Anda di halaman 1dari 9

GLOSARIUM

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :


Keputusan atau ketetapan presiden Soekarno terkait dengan kondisi politik yang tidak
stabil akibat Dewan Konstituante tidak berhasil meyelesaikan tugasnya menyusun UUD
baru. Dekrit ini berisi 1. Pembubaran Dewan Konstituante, 2. Kembali ke UUD 45 dan tidak
berlaku lagi UUDS 1950 , 3. Pembentukan MPRS dan DPAS.

Dwikora :
Dwi Komando Rakyat yaitu komando presiden Soekarno untuk melakukan konfrontasi
kepada malaysia yang diucapkan pada tanggal 3 Mei 1964 yaitu 1. Perhebat ketahanan
Revolusi Indonesia, 2. Bantu perjuangan rakyat Manila, Singapura, Sabah Serawak dan
Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia.
Dokumen Gilchrist:
Dokumen atau catatan yang dibuat Gilchrist duta besar Inggris pada tahun 1960an.
Dokumen ini yang dijadikan alasan PKI menuduh AD akan melakukan kudeta terhadap
Soekarno

GANEFO :
Games Of The Emerging Forces merupakan Salah satu proyek mercusuar presiden
Soekarno untuk menyelenggarakan pesta olahraga negara-negara New Emerging Forces
(NEFOS)

Konfrontasi :
Cara menentang musuh atau kesulitan dengan berhadapan langsung atau terang-
terangan. Misalnya konfrontasi Indonesia dengan malaysia.

Konsepsi Presiden 1957:


Konsepsi presiden Soekarno yang bertujuan untuk mengatasi dan meyelesaikan krisis
kewibawaan kabinet yang sering dihadapi dengan dibentuknya kabinet yang anggotanya
terdiri atas 4 partai pemenang dan dibentuknya dewan Nasional.

Nawaksara :
Judul pidato presiden Soekarno pada 22 Juni 1966, menyampaikan pidato Nawaksara
dalam persidangan MPRS. Nawa berasal dari bahasa sansekerta yang berarti sembilan
dan aksara berarti huruf atau istilah. Pidato ini berisikan sembilan pokok persoalan yang
dianggap penting , oleh presiden Soekarno selaku mandtaris MPR. Isi pidato tersebut
hanya sedikit menyinggung sebab-sebab meletusnya peristiwa berdarah yang terjadi
pada 30 September 1965
A. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemilu pada tanggal 15 Desember 1955, berhasil memilih anggota-anggota DPR dan
konstituante (Dewan Penyusun UUD). Konstituante dilantik pada tanggal 10 November 1956.
Tugas utama konstituante adalah merumuskan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Sampai dengan awal tahun 1957, konstituante belum juga berhasil merampungkan tugasnya.
Sehingga pada tanggal 21 Pebruari 1957, Presiden Sukarno mengajukan gagasan yang dikenal
sebagai Konsepsi Presiden. Isi pokok dari konsepsi presiden tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sistem demokrasi liberal-parlementer perlu diganti dengan demokrasi terpimpin
2. Perlu dibentuk kabinet gotong royong yang merupakan kabinet kaki empat, yakni : PNI,
Masyumi, NU dan PKI
3. Perlu dibentuk Dewan Nasional yang anggotanya terdiri dari golongan fungsional dalam
masyarakat.
Konsepsi Presiden ini menimbulkan perdebatan dalam masyarakat dan di DPR. Partai
Masyumi, NU, PSII, Partai Katholik dan PIR menolak konsepsi tersebut. Pada tanggal 25 April
1959 di depan sidang konstituante, presiden menganjurkan agar kembali kepada UUD 1945.
Anjuran presiden ini menjadi bahan perdebatan dalam konstituante. Kemudian diputuskan untuk
mengadakan pemungutan suara (voting). Pemungutan suara dilakukan sampai tiga kali, tetapi
belum mencapai kemenangan dua pertiga suara seperti yang dipersyaratkan. Pada tanggal 3 Juni
1959 konstituante mengadakan reses (masa istirahat) dengan batas waktu yang tidak ditentukan.
Pada hari yang sama pemerintah mengeluarkan Peraturan Nomer Prt/PEPERPU/040/1059 yang
berisi larangan malakukan kegiatan-kegiatan politik. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno
mengeluarkan “Dekrit Presiden” yang isinya :
1. Pembubaran konstituante
2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dekrit ini mendapat dukungan dari TNI dan MA. Pada tanggal 22 Juli 1959, DPR secara aklamsi
menyatakan kesediaannya melaksanakan UUD 1945.

B. Kebijakan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin


1. Kebijakan Dalam Negeri
a) Pembentukan MPRS
Sesuai dengan diktum dekrit, maka Presiden Soekarno membentuk Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara berdasarkan Penpres no.2 tahun 1959. Seluruh anggota
MPRS tidak diangkat melalui pemilihan umum, tetapi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dengan 3 syarat, yaitu :
1. Setuju kembali kepada UUD 1945
2. Setia kepada perjuangan RI
3. Setuju kepada manifesto politik
Tugas MPRS : mengesahkan GBHN
Dalam sidang-sidangnya, MPRS telah mengeluarkan beberapa kebijakan penting seperti :
1. Penetapan manifesto politik RI sebagai bagian dari GBHN
2. Penetapan Garis-garis Besar Pembangunan Nasional Berencana tahap 1 (1961-1969)
3. Menetapkan Presidan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup
b) Pembentukan DPR-GR
DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan
pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya
ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR
harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah.
Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.
1. Melaksanakan manifesto politik
2. Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
3. Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
c) Pembentukan DPAS
DPAS dibentuk melalui Penpres No.3 th 1959, dan diketuai langsung oleh Presiden sendiri,
dan yang menjadi wakil ketua adalah Ruslan Abdul Gani. Tugas DPAS adalah memberi
jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.
d) Pembentukan Kabinet Kerja
Kabinet kerja dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Ir. Juanda sebagai Wakil Presiden.
e) Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penpres No.13 Th 1959.
Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk
menyukseskan pembangunan.
Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno
Front Nasional merupakan lembaga ekstra parlementer yang dibentuk dengan tujuan :
1. Menyelesaikan revolusi nasional Indonesia
2. Melaksanakan pembangunan semesta nasional
3. Mengembalikan Irian Jaya ke wilayah RI
f) Penataan Organisasi Pertahanan dan Keamanan
Penataan ini meliputi digabungkannya TNI dan Polri kedalam satu wadah yaitu ABRI,
sehingga dengan demikian ABRI terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara,
dan Angkatan Kepolisian
g) Penyederhanaan Partai-partai Politik
Penyederhanaan yang dimaksud adalah pembubaran partai-partai politik yang tidak sesuai
dengan Penpres no.7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, akan dibubarkan sehingga
dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak
dgn tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi
Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan karena kedua partai
tersebut terlibat dlm pemberontakan PRRI & Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan
pada tanggal 17 Agustus 1960
h) Nasakom
Nasakom:
Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman
mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dgn menyampaikan ajaran NASAKOM
(Nasionalis, Agama, & Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.

2. Kebijakan Politik Luar Negeri :


Pada awal pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, Indonesia cukup berperan aktif dalam kegiatan
internasional. Hal ini tampak dalam hal-hal sebagai berikut :
a) Pengiriman Pasukan Garuda II ke Kongo untuk bergabung dengan pasukan perdamaian PBB,
UNOC (United Nations Operation for Congo).
b) Indonesia ikut memprakarsai berdirinya Gerakan Non-Blok (Non-Aligned).
c) Indonesia berhasil melaksanakan Asian Games IV di Jakarta, 24 Agustus – 4 September 1962.
d) Politik Nefo dan Oldefo
Walaupun hubungan dengan negara-negara Barat semakin renggang, akan tetapi hubungan
dengan negara-negara sosialis semakin erat. Hal ini disebabkan baik Uni Soviet maupun RRC
bersedia memberikan bantuan kredit dalam pembelian peralatan militer. Selanjutnya Indonesia
mengkondisikan adanya dua kubu kekuatan dunia, yaitu :
1. OLDEFO (Old Established Forces) adalah kubu negara-negara imperialis.
2. NEFO (New Emerging Force) adalah kubu bangsa-bangsa tertindas yang progesif revolusioner
menentang imperialisme dan neo-kolonialisme
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong
Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya
berpedoman ke negara-negara komunis.
e) Politik Konfrontasi Malaysia
Presiden Sukarno menganggap bahwa Federasi Malaysia adalah proyek Neo Kolonialisme
Imperialisme (Nekolim) Inggris yang sangat membahayakan revolusi Indonesia. Oleh karena itu
Indonesia harus mencegah berdirinya Malaysia. Untuk mewujudkan cita-citanya, Presiden
Sukarno mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta.
Setelah dikeluarkannya Dwikora, dibentuklah suatu komando penyerangan yang diberi nama
Komando Mandala Siaga (Kolaga) di bawah pimpinan Marsekal Madya Oemar Dhani.
Isi Dwi Komando Rakyat.
1) Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.
2) Bantulah perjuangan rakyat di Malaysia, Singapura, Serawak, dan Sabah untuk menggagalkan
negara boneka Nekolim Malaysia.
f) Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia
merupakan mercusuar yg dpt menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yg
diharapkan dpt menempatkan Indonesia pada kedudukan yg terkemuka di kalangan Nefo.
Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yg sangat besar mencapai milyaran rupiah
diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging
Forces ), pendirian kompleks Olahraga Senayan serta MONAS (Monumen Nasional).

C. Penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin


Dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno dimaksudkan untuk
melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia agar sesuai dengan UUD 1945.
Tetapi pada pelaksanaannya, pemerintah khususnya Presiden Soekarno banyak melakukan
penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945 itu sendiri, di antaranya sebagai berikut :
1. Penyimpangan di Bidang Kebijakan Dalam Negeri
a) Pada tahun 1960 Presiden dengan penetapan Presiden membubarkan DPR hasil pemilu pertama
karena menolak untuk menyetujui RAPBN yang diajukan Presiden.
b) Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara telah mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden
seumur hidup. Hal ini jelas bertentangan dengan UUD 45 Bab III pasal 7.
c) Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Ketua Dewan Perwakilan rakyat Gotong Royong
diangkat sebagai menteri. Tindakan ini bertentangan dengan UUD 45, sebab kedudukan DPR
selaku lembaga legislatif sejajar dengan kedudukan Presiden selaku eksekutif. Dengan
diangkatnya Ketua MPRS dan DPRGR sebagai menteri, di mana dalam UUD 45 dinyatakan
bahwa kedudukan menteri adalah sebagai pembantu Presiden, maka tindakan tersebut secara
terang-terangan telah merendahkan martabat lembaga legislatif.
2. Penyimpangan di Bidang Kebijakan Luar Negeri
a) Indonesia membagi kekuatan politik dunia menjadi dua
1) Nefo (New Emerging Forces), yaitu negara-negara baru penentang imperialism dan
kapitalisme.
2) Oldefo (Old Established Forces), yaitu negara-negara Barat yang menganut imperialisme dan
kapitalisme.
b) Membentuk poros Jakarta-Peking
Maksud poros ini adalah Indonesia menjalin persahabatan yang erat dengan RRC, padahal pada
waktu itu RRC merupakan blok komunis.
c) Indonesia melaksanakan Politik Mercusuar
Politik mercusuar adalah politik yang mengagungkan kemegahan Indonesia di mata dunia luar,
seperti:
1) pembangunan Stadion Senayan Jakarta.
2) penyelenggaraan pesta olahraga negara-negara Nefo di Jakarta yang disebut Ganefo.
d) Indonesia Keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa
Penyebab utama Indonesia keluar dari PBB adalah diterimanya Malaysia sebagai anggota
Dewan Keamanan (DK) tidak tetap PBB. Dengan masuknya Malaysia menjadi anggota DK tidak
tetap PBB, maka Presiden Sukarno berpidato di depan Sidang Umum PBB dengan judul
“Membangun Dunia Kembali”. Karena PBB tetap menerima Malaysia menjadi anggota DK,
maka pada tanggal 7 Januari 1965 dengan terpaksa Presiden Sukarno memutuskan Indonesia
keluar dari PBB. Secara resmi keluarnya Indonesia dari PBB dinyatakan oleh Menlu Subandrio.
Akibat keluarnya Indonesia dari PBB adalah Indonesia semakin terkucil dari pergaulan
internasional.
D. Kebijakan Ekonomi :
1. Pembentukan Depernas
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah
Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh.
Yamin.
Pada 1963 Depernas diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional
(Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Tugas Bappenas adalah
a. Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahuanan, baik nasional maupun daerah.
b. Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan.
c. Menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS
2. Melakukan Devaluasi mata uang rupiah
Tujuan dilakukan Devaluasi :
a. Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
b. Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
c. Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya
mengenai penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.
a. Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
b. Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
c. Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000

3. Mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon)


Pada tgl 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru guna perbaikan ekonomi yaitu Deklarasi
Ekonomi (DEKON).
Tujuan utama dibentuk Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional,
demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin.

Anda mungkin juga menyukai