Dwikora :
Dwi Komando Rakyat yaitu komando presiden Soekarno untuk melakukan konfrontasi
kepada malaysia yang diucapkan pada tanggal 3 Mei 1964 yaitu 1. Perhebat ketahanan
Revolusi Indonesia, 2. Bantu perjuangan rakyat Manila, Singapura, Sabah Serawak dan
Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia.
Dokumen Gilchrist:
Dokumen atau catatan yang dibuat Gilchrist duta besar Inggris pada tahun 1960an.
Dokumen ini yang dijadikan alasan PKI menuduh AD akan melakukan kudeta terhadap
Soekarno
GANEFO :
Games Of The Emerging Forces merupakan Salah satu proyek mercusuar presiden
Soekarno untuk menyelenggarakan pesta olahraga negara-negara New Emerging Forces
(NEFOS)
Konfrontasi :
Cara menentang musuh atau kesulitan dengan berhadapan langsung atau terang-
terangan. Misalnya konfrontasi Indonesia dengan malaysia.
Nawaksara :
Judul pidato presiden Soekarno pada 22 Juni 1966, menyampaikan pidato Nawaksara
dalam persidangan MPRS. Nawa berasal dari bahasa sansekerta yang berarti sembilan
dan aksara berarti huruf atau istilah. Pidato ini berisikan sembilan pokok persoalan yang
dianggap penting , oleh presiden Soekarno selaku mandtaris MPR. Isi pidato tersebut
hanya sedikit menyinggung sebab-sebab meletusnya peristiwa berdarah yang terjadi
pada 30 September 1965
A. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemilu pada tanggal 15 Desember 1955, berhasil memilih anggota-anggota DPR dan
konstituante (Dewan Penyusun UUD). Konstituante dilantik pada tanggal 10 November 1956.
Tugas utama konstituante adalah merumuskan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Sampai dengan awal tahun 1957, konstituante belum juga berhasil merampungkan tugasnya.
Sehingga pada tanggal 21 Pebruari 1957, Presiden Sukarno mengajukan gagasan yang dikenal
sebagai Konsepsi Presiden. Isi pokok dari konsepsi presiden tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sistem demokrasi liberal-parlementer perlu diganti dengan demokrasi terpimpin
2. Perlu dibentuk kabinet gotong royong yang merupakan kabinet kaki empat, yakni : PNI,
Masyumi, NU dan PKI
3. Perlu dibentuk Dewan Nasional yang anggotanya terdiri dari golongan fungsional dalam
masyarakat.
Konsepsi Presiden ini menimbulkan perdebatan dalam masyarakat dan di DPR. Partai
Masyumi, NU, PSII, Partai Katholik dan PIR menolak konsepsi tersebut. Pada tanggal 25 April
1959 di depan sidang konstituante, presiden menganjurkan agar kembali kepada UUD 1945.
Anjuran presiden ini menjadi bahan perdebatan dalam konstituante. Kemudian diputuskan untuk
mengadakan pemungutan suara (voting). Pemungutan suara dilakukan sampai tiga kali, tetapi
belum mencapai kemenangan dua pertiga suara seperti yang dipersyaratkan. Pada tanggal 3 Juni
1959 konstituante mengadakan reses (masa istirahat) dengan batas waktu yang tidak ditentukan.
Pada hari yang sama pemerintah mengeluarkan Peraturan Nomer Prt/PEPERPU/040/1059 yang
berisi larangan malakukan kegiatan-kegiatan politik. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno
mengeluarkan “Dekrit Presiden” yang isinya :
1. Pembubaran konstituante
2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dekrit ini mendapat dukungan dari TNI dan MA. Pada tanggal 22 Juli 1959, DPR secara aklamsi
menyatakan kesediaannya melaksanakan UUD 1945.