. Menurut Finer (1962) ada tiga kemungkinan dapat

terjadi, yaitu menyerahkan kekuasaan menjadi sipil kembali dan petugas sipil.

Hasil penelitian Finer menemukan bahwa pihak-pihak militer di Amerika

Latin telah melepaskan jabatannya dan kembali ke barak. Dalam

menganalisis peran militer dalam pembangunan sangat berguna bagi anda

untuk melihat pengalaman Indonesia yakni mempelajari sejarah konsep

dwifungsi ABRI.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan konsep Dwifungsi ABRI yang terbuka, pandangan yang jauh

kedepan demi kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara, diharapakan

dapat diambil manfaatnya dalam pembelajaran didunia pendidikan kita saat

ini. Dwifungsi merupakan kekuatan sosial, kekuatan rakyat yang bahu-

membahu dengan kekuatan rakyat lainnya. Sejarah berdirinya ABRI berawal

setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan, laskar-laskar banyak didirikan

oleh para pemuda di tingkat lokal.

Pada perkembangannya ABRI menjadi kekuatan dominan dalam

pemerintahan. Presiden berasal dari ABRI, dan juga banyak mentri dari

ABRI. ABRI mengemban fungsi kekuatan Hankam dan sekaligus fungsi

sebagai kekuatan sosial politik. ABRI merupakan komponen utama dalam

kekuatan Hankam.

10
3.2 Saran

Dalam makalah ini penyusun ingin memberikan saran kepada pembaca

agar pembaca memahami makna dwifungsi ABRI, dan semoga pembaca

dapat lebih memahami pelaksanaan dwifungsi ABRI.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dari makalah ini, untuk itu

penyusun mengaharapkan kritik dan saran yang sangat membangun.

Demikian makalah kami, semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah

ilmu pengetahuan kita.

11
DAFTAR PUSTAKA

Soebijono. 1992. Dwifungsi ABRI: Perkembangan dan Peranannya dalam

Kehidupan Politik di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Press.

______, 2014. “Dwifungsi ABRI” dalam

http://wartasejarah.blogspot.com/2014/12/dwi-fungsi-abri_20.html,

diakses tanggal 8 Januari 2020. Pukul : 19.15

______, 2012. “Dwifungsi ABRI dalam Kenangan” dalam

https://id.scribd.com/doc/106687121/Dwi-Fungsi-ABRI-Dalam-

Kenanga1, diakses tanggal 9 Januari 2020. Pukul : 20.02

12

Anda mungkin juga menyukai