Anda di halaman 1dari 9

DINAMIKA KONSTITUSI, SISTEM PEMERINTAHAN, DAN

KETATANEGARAAN DI INDONESIA PADA MASA


ORDE LAMA (1959-1966)

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dinamika Konstitusi dan


Ketatanegaraan RI
Dosen Pengampu: Drs. Yulianto Bambang Setyadi, M.Si

Oleh:
Yudo Ari Wicaksono
A220150067

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada suatu negara di dunia pasti mempunyai konstitusi, karena konstitusi
merupakan salah satu syarat penting untuk mendirikan dan membangun suatu
negara yang merdeka, oleh karenanya begitu pentingnya konstitusi itu dalam suatu
negara. Konstitusi merupakan suatu kerangka kehidupan politik yang
sesungguhnya telah dibangun pertama kali peradaban dunia dimulai, karena
hampir semua negara menghendaki kehidupan bernegara yang konstitusional,
adapun ciri-ciri pemerintahan yang konstitusional diantaranya memperluas
partisipasi politik, memberi kekuasaan legislatif pada rakyat, menolak
pemerintahan otoriter dan sebagainya (Nasution, 1995:16).
Indonesia sebagai negara yang merdeka tentu saja mempunyai konstitusi
sebagai landasan menjalankan pemerintahan negara. Terbentuknya konstitusi di
Indonesia diawali dari janji Jepang yang kemudian membentuk Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam bahasa Jepang
disebut Dokuritsu Zumbi choosakai, kemudian terbentuk pada tanggal 29April
1945, dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, mulai bekerja tanggal 29 Mei 1945,
maka dengan terbentuknya BPUPKI bangsa Indonesia secara legal
mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat yang harus
dipenuhi sebagai negara yang merdeka (Darmodiharjo, 1991:26).
Perkembangan konstitusi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem
politik pada waktu tertentu, pada mulanya UUD 1945 dijadikan konstitusi, namun
sempat tidak diberlakukan pada pemerintahan Republik Indonesia Serikat. UUD
1945 kembali dijadikan konstitusi pada masa Orde Lama atas dasar Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959. Perkembangan konstitusi pada masa Orde Lama
merupakan hal yang menarik untuk dikaji, maka dalam kesempatan ini penulis
tertarik untuk mengkaji dan menuangkannya dalam bentuk tulisan ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat sebuah rumusan
masalah yaitu “Bagaimana Dinamika Konstitusi, Sistem Pemerintahan, dan
Ketatanegaraan di Indonesia pada masa Orde Lama?”.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Orde Lama (1959-1966)


Sejak proklamasi kemerrdekaan 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masuk
dalam suatu babak baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh.
Perjalanan sejarah bangsa ini tidaklah selalu berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan, banyak pengorbanan dan rintangan yang harus dihadapi dan semua itu
bahkan harus ditebus dengan harga yang mahal. Sejarah bangsa Indonesia telah
mengalami berbagai perubahan asas, ideologi, dan doktrin dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perubahan-perubahan sistem
pemerintahan yang telah terjadi pada masa awal kemerdekaan ini terkadang di
satu sisi juga sering mengancam dan membahayakan perjuangan bangsa Indonesia
dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan (Adizon dkk, 2015).
Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa sistem pemerintahan Orde Lama
sudah menjadi bagian dari perjalanan panjang sejarah Indonesia, sebab
bagaimanapun sejarah Orde Lama ikut mengantarkan Indonesia hingga masa
sekarang ini. Istilah Orde Lama dalam sejarah bangsa Indonesia adalah masa-
masa bangsa Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Masa Orde
Lama berlangsung sejak tahun 1959-1966. Dalam kurun waktu tersebut, bangsa
Indonesia mengalami beberapa kali pergantian sistem pemerintahan. Salah satu
sistem pemerintahan yang terkenal pada masa Orde Lama adalah “Demokrasi
Terpimpin”. Ciri-ciri yang membedakan dari sistem Demokrasi Terpimpin ini
dengan sistem sebelumnya adalah bergesernya sistem parlementer ke presidentil,
artinya seluruh kekuasaan dalam negara pada saat itu berada di tangan presiden
(Rode dkk, 2013:484).
1. Kondisi Politik di Masa Orde Lama
a. Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Ketegangan politik masa orde lama sudah
mulai terasa, terutama sejak Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal
5 Juli 1959. Dengan dikeluarkan Dekrit Presiden ini, maka sistem pemerintahan
Indonseia berganti dari sistem parlementer menjadi sistem Demokrasi Terpimpin.
Secara tidak langsung, isi dari Dekrit Presiden akan membawa Presiden menjadi
seorang diktator yang mana seluruh kekuasaan berada dalam satu tangan, yaitu
Soekarno (A.N, 1999:80).
Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959,
dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusi, sebab menurut UUDS
1950, Presiden tidak punya wewenang “memberlakukan” atau “tidak
memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Isi dari
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yaitu:
1) Menetapkan pembubaran konstituante
2) Menetapkan UUD 1945 diberlakukan kembali bagi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai dari tanggal penetapan
dekrit ini dab tidak berlaku lagi UUDS.
3) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditambah dengan utusan-
utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
4) Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dan
diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa lahirnya Dekrit Presiden
tersebut tidak terlepas dari pro dan kontra di kalangan anggota konstituante ketika
itu, ada semacam kekhawatiran dan ketakutan yang muncul dari pihak-pihak yang
tidak setuju dengan isi Dekrit Presiden tersebut. Sebab dengan dikeluarkannya
Dekrit Presiden artinya Soekarno mengeluarkan penetapan-penetapan yang
mengakibatkan kekuasaannya semakin kuat (A.N, 1999).
b. Peranan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Masa Orde Lama. Pasca
kemerdekaan, Indonesia menerapkan sistem multi partai yang ditandai dengan
hadirnya 25 partai politik. Menjelang Pemilu tahun 1955 yang berdasarkan
demokrasi liberal, jumlah partai politik meningkat hingga berjumlah 29 partai
politik. Namun, pada masa diberlakukannya Demokrasi Terpimpin, sistem
kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 tahun 1959
dan Penpres No. 13 tahun 1960 yang akhirnya menyisakan 10 partai politik
dengan empat partai besarnya yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI (Adizon dkk,
2015).
Partai Komunis Indonsia (PKI) selama masa orde lama, terutama dalam
masa-masa demokrasi terpimpin yang ternyata sangat banyak memberikan
pengaruhnya dalam sejarah perkembangan bangsa ini. Dalam suasana
dikembalikannya negara ke UUD 1945 itu, Presiden Soekarno bahkan
mempertegas lagi pendirian dan konsepsinya. Penegasan itu terlihat pada saat
Soekarno menyampaikan pidato kenegaraan yang berjudul “Penemuan Kembali
Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 19594 (Notosusanto, 1985:3). Pidato itu
kemudian diserahkan kepada Panitia Kerja Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
untuk dirumuskan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Panitia
kerja perumusan tersebut, yang menjadi pemimpinnya adalah seorang ketua CC
dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang paling terkenal yaitu D.N Aidit.
Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Aidit untuk memasukkan program- program
Partai Komunis Indonesia (PKI) ke dalam GBHN yang terkenal dengan nama
Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) (Adizon dkk, 2015)..
Buku-buku sejarah politik Indonesia, Partai Komunis Indonesia pada era
orde lama pernah menjadi salah satu partai yang pengaruhnya cukup besar dengan
basis massanya mayoritas adalah berasal dari kaum buruh dan petani. Bahkan
dalam pemilu 1955, Partai Komunis Indonesia (PKI) memperoleh kemenangan
yang cukup berarti, yakni berhasil mengumpulkan enam juta suara pemilih.
Keberhasilan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam mengembangkan pengaruh
ideologinya pada saat itu tentu tidak terlepas dari peranan para pemimpin-
pemimpin partainya yang selalu memegang teguh persatuan dan kesatuan dalam
mewujudkan cita-cita partai (Rossa, 2008:201).
2. Akhir dari Pemerintahan Orde Lama
Pemerintahan Orde Lama harus berakhir dengan keguncangan politik yang
terjadi pada tahun 1965. Keruntuhan Orde Lama sangat berkaitan dengan
percobaan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Selama
masa masa pemerintahan orde lama, PKI memiliki kedekatan yang sangat erat
dengan Presiden Soekarno, terlebih lagi setelah Soekarno menerapkan prinsip
NASAKOM (nasionalis, agama, dan komunis). Pemberontakan PKI yang lebih
dikenal dengan G30S/PKI ini sangat menyita perhatian masyarakat Indonesia dan
menyebabkan terganggunya stabilitas nasional indonesia. Percobaan kudeta yang
diduga didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut ternyata
membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di
Indonesia di masa-masa selanjutnya (Adizon dkk, 2015).
Situasi negara di ujung pemerintahan orde lama diwarnai oleh berbagai
kemelut di tingkat elit pemerintahan sendiri. Situasi kacau serta persaingan di
antara elit politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembunuhan
enam orang Jendral pada tanggal 1 Oktober 1965. Dampak dari peristiwa
pembunuhan enam Jendral di Jakarta tersebut, pada akhirnya memicu munculnya
berbagai aksi protes serta unjuk rasa turun ke jalan yang dilakukan oleh
mahasiswa yang tergabung dari berbagai kesatuan aksi yang meminta agar PKI
segara dibubarkan (Adizon dkk, 2015).
Pasca percobaan kudeta 1965 oleh PKI, terjadi berbagai aksi unjuk rasa di
berbagai kota di Indonesia terutama di Jakarta. Dan akhir dari bentuk aksi-aksi
protes itu tepat pada tanggal 12 Januari 1966 para demonstrans yang tergabung
dari berbagai kesatuan aksi menuntut agar Presiden Soekarno memenuhi tuntutan-
tuntutan rakyat yang terkenal dengan TRITURA (Tiga Tuntuan Rakyat). Adapun
tiga tuntutan rakyat itu adalah sebagai berikut:
1) Bubarkan PKI
2) Perombakan Kabinet
3) Turunkan Harga Kebutuhan Pokok
Soekarno memberikan kewenangan dan mandat kepada Mayjen. Soeharto
untuk memulihkan stabilitas dan keamanan negara melalui Surat Perintah Sebelas
Maret (Supersemar). Pemulihkan keamanan dan kestabilan negara dilakukan
dengan aksi-aksi militer. Selain menangkap dan memenjarakan orang- orang yang
dianggap sebagai anggota PKI, upaya lain yang dilakukan oleh Soeharto adalah
membubarkan PKI dan melarang penyebaran paham-paham yang berbau komunis
(Rossa dkk, 2004:17).
Tindakan-tindakan yang ditempuh Soeharto dalam melaksanakan tugasnya
tersebut ternyata sangat berpengaruh terhadap kemajuan kariernya, karena terbukti
beberapa tahun kemudian ia berhasil terpilih sebagai presiden Indonesia untuk
menggantikan Soekarno melalui Pemilu pada tahun 1968. Dengan jatuhnya rezim
Soekarno, maka secara otomatis berakhir pula masa- masa pemerintahan Orde
Lama (1959-1966) dan berganti dengan masa pemerintahan Orde Baru (1968-
1998) dengan Soeharto menjabat sebagai Presiden Indonesia yang kedua (Adizon
dkk, 2015).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
pemerintahan Orde Lama berlangsung kurang lebih selama tujuh tahun yaitu
dimulai dari tahun 1959-1966 dengan Soekarno sebagai Presiden. Selama masa
Orde Lama tersebut, Soekarno memberlakukan sistem pemerintahan Demokrasi
Terpimpin, di mana segala kekuasaan secara mutlak berada di satu tangan yaitu
Presiden Soekarno. Konflik di kalangan para elit politik yang terjadi selama masa
pemerintahan Orde Lama tersebut ternyata berujung dengan percobaan kudeta
yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 yang diduga dilakukan oleh PKI.
Peristiwa penculikan dan pembunuhan enam orang Jenderal seakan-akan
juga menjadi rangkaian yang tidak bisa dipisahkan dari percobaan kudeta tersebut.
Dengan ditunjuknya Mayjen Soeharto untuk memulihkan keamanan dan
kesetabilam negara pasca percobaan kudeta, maka kekuasaan pemerintahan Orde
Lama sudah mulai meredup dan pada tahun 1968 Soeharto menggantikan
Soekarno sebagai Presiden Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Rode, dkk. 2013. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rajawali Pers.

A.N, Firdaus. 1999. Dosa-dosa Politik (Orde Lama dan Orde Baru yang Tidak
Boleh Berulang Lagi di Era Reformasi). Jakarta: Al-Kautsar.

Notosusanto, Nugroho. 1985. Tercapainya Konsensus Nasional 1966-1969.


Jakarta: PN Balai Pustaka.

Roosa, John. 2008. Dalih Pembunuhan Massal (Gerakan 30 September dan


Kudeta Soeharto). Jakarta: Hasta Mitra.

Roosa, John dkk. 2004. Tahun-tahun yang Tak Pernah Berakhir (Memahami
Pengalaman Korban 65). Jakarta: ELSAM.

Anda mungkin juga menyukai