Anda di halaman 1dari 8

Indonesia Masa Demokrasi

Terpimpin 1959-1966
A. Latar Belakang Munculnya Demokra Terpimpin

Berlangsungnya demokrasi terpimpin di Indonesi belakangi oleh hal-hal


sebagai berikut.
1. Gagalnya Dewan Konstituante dalam menyusun U sebagai
pengganti UUDS 1950. Kegagalan itu di| oleh sikap anggota
Dewan Konstituante yang 1( mentingkan kepentingan partai dan
golongan dari pentingan nasional.
2. Gagalnya pelaksanaan demokrasi perlementer y< sesuai dengan
konstitusi dan kondisi bangsa Ii Pelaksanaan demokrasi
perlementer hanya men^ munculnya berbagai masalah bagi bangsa
Indor perti pemberontakan-pemberontakan di beberapa
3. Munculnya gerakan separatis di beberapa daerah, PRRI/Permesta.
Gerakan ini berkeinginan untuk r kan diri dari pemerintah pusat.
4. Konflik antarpartai politik yang mengganggu nasional. Partai-partai
tersebut saling berbeda per hingga sulit untuk bersatu.

Akibat situasi tersebut, integritas nasional bangsa terancam. Pada


tanggal 22 April 1959, Presiden Sukarno menganjurkan supaya kembali
kepada UUD 1945. Menanggapi usulan presiden tersebut, Dewan
Konstituante mengadakan sidang peemungutan suara. Akan tetapi,
sidang pemungutan suara Dewan Konstituante tetap tidak mencapai
hasil yang diinginkan.

Meskipun telah bersidang sebanyak tiga kali untuk melakukan


pemungutan suara, Dewan Konstituante tetap tidak berhasil
memutuskan usulan presiden tersebut. Jumlah suara anggota Dewan
Konstituante yang mendukung usulan presiden tidak mencapai kuorum
(dua pertiga seluruh anggota dewan). Hal ini mengakibatkan situasi
semakin tidak menentu. Dengan demikian, sejak tanggal 3 Juni 1959
Dewan Konstituante mengadakan reses (istirahat) yang temyata berlaku
selama-lamanya. Pengumuman istirahatnya Dewan Konstituante ini
diikuti oleh pengumuman pemerintah tentang larangan untuk melakukan
segala kegiatan politik.

1
Untuk mencegah perpecahan bangsa, Presiden Sukarno mengambil
langkah-lang-kah yang diperlukan. Presiden mengeluarkan sebuah
dekret berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 75 Tahun 1959. Dekret
tersebut kemudian dikenal dengan Dekret Presiden 5 Juli 1959. Tujuan
dikeluarkannya dekret adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang
semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.

Dekret Presiden 5 Juli 1959 berisi sebagai berikut.


1. Pembubaran Dewan Konstituante.
2. Berlakunya UUD 1945 dan
3. tidak berlakunya UUDS 1950.
4. Pembentukan MPRS dan DPAS.

Keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1959 menimbulkan dampak positif


dan dampak negatif.
Dampak positif keluamya Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah sebagai
berikut.
1. Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik yang
berkepanjangan.
2. Memberikan pedoman yang jelas berupa UUD 1945 bagi
kelangsungan kehidupan negara.
3. Merintis pembentukan lembaga negara (MPRS dan DPAS) yang
selama masa demokrasi parlementer tertertunda pembentukannya.

Dampak negatif keluamya Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah sebagai


berikut.
1. Terjadinya penyelewengan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
2. Memberi kekuasaan yang besar pada presiden, MPR, dan
lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa demokrasi
terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
3. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.
Sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, militer terutama
Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani.

B. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin berlangsung antara tahun 1959-1966. Demokrasi


terpimpin bertujuan untuk mengembalikan keadaan politik negara yang

2
tidak stabil sebagai warisan masa demokrasi parlementer dan demokrasi
liberal.

Pada kenyataannya, pelaksanaan demokrasi terpimpin banyak


mengalami penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan-
penyimpangan itu adalah sebagai berikut.

1. Besarnya Kekuasaan Presiden


Terjadi pemusatan kekuasaan ke tangan presiden dengan
wewenang yang melebihi yang ditentukan oleh UUD 1945. Besarnya
kekuasaan presiden tampak dalam beberapa hal sebagai berikut
a. Presiden mengangkat ketua MPRS dan DPRS menjadi
menteri negara yang berarti sebagai pembantu presiden.
Selanjutnya, MPRS mengangkat Sukarno sebagai presiden
seumur hidup melalui Tap MPRS No. II VI 963.
b. Pidato presiden yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi
Kita pada tanggal 17 Agustus 1959 (Manifesto Politik
Republik Indonesia atau Manipol) ditetapkan sebagai GBHN
atas usul DPAS. Manipol ditetapkan sebagai GBHN berdasart
MPRS No. I Tahun 1960.
c. Pidato presiden yang berjudul Berdiri di Atas Kaki Sendiri
(Berdikari) dijadikan sebagai pedoman revolusi dan politik
luar negeri Indonesia.
d. Pembubaran Peperti (Penguasa Perang Tertinggi) yang
diketuai A.H. Nasution diganti ganti dengan KOTI (Komando
Operasi Tertinggi) yang memiliki wewenang menentukan
komandan daerah.
e. Mengganti Paran (Panitia Retooling Aparatur Negara) sebuah
badan retoolir yang dikepalai oleh A.H. Nasution dengan
Kontrar (Komando Operasi Tertinggi retoling Aparatur
Revolusi), badan yang sama tetapi di bawah pimpinan
Subandrio.
f. Presiden membubarkan DPR hasil pemilu karena RAPBN
yang diajukan pemerintah tidak disetujui oleh DPR.
Kemudian, presiden membentuk DPR-GR.
g. Presiden mengeluarkan produk hukum yang setingkat
undang-undang dalam bentuk penetapan presiden (penpres).
Misalnya, pembentukan MPRS dengan Penpres No. 2/1959,
DPAS dengan Penpres No. 3/1959, dan DPR-GR dengan
Penpres No 3/1960. DPAS diketuai oleh Presiden sendiri.

3
h. Presiden menghapus jabatan wakil presiden. Sebagai
gantinya, presiden mengangkat Ir. Juanda sebagai menteri
pertama dan presiden merangkap menjadi perdana menteri
dalam Kabinet Kerja yang telah terbentuk.
i. Presiden membentuk Front Nasional berdasarkan Penpres No.
13/1959. Front Nasional bertujuan menyatukan segala bentuk
potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan
pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden
Sukarno sendiri. .

2. Penataan Kehidupan Partai Politik


Pada masa demokrasi terpimpin, partai politik yang ada disederhanakan
pemerintah. Kebebasan partai politik dibatasi melalui Penpres No.
7/1959. Partai politik disederhanakan dari 28 partai menjadi 11 partai.
Pembatasan gerak-gerik semakin memperkuat kedudukan presiden.
Kedudukan presiden yang kuat tampak dengan tindakannya untuk
membubarkan dua partai politik. Pada tanggal 17 Agustus 1960,
presiden membubarkan dua partai politik, yaitu Masyumi da Sosialis
Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebut adalah karena
sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam
pemberontakan PRRI dan Permesta.

3. Dominasi PKI dalam Ajaran Nasakom


Ajaran Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) bertujuan untuk
menggalang persatuan bangsa dengan cara menyamakan pemahaman
mengenai kehidupan berbangsa dan bemegara. Kedudukan PKI menjadi
makin kuat dengan adanya ajaran Nasakom. Akibatnya, terjadi benturan
antara PKI dan partai-partai politik lain. Dengan demikian, ajaran
Nasakom justru makin membawa bangsa Indonesia kejurang
perpecahan.

4. Adanya Ajaran Resopim , ,


Ajaran Resopim (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan
Nasional) bertujuan untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno.
Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia ke-16.

4
Inti dari ajaran ini adalah bahwa
seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai
melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh seorang
Panglima Besar Revolusi, yaitu Presiden Sukarno.

5. Penyimpangan Arah Politik Luar Negeri

Berikut adalah beberapa penyimpangan arah politik luar negeri


Indonesia selama demokrasi terpimpin.
a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Politik konfrontasi Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old
Established Forces) dilandasi oleh perbedaan ideologi. Nefo
mempakan kekuatan baru atau negara-negara progresif
revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis
umumnya) yang antiimperialisme dan kolonialisme. Oldefo
merupakan kekuatan lama yang telah mapan atau negara-negara
kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Untuk
mewujudkan Nefo, dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-
Peking-Pyong Yang.

b. Konfrontasi dengan Malaysia dan Keluar dari Keanggotaan PBB


Konfrontasi dengan Malaysia disebabkan pemerintah tidak setuju
dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap
sebagai proyek neokolonialisme Inggris. Dalam rangka
konfrontasi tersebut, presiden mengumumkan Dwi Komando
Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964.

Untuk melaksanakan Dwikora maka dibentuklah Komando


Mandala Siaga (Kolaga) di bawah pimpinan Marsekal Madya
Omar Dani (Menteri/PanglimaAngkatan Udara). Komando ini
kemudian mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan
Malaysia Barat. Pada tanggal 7 Januari 1965.

Indonesia juga menyatakan keluar dari keanggotaan PBB. Hal itu


karena Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB.

c. Politik Mercusuar
Berlangsungnya Politik Mercusuar adalah kelanjutan politik Nefo
dan Oldefo. Presiden menganggap bahwa Indonesia merupakan

5
mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya, presiden menyelenggarakan proyek-
proyek besar dan spektakuler. Proyek-proyek tersebut
membutuhkan biaya yang sangat besar, antara lain untuk
menyelenggarakan :

Ganefo (Games of the New Emerging Forces), pembangunan


kompleks olahraga S sebagai pendukung Ganefo, serta biaya
perjalanan bagi delegasi asing.

C. Sistem Ekonomi Demokrasi Terpimpin


Selama masa demokrasi terpimpin, sistem ekonomi yang berlaku di
Indonesia adalah sistem ekonomi terpimpin. Dalam sistem ekonomi
terpimpin, semua aktifitas ekonomi disentralisasikan di pemerintah
pusat. Sementara itu, daerah hanya menjadi kepanjangan tangan dari
pusat. Peristiwa ekonomi selama berlangsungnya demokrasi terpimpin,
antara lain sebagai berikut.

1. Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)


Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, pada tanggal 15
Agustus pemerintah membentuk Dewan Perancang Nasional
(Depernas). Depernas di oleh Moh. Yamin. Dalam waktu satu
tahun, Depernas berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-
Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana untuk
tahun 1961-1969. Rancangan tersebut disetujui oleh MPRS. Pada
tahun 1963, Depernas diganti namanya menjadi Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas) dipimpin oleh Presiden
Sukarno.

2. Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)


Devaluasi bertujuan untuk membendung inflasi, mengurangi
jumlah uang beredar, dan meningkatkan nilai rupiah. Kebijakan
devaluasi dikeluarkan pemerintah pada tanggal 24 Agustus 1959.
Wujud dari kebijakan devaluasi adalah penurun mata uang. Uang
kertas yang mempunyai nilai nominal Rp500,00 diturunkan
menjadi Rp50,00 dan yang bernilai Rp 1.000,00 dihapuskan.
Semua simpanan dalam bank melebihi Rp25.000,00 dibekukan.
Kebijakan devaluasi tidak banyak memberikan hasil.

6
Kemerosotan ekonomi tetap tidak dapat diatasi. Indeks biaya
hidup terus mengalami kenaikan hingga 225 %.

3. Deklarasi Ekonomi (Dekon)


Untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang makin memburuk,
pemerintah mengeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi
secara menyeluruh. Landasan baru yang dikeluarkan pada tanggal
28 Maret 1963 itu dikenal sebagai Deklarasi Eknomi atau Dekon.
Dekon dinyatakan sebagai strategi dasar ekonomi terpimpin
Indonesia yang menjadi bagian dari strategi umum revolusi
Indonesia. Tujuan Dekon adalah menyukseskan Pembangunan
Sementara Berencana 8 tahun, Selain itu, untuk menciptakan
ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-
sisa imperialisme dalam rangka mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaanya, Dekon
tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi.
Hal ini tampak dengan adanya kenaikan harga barang mencapai
400% 1961-1962.

4. Pemusatan Bank-Bank Pemerintah

Pada masa demokrasi terpimpin, keuangan negara terus mengalami


defisit. Untuk mengatasi defisit negara tersebut, pemerintah melakukan
pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Akibatnya, angka
inflasi terus mengalami kenaikan. Pada tahun 1966, inflasi telah
mencapai 650%.

Berdasarkan Penpres No. 8/1965, organisasi bank-bank pemerintah


dipusatkan kepada Menteri Urusan Bank Sentral. Bank-bank pemerintah
tersebut kemudian menjadi unit dari Bank Negara Indonesia. Tindakan
ini menyebabkan timbulnya spekulasi dan penyelewengan penggunaan
uang negara karena tidak adanya kontrol yang jelas.

5. Pembentukan Komando Tertinggi Operasi Ekonomi


(Kotoe) dan Kesatuan Operasi (Kesop)

Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (Kotoe) dan Kesatuan Operasi


(Kesop) dibentuk pada tanggal 17 April 1964. Kotoe dan Kesop
bertujuan meningkatkan usaha perdagangan.

7
Kegagalan pemerintah dalam menangani masalah ekonomi pada masa
demokrasi terpimpin disebabkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Semua kegiatan ekonomi terpusat sehingga kegiatan ekonomi
mengalami penurunan yang disertai dengan inflasi.
2. Masalah ekonomi tidak diatasi secara rasional, tetapi diatasi
dengan cara-cara politis.
3. Kemenangan politik diutamakan, sedangkan kehidupan ekonomi
diabaikan.
4. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangan
antara satu per-aturan dengan peraturan yang lainnya.
5. Tidak ada ukuran yang objektif untuk menilai suatu usaha atau
hasil dari suatu usaha.

Anda mungkin juga menyukai